Anda di halaman 1dari 27

Materi 4

ANALISIS RASIO KEUANGAN

4.1. Analisis laporan keuangan

4.2. Analisis common size

4.3. Analisis Rasio

4.3.1 Rasio Likuiditas

4.3.2 Rasio Aktivitas


D
4.3.3 Rasio Solvabilitas

4.3.4 Rasio Profitabilitas

4.3.5 Rasio Pasar

4.3. Analisis Du Pont

4.5. Beberapa Keterbatasan


Materi 4
ANALISIS RASIO KEUANGAN

Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan biasanya terdiri dari tiga macam, yaitu:

(1) Laporan laba-rugi


(2) Neraca
(3) Laporan aliran kas

Laporan laba rugi mencatat aliran pendapatan dan biaya-biaya yang berkaitan dalam suatu periode
tertentu, biasanya satu tahun. Neraca merupakan potret kondisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu, yaitu
tanggal yang tercantum di neraca (suatu snapshot kondisi keuangan perusahaan). Biasanya tanggal 31 desember
dipakai sebagai tanggal yang dicantumkan pada neraca. Itu berarti neraca merupakan gambaran kondisi keuangan
perusahaan pada tanggal 31 desember. Kondisi keuangan yang dicakup oleh neraca pada dasarnya adalah
kekayaan perusahaan (aset) dan klaim atas kekayaan tersebut yang terdiri dari utang dan modal saham. Laporan
aliran kas menggambarkan aliran kas masuk dan keluar pada suatu periode tertentu. Laporan ini terutama untuk
melihat likuiditas suatu perusahaan. Ketiga laporan tersebut, disertai catatan atas laporan keuangan (accompanying
notes), akan memberikan gambaran kondisi keuangan suatu perusahaan.

Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input (informasi) yang bisa dipakai untuk
pengambilan keputusan. Seperti disebutkan dalam bab terdahulu, banyak pihak yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan suatu perusahaan, mulai dari investor atau calon investor sampai dengan manajemen perusahaan
itu sendiri. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang
kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Harapan tersebut pada giliran
selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.
4.1. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam analisis laporan keuangan yaitu:

(1) Dalam analisis, analisis juga harus mengidentifikasi adanya trend-trend tertentu dalam laporan keuangan, untuk
itu laporan keuangan lima atau enam tahun barangkali bisa digunakan untuk melihat munculnya trend tertentu.
(2) Angka-angka yang berdiri sendiri sulit dikatakan baik tidaknya. Untuk itu diperlukan pembanding yang bisa
dipakai untuk melihat baik tidaknya angka yang dicapai oleh perusahaan. Rata-rata industri ini barangkali bukan
merupakan pembanding yang paling tepat karena beberapa hal, misal karena perbedaan karakteristik rata-rata
perussahaan dalam industri dengan perusahaan tersebut. Tetapi rata-rata industri tetap bisa dipakai untuk
perbandingan. Alternatif lain apabila rata-rata industri tidak ada adalah dengan membandingkan perusahaan
dengan perusahaan lain yang sejenis. Perusahaan yang menjadi pembanding bisa jadi perusahaan yang
menjadi leader dalam industri.
(3) Dalam analisis perusahaan, membaca dan menganalisis laporan keuangan dengan hati-hati adalah penting.
Diskusi atau pernyataan-pernyataan yang melengkapi laporan keuangan, seperti diskusi strategi perusahaan,
diskusi rencana ekspansi atau restrukturisasi, merupakan bagian integral yang harus dimasukkan dalam
analisis.
(4) Analisis barangkali akan memerlukan informasi lain. Kadang kala semua informasi yang diperlukan bisa
diperoleh melalui analisis mendalami laporan keuangan. Kadang kala informasi tambahan diluar laporan
keuangan diperlukan. Informasi tambahan ini bisa memberi analisis yang lebih tajam lagi. Sebagai contoh,
analisis penurunan penjualan bila disertai dengan analisis perkembangan market share akan memberi
pandangan baru kenapa penjualan bisa menurun.

4.2. ANALISIS COMMON SIZE

Analisis common size disusun dengan jalan menghitung tiap-tiap rekening dalam laporan laba-rugi dan
neraca menjadi proporsi dari total penjualan (untuk mencari tren-trend tertentu). Berikut ini contoh analisis common
size laba-rugi dengan menggunakan laporan laba-rugi berikut ini.

Tabel 4.1. Laporan Laba-Rugi PT “ABC”

Tahun 3 Tahun 2 Tahun 1

Penjualan 16.405 15.296 15.747

Harga pokok penjualan 10.492 9.717 10.152

5.913 5.579 5.595

Biaya penjualan,umum,dan

administrasi 4.129 3.815 3.743

Laba operasional 1.784 1.764 1.852


Penyesuaian: pendapatan

dari anak perusahaan dan

pendapatan luar biasa 311 265 573

Laba sebelum pajak dan bunga 1.473 1.499 1.279

Bunga 303 307 300

Laba sebelum pajak 1.170 1.192 979

Pajak pendapatan 368 385 371

Laba bersih 802 807 608

Berikut ini common size untuk laporan laba-rugi dengan mendasarkan pada laporan laba-rugi diatas.

