Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai wanita hamil.
Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 % dari seluruh kehamilan.
Kejadian abortus, IUFD dan persalinan preterm merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada wanita hamil dengan infeksi hepatitis.(1) Hepatitis dapat disebabkan oleh virus,
obat-obatan dan bahan kimia toksik dengan gejala klinis yang hampir sama.(2) Sampai saat ini
telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi
virus hepatitis yang paling sering menimbulkan komplikasi dalam kehamilan adalah virus
hepatitis B dan E (VHB & VHE).
Infeksi virus hepatitis A (VHA) jarang terjadi dalam kehamilan dan tidak
menimbulkan infeksi kronis dengan resiko perinatal yang rendah. Infeksi VHB pada wanita
hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan 20 % dari anak yang terinfeksi melalui jalur
ini akan berkembang menjadi kanker hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh
karena itu bayi yang lahir dari ibu carier HBsAg harus diimunisasi dengan memberikan
immunoglobulin dan vaksin hepatitis B. Penularan perinatal virus hepatitis C (VHC) telah
dibuktikan dan sangat erat hubungannya dengan penyakit hati kronis. Infeksi virus hepatitis
D (VHD) hanya dapat ditularkan dari ibu ke anak bersamaan dengan VHB karena VHD
memerlukan VHB untuk bereplikasi. Sedangkan infeksi virus hepatitis E (VHE) sering berat
pada wanita hamil dengan angka mortalitas ibu ± 30 %.(4) Infeksi VHE pada wanita hamil
dapat ditularkan pada janinya secara vertikel. Virus hepatitis G masih dipelajari dan diteliti
serta dihubungkan dengan infeksi VHC. Gejala klinik yang signifikan pada VHG masih
belum diketahui.(5)

1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Anatomi dan Histologi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan
dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
a. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan
terletak di antara umbilicus dan diafragma.
b. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
c. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah
proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
d. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan :
Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
e. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior
dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

2
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis
yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri
dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke
dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda
dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah
lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.

3
B. Fisiologi Hepar

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan
1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai
beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.
Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di
dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

4
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila
ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit
atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan
aliran darah.

5
C. Hepatitis

Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun
yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain
dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis
dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh
karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati
(hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama
peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya
nekrosis pada sel-sel hati.
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda
peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang
dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E
(VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus
hepatitis B dan C.

1. Hepatitis Virus A

1.1 Sejarah
VHA pertamakali ditemukan tahum 1973. VHA merupakan anenteric non enveloped
RNA picornavirus dengan ukuran RNA 2-7 nm dari genus picorna viridae hepatovirus yang
dapat dinonaktifkan dengan cahaya ultraviolet atau pemanasan. VHA merupakan serotipe
tunggal diseluruh dunia yang sering menimbulkan infeksi akut dan tidak menyebabkan
infeksi kronis serta antibodi yang terbentuk menghasilkan imunitas atau kekebalan jangka
panjang terhadap kemungkinan infeksi VHA dimasa yang akan datang.(1,2,6)

1.2 Penularan dan Gejala Klinik


Penyebaran virus ini melalui feco to oral yaitu melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi dengan feses penderita hepatitis A. Penderita akan mengeksresikan VHA ini
kedalam feses dan dalam periode viremia yang relatif singkat darah penderita juga bersifat
infeksius. Periode inkubasi infeksi VHA adalah 2-7 minggu dimana darah dan feses penderita
bersifat infeksius dalam periode ini.(1,2) Keluhan dan gejala kliniknya tidak spesifik sekali
sehingga dapat terjadi tanpa terdiagnosis. Mayoritas kasus tanpa gejala ikterik.(1) Keluhan
yang sering terjadi dalam periode ikterik adalah kuning, demam, letih lesu, nyeri perut kanan

6
atas, nafsu makan hilang, mual muntah dan diare. Dari penelitian ditemukan sampai 15 %
pasien asimptomatik dan 30 % tanpa ikterik. Kasus fatal dilaporkan kurang dari 1,5 % dari
seluruh pasien yang dirawat karena ikterik. Deteksi dini VHA bisa melalui test serologik
untuk mendeteksi IgM antibody (anti-VHA) yang bisa terdeteksi 5-10 hari sebelum onset
gejala dan dapat bertahan sampai 6 bulan setelah infeksi. Sedangkan IgG anti VHA terbentuk
dan predominan pada masa konvalessensi dan bertanggung jawab memberikan proteksi
jangka panjang terhadap VHA.(6) Dilaporkan ± 15 % infeksi VHA rellaps dalam jangka
waktu 6-9 bulan.
Beberapa jalur penularan VHA adalah sbb :
a. Melalui air yang terkontamiasi
b. Makanan yang terkontamiasi oleh tangan yang mengandung virus.
c. Ikan yang tidak dimasak dari air yang telah terkontaminasi
d. Buah-buahan dan sayuran yang dicuci dengan air yang terkontaminasi.
e. Penggunaan obat-obatan injeksi dan non injeksi
f. Aktifitas seksual baik anal maupun oral.

