Anda di halaman 1dari 7

KASUS DILEMA ETIK

Seorang pasien Ny. S masuk rumah sakit dengan diagnosa Gastritis


Kronis dengan komplikasi anemia. Pada hari kedua opname dokter memberi
intruksi perlu tranfusi darah segar 2 kolf golongan darah A. Surat perintah
pencarian donor segera diberikan kepada keluarga pasien untuk disampaikan
ke PMI karena fasilitas di laboratorium rumah sakit belum memiliki bank
darah.
Ketika kantong darah datang, diberikan oleh keluarga pasien kepada
perawat jaga. Perawat mengambil kantong darah lalu membungkusnya dengan
handuk dan meletakkan di atas meja kerja dan membiarkannya beberapa saat.
Kemudian setelah kantong darah dianggap sudah tidak terlalu dingin, perawat
mulai memberikan tranfusi kepada Ny. S. Setelah beberapa saat, keluarga
pasien bergegas menemui perawat di ruang jaga dan mengatakan bahwa
ibunya (Ny. S) mengalami sesak nafas dan pusing. Akhirnya diketahui bahwa
golongan darah yang ditranfusikan ternyata berbeda. Apa yang seharusnya
dilakukan dilakukan?

ANALISA KASUS

Untuk mengambil tindakan yang tepat dan bijaksana dilakukan tahap-


tahap penyelesaian masalah sebagai berikut:

 Klarifikasi masalah dan menentukan sumber konflik.


Perawat dengan klien
Perawat dengan institusi
Rumah sakit dengan PMI

 Eksplorasi keadaan.
Sistem nilai individu dan keluarga:
a. Teori perkembangan moral
Perilaku perawat
Peraturan rumah sakit

Masalah Etika
Truth telling vs Deception or lying

Prinsip Etika :
Veracity dan justice

 Pelaksanaan.
a. Perawat dengan klien:
- Menghentikan pemberian tranfusi dan melakukan protap kerja
yang ada tentang tranfusi darah.
- Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga / orang yang
dituakan .
- Melaporkan pada dokter jaga untuk dilakukan tindakan pengobatan
- Meminta maaf dan melibatkan keluarga dalam mengambil keputusan
selanjutnya.

b. Perawat dengan institusi:


Mengkaji peraturan yang ada di rumah sakit
Memanggil perawat dan memberi peringatan bahkan sanksi
administratif

c. Rumah sakit dengan PMI


Memberi surat pemberitahuan terhadap hal yang terjadi agar menjadi
masukan dan saran.

Kasus 1:
Pasien Ny. X (29 tahun) datang ke Instalasi Gawat Darurat RS A di kota P pada
pukul 21.00 WIB dengan luka bakar seluas 36% akibat kebakaran rumah. Pasien datang
dengan kondisi gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, tekanan darah rendah. Perawat
malam yang bertugas saat itu ada 2 orang , setelah melakukan pengkajian, akhirnya
diputuskan untuk membagi tugas, perawat 1 melakukan upaya penggantian cairan yang
hilang dengan cara memberikan infus dan perawat 2 menghubungi dokter jaga yang
kebetulan tidak berada ditempat.
Perawat berusaha mencari pembuluh darah vena yang akan diinfus, namun karena
pasien gemuk dan kondisi luka bakar yang hampir menutupi seluruh ekstremitas atas dan
bawah serta bagian-bagian tubuh yang memungkinkan untuk diinfus pun mengalami luka
bakar maka perawat mengalami kesulitan.
Perawat harus berulang kali mencoblos vena pasien. Karena tidak berhasil juga dan dokter
yang dihubungi tidak juga datang maka kedua perawat berunding untuk melakukan vena
section mengingat kondisi pasien yang semakin kritis.
Awalnya perawat ragu, karena selain tidak memiliki kemampuan yang memadai , Vena
section juga bukan merupakan tugas perawat. Namun akhirnya perawat memberanikan diri
untuk mensection pembuluh vena pasien karena dokter yang ditunggu belum juga datang.
Kegiatan tersebut berlangsung selama 2,5 jam, tetapi tidak berhasil dan kesadaran pasien
mulai menurun. Setengah jam kemudian dokter jaga pun datang lalu menggantikan perawat
melakukan vena section. Akhirnya pemberian infus dengan cara mensectio vena dapat
dilakukan, akan tetapi selang waktu 4 jam pasien meninggal dan disimpulkan pasien
mengalami dehidrasi dan shock hipovolemik.
Setelah kematian Ny.X perawat tidak menginformasikan mengenai tindakan vena
section yang dilakukan pada Ny.X kepada keluarga pasien sehingga keluarga pasien
mengira bahwa penyebab kematian anggota keluarganya adalah murni akibat luka bakar,
bukan karena keterlambatan pertolongan yang diberikan.