Tabel 4.2. Analisis common size laporan laba-rugi PT ABC

Tahun 3 Tahun 2 Tahun 1

Penjualan 100,00 100,0 100,0

Harga pokok penjualan 64,0 63,5 64,5

Marjin Kotor 36,0 36,5 35,5

Biaya penjualan,umum,dan

administrasi 27,1 26,7 27,4

Laba sebelum pajak dan bunga 8,9 9,8 8,1

Bunga 1,9 2,0 1,9

Laba sebelum pajak 7,0 7,8 6,2

Pajak 2,2 2,5 2,3

Laba bersih 4,8 5,3 3,9

Catatan: persentase HPP dihitung sebagai berikut: 10.492/16.405=0,64 atau 64%. Yang lainnya dihitung dengan
cara yang sama
Tabel 4.3. Analisis common size laporan laba-rugi industri

Tahun 3 Tahun 2 Tahun 1

Penjualan 100,00 100,0 100,0

Harga pokok penjualan 71,1 72,0 72,1

Marjin Kotor 28,9 28,0 27,9

Biaya penjualan,umum,dan

administrasi 22,1 20,8 20,9

Laba sebelum pajak dan bunga 6,8 7,2 7,0

Bunga 1,9 1,6 1,2

Laba sebelum pajak 4,9 5,6 5,8

Pajak 1,8 2,0 2,4

Laba bersih 3,1 3,6 3,4


Common size perusahaan (PT ABC) diatas dibandingkan dengan common size dari industri. Dari tabel
common zise diatas bisa dilihat bahwa perusahaan mempunyai harga pokok penjualan yang lebih rendah
dibandingkan dengan HPP industri. Tetapi biaya administrasi dan umum perusahaan lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya yang sama untuk industri. Hasilnya, perusahaan mempunyai laba sebelum pajak dan bunga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan industri. Laba bersih perusahaan, yang menjadi pengukur marjin bersih, lebih baik
dibandingkan dengan industri.

Sesudah menyusun common zise untuk laporan laba-rugi, common zise untuk neraca bisa disusun dengan
cara yang sama, yaitu menyusun setiap rekening menjadi proporsi dari total aset. Berikut ini common zise untuk
perusahaan ABC dan perbandingannya dengan common zise industri , dengan menggunakan neraca PT ABC
berikut ini.

Tabel 4.4 Neraca PT ABC Untuk Beberapa Periode

Tahun 3 Tahun 2 Tahun 3


Aktiva
Aktiva Lancar
Kas dan Surat Berharga 408 670 112
Piutang Dagang 4.353 4.233 4.536
Persediaan 2.623 2.201 2.350
Biaya dibayar di muka 155 142 132
Total Activa Lancar 7.539 7.246 7.130
Aktiva Jangka Panjang (tetap)
Bangunan dan Peralatan 4.791 4.463 4.256
Kurangi: Akumulasi Depresiasi (1554) (1.429) (1.346)
Bangunan dan Peralatan (bersih) 3.237 3.034 2.910
Aktiva Lainnya 1.922 1.975 1.694
Total Aktiva Jangka Panjang (tetap) 5.159 5.008 4.604

Total Aktiva 12.698 12.254 11.734


Utang dan Modal Saham

Utang Lancar
Utang Dagang 708 646 525
Utang Jangka Pendek 2.452 1.000 955
Rekening Akural dan Lainnya 1.240 1.139 1.206
Total Utang Lancar 3.400 2.785 2.686
Utang Jangka Panjang
Utang jangka panjang 2.566 2.863 2.395
Utang sewa 189 201 213
Utang pajak 1.124 1.346 1.375

Utang lainnya 1.066 1.102 898


Total utang jangka panjang 4.945 5.512 4.881

Modal saham

Modal preferen, 1 juta lembar 704 38 0


Saham biasa, nilai per Rp 1.500 juta lmbar
Diotorisasi 60 61 69
Agio saham 805 801 891
Laba yang ditahan 2.784 3.057 3.207
Total modal saham 4.353 3.919 4.167
Total utang dan modal saham 12.698 12.254 11.734

Tabel 4.5. common zise Neraca PT “ABC”

Tahun 3 Tahun 2 tahun 1

Aktiva Lancar
Kas dab surat-surat berharga 3,2 % 5,5 % 1,0 %
Piutang dagang 34,3 34,5 38,7
Persediaan 20,6 18,0 20,0
Aktiva lainnya 1,3 1,1 1,1
Total aktiva lancar 59,4 59,1 60,8