1.3 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena kasusnya yang jarang
dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Belum ditemukan bukti bahwa infeksi VHA
bersifat teratogenik. Resiko penularan pada janin tampaknya nol dan pada bayi baru lahir
cukup kecil Tetapi resiko kelahiran preterm cukup meningkat untuk kehamilan yang
dipersulit hepatitis A (Steven,1981). Wanita hamil yang baru saja kontak dengan penderita
infeksi VHA harus mendapatkan terapi profilaksis dengan gamma globulin 1 ml.(1)

1.4 Pencegahan
Wanita hamil yang akan mengadakan perjalanan ke negara endemis yang beresiko
tinggi untuk terinfeksi VHA dianjurkan untuk vaksinasi. Vaksinasi sebaiknya diberikan
paling lambat 2 minggu sebelum perjalanan dan dapat bertahan sampai 12 bulan setelah dosis
tunggal dan sampai 20 tahun setelah dosis kedua.(7) Profilaksis infeksi VHA secara umum
dapat dibagi 2 yaitu(6) :

a. Profilaksis pre ekposure


Diberikan untuk yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA, yaitu:
 Jangka pendek : dengan IgG 0,02 ml/kgBB
7
 Jangka panjang : dengan IgG 0,06 ml/kgBB
b. Profilaksis post eksposure
Yaitu dengan IgG single dose IM 0,002 ml/kgBB diberikan tidak lebih dari 2 minggu
setelah tereksposure.

Level protektif antiobodi terhadap VHA berkembang 94-100 % pada orang yang
divaksinasi dalam 1 bulan setelah pemberian dosis pertama. Pemberian dosis kedua dapat
menghasilkan level protektif terhadap VHA untuk jangka panjang lebih dari 20 tahun(8).
Adapun efek samping pemberian vaksinasi adalah nyeri tempat suntikan, sakit kepala,
lemah,letih dan lesu. Adapun mengenai keamanan pada pemberian pada wanita hamil belum
diketahui.(8)

1.5 Terapi
Pengobatan infeksi VHA bersifat simptomatik dan infeksi bisa sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada terapi yang dibutuhkan kecuali mungkin cairan untuk rehidrasi.
Jika infeksi terjadi dalam minggu awal dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis A sebagai
profilaksis post eksposure.(9)

2. Hepatitis Virus B

2.1 Sejarah
VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika sedang
mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA a42nm dari klass
Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya mengandung antigen yang disebut
HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22
nm. Inti paling dalam dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti
(HBcAg), dan antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat
dideteksi melalui berbagai cara pemriksaan.(7,9)

2.2 Penularan dan Gejala Klinik


Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari ). Onset
penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia penderita. Kasus
yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1 %. Sebagian infeksi akut VHB pada orang

8
dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah
dan produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi berikutnya.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat asimptomatik
dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau kanker hati. Gejala akut
dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik.(7,9)
Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB

Gambar 1 Kurva serologik infeksi akut VHB


.
Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :
a. Konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
b. Sedang (semen, cairan vagina, saliva)
c. Rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).

VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia 15-39
tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %), parenteral seperti jarum
suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah ibu penderita kronis dengan membran
mukus janin.(7,9) Secara umum penularan VHB melalui jalur sebagai berikut :
a. Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal dengan penderita
dengan HbsAg positif.

9
b. Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva yang sama
infeksiusnya dengan cairan alat genital.
c. Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik, tranfusi
darah,dsb.
d. Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun waktu menyusui.
Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi, dimana bayi yang
dilahirkan dari ibu yang infeksius diberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama
sebelum disusui. Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yang
infeksius(7,9).

