Berdasarkan perbandingan common size antara perusahaan dengan industri maka jelas
nampak perusahaan mendapatkan laba yang lebih dibandingkan dengan industri karena
perusahaan memiliki HPP yang lebih rendah meskipun biaya yang ditimbulkan lebih tinggi
dibandingkan dengan industri.
Berikut adalah contoh analisis common size untuk laporan posisi keuangan PT ABC:
Laporan Posisi Keuangan PT ABC
Tahun 3 Tahun 2 Tahun 1
Aktiva
Aktiva Lancar
lembar diotorisasi 60 61 69
Untuk memahami lebih jauh mengenai analisis rasio likuiditas, berikut ini akan
disampaikan contoh perhitungan analisis rasio dari perusahaan sub sektor telekomunikasi
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan Desember 2017:
1) Bakrie Telecom Tbk (BTEL):
Rasio lancar: 0,06%
2) XL Axiata Tbk (EXCL):
Rasio lancar: 38,61%
3) Smartfren Telecom Tbk (FREN):
Rasio lancar: 29,33%
4) Indosat Tbk (ISAT):
Rasio lancar: 47,64%
5) Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
Rasio lancar: 86,44%
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata rasio lancar perusahaan dalam
sub sektor telekomunikasi adalah 40,42%. Jika tujuan analisis untuk mengetahui perbandingan
likuiditas dari current ratio antarperusahaan ini maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan
Telekomunikasi Indonesia Tbk dan perusahaan Indosat Tbk adalah perusahaan yang likuid
karena persentase masing-masing perusahaan tersebut berada diatas rata-rata persentase rasio
likuiditas current ratio. Sedangkan perusahaan BTEL adalah perusahaan yang memiliki tingkat
persentase likuiditas paling rendah dari perusahaan lainnya dalam industri yang sama.
Untuk memahami lebih jauh mengenai rasio solvabilitas, berikut adalah contoh
perhitungan berserta interpretasi dari rasio solvabilitas dengan debt ratio (rasio total
utang terhadap total aset) pada perusahaan subsektor telekomunikasi yang tercatat
dalam BEI Desember 2017:
1) Bakrie Telecom Tbk (BTEL):
Total aset: 717.75B
Total utang: 15.41 T
Debt ratio: 21,47
2) XL Axiata Tbk (EXCL):
Total aset: 56.38T
Total utang: 34.83T
Debt ratio: 0,61
3) Smartfren Telecom Tbk (FREN):
Total aset: 24.20T
Total utang: 15.64T
Debt ratio: 0,65
4) Indosat Tbk (ISAT):
Total aset: 49.86T
Total utang: 36.26T
Debt ratio: 0,73
5) Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
Total aset: 201.96T
Total utang: 103.64 T
Debt ratio: 0,51
Berdasarkan data tersebut, jika tujuan analisis untuk mengetahui perbandingan rasio
utang antarperusahaan dalam subsektor telekomunikasi, maka dapat disimpulkan
bahwa perusahaan Bakrie Telecom Tbk memiliki rasio hutang yang jauh lebih tinggi
daripada perusahaan lain pada sektor yang sama. Menurut Hanafi & Halim pada
bukunya (2018, p.79) rasio hutang yang tinggi berarti perusahaan menggunakan
financial leverage yang tinggi pula. Seperti yang diketahui, financial leverage adalah
penggunaan seumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan
memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya sehingga akan
meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan demikian
alasan yang kuat menggunakan dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan
pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham (Agus Sartono, 2001 dalam blogspot
Revolusi Aditya Ibrahim, 2011). Perusahaan dengan financial leverage yang tinggi
berarti memiliki risiko yang tinggi pula. Ini berarti perusahaan BTEL merupakan
perusahaan dengan financial leverage yang tinggi karena nilai rasionya >1 yaitu 21,47
yang berarti bahwa BTEL menggunakan dana dari kreditur sebanyak 214,7% atau
setiap Rp 21,47 utang perusahaan dijamin oleh Rp 1 aset perusahaan.
