Referat Onkologi Tumor Sinonasal Oleh Bayu Lesmono PDF
Referat Onkologi Tumor Sinonasal Oleh Bayu Lesmono PDF
TUMOR SINONASAL
Oleh:
Bayu Lesmono
131421120501
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping :
Mengetahui
Pembimbing Utama:
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II EPIDEMIOLOGI
2.1. Anatomi dan Fisiologi 2
2.1.1 Hidung 2
2.1.2 Sinus Paranasal 4
BAB III ETIOLOGI DAN FALTOR RESIKO 7
BAB IV PATOFISIOLOGI 9
4.1 Klasifikasi Tumor 10
4.1.1 Tumor Jinak 10
4.1.2 Tumor Ganas 12
BAB V DIAGNOSIS
1. Anamnesis 21
2. Pemeriksaan Fisik 22
3. Pemeriksaan Penunjang 23
BAB VI PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan 34
2. Radioterapi 36
3. Kemoterapi 36
BAB VII KOMPLIKASI 38
BAB VIII PROGNOSIS 39
DAFTAR PUSTAKA 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Dinding Lateral Hidung 3
Gambar 2. Anatomi Sinus Paranasalis 4
Gambar 3. Karsinoma Sel Skuamosa 14
Gambar 4. Undifferentiated Carcinoma 15
Gambar 5. Rhabdomyosarcoma 16
Gambar 6. Chondrosarcoma 17
Gambar 7. Foto Polos Kepala 24
Gambar 8. CT-Scan 25
Gambar 9. T1 Terbatas Mukosa Sinus Maksilaris 32
Gambar 10. Tumor Pada Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis 32
Gambar 11. T2 Erosi dan Destruksi Tulang 32
Gambar 12. Tumor Menginvasi Dinding Posterior Sinus 32
Gambar 13. Gambaran Tumor T4a 33
Gambar 14. Gambaran Tumor T4b 33
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor sinonasal adalah penyakit di mana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada
sinus paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal)
merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah
yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini.
Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak
maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, angka kejadian jenis yang ganas
hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di
kepala dan leher. Asal tumor primer juga sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung
atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah mencapai
tahap lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.1,2
Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat tumor sangat dekat dengan
struktur vital. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal yang terjadi
(misalnya epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi awal yang umum
dikeluhkan tanpa adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh karena itu, pasien dan dokter
sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati
sinonasal paling baik dilakukan oleh tim dokter ahli dengan berbagai disiplin ilmu.
BAB II
EPIDEMIOLOGI
Keganasan pada sinonasal jarang terjadi. Umumnya ditemukan di Asia dan Afrika
kedua yang paling umum setelah karsinoma nasofaring. Pria yang terkena 1,5 kali
lebih sering dibandingkan wanita,dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia
45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris
dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada
sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus
2.1.1 Hidung
Secara umum, hidung dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar
(eksternal) dan bagian dalam (internal). Di bagian luarnya, hidung dibentuk oleh
tulang, kulit dan otot. Osteokartilago hidung dibungkus oleh beberapa otot yang
berfungsi dalam pergerakan hidung meski minimal. Kulit yang melapisi tulang
hidung dan tulang rawan hidung merupakan kulit yang tipis dan mudah untuk
septum nasi.3
Gambar 1. (kiri) Struktur dinding lateral hidung. (kanan) Anatomi septum nasi
Setiap kavum nasi terhubung dengan nostril dibagian depan dan choana dibagian
belakang. Didalam cavum nasi anterior inferior terdapat vestibulum yang berisi
kelenjar sebasea dan rambut hidung dan dibagian lateralnya terdapat tiga susun turbin
Vaskularisasi hidung berasal dari arteri karotis baik eksterna maupun interna.