2.3 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan
imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan ± 90 % wanita hamil dengan
seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikel kepada janinnya
dengan insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90 % pada trimester III(9). Adapun faktor
predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah(8) :
a. Titer DNA VHB yang tinggi
b.Terjadinya infeksi akut pada trimester III
c. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam

Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai resiko
kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa nantinya.
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden Berat
Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu hamil yang
terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu
hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian malformasi
kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita
dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat
persalinan (baik pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan
karier pada tahun pertama dan kedua kehidupannya(10) .Pada bayi yang tidak divaksinasi
dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan
pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang dengan resiko sirosis
dan kanker hepar dikemudian harinya.(9)

10
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat
Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui.(101) Penelitian yang dilakukan Hill
JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB melalui ASI
pada ibu penderita kronis-karier menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang
tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan(11).
Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan
imunoprofilaksis pada wanita karier yang menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan
bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs.(12) Sedangkan
transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah.(10)
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin
Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui
untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir.
Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan
imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis
B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari
vaksinasi pertama.(10) Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988)
mengenai peranan Seksio Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin
menghasilkan kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B
dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan level atau titer
DNA-VHB serum yang tinggi.(12)
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada saat
kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum pernah
diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin
yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak
dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat
tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular
seperti penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat
dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc
menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.(9)

11
2.4 Pencegahan
Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas seksual yang
aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang mempergunakan alat seperti jarum,
siringe, filter, spons, air dan tourniquet, dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa
terkontaminasi darah seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja
kontak dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan.(7,9)
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah
sebagai berikut(9) :
a. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari
 Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin VHB
untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis
HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.
 Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa, dosis
kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
b. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah
dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure dengan
vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.
Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sbb :
 Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti asetaminophen
 Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen
 Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti sikat
gigi,dsb.
 Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa dirinya
penderita hepatitis B carier.
 Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1
minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
 Konsul teratur kedokter
 Periksa fungsi hati.

12
Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of Canada) mengenai
amniosintesis sbb(9):
 Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah. Pengetahuan
tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam konseling tentang resiko
penularan melalui amniosintesis.
 Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang memerlukan
amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang dilakukan jangan sampai
jarumnya mengenai plasenta.

Pilihan persalinan
Pilihan persalinan dengan seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko
transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para ahli cara persalinan tidak
menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang
mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan
transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5
pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan (Surya,1997).(9)

2.5 Terapi
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm mengobati
hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon, Lamivudin (3TC) dan
Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien. Jika infeksi terjadi dalam fase inisial
dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis B sebagai profilaksis post-eksposure. Interferon
tidak diketahui mempunyai efek samping terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat
terbatas tapi penggunaan interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih berat.
Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin. Lamivudin telah
digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah transmisi perinatal VHB.(9)

13
Gambar 2 Algoritma penanganan infeksi HBV selama kehamilan

3. Hepatitis Virus C

3.1 Sejarah
VHC pertama kali ditemukan pada tahun 1988. Merupakan DNA virus yang bisa
menimbulkan peradangan hati yang mengakibatkan kerusakan hati sehingga berlanjut
menjadi sirosis dan kanker hati primer pada beberapa orang. VHC merupakan virus yang
sangat tahan dan dapat hidup diluar tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama. Paling
sedikit terdapat 6 genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe VHC. Frekuensi infeksi
subtipe yang dominan adalah Ia daripada Ib (14)

3.2 Penularan dan Gejala Klinik


Masa inkubasi infeksi VHC adalah 2 minggu sampai 2 bulan dan tidak semua
penderita menunjukkan gejala klinis. Sekitar 80 % penderita tidak menunjukkan gejala atau

14
tanda klinis. Gejala klinis yang sering adalah lemah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan,
nyeri perut, nyeri otot dan sendi, mual dan muntah.
Ada 2 bentuk infeksi VHC yaitu (14)
a. Infeksi Akut
Sekitar 20 % penderita dapat mengadakan perlawanan terhadap infeksi VHC
dalam 6 bulan setelah tereksposure tapi tidak menghasilkan imunitas untuk infeksi
berikutnya.
b. Infeksi Kronis
Sekitar 80 % penderita berkembang menjadi kronis dimana virus dapat tidur
(dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena hati berusaha terus
mengadakan perlawanan terhadap VHC sehingga menimbulkan sikatrik (scar) pada
hepar. Sehingga terjadi gangguan fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker
hati (hepatocellulare carcinoma). Penyakit hepar kronis terjadi pada 70 % penderita
yang terkena infeksi kronis. Sirosis hepar tejadi pada 20 % penderita yang mengalami
infeksi kronis. Kematian akibat penyakit hepar kronis terjadi < 3 % dari yang
terinfeksi kronis(14).