Aktiva jangka panjang (tetap)


Bangunan, pabrik,dan
Peralatan (bersih) 25,5 24,8 24,8
Aktiva non-lancar Lainnya 15,1 16,1 14,4
Total aktiva 100,0 100,0 100,0

Utang lancar
Utang dagang 5,6 5,3 4,5
Utang jangka pendek 11,4 8,2 8,1
Utang lainnya 9,8 9,2 10,3
Total utang lancar 26,8 22,7 22,9

Utang jangka panjang


Utang jangka pnjang dan sewa 21,7 25,0 22,2
Pajak ditunda dan utang lainnya 17,2 20,0 19,4
Modal saham 34,3 32,3 35,5
Total Passiva 100,0 100,0 100,0

Tabel 4.6. common size Neraca Industri

Tahun 3 Tahun 2 Tahun 1


AKTIVA

Aktiva Lancar
Kas dan surat-surat berharga 1,9 % 4,7 % 3,4 %
Piutang Dagang 17,2 16,2 15,1
Persediaan 35,9 32,0 37,1
Aktiva Lainnya 1,3 1,5 0,5
Total aktiva lancar 56,3 54,4 56,1
Aktiva tetap
Bangunan,pabrik,dan
Peralatan (bersih) 31,8 32,5 38,1
Aktiva non lancar Lainnya 11,9 13,1 5,8
Total Aktiva 100,0 100,0 100,0

PASIVA

Utang Lancar
Utang Dagang 14,8 14,7 22,0
Utang jangka pendek 2,9 0,2 0,4
Utang lainnya 11,4 10,7 5,4
Total utang lancar 29,1 25,6 27,8

Utang jangka panjang


Utang jagka panjang dan sewa 30,8 27,9 23,7
Pajak ditunda dan utang lainnya 6,3 5,9 6,6
Modal saham 33,8 40,6 41,9
Total Pasiva 100,0 100,0 100,0

Dari common-size neraca di atas nampak bahwa perusahaan mempunyai aktiva lancar yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan industri. Perusahaan mempunyai aktiva tetap yang lebih sedikit dibandingkan dengan industri.
Utang lancar perusahaan lebih sedikit dibandingkan dengan industri, demikian juga dengan utang jangka
panjangnya. Utang pajak (pajak ditunda dan brang lainnya) untuk perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan
untuk industri.
4.3 ANALISIS RASIO

Rasio-rasio keuangan pada dasarnya disusun dengan menggabungkan angka-angka di dalam atau antara
laporan laba-rugi dan neraca. Dengan cara rasio semacam itu diharapkan pengaruh perbedaan ukuran akan hilang.
Misalkan dua perusahaan mempunyai aktiva lancar yang berbeda, Rp10 juta untuk perusahaan A dan Rp5 juta
untuk perusahaan B. Secara sepintas nampak bahwa perusahaan A lebih likuid karena mempunyai kas yang lebih
tinggi. Tetapi kalau perusahaan tersebut mempunyai utang semacam ini, perusahaan A 10 juta, sedangkan
perusahaan B 2,5 juta, likuiditas kedua perusahaan tersebut akan berlainan. Perusahaan A mempunyai aktiva lancar
Rp10 juta, tetapi harus menanggung utang lancar Rp10 juta, sedangkan perusahaan B mempunyai aktiva lancar
Rp5 juta, tetapi hanya menanggung utang setengahnya yaitu Rp2,5 juta. Rasio-rasio keuangan menghilangkan
pengaruh ukuran dan membuat ukuran bukan dalam angka absolut, tetapi dalam angka relatif seperti contoh di atas
tersebut.
Pada dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima macam kategori, yaitu:
(1) Rasio Likuiditas Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
(2) Rasio Aktivitas Rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat tingkat
aktivitas aset.
(3) Rasio Solvabilitas Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka panjangnya.
(4) Rasio Profitabilitas Rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas).
(5) Rasio Pasar Rasio ini melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap nilai buku perusahaan.

Kelima rasio tersebut ingin melihat prospek dan risiko perusahaan pada masa yang mendatang. Faktor prospek
dalam rasio tersebut akan mempengaruhi harapan investor terhadap perusahaan pada masa-masa mendatang.

4.3.1 Rasio Likuiditas


Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar
perusahaan relatif terhadap utang lancarnya (utang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan). Meskipun rasio
ini tidak bicara masalah solvabilitas (kewajiban jangka panjang), dan biasanya relatif tidak penting dibandingkan
rasio solvabilitas, tetapi rasio likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi solvabilitas
perusahaan. Dua rasio likuiditas jangka pendek yang sering digunakan adalah rasio lancar dan rasio quick (sering
juga disebut acid test ratio). Rasio solvabilitas penting karena mencakup total utang (termasuk kewajiban jangka
pendek, atau rasio likuiditas).
Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya dengan menggunakan
aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Berikut ini
perhitungan rasio lancar untuk perusahaan ABC.

