Disusun Oleh :
Rohmad Ikhsanudin, S.Ked
18360141
Pembimbing
DR.dr. Elmeida Effendy, M.Ked. K.J.,Sp.K.J
2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Puji syukur hanya kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Terinci” Yang bertujuan untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam mengikuti
Kepanitraan Klinik Senior (KKS) stase psikiatri. Shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad SAW serta keluarga yang telah menjadi suri tauladan sampai
akhir jaman.
Dalam proses paper ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak. Pada
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan papper ini baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu.
penyusunan papper ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
i
digunakan sebagai referensi yang bermanfaat bagi mahasiswa, seluruh civitas
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB II PPEMBAHASAN
2.1 Definisi Somatoform ....................................................................... 3
2.2 Sejarah Somatoform ........................................................................ 3
2.3 Teori-teori Tentang Somatoform .............................................................. 4
2.4 Etiologi ............................................................................................ 5
2.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 5
2.6 Klasifikasi ........................................................................................ 7
2.7 Pedoman Diagnostik Gangguan Somatoform ................................. 8
2.8 TataLaksana ..................................................................................... 11
2.9 Obat Anti-Anxiety ........................................................................... 12
2.10 Obat Anti-Depresi ........................................................................... 12
2.11 Prognosis ......................................................................................... 13
2.12 Somatoform Tak Terinci ................................................................. 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Papper ini ditulis sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti aktivitas
koasisten di Departemen Psikiatri Rumah Sakit Umum Haji Medan. Papper ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai somatoform
sehingga pembaca dapat lebih mengenal tentang gangguan ini dan lebih akurat
dalam mendiagnosanya.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.2 Sejarah
Gangguan ini memiliki sejarah yang panjang dan gangguan ini biasanya
dihubungkan dengan wanita. Pada awal tahun 1500 S.M. dalam buku karangan
Hippokrates itu adalah penyakit fisik yang terbatas pada wanita. Karena itu,
gangguan-gangguan tersebut dinamakan histeria, dan kata histeria itu berasal dari
kata hystero yang berarti rahim, Hippokrates dan orang-orang yunani pada
umumnya beranggapan bahwa penyakit itu disebabkan oleh rahim tidak dipuaskan
secara seksual, karenanya ia berkelana ke bagian-bagian tubuh lainnya (wandering
uterus) untuk mencari kepuasan. Dan dalam perjalanan itu, ia meletakan dirinya
sedemikian rupa sehingga menyebabkan gangguan. Misalnya, bila seorang wanita
mengalami kelumpuhan lengan, maka diandalkan bahwa rahim itu tertahan
dipundak atau sikunya, meskipun Hippokrates tidak berbicara secara khusus
tentang penyebab seksual pada gangguan somatoform. Galenus tidak menerima
pandangan bahwa gangguan-gangguan somatoform disebabkan oleh gangguan
pada rahim, tetapi mengemukakan bahwa gangguan-gangguan tersebut ada
hubungannya dengan organ tersebut. Selama abad pertengahan, orang-orang yang
menderita gangguangangguan somatoform diperlakukan sebagai penganut bidaah
3
karena tingkah laku mereka dianggap sebagai akibat langsung dari dosa-dosa
mereka. Individu-individu yang menderita gangguan-gangguan somatoform
diduga kerasukan setan (roh-roh jahat), dan exorcisme sering kali dipakai sebagai
usaha untuk mengusir roh-roh jahat itu dari dalam tubuh mereka. Pada akhir abad
ke-19 diadakan pendekatan-pendekatan baru terhadap gangguan somatoform.
Pertama oleh charcot (seorang dokter prancis), dan kemudian oleh Janet dan
freud. Charcot berpendapat bahwa dengan menggunakan sugesti ia dapat
menimbulkan dan menghilangkan semua simtom pada pasienpasien wanita yang
menderita apa yang dinamakan histeria. Akan tetapi, beberapa puluh tahun
kemudian ada kemajuan yang pesat. Karena Horney menekankan faktor
kebudayaan dalam perkembangan histeria dan neurosis-neurosis yang lain. Ia
menekankan bahwa kecemasan dan permusuhan yang timbul dari konflikkonflik
kebudayaan merupakan penyebab yang penting dari tingkah laku neurotik. Pada
tahun 1980, Diagnostik and statistical Manual of Mental Disorders. Edisi III, yang
revisi (DSM- III R), sebutan diagnostik histeria dihilangkan, ini dilakukan untuk
menghilangkan semua konotasi yang dihubungkan dengan histeria, seperti ide
bahwa histeria disebabkan oleh konflik seksual. Pada tahun 1987, semua ulasan
yang mengemukakan bahwa gangguan-gangguan somatoform yang pada
umumnya terdapat pada para wanita dihilangkan. (Semiun, 2006:374-377)
4
psikologis, bahkan meskipun ditemukan gejala-gejala anxietas dan depresi yang
nyata. (Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,1993:209)
2.4 Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer
non dominan.1
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai
berikut:1
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe
komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan
emosi atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (contoh:
nyeri pada usus seseorang).