Pada wanita hamil terjadi peningkatan kadar alkali phosphatase (ALT)3-4 x normal
karena plasenta juga menghasilkan ALT. Kadar ALT dapat juga meningkat jika terinfeksi
VHC, adanya kerusakan hepar oleh obat-obatan, batu empedu, muntah hebat, atau
perlemakan hati.
Penularan VHC biasanya terjadi kalau darah cairan tubuh penderita yang terinfeksi
VHC seperti saliva, cairan seminal dan sekresi vagina memasuki tubuh orang yang tidak
terinfeksi. VHC 100 kali lebih infeksius daripada HIV. Secara umum penularan dapat terjadi
pada keadaan sbb(14)
a. Aktifitas seksual yang tidak aman baik vaginal, anal maupun oral dengan penderita
VHC positif. Walaupun VHC lebih infeksius dari VHB dan HIV tetapi jarang
ditularkan melalui kontak seksual kecuali adanya kontak darah.
b. Melalaui kontak darah seperti jarum suntik, tranfusi darah, dsb.
c. Penularan dari ibu keanak baik selama kehamilan maupun saat persalinan.
Janin mempunyai resiko ± 5 % terinfeksi dari ibu kejanin dan akan meningkat sampai
36 % jika ibu juga terinfeksi HIV.

15
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk VHC, untuk itu tindakan preventif sangat
penting peranannya dalam mencegah infeksi VHC. Tindakan preventif dalam pencegahan
infeksi VHC adalah sbb(14,15):
a. Melakukan aktifitas seksual yang aman
b. Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi virus seperti jarum suntik,
filter, syringe dsb.
c. Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti sikat gigi dan
gunting kuku.
d. Menggunakan pengaman ketika bekerja dan kontak dengan darah penderita.

Ko-infeksi VHC dengan HIV


Istilah ko-infeksi ini digunakan jika sesorang terinfeksi VHC dan HIV secara
bersamaan. Sejak diketahui jalur penularan VHC dengan HIV yang hampir sama, penemuan
ko-infeksi VHC dan HIV menjadi lebih sering. Di Eropa diperkirakan 33 % penderita HIV
mengalami ko-infeksi dengan VHC. Angka ini menjadi lebih besar lagi pada penderita
hemophilia dan pengguna obat-obatan injeksi. Sejak pertengahan tahun 90-an dengan
dikenalkannya HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy) sehingga memperpanjang
angka harapan hidup pada penderita HIV, infeksi VHC pada penderita ini menjadi masalah
kesehatan yang baru.Sejak tahun 1999 VHC telah dikenal sebagai virus yang menginfeksi
penderita secara oppurtunistik (oppurtunistic infection)(14,15).
Diagnosa dan penatalaksanaan yang cepat dapat mengurangi resiko penularan
perinatal ibu dan janin oleh kedua virus, mengurangi progressifitas gangguan hepar, dan
meningkatkan efektifitas pengobatan anti HIV.

Pengaruh HIV terhadap infeksi VHC


Inefeksi HIV sering menyebabkan pemeriksaan antibodi untuk VHC memberikan
hasil yang negatif palsu terutama jika kadar CD4 nya rendah. Resiko transmisi dari ibu ke
janin yang menderita infeksi VHC meningkat jika ibu terinfeksi HIV dan sebaliknya jika ibu
menderita HIV positif terinfeksi VHC. Beberapa studi menunjukkan peningkatan resiko
transmisi infeksi dari ibu kejanin sekitar 6-7 % hingga 15-36 %. Progressifitas HIV dengan
ko-infeksi VHC belum banyak diketahui. Tapi beberapa kasus menunjukkan akselerasi
perjalanan HIV terutama jika terinfeksi VHC genotype 1, juga menurunkan toleransi terhadap
terapi HIV.

16
Skreening dan Uji Diagnostik Serologik VHC(19)
Test yang hanya diakui pada saat ini oleh US. Food and Drug Administration ( FDA )
untuk diagnosis infeksi VHC adalah pemeriksaan antibodi terhadap VHC. Test ini mampu
mendeteksi anti VHC pada lebih 97 % pasien yang terinfeksi VHC tapi tidak bisa
membedakan infeksi akut, kronik atau dalam perubahan akut ke kronik. Sebagai test
penyaring, nilai prediksi positif dari Enzym Immunoassay (EIA) untuk anti VHC sangat
berharga dan tergantung pada prevalensi infeksi pada suatu populasi dan kurang berharga jika
prevalensi infeksi kurang dari 10 %. Test penunjang yang lebih spesifik seperti Recombinant
Immunoblot Assay (RIBATM ) pada spesimen dengan EIA yang positif dapat mencegah
adanya hasil yang positif palsu terutama pada penderita yang asimptomatis. Hasil test
penunjang ini dilaporkan sebagai hasil yang positif, negatif atau tidak dapat ditentukan.
Seseorang dikatakan positif anti VHC bila test serologik EIA positif dan test penunjang juga
positif. Seseorang dengan EIA negatif atau positif tapi hasil test penunjang menunjukkan
hasil yang negatif, dikatakan tidak terinfeksi VHC. Hasil test penunjang tidak dapat
ditentukan bila sesorang yang terinfeksi dalam proses serokonversi atau dengan hasil yang
positif palsu pada orang dengan resiko infeksi VHC yang rendah.