Aktiva Lancar 7.539


Rasio Lancar = =
Utang L Lancar 3.400
= 2,2

Rasio di atas bisa diinterpretasikan sebagai berikut: setiap Rp 1 utang dijamin oleh Rp2,2 aktiva lancar. Rasio lancar
untuk perusahaan yang normal berkisar pada angka 2, meskipun tidak ada standar yang pasti untuk penentuan rasio
lancar yang seharusnya. Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi, sedangkan rasio lancar yang
tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap
profitabilitas perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan
aktiva tetap.
Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, piutang, dan persediaan), persediaan biasanya dianggap merupakan
aset yang paling tidak likuid. Hal ini berkaitan dengan semakin panjangnya tahap yang dilalui untuk sampai menjadi
kas, yang berarti waktu yang diperlukan untuk menjadi kas semakin lama, dan juga ketidakpastian nilai persediaan.
Meskipun persediaan dicantumkan dalam nilai perolehan/cost, sedangkan apabila persediaan laku, kas yang
diperoleh sama dengan nilai jual yang secara umum lebih besar dibandingkan dengan nilai perolehan. Dengan
alasan di atas, persediaan dikeluarkan dari aktiva lancar untuk perhitungan rasio quick. Berikut ini perhitungan rasio
quick.

Aktiva Lancar - Persediaan


Rasio quick =
Utang Lancar

7.539 – 2.623
=
3.400
= 1,4
Angka di atas bisa diinterpretasikari sebagai berikut: "setiap Rp l utang dijamin oleh Rp1,4 aktiva lancar di luar
persediaan’’. Sama seperti halnya rasio lancar, angka yang terilatu tinggi untuk persediaan menunjukkan indikasi
kelebihan kas atau piutang, sedangkan angka yang terlalu kecil menunjukkan risiko likuiditas yang lebih tinggi.

4.3.2 Rasio Aktivitas

Rasio ini melihat pada beberapa aset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva- aktiva tersebut
pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin
besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva- aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila
ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif.
Empat rasio aktivitas yang akan dibicarakan adalah: (1) Rata-rata umur piutang, (2) Perputaran persediaan, (3)
Perputaran aktiva tetap, dan (4) Perputaran total aktiva.
Rata-rata umur piutang melihat berapa lama yang diperlukan untuk melunasi piutang (merubah piutang menjadi
kas). Semakin lama rata-rata piutang berarti semakin besar dana yang tertanam pada piutang. Rata-rata umur
piutang bisa dihitung melalui dua tahap yaitu dengan menghitung perputaran piutang dan kemudian menghitung
rata-rata umur piutang.

Penjualan
Perputaran Piutang =
Piutang

Rata-rata Umur Piutang = 365/ Perputaran Piutang

Untuk perusahaan ABC, rata-rata umur piutang bisa dihitung sebagai berikut:

16.405
Perputaran Piutang = = 3,77 kali
4.353

Rata- rata Piutang = 365/3,77


= 96,8 hari

Alernatif lain adalah rumus yang lebih singkat sebagai berikut:


Piutang Dagang
Rata-rata Umur Piutang =
Penjualan/365

4.353
=
16.405/365

4.353
=
44,95

= 96,8 hari

Dari perhitungan di atas, piutang dalam setahun berputar 3,77 kali dan diperlukan waktu 96,8 hari dari piutang
menjadi kas. Jika tersedia informasi penjualan kredit, angka penjualan yang dipakai di atas sebaiknya angka
penjualan kredit.
Untuk melihat baik tidaknya angka tersébut, perusahaan bisa membandingkan dengan angka industri atau
membandingkan dengan kebijakan kredit perusahaan. Misalkan perusahaan mempunyai kebijakan kredit sebagai
berikut 2/10-n/60, maka angka di atas (96,8 hari) lebih besar dibandingkan angka "target" yaitu 60 hari. Perusahaan
harus lebih memperhatikan kebijakan pengumpulan kreditnya. Angka rata-rata piutang yang terlalu tinggi
menunjukkan kemungkinan tidak kembalinya piutang yang lebih tinggi. Sebaliknya, angka yang terlalu rendah bisa
jadi merupakan indikasi kebijakan piutang yang terlalu ketat, dan ini akan menurunkan penjualan dari yang
seharusnya bisa dimanfaatkan.
Rasio aktivitas yang kedua adalah rasio perputaran persediaan. Berikut ini perhitungan rasio aktivitas
persediaan.
Harga Pokok Penjualan
Perputaran Persediaan =
Persediaan

Rata-rata Umur Persediaan = 365/perputaran persediaan

Rata-rata umur persediaan bisa dihitung langsung sebagai berikut:


Persediaan
Rata-rata umur persediaan =
HPP/365
Altrrnatif lain adalah dengan menggunakan rata-rata persediaan untuk persediaan. Rata-rata persediaan bisa
dihitung sebagai berikut:

(Persediaan Awal + Persediaan Akhir) / 2.