Kasus 2:
Seorang ibu hamil aterm menginginkan proses persalinannya ditolong oleh dokter obsgyn
wanita dan tidak menginginkan ada seorang laki-lakipun yang melihattubuhnya pada saat
proses tersebut. Tetapi ada saat proses persalinan dimulai ternyata terjadi fetal distress
sehingga diperlukan operasi Caesar emergency. Pada saat yang sama hanya ada ahli
anastesi laki-laki, tindakan apa yang harus dilakukan perawat saat itu?

Kasus 3:
Ns. Ani seorang perawat kamar baru saja mengantarkan pasien yang telah menjalani operasi
kembali ke ruang rawat. Pasien dalam keadaan tenang, pada saat Ns. Ani keluar dari
ruangan itu Ns. Ani berpapasan dengan Ns. Susi yang telah mempersiapkan obat Analgesi
yang akan diberikan untuk pasien tersebut, sesaat kemudian Ns. Susi keluar dari ruangan
dan obat tersebut telah disuntikkan. Kemudian Ns. Ani menanyakan Kepada Ns. Susi,
“Siapa yang membutuhkan obat tersebut?” dijawab oleh Ns. Susi “Pasien tersebut dalam
keadan nyeri post operasi.” Ns. Ani mengklarifikasi masalah tersebut kepada istri pasien
dan menyatakan bahwa tidak meminta Ns. Susi untuk memberikan obat tersebut kepada
suaminya, apa yang harus dilakukan oleh Ns. Ani?

Kasus 4:
Tn. H (28 tahun) seorang kuadriplegia, masuk Rumah Sakit dengan Pneumonia dan
Dekubitus yang luas. Pasien tersebut meminta untuk tidak diberikan antibiotic dan
dibiarkan untuk dapat meninggal dengan damai. Pada waktu yang bersamaan dokter telah
memberikan rencana pengobatan antibiotic intravena untuk pasien tersebut, bagaimana
tindakan perawat.

Kasus 5:
Ns. Dina adalah seorang perawat di ruang Intensif, semua tempat tidur di ruangan tersebut
penuh terisi. Sejak 2 hari yang lalu Ns. Dina diberi tanggung jawab untuk merawat Ny. A
79 tahun dengan gagal jantung. Pasien tersebut adalah pasien tidak mampu dan sejak
dirawat tidak ada anggota keluarga yang menjenguknya. Di saat itu Ns. Dina mendapat
catatan dari bagian penerimaan pasien yang juga disetujui oleh atasannya untuk
memindahkan Ny. A ke Ruang rawat regular, karena akan ada pasien lain yang akan
menempati tempat Ny. A itu, dan pasien baru tersebut adalah anak dari pemilik Rumah
Sakit, bagaimana tindakan Ns. Dina?
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PPNI KABUPATEN PEMALANG
(INDONESIAN NURSES ASSOCIATION)
“KOMISARIAT COMAL”

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Riptoni. W . S.Kep


Nira : 332611106
Jabatan : Ketua PPNI Komisariat Comal

Menerangkan bahwa anggota tersebut di bawah ini

1. Agus Syaefudin
2. Nur Hidayah
3. Urip Setiorini
4. Sul Gufron
5. Murniasih
6. Diyah Pujiati
7. Siti Umi Syarifah

Adalah anggota aktif PPNI komisariat Comal

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai mana
mestinya.

Ketua PPNI Komisariat Comal

RIPTONI. W. S.Kep
Nira : 332611106
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
PPNI KABUPATEN PEMALANG
(INDONESIAN NURSES ASSOCIATION)
“KOMISARIAT COMAL”

SURAT BUKTI LUNAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hj. Endang Widayati. Amk


Nira : 332611109
Jabatan : Bendahara PPNI Komisariat Comal

Menerangkan bahwa anggota tersebut di bawah ini

8. Agus Syaefudin
9. Nur Hidayah
10. Urip Setiorini
11. Sul Gufron
12. Murniasih
13. Diyah Pujiati
14. Siti Umi Syarifah

Telah melunasi iuran rutin PPNI komisariat Comal sampai bulan februari 2012

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai mana
mestinya.

Bendahara PPNI Komisariat Comal

Hj. ENDANG WIDAYATI.Amk


Nira : 332611109

Anda mungkin juga menyukai