Deteksi RNA-VHC Secara Kualitatif(19)


Diagnosis infeksi VHC juga dapat dibuat secara kualitatif dengan mendeteksi RNA-
VHC menggunakan teknik gene amplification seperti Reverse Transcriptase-Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR). RNA-VHC bisa dideteksi dalam serum atau plasma dalam jangka
waktu 1-2 minggu setelah tereksposure VHC dan dalam beberapa minggu sebelum onset
peningkatan enzim Alanin Aminotransferase(ALT) atau sebelum anti VHC terbentuk. Deteksi
RNA-VHC merupakan bukti adanya infeksi VHC. Walaupun kit RT-PCR assay hanya
tersedia untuk tujuan penelitian dengan reagen diagnostik dari pabrik yang bermacam-
macam, tapi tak satupun yang diakui oleh FDA. Walaupun tak diakui oleh FDA, RT-PCR
assay untuk RNA-VHC telah digunakan secara luas dalam berbagai praktek klinik. Sebagian
besar test RT-PCR assay mampu mendeteksi virus dalam batas jumlah yang lebih rendah
yaitu 100-1000 viral genomes copies/ml. Dengan test RT-PCR assay, 75-85 % orang yang
anti VHC-nya positif dan lebih 95 % orang dengan hepatitis C akut atau kronik akan
menunjukkan hasil test RNA-VHCV yang positif. Untuk mengurangi hasil yang positif palsu,
serum harus dipisahkan dari komponen selulernya dalam waktu 2-4 jam setelah sampel
dikumpulkan dan akan lebih baik jika sampel disimpan secara beku dengan suhu -200 C atau -

17
700 C. Apabila pengiriman sampel dibutuhkan, sampel yang beku harus dilindungi dari proses
pencairan.(19)

Deteksi RNA-VHC Secara Kuantitatif(19)


Test kuantitatif untuk mengukur konsentrasi (titer) RNA-VHC telah dikembangkan
dan tersedia pada berbagai laboratorium komersial, termasuk RT-PCR assay kuantitatif (
Amplicor HCV Monitor TM, Roche Moleculer Systems, Branchberg, New Jersey ) dan
Branched DNA Signal Amplification assay seperti (Quantriplex TM HCV RNA assay /
bDNA, Chiron Corp, Emeryville,California). Test ini juga tidak diakui oleh FDA. Test
kuantitatif ini kurang sensitif jika dibandingkan dengan dengan RT-PCR assay kualitatif yaitu
dengan batas jumlah virus yang dapat terdeteksi 500 viral genomes copies/ml pada Amplicor
HCV Monitor TM dan 200.000 genomes equivalens/ml pada Quantriplex TM HCV RNA
assay. Masing-masing alat ini mempunyai nilai standar tersendiri. Sampel yang telah diambil
dipisahkan dari komponen selulernya sehingga didapatkan serum atau plasma yang bisa
disimpan secara beku atau ditest dengan kits RT-PCR assay kuantitatif. Hasil yang didapat
dinyatakan dalam satuan viral genomes copies/ml. Test ini tidak direkomendasikan sebagai
test primer untuk konfirmasi atau untuk menyingkirkan diagnosis infeksi VHC atau untuk
memonitor keadaan terakhir pengobatan. Diketahui pada penderita hepatitis C kronik
mempunyai sirkulasi virus dalam tubuhnya dengan kadar 105-107 genomes copies/ml.
Test konsentrasi (titer) RNA-VHC sangat membantu dalam memprediksi respon terhadap
terapi antivirus yang diberikan walaupun kurang bermamfaat dalam penatalaksanaan hepatitis
C(19).

Pada halaman berikutnya terdapat allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang
asimptomatis.