Untuk perusahaan ABC, perputaran persediaan bisa dihitung sebagai berikut:
10.492
Perputaran Persediaan = = 4,0 kali
2.623

Dalam satu tahun persediaan berputar empat kali, dan kalau dihitung lamanya umur persediaan (yang berarti
lamanya dana tertanam pada persediaan), maka umur tersebut bisa dihitung sebagai berikut:
Rata-rata umur persediaan = 365/4 = 91,25 hari

Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam Satu tahun dan
ini menandakan efektivitas manajemen persediaan. Sebaliknya, perputaran persediaan yang rendah menandakan
tanda-tanda mis-manajemen seperti kurangnya pengendalian persediaan yang efektif.
Perputaran aktiva tetap bisa dihitung dengan cara formula di bawah ini:

Perputaran
Penjualan
Aktiva Tetap =
Aktiva Tetap

16.405
=
3,237

= 5,1 kali

= 5,1 kali dalam setahun


Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap
yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan menggunakan aktiva
tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin afektif penggunaan aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri
seperti industri yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan. Sedangkan
pada beberapa industri yang lain seperti industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini
barangkali relatif tidak begitu penting untuk diperhatikan.

Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio perputaran total aktiva. Rasio menggunakan
formula sebagai berikut ini:

Penjualan 16.405
Perputaran Total Aktiva = = = 1,29 =1,3
Total Aktiva 12.698

Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva.
Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat
manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran modalnya (investasi).

4.3.3 Rasio solvabilitas


Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajian jangka panjangnya. Perusahaan
yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibndingkan total asetnya. Rasio ini
mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dab dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca. Ada
beberapa macam rasio yang bisa dihitung: rasio total utang terhadap total aset, rasio utang modal saham, Rasio
Times Interest Earned, rasio fixed charges coverage.

Rasio Total Utang


Total Utang
Terhadap Total Aset =
Total Aset

Untuk perusahaan ABC, rasio di atas bisa dihitung sebagai berikut ini:
3.400 + 4.945 8.345
Rasio Total Utang = = = 0,66
12.698 12.698

Rasio ini menghitung seberapa jauh dana disediakan oleh kreditur. Rasio yang tinggi berarti perusahaan
menggunakan leverage keuangan (financial leverage) yang tinggi. Penggunaan financial leverage yang tinggi akan
meningkatkan Rentabilitas Modal Saham (return On Equity atau ROE) dengan cepat,tetapi sebaliknya apabila
penjualan menurun, rentabilitas modal saham (ROE) akan menurun cepat pula. Risiko perusahaan dengan financial
leverage yang tinggi akan semakin tinggi pula. Perusahaan ABC menggunakan dana dari kreditur 66% dari total
dananya, yang berarti cukup besar. Rasio di atas juga bisa diinterpretasikan sebagai berikut:
Setiap Rp 0,66 utang perusahaan dijamin oleh Rp 1 aset perusahaan.
Rasio lainnya adalah times interest Earned yang dihitung sebagai berikut:

Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT)


TIE =
Bunga

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan membayar utang dengan laba sebelum bunga pajak.
Laba sebelum bunga pajak (EBIT)
TIE =
Bunga

Bisa juga dikatakan rasio ini menghitung seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk
menutup beban tetap bunga. Rasio yang tinggi menunjukkan situasi yang “aman”, meskipun barangkali juga
menunjukkan terlalu rendahnya penggunaan utang (penggunaan financial leverage) perusahaan. Sebaliknya rasio
yang rendah memerlukan perhatian dari pihak manajemen.
Untuk perusahaan ABC, rasio TIE bisa dihitung sebagai berikut ini:

1.473
TIE = = 4,9
303
Rasio di atas bisa diinterpretasikan sebagai berikut: perusahaan mempunyai laba sebelum bunga dan pajak
yang besarnya 4,9 kali beban bunga.
Kalau TIE mengukur kemampuan perusahaan membayar beban tetap bunga, rasio lain akan menghitung
kemampuan perusahaan membayar beban tetap total, termasuk biaya sewa. Rasio ini dinamakan rasio fixed charge
coverage. Berikut ini formula perhitungan rasio tersebut.