5
saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana
seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang
serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.1,4
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.3
Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.1
Kardiopulmonal:
- “Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal:
- “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada
dokter yang dapat menyembuhkannya”
Genitourinaria:
- “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan
pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
Musculoskeletal:
- “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang
waktu”
Sensoris:
- “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata
tidak akan membantu”
6
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan
konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
2.6 Klasifikasi
F45 Gangguan Somatoform
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari
PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada
bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan
somatisasi dan hipokondriasis.
7
2.7 Pedoman Diagnostik Gangguan Somatoform3
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-
kali terbukti hasilnya negative dan kelainan yang menjadi dasar keluhan.
8
oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera,
medikasi, obat, atau alkohol)
B. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan
fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
Diagnosis multiaksial
Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi
Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III
Axis IV : tidak ada stressor
Axis V : 61-70
9
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari bebearap
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yg
melandasi keluhan.
10
F45.8 Gangguan Somatoform lainnya
Pedoman diagnostik
• Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,
dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini
sangat berbeda dengan gangguan Somatisasi (F45.0) dan Gangguan
Somatoform Tak Terinci (F45.1) yg menunjukkan keluhan yg banyak dan
berganti-ganti
• Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.
• Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:
a) “globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yg
menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.
b) Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya
(kecuali sindrom Tourette);
c) Pruritus psikogenik;
d) Dismenore psikogenik;
e) “teet grinding”
2.8 Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak
untuk kehidupan nyata).
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes
diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu.
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid
(memperparah kondisi).
11
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke
masalah sosial.
12
3. Golongan Mono-Amine-Oxydase Inhibitor (MAOI)- Reversible
Moclobemide (Aurorix)
4. Golongan Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRI)
Sertraline (Zoloft)
Paroxetine (Seroxat)
Fluvoxamine (Luvox)
Fluoxetine (Prozac, Nopres)
Citalopram (Cipram)
5. Golongan atypical Antidepresants
Trazodone (Trazone)
Mirtazapine (Remeron)
2.11 Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman
pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.
13
gangguan somatoform tak terinci cenderung mengeluh banyak masalah
fisik yang berbeda dari waktu ke waktu.
Tidak peduli apa gejala yang dikeluhkan seseorang, karakteristik
keluhan yang menyeluruh adalah bahwa tidak ada alasan fisik yang dapat
ditemukan untuk mereka. Tes laboratorium dan pemeriksaan menyeluruh
oleh dokter tidak akan menunjukkan alasan medis atas rasa sakit atau
masalah yang dialami orang tersebut. Namun, masalah fisik tetap ada
setelah orang tersebut diberi tahu bahwa tidak ada penjelasan yang dapat
ditemukan.
Penyebab gangguan somatoform somatoform tak terinci tidak jelas.
Beberapa ahli percaya bahwa masalah dalam keluarga ketika orang yang
terkena adalah seorang anak mungkin terkait dengan perkembangan
gangguan ini. Depresi dan stres dianggap sebagai penyebab lain yang
mungkin. Penyebab lain yang mungkin, terutama pada orang yang
bereaksi berlebihan bahkan pada kondisi medis ringan, termasuk
membayar perhatian obsesif terhadap perubahan kecil atau sensasi apa
pun yang dialami tubuh mereka. Mereka memberikan perasaan berat
yang tidak perlu dan khawatir tidak perlu tentang mereka.
14
D. Diagnostik dan Diagnostik Multiaksial
Pedoman Diagnostik
Untuk pedoman diagnostik somatoform tak terinci dalam PPDGJ-III sebagai
berikut:
3. Keluhan-keluhan fisik bersifat multiple, bervariasi dan menetap akan
tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi
tidak terpenuhi.
4. Kemungkinan ada ataupun tidak factor penyebab psikologis belum jelas,
akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhanya.
Atau:
Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu
makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)
Salah satu (1)atau (2)
A. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau
oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera,
medikasi, obat, atau alkohol)
B. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan
fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
15
Diagnosis multiaksial
Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi
Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III
Axis IV : tidak ada stressor
Axis V : 61-70
E. Terapi
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak
untuk kehidupan nyata).
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes
diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu.
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid
(memperparah kondisi).
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke
masalah sosial.
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressant.
F. Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang
lebih dominan.
16
BAB 3
BAB III
KESIMPULAN
2. Sebagai Dokter wajib mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak
membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran
tidak untuk kehidupan nyata).
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.I., Saddock, B.J., dan Grebb J.A., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta: Binanupa
Aksara
2. Mansjoer, A., dkk (editor), 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Penerbit Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
3. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI
4. Elvira, S. D., dkk (editor), 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Setio, M. (editor), 1994. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC
18