18
Gambar 2 Skema alogaritma tes diagnostik infeksi VHC yang asimptomatik
(dikutip dari rekomendasi pencegahan dan pengendalian infeksi VHC oleh CDC)(19)

3.3 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi(5,14,15)


Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada wanita yang mempunyai titer
RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi dengan HIV. Oleh karena belum ada
imunoprofilaksis untuk VHC, maka tidak ada vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat
diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat ini
belum ada penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI.
Sebagian besar wanita hamil pada usia 20-40 tahun dimana insidens infeksi virus
hepatitis C meningkat sangat cepat. Seorang wanita dengan faktor resiko terhadap infeksi
VHC sebaiknya diskreening untuk VHC sebelum dan selama kehamilan. Resiko wanita hamil
menularkan VHC kepada bayi baru lahirnya telah dihubungkan dengan level kuantitatif RNA
dalam darahnya dan juga ko-infeksi dengan HIV. Pemeriksaan kuantitatif RNA-VHC

19
merupakan pemeriksaan untuk mengukur titer VHC dalam darah yang berhubungan dengan
tingkat replikasi virus. Level RNA-VHC dalam darah juga digunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan terapi antivirus yang diberikan. Resiko transmisi rendah (0-18 %) jika
ibunya HIV negatif dan tidak ada riwayat penggunaan obat suntik atau transfusi darah.
Transmisi Virus kepada janin sangat tinggi pada wanita dengan titer cRNA hepatitis lebih
besar dari 1 juta kopi/ml, dan wanita tanpa titer cRNA yang dapat terdeteksi tidak
menularkan virus pada janinnya. Belum ada tindakan preventif saat ini yang dapat
mempengaruhi rata-rata transmisi VHC dari ibu kejaninnya.

3.4 Terapi
Terdapat 2 jenis obat-obatan dalam menterapi hepatitis C kronik yaitu Pegylated
Interferon (IFN) dan Ribavirin yang dapat membebaskan penderita dari virus sampai 40 %
pada genotipe 1 dan hingga 80 % pada genotip 2 dan 3. Genotipe virus menunjukkan
perbedaan dalam infeksi VHC. Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada jenis genotipe
VHC yang menginfeksinya(14).
Pada wanita usia reproduksi yang mendapatkan terapi hepatitis C harus menyepakati
untuk tidak hamil selama pengobatan dan 6 bulan sesudahnya dengan menggunakan
konrasepsi yang efektif, karena terapi Ribavirin bersifat teratogenik yang bisa menimbulkan
defek pada janin saat lahir dan abortus spontan(14,15) Wanita yang mendapat terapi kombinasi
seharusnya tidak menyusui karena sangat potensial menimbulkan efek samping obat terhadap
bayi(14,15).
Penatalaksanaan penderita dengan HIV dan ko-infeksi oleh VHC sangat komplek.
Sangat perlu mempertimbangkan keuntungan dan resiko terapi hepatitis C terhadap HIV.
Mengenai pemilihan yang mana lebih dahulu diterapi sangat bergantung pada beberapa
faktor, tapi indikator yang paling sering dipakai adalah kadar CD4 dan tingkat kerusakan
hepar. Kadart CD4 yang tinggi (>500) menunjukkan gangguan sistem imun yang masih
ringan sehingga merupakan indikator untuk mendahulukan terapi hepatitis C,dan jika hasil
biopsi menunjukkan gangguan yang berat, perlu penatalaksanaan yang cepat. Penderita
dengan kadar CD4 yang rendah menunjukkan gangguan fungsi imun yang cukup berat
sehingga terapi hepatitis C-nya harus diundur dulu. Perlu terapi HIV dulu untuk
meningkatkan sistem imun sehingga dapat mencegah infeksi yang oppurtunistik. Terapi HIV
dengan HAART sering menimbulkan gangguan akut pada hepar karena bersifat
hepatotoksik.(14,15)

20
4. Hepatitis Virus D

4.1 Sejarah
Disebut juga dengan delta virus merupakan small circular RNA virus. Singe-stranded
RNA virus 37 nm ini pertama ali dilaporkan ole Rizzetto,dkk di Italy tahun 1977. Virus ini
diidentifikasi dari penderita hepatitis B tapi berbeda dengan VHB yang double stranded DNA
virus.(14) VHD membutuhkan VHB untuk bereplikasi.

4.2. Penularan dan Gejala Klinik


Penularan infeksi dapat melalui kontak darah atau seksual dengan penderita.
Penularan VHD mirip dengan VHB dimana penularan perkutaneus sangat efisien. Transmisi
perinatal VHD jarang terjadi. Seseorang dapat terinfeksi VHD bersamaan dengan VHB yang
disebut ko-infeksi dan seorang yang telah menderita Hepatitis B dapat terinfeksi oleh VHD
yang disebut superinfeksi.(15)

4.3. Pencegahan
a. Pada penderita ko-infeksi VHB-VHD dapat dilakukan pre atau post eksposure
profilaksis.
b. Pada penderita superinfeksi VHB-VHD diberikan pendidikan untuk menurunkan
resiko tingkah laku diantara orang-orang dengan infeksi kronik VHB.
c. Karena VHD sangat tergantung pada VHB untuk bereplikasi maka profilaksis pada
VHB dapat menurunkan resiko infeksi VHD
4.4 Terapi
Alpha interferon digunakan pada pasien dengan hepatitis B dan D kronik. Beberapa
penelitian menunjukkan penggunaan dosis yang lebih tinggi dari biasanya menunjukkan hasil
yang lebih baik(15)

5. Hepatitis Virus E

5.1 Gambaran VHE


Merupakan single stranded RNA-34 nm berbentuk spheris dan tidak berkapsul.