EBIT + Biaya Sewa


fixed charge coverage =
Bunga + Biaya Sewa

Rasio di atas memperhitungkan sewa, karena meskipun sewa bukan utang, tetapi sewa merupakan beban
tetap dan mengurangi kemampuan utang (debt capacity) perusahaan. Beban tetap tersebut mempunyai efek yang
sama dengan beban bunga. Misalkan biaya sewa untuk perusahaan ABC adalah 452 (di laporan laba-rugi Tabel 4.1,
biaya sewa masuk kedalam biaya penjualan, umum, dan administrasi). Untuk perusahaan ABC, rasio fixed charge
coverage bisa dihitung sebagai berikut:

1.473 + 452 1.925


fixed charge coverage = = = 2,5
303 + 452 755
Perusahaan ABC mempunyai laba sebelum bunga, pajak, dan sewa yang besarnya 2,5 kali total beban tetap
(sewa dan bunga) perusahaan.

4.3.4 Rasio Profitabilitas

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan,
aset, dan modal saham yang tertentu. Ada tiga rasio yang sering dbicarakan, yaitu: profit margin, return on total
asset (ROA), dan return on equity (ROE).
Profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat
penjualan tertentu. Rasio ini bisa dilihat secara langsung pada analisis common size untuk laporan laba-rugi (baris
paling akhir).
Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di
perusahaan pada periode tertentu. Rasio profit margin bisa dihitung sebagai berikut:
Laba bersih
Profit margin =
penjualan

Untuk perusahaan ABC, Profit margin bisa dihitung sebagai berikut:

809
Profit margin = = 0,049 atau 4,9%
16.405

Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat
penjualan tertentu. Profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya yang
tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan yang tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut.
Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen. Rasio ini cukup bervariasi dari
industri ke industri, sebagai contoh industri retailer cenderung mempunyai profit margin yang lebih rendah
dibandingkan dengan industri manufaktur.
Rasio profitabilitas yang lain adalah Return On Total Asset (ROA). Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. ROA juga sering disebut juga sebagai ROI (Return
On Investment). Rasio ini bisa dihitung sebagai berikut:

Laba bersih
ROA =
Total Aset

Untuk perusahaan ABC, rasio ROA bisa dihitung sebagai berikut:

802
𝑅𝑂𝐴 = = 0,063 𝑎𝑡𝑎𝑢 6,3%
12.698

Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen aset, yang berarti efisiensi manajemen.

Rasio profitabilitas yang lain adalah Return On Equity (ROE). Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan

menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang

pemegang saham. Rasio ROE bisa dihitung sebagai berikut:


𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 802
𝑅𝑂𝐸 = = 0,1842 𝑎𝑡𝑎𝑢 18,42%
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 4.353

Meskipun rasio ini mengukur laba dari sudut pandang pemegang saham, rasio ini tidak memperhitungkan

dividen maupun capital gain untuk pemegang saham. Karena rasio ini bukan pengukur return pemegang saham

yang sebenarnya. ROE dipengaruhi oleh ROA dan tingkat leverage keuangan perusahaan.

4.3.5. Rasio Pasar

Rasio yang terakhir adalah rasio pasar yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Sudut

pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut investor (atau calon investor), meskipun pihak manajemen juga

berkepentingan terhadap rasio-rasio ini. Ada beberapa rasio yang bisa dihitung: PER (Price Earning Ratio), dividend

yield, dan pembayaran dividen (dividend payout).

PER melihat harga saham relatif terhadap earning-nya. PER bisa dihitung sebagai berikut:

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


𝑃𝐸𝑅 =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

Misalkan untuk perusahaan ABC, harga pasar saham per lembar adalah Rp.66,875, earning per-share

(EPS atau earning per-lembar saham) adalah 6,38 EPS dihitung sebagai laba setelah pajak dibagi jumlah saham

yang beredar. PER perusahaan ABC bisa dihitung sebagai berikut:

66,875
𝑃𝐸𝑅 = = 10,5 𝑘𝑎𝑙𝑖
6,38

Perusahaan yang diharapkan akan tumbuh tinggi (mempunyai prospek baik) mempunyai PER yang tinggi,

sebaliknya perusahaan yang diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah akan mempunyai PER yang rendah. Dari

segi investor, PER yang terlalu tinggi barangkali tidak menarik karena harga saham barangkali tidak akan naik lagi,

yang berarti kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil.

Rasio yang lain adalah dividend yield yang dihitung sebagai berikut:

𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 =
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
Misalkan untuk PT ABC, dari EPS sebesar Rp6,38, sebesar Rp2,25 dibayarkan ke pemegang saham

sebagai dividen. Dividen pay-out ratio berarti 0,35 (2.25/6,38) atau 35%. Dividend yield bisa dihitung sebagai berikut

ini.