4. Rasio Profitabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan
perusahaan dapat menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan,
aset, dan modal saham yang tertentu. Terdapat tiga macam rasio profitabilitas yang
dibicarakan, sebagai berikut:
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
- Profit Margin =
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
- Return on Asset (ROA) =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
- Return on Equity (ROE) =
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
Untuk memahami lebih jauh mengenai rasio profitabilitas, berikut ini adalah data ROA
dan ROE dari perusahaan sub sektor telekomunikasi yang telah tercatat pada BEI
Desember 2017:
1) Bakrie Telecom Tbk (BTEL):
ROA: -150,50%
ROE: 7,35%
2) XL Axiata Tbk (EXCL):
ROA: -0,28%
ROE: -0,75%
3) Smartfren Telecom Tbk (FREN):
ROA: -11,32%
ROE: -32,00%
4) Indosat Tbk (ISAT):
ROA: -2,78%
ROE: -10,20%
5) Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
ROA: 8,61%
ROE: 17,69%
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan Telekomunikasi Indonesia
Tbk adalah perusahaan yang paling banyak memberikan profit atas modal saham yang
diinvestasikan oleh para pemegang saham perusahaan tersebut, ini juga berarti bahwa
perusahaan Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki efisiensi manajemen aset yang
baik.
5. Rasio Pasar. Rasio pasar ini digunakan untuk mengukur harga pasar relatif terhadap
nilai buku. Ada beberapa macam rasio pasar yang bisa dihitung, yakni:
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
- Price Earning Ratio (PER) =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
- Dividend Yield =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
- Pembayaran Dividen (Dividend Payout) =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
Untuk memahami lebih jauh mengenai rasio pasar, berikut ini adalah data PER,
dividend yield, dan divident payout dari perusahaan sub sektor telekomunikasi yang
telah tercatat pada BEI Desember 2017:
1) Bakrie Telecom Tbk (BTEL):
PER: -1,72x
Dividend yield: -
2) XL Axiata Tbk (EXCL):
PER: -202,00x
Dividend yield: -
3) Smartfren Telecom Tbk (FREN):
PER: -4,38x
Dividend yield: -
4) Indosat Tbk (ISAT):
PER: -11,84x
Dividend yield: 2,42%
5) Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
PER: 20,40x
Dividend yield: 4,67%
PER (Price to Earning Ratio) merupakan alat utama penghitungan harga saham suatu
perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. Hasil ini mengindikasikan berapa
besar investor bersedia membayar setiap rupiah atas pendapatan perusahaan tersebut.
Berdasarkan data tersebut perusahaan dengan PER tertinggi adalah TLKM dengan PER sebesar
20,40x, hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut diharapkan memiliki prospek yang baik,
namun dari segi investor yang memiliki tujuan investasi jangka pendek (mengambil
keuntungan dari capital gain) perusahaan TLKM dianggap terlalu mahal dan harga pasar
sahamnya susah untuk naik lagi. Dividend yield merupakan dividen per saham dibagi harga
pasar saham. Secara sederhana, dividend yield adalah tingkat keuntungan yang diberikan oleh
perusahaan tersebut. Dari analisis dividend yield, TLKM juga terbukti memiliki prospek
pertumbuhan yang baik karena perusahaan dengan PER tinggi dikatakan akan memiliki
dividend yield yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh sebagian besar dividen yang
dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan tersebut. sementa
Dari bagan tersebut dapat kita lihat bahwa marjin laba yang dikalikan dengan perputaran total
aktiva akan memberikan tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) yang dapat kita sebut dengan
persamaan Du Pont dengan perhitungan sebagai berikut:
ROA = profit margin x perputaran total aktiva
Laba bersih Penjualan
= x
Penjualan Total Aktiva
Pengembalian atas ekuitas (ROE) perusahaan tergantung pada ROA dan penggunaan
kewajiban (leverage).
ROE = ROA x Multiplier Ekuitas
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
= x
Total Aktiva Ekuitas Saham Biasa
Dengan adanya kedua persamaan diatas maka kita bisa membuat persamaan Du Pont yang
diperluas, yang menunjukkan bagaimana marjin laba, perputaran aktiva, dan multiplier ekuitas
dikombinasikan untuk menentuan ROE, seperti persamaan berikut:
ROE = marjin laba x perputaran total aktiva x multiplier ekuitas
Laba bersih Penjualan 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
= x x
Penjualan Total Aktiva Ekuitas Saham Biasa
Dari bagan atau skema diatas dapat terlihat bahwa untuk menaikkan ROE, perusahaan
mempunyai beberapa alternatif seperti:
1. Menaikkan ROA, yang bisa dilakukan dengan cara menaikkan profit margin atau
menaikkan perputaran aktiva, atau keduanya sambil mempertahankan tingkat utang.
2. Menaikkan financial leverage, yang berarti menaikkan utang. Dengan naiknya utang,
pembagi dalam persamaan di atas (denominator) akan menjadi lebih kecil, dan dengan
demikian ROE akan lebih besar sambil mempertahankan tingkat ROA.
3. Menaikkan ROA dan utang secara bersamaan.