21
5.2 Penularan dan Gejala Klinis
Adapun masa inkubasi infeksi VHE adalah 15-60 hari. VHE ditransmisikan secara
enterik melalui air minum yang terkontaminasi feses penderita pada daerah endemik.
Gejala kliniknya dapat dibagi dalam 2 fase yaitu :
a. Fase Prodromal
Keluhannya berupa mialgia, arthralgia, demam, anoreksia, nausea, vomitus,
penurunan berat badan 2-4 kg, dehidrasi, dan nyeri perut kanan atas.
b. Fase Ikterik
Keluhannya berupa ikterik (bilirubin serum > 3 mg %), urine gelap, feses berwarna
terang, dan gatal-gatal.
c. Keluhan dan tanda lain berupa urtikaria, diare, peningkatan serum aminotranferase
(ALT), hepatomegali, malaise, dan eksresi virus pada feses 14 hari dari onset
penyakit.

5.3 Diagnostik
Test diagnostik belum tersedia secara komersial. Serum IgM dan IgG anti HEV dapat
dideteksi dengan ELISA.Infeksi VHE didiagnosa jika anti VHE IgM atau VHE RNA-nya
positif(17)

5.4 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Infeksi VHE banyak ditemukan pada negara berkembang. Infeksi VHE dalam
kehamilan sangat serius dan sering menimbulkan akibat yang fatal. Angka kematian ibu
berkisar 10-20 % karena kerusakan hepar atau karena gejala sekunder seperti dehidrasi atau
malnutrisi. Wanita hamil yang mendapatkan infeksi VHE pada trimester III sering berakibat
fatal dengan angka mortalitas ibu sekitar 30 %. Ibu hamil mempunyai resiko yang lebih
tinggi menderita hepatitis E dan biasanya dengan gejala yang berat karena berhubungan
dengan status imunnya yang rendah. Jika seorang ibu menderita infeksi akut VHE, janin
biasanya dipengaruhi dan tidak ada karier kronik untuk infeksi VHE. Virus Hepatitis E dapat
ditransmisi secara vertikel dari ibu kejanin dan bertanggung jawab terhadap mortalitas dan
morbiditas janin. Infeksi VHE pada neonatal dihubungkan dengan komplikasi hepatitis
anikterik, hipoglikemia, hipotermia, dan kematian neonatal. Infeksi VHE yang dihubungkan
dengan hepatitis fulminan jarang terjadi kecuali infeksi terjadi pada waktu hamil dengan
angka kematian rata-rata 20 % dan sangat tinggi pada trimester III dengan angka kematian
janin sekitar 20 %.(17)
22
Hussaini,dkk (1997) melaporkan 2 kasus dengan IgM anti HEV positif (ELISA)
selama kehamilan. Kasus pertama dengan gejala gagal hati akut dengan koagulopati dirawat
secara intensif dengan ventilasi. Sedangkan kasus kedua berupa hepatitis berat dengan
koagulopati. Pada kedua kasus ini tidak terjadi kematian janin.(18) Sedangkan penelitian
Human A,dkk (2004) melaporkan tentang hepatitis E dalam kehamilan dan menghasilkan
kesimpukan bahwa 1/3 wanita hamil dengan infeksi VHE mengalami hepatitis berat pada
trimester III dan berhubungan dengan tingginya angka persalinan preterm dan mortalitas.(17)

5.5 Pencegahan
Sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk VHE. Imunoprofilaksis untuk
VHE belum tersedia tapi mungkin saja dengan menggunakan darah donor dari penderita yang
berasal dari negara dengan prevalensi hepatitis E yang tinggi. Untuk itu pecegahan secara
primer dengan meningkatkan higiene dan memastikan bahwa air yang digunakan bersih
sangat penting.