2,25
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = = 0,034 𝑎𝑡𝑎𝑢 3,4%
66,8

Dari segi investor, rasio ini cukup berarti karena dividend yield merupakan sebagian dari total return yang

akan diperoleh investor. Bagian return yang lain adalah capital gain, yang diperoleh dari selisih positif antara harga

jual dengan harga beli. Apabila selisih negatif yang terjadi, maka terjadi capital loss. Biasanya perusahaan yang

mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai dividend yield yang rendah, karena dividen sebagian

besar akan dinvestasikan kembali, dan juga karena harga dividen yang tinggi (PER yang tinggi) yang mengakibatkan

dividend yield akan menjadi kecil. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai suspek pertumbuhan yang rendah akan

memberikan dividen yang tinggi dan dengan demikian mempunyai dividend yield yang tinggi pula.

Rasio yang terakhir adalah rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio). Rasio ini melihat bagian

earning (Pendapatan) yang dibayarkan kepada investor. Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan

kembali kepada perusahaan. Rasio pembayaran dividen dihitung sebagai berikut:

𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

Untuk perusahaan ABC, rasio pembayaran dividen bisa dihitung sebagai berikut ini:

2,25
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 = = 0,353 𝑎𝑡𝑎𝑢 35,3%
6,38

Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen

yang rendah, sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah, akan mempunyai rasio yang tinggi.

Pembayaran dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan.

Ringkasan rasio-rasio keuangan untuk perusahaan dan untuk industri bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.7. Ringkasan Rasio-Rasio Keuangan

Rasio Perhitungan

Rasio Likuiditas
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
Rasio lancer
𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛


Rasio quick 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Rasio Aktivitas
𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
Rata-Rata umur piutang
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛/365

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛


Perputaran persediaan
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛

Perputaran Aktiva Tetap 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝

Perputaran total aktiva 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

Rasio Solvabilitas
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
Total utang terhadap total aset (aktiva)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

Times interest earned 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎 (𝐸𝐵𝐼𝑇)


𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎

Fixed charged coverage


𝐸𝐵𝐼𝑇 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑤𝑎
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑤𝑎

Rasio Profitabilitas

Profit margin 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ


𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Return on asset
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Return on equity
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

Rasio Pasar
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
PER 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


Dividend yield
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


Pembayaran dividen
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟
Tabel 4.8. ringkasan rasio PT ABC dan rasio industri

Perusahaan Industri

RASIO Tahun Tahun

3 2 1 3 2 1

Rasio likuiditas

Rasio lancer 2,2 2,6 2,7 1,9 2,1 2,0

Rasio quick 1,5 1,8 1,8 0,8 0,9 0,7

Rasio Aktivitas

Rata-rata umur piutang (hari) 96,8 101 105,1 47,5 36,7 31,3

Perputaran persediaan 4,0 4,4 4,3 4,3 4,1 4,3

Perputaran aktiva tetap 5,1 3,1 3,4 4,1 4,3 4,6

Perputaran total aktiva 1,3 1,2 1,3 1,7 1,9 2,0

Rasio Solvabilitas

Rasio total utang ke total asset 0,66 0,68 0,64 0,66 0,59 0,8

Times interest earned 4,9 4,9 4,3 3,4 4,5 6,1

Fixed charget coverage 2,5 2,6 2,3 2,7 3,2 3,1

Rasio Profitabilitas

Profit margin (%) 4,9 5,3 3,9 3,1 3,6 3,4

ROA (%) 6,3 6,6 5,2 4,4 6,7 6,7

ROE (%) 18,4 20,4 14,6 14,0 16,5 16,0

Rasio Pasar

PER 10,5 8,5 11,7 10,5 10,5 12,4

Dividend yield (%) 3,4 3,6 2,9 4,0 3,6 1,5

Dividend payout (%) 35,3 31,1 33,7 40,4 37,5 34,9


4.4. ANALISIS DU PONT

Untuk mempertajam analisis, Du Pont mengembangkan analisis yang memisahk profitabilitas dengan

pemanfaatan aset (asset utilization). Analisis ini menghubungkan tiga macam rasio sekaligus yaitu ROA, profit

margin, dan perputaran aktiva. ROA bisa dipecah sebagai berikut:

𝑅𝑂𝐴 = 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 × 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

ROA dipengaruhi oleh profit margin dan perputaran aktiva. Untuk menaikkan ROA, suatu perusahaan bisa

memilih dengan menaikkan profit margin dan mempertahankan perputaran aktiva dengan menaikkan perputaran

aktiva dan mempertahankan profit margin, atau dengan cara menaikan keduanya. Untuk perusahaan ABC, perincian

ROA bisa dilihat sebagai berikut ini.

6,31% = 4,89% x 1,29

Dari analisis di atas, ROA perusahaan hampir sama dibandingkan ROA industri (tahun 1, 2 lebih kecil,

sedangkan tahun ketiga lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri). Profit margin perusahaan juga hampir sama

dengan profit margin industri. Tetapi perputaran aktiva perusahaan masih lebih rendah dibandingkan dengan

perputaran aktiva industri. Untuk itu perputaran aktiva perusahaan yang berarti pemanfaatan aset, harus lebih

ditingkatkan lagi.
Analisis Du Pont bisa dikembangkan lagi dengan memasukkan unsur penggunaan financial leverage.