Persarafan hidung terdiri atas fungsi sensorik dan autonom. Cabang sensorik nya
terbagi tiga yaitu, nervus ethmoidalis anterior, cabang ganglion sphenopalatina dan
cabang saraf infraorbitalis, sedangkan fungsi autonomnya yang berasal dari serat
Secara umum fungsi hidung terdiri atas fungsi respirasi, indera penciuman sebab
didalamnya terdapat nervus olfaktorius dan bulbus olfaktori, konka dan vaskular
didalamnya melembabkan udara inspirasi, cilia dan rambut hidung yang terdapat pada
anteroinferior cavum nasi melindungi saluran pernapasan atas, memperbaiki kualitas
bermuara pada meatus medius. Sedangkan kelompok posterior terdiri atas sinus
meatus superius cavum nasi dan sinus sphenoidalis bermuara pada resesus
sphenoethmoidalis.1,5
Gambar 2. Anatomi sinus paranasalis. (kiri) Potongan frontal. (kanan) Tampak depan
Kapasitasnya pada orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus – sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan
Sinus etmoid berongga–rongga, terdiri dari sel–sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita. Sel–sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan
letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan bermuara di meatus
medius dan sinus etmoid posterior yang yang bermuara di meatus superior. Sel-sel
sinus etmoid anterior biasanya kecil–kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng
yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina
basalis), sedangkan sel–sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut
bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Atap sinus etmoid yang
disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus
adalah adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Dibagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.1
Sinus frontalis mempunyai kapasitas total volume 6-7 ml. Sinus frontalis
mempunyai kapasitas total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya
ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior. Mukosa sinus terdiri dari
ciliated pseudostratified, columnar epithelial cell, sel goblet, dan kelenjar submukosa
menghasilkan suatu selaput lendir bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini
akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian
tengkorak akibat adanya perbedaan suhu intrakranial, berperan dalam resonansi suara
dan meringankan tempurung kepala agar tidak terlalu berat akibat adanya beberapa
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor
(multifaktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-faktor
1. Penggunaan tembakau
2. Alkohol
Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor resiko kanker
3. Inhalan spesifik
meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk
diantaranya adalah :
a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan
tepung.
6. Usia, Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun
hingga 85 tahun.7
7. Jenis Kelamin
Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering
Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali
terpapar dan menetap setelahnya. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif
PATOFISIOLOGI
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti
yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor
sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar
ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang
mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu gen yang
onkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal menjadi sel kanker oleh
karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta
progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel
yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya
kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi
sehingga tidak berubah menjadi sel kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh
memerlukan waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase
induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti
displasia. Fase selanjutnya adalah fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai
timbul namun pertumbuhannya masih terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan
belum menembus membran basalis. Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun.
Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis dan
masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan
fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran)
sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke
Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan
dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya,
mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di
berikan terapi.10
a. Papiloma Skuamosa
mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap.
b. Papiloma Inversi
gambaran polip. Tumor ini bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan
sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah
menjadi ganas (pada 10% kasus). Lebih sering dijumpai pada laki-laki
usia tua. Terapi pada tumor ini adalah bedah radikal misalnya rinotomi
c. Displasia Fibrosa
tumbuh lambat, jarang disertai nyeri dan cenderung timbul sekitar waktu
diperlukan pada terapi tumor ini tapi pada mayoritas kasus hanya
dilakukan pengangkatan sebagian tumor saja untuk memulihkan kontur
massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga
Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang paling umum yang sering
atau sinus maksila, tapi ketika pertama kali dilihat tumor biasanya sudah
oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis
(sekitar 1%). Gejala berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis,
luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum
nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau
lakrimasi.1,8,11,12
Secara umum, lesi dini (T1-T2) dapat dilakukan terapi bedah maupun
terapi seperti terapi bedah diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi post
operatif.4
dari lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan
transitional)
Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang
yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk.
b. Undifferentiated Carcinoma
dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan
atipikal.7,8
c. Rhabdomyosarkoma
antara 35-45% kasus, 10% terjadi pada traktus sinonasal. Secara histologi,
yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda meskipun begitu
kejadian anaplastik pun juga sering terjadi pada usia dewasa. Angka
keberhasilan terapi dan bertahan hidup dalam jangka lima tahun 35%
pembedahan.4,7,8,12
Gambar. 5 Rhabdomyosarcoma
d. Chondrosarkoma
10% pada kepala dan leher, terbanyak pada maxilla dan mandibula.
histologi.7,12
Gambar. 6 Chondrosarcoma
ekstranodal pada kepala dan leher. Meskipun jarang, tumor ini merupakan
dari sel natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus
mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan
maupun sel NK sering ditemukan pada usia muda dan berkaitan dengan
untuk lesi lokal dan kemoterapi untuk keterlibatan sistemik dan rekurensi
sistemik. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada segala jenis tipe limfoma
f. Adenokarsinoma Sinonasal
14% dari keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara
laki dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam
ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid. Gejala utama berupa hidung
tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan atau proptosis
yang ditemukan di sinonasal pada kisaran usia 10-20 dan 50-60 tahun
baik pada wanita maupun laki-laki. Secara mikroskopis, tumor terdiri dari
cell carcinoma lainnya. Terapi bedah eksisi tumor dengan batas bebas
penyakit ini.4,7,12
pada daerah kavum nasi kemudian pada sinus maxillaris dan kavum oral.
signifikan antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis
kasus. Terapi bedah yaitu reseksi tumor dengan batas yang jelas adalah
lokoregional.3,4,7,13
BAB V
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan
di hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah
dan perluasannya.