5.6 Terapi
Sampai saat ini belum ada terapi yang khusus untuk VHE. Wanita hamil yang
menderita infeksi VHE harus berobat dan diawasi oleh tenaga ahli sesegera mungkin
disamping istirahat dan minum air yang lebih banyak untuk mencegah dehidrasi.(17)

Tabel 1. Pendekatan diagnostic yang disederhanakan pada pasien dengan hepatitis

23
BAB III

KESIMPULAN

Hepatitis merupakan satu diantara banyak penyebab kematian wanita di dunia.


Hepatitis merupakan satu dari banyak kasus keganasan hepatoseluler dan fulminant hepatitis
di negara berkembang. Masalah ibu dan anak yang berhubungan dengan hepatitis telah
menjadi lebih penting dari sebelumnya. Faktanya, hepatitis viral telah menjadi perhatian
pada kesehatan masyarakat tidak hanya pada negara berkembang, namun juga pada negara
industri.
Hepatitis virus adalah suatu proses peradangan difus pada hati yang disebabkan oleh
virus hepatitis. Hingga saat ini telah dikenal 5 tipe virus penyebab hepatitis yaitu VHA, VHB,
VHC, VHD, VHE. Selain itu baru-baru ini ditemukan infeksi hati yang disebabkan oleh VHF
dan VHG. Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan masalah baik pada kehamilan,
persalinan, maupun pada bayi yang dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya dapat
menjadi pengidap hepatitis kronis dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau
sirosis hepatis setelah dewasa. Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan
komplikasi dalam kehamilan VHB & VHE.
Berdasarkan waktunya, hepatitis virus dapat dibagi menjadi hepatitis akut dan kronis.
Pada beberapa kasus, hepatitis akut dapat berkembang menjadi kronis, dan sebaliknya
hepatitis kronis dapat sembuh sendiri. Pada umumnya hepatitis kronis merupakan kondisi
yang serius, namun gejala pada pasien dapat bermacam-macam tergantung derajat
penyakitnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal Disorders. Viral
hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill Publishing Division New York,
2010
2. Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During Pregnancy. Viral
Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and treatment. 10th ed.
USA.2007;479-480.
3. Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu Kedokteran Fetomaternal.
Ed.perdana. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.2004
4. Fuqueroa DR, Sanchez FL, Benavides CME. Viral Hepatitis During Pregnancy.
Rew.Gastroenterol Mex.1994;59(3):246-253. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.
5. Duff P. Hepatitis in Pregnancy. Seminar Perinatologi.1998;22(4):277-83. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov.
6. Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Infections and Infectious Eksposure in
Pregnancy. Viral Hepatitis. Obstetric and Gynecologic Emergencies. Mc Graw Hill
Publishing Division. New York 2004: 233-235.
7. National Centre For Infectious Disease. Hepatitis A Virus. Division of Viral Hepatitis.
Last update July 9,2003. diakses dari http://www. CDC.com.
8. MMWR. Appendix. Hepatitis A dan B Vaccines. January 24, 2003;34-36. diakses dari
http://www. MMWRq@CDC.gov.
9. Perinatology. Infections During Pregnancy. diakses dari http://www. Perinatology.com
10. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari http://www.
Birth.com.au
11. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed Infants of Chronic
Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic Journal.2002 Juni;99(6):1049-52.
diakses dari http://www.green journal.org.
12. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any Additional Risk of
Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers Mothers. Int J Clin Pract.2003
March;57(2):100-2. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.

25
13. Lee SD. Lo KJ,et al. Role of Cesarean Section in Prevention of Mothers-Infant
Transmission of Hepatitis B Virus. Lancet.1998 Oct 8;2(8615);833-4. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov
14. National Centers for Infections Disease. Hepatitis E Virus.Division of Viral
Hepatitis.last update May16,2003.diakses dari http://www.mmwrq@cdc.gov.
15. Hepatitis C Information Centre. Hepatitis During Pregnancy. Last up date Oct 19,2005.
diakses dari http://www. Hepatitis Central.com
16. Kumar A, Beniwal M,et al. Hepatitis E in pregnancy. Int J Gynecologic Obstetric.2004
Jun;85(3);240-4. diakses dari http://www.Pub Med.gov
17. Family medicine Resource. Hepatitis E in Pregnancy. diakses dari http://www. Family
Practice Note Book.com.
18. Hussaini SH, Skidmore SJ,et al. Sever Hepatitis E Infection During Pregnancy. Jounal
of Viral Hepatitis. Volume 4 Issue 1 page 56-Jan 1997.
19. Recomendation For Prevention and Control of Hepatitis C Virus (HCV) Infection and
HCV-Related Chronic Disease. CDC, Oct 16,1998/41 (RR 19);1-39. Diakses dari
http://www.mmwrq @ cdc.gov.

26

Anda mungkin juga menyukai