Berikut ini skema analisis Du Pont dengan memasukkan penggunaan utang.

Profit margin
4,89%
ROA
6,31%
Perputaran total
Aktiva 1,29

ROE
18,4%
1
Rasio modal
Saham ke total
Asset 0,343
Rasio total
Utang ke total
Asset 0,657

Return on equity seperti dalam gambar diatas bisa dilihat dari persamaan berikut ini:

𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡


𝑅𝑂𝐸 =
(1 − 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔⁄𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡)

= 6,31% / (1-0,657)

= 18,4%

Dari formula di atas, terlihat bahwa untuk menaikkan ROE, suatu perusaha mempunyai beberapa alternatif

seperti:

1. Menaikkan ROA, yang bisa dilakukan dengan cara menaikkan profit margin atau menaikan perputaran aktiva,

atau keduanya sambil mempertahankan tingkat utang

2. Menaikkan financial leverage, yang berarti menaikkan utang. Dengan naiknya utang, pembagi dalam persamaan

di atas (denominator) akan menjadi lebih kecil, dan dengan demikian ROE akan lebih besar sambil

mempertahankan tingkat ROA.

3. Menaikkan ROA dan utang secara bersamaan.


4.5. BEBERAPA KETERBATASAN

Meskipun analisis laporan keuangan sangat bermanfaat, tetapi ada beberapa keterbatasan yang perlu

diperhatikan.

1. Data yang dicatat dan dilaporkan oleh laporan keuangan mendasarkan pada harga perolehan (historical cost).

Metode harga perolehan dipakai oleh akuntansi karena metode tersebut dinilai paling obyektif dibanding metode

lain seperti metode harga pasar atau harga penggantian saat ini (current replacement cost). Metode akuntansi

juga mendasarkan pada metode akrual yang berusaha mempertemukan pendapatan dengan biaya-biaya yang

berkaitan dengan usaha memperoleh pendapatan tersebut. Metode semacam ini tidak memperhatikan kapan

muncul atau keluarnya kas. Dalam jangka pendek, antara metode kas dengan metode akrual barangkali tidak

menghasilkan informasi yang sama.

2. Penyusunan laporan keuangan juga didasarkan pada beberapa alternatif metode akuntansi (misal metode FIFO,

LIFO, rata-rata persediaan). Dua perusahaan yang mempunyai kondisi yang sama, barangkali akan

memberikan informasi yang berbeda karena perbedaan metode akuntansi.

3. Upaya perbaikan barangkali bisa dilakukan oleh pihak manajemen untuk memperbaiki laporan keuangan

sehingga laporan keuangan nampak bagus. Sebagai contoh, sebelum tanggal neraca manajemen bisa

meminjam utang jangka panjang dan menyimpan kas dari pinjaman tersebut. Aktiva lancar akan naik dan rasio

lancar perusahaan akan kelihatan baik sesusadah tanggal neraca, kas barangkali dipakai untuk melunasi utang

jangka panjang dan kondisi, likuiditas jangka pendek kembali ke asalnya yang tidak begitu bagus.

4. Banyak perusahaan yang mempunyai beberapa divisi atau anak perusahaan yang pada beberapa bidang usaha

(industri). Untuk perusahaan semacam ini, analis akan kesulitan memilih pembandingnya karena perusahaan

tersebut bergerak pada beberap industri data-data divisi untuk mengetahui prestasi divisi biasanya tidak lengkap

dilaporkan,sehingga analis akan mengalami kesulitan menganalisis prestasi divisi-divisi dalam perusahaan.

5. Inflasi atau deflasi akan mempengaruhi laporan keuangan terutama yang berku rekening-rekening jangka

panjang seperti investasi jangka panjang. Laporan keungan yang menggunakan harga perolehan akan

cenderung terlalu rendah melaporkan data-data laporan keuangan.


6. Rata-rata industry merupakan rata-rata perusahaan yang ada dalam industri. Ada beberapa perusahaan yang

tidak bagus yang dipakai juga untuk perhitungan rata-rata industri. Juga rata-rata industri bukan merupakan

standar yang selalu baik, yang seharusnya diikuti oleh perusahaan karena rata-rata industri hanya rata-rata

perusahaan di industri. Perusahaan yang ingin sukses biasanya harus berada di rata-rata industry, bukannya

sama dengan industri. Angka yang lebih rendah dibandingkan rata-rata industri juga tidak selalu berarti jelek.

Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan baik buruknya suatu angka

Anda mungkin juga menyukai