1. Gejala nasal.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret, sering
sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar
dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada
2. Gejala orbital.
3. Gejala oral.
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum
atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi
geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi
4. Gejala fasial
Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau
5. Gejala intrakranial
oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang
keluar melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus
basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya
bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya
2. Pemeriksaan Fisik
asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan
rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral
pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Biopsi
dan organ untuk mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk
mengkonfirmasi diagnosis apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang
ukuran kecil, tumor dapat diangkat seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar
maka tumor hanya diambil sebagian untuk contoh pemeriksaan tumor yang sudah
diangkat.7
Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan
gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah
pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan
atau radioterapi.7
b. Pemeriksaan Endoskopi
fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat
membantu untuk melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan
biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal yang jinak.7
c. Pemeriksaan X-ray
lobus tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga hidung yang dapat meluas
ke sinus etmoid, sinus sphenoid dan nasofaring. Lesi menonjol ke dalam orbit kiri
CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang
sinonasal dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat
berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi
dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh signal tumor yang mirip
dengan otak.3,7
PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam
tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini
diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan lebih banyak
menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini
4. Staging
Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM
1. T = Tumor primer
a. Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4.
3. M = Metastase jauh
Tiap–tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti sendiri–sendiri untuk tiap jenis
atau tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit, dsb.
Untuk satu jenis kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Rinciannya
sebagai berikut :
Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American
T4b otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi
kontralateral < 6 cm
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Iva T4a N0 M0
T4a N1 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T4a N2 M0
Semua T N3 M0
Gambar 14.
Potongan koronal T4b menunjukkan tumor menginvasi apeks
orbita dan atau dura, otak atau fossa kranial medial
BAB VI
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
1. Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi
bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-
masing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini
daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif sangat
eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang
hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita,
serta untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan
pendekatan bedah yang akan dilakukan bergantung pada ukuran tumor dan
letaknya/ekstensinya.4,7
Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan
lateral rhinotomy atau kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open
total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi anterior cranial base, dan
kanker sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti
mata yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull
gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral,
resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma
pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan di rumah
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan
2. Radioterapi
stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap
dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus
menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga
digunakan untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis
terapi radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun
3. Kemoterapi
terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam
seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini
disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obat-
obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan kemoterapi
untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai
dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA margin tumor
KOMPLIKASI
2. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii.
Tanda dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin
dimulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif dengan tirah baring dan
drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal,
4. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan
sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis,
lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap
agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap
terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan
jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering
dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun.
Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30%
terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sinus ethmoidal
Paparan asap hasil sisa industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko
utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai
timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah
penghentian paparan. Pasien dengan tumor sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim
Tingkat rata-rata ketahanan hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris
sekitar 40% selama 5 tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka
kesembuhan hingga 80%. Pasien dengan tumor yang dioperasi dan dilakukan terapi
1. Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA,
literature-and-arts.html
/24571/.../Chapter%20II.pdf
4. Carrau RL, MD. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses. [cited on
overview#showall
5. Dhingra P. Anatomy of Nose. in : Disease of Ear, Nose, and Throat 4th edition.
6. Karanvilof B. Sinus Anatomy and Function. [cited on April 11th 2013]. Available
from : http://www.ohiosinus.com/patient-info/sinus-anatomy-and-function
7. American Society of Clinical Oncology. Nasal Cavity and Paranasal Sinus
Cancers. 2011. USA. [cited on April 4th 2013]. Available from : http://www.
cancer.net/cancer-types/nasal-cavity-and-paranasal-sinus-cancer
8. Hilger PA, Adam GL. Penyakit Hidung dan Tumor-Tumor Ganas Kepala Leher.
dalam : BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6. Effendi H, Santoso RAK,
9. Siregar, BH. Head and Neck, Breast, Soft Tissue, Skin Tumor. 2005. Makassar.
11. Hermans, Robert. Neoplasms of the Sinonasal Cavities. in : Head and Neck
217.
12. Sargi RB, Casiano RR. Surgical Anatomy of the Paranasal Sinuses. in :
Rhinologic and Sleep Apnea Surgical Techniques. Kountakis SE, Onerci M, eds.
Manifestation of Systemic Disease. Harris JP, Weisman MH, eds. 2007. Informa
14. Salam KS, Choudhury AA, Hossain MD, et al. Clinicopathological Study of
Dept. of the University of Pennsylvania, USA and the Radiology Dept. of the
Medical Centre Alkmaar, the Netherlands. [cited on April 4th 2013]. Available
from : http://www.radiologyassistant.nl/en/p491710c96a36d/paranasal-sinuses-
and-adjacent-spaces.html