Review Mata Kuliah Kontinuitas dan Transformasi Budaya
Nama : Muhamad Septia Andi Akbarsyah
NPM : 1506684546
Bahan Bacaan : Sahlins, Marshall, 1981. Historical Metaphors and Mythical
Realities
Marshall D. Sahlins pada bukunya berjudul “Historical Metaphors and
Mythical Realities”, Sahlins menjelaskan sebuah sejarah yang terulang kembali di masyarakat Hawaii. Sahlin mengatakan bahwa mitos dapat dipahami sebagai realita sejarah. Menurut Sahlin, orang Hawaii melihat sejarah itu serupa dilihat sebagai pengulangan mitos. Dalam mitos orang Hawaii, ada Dewa Lono yang datang dari pulau di seberang sana, konsepsi kosmologis orang hawaii horizaontal dewa-dewa ada di pulai lain tersembunyi di balik kabut. Menurut orang Hawaii ada masa ketika Lono akan datang dari balik kabut ke Hawaii dan dia akan menyuburkan Hawaii dan berkonflik dengan raja (yang dianggap pembangkang). Namun, pada saat itu yang muncul orang eropa yang dipimpin kapten Cook, maka si kapten Cook dianggap sebagai perwujudan dari dewa Lono. Disini terlihat, sebuah mitos terealisasi sebagai kenyataan sejarah. Karena mitos dilihat sebagai realitas sejarah, kapten Cook yang datang tiga kali maka dia dibunuh oleh raja Calaneopo, hal itu dikarenakan pada mitos kedatangan ketiga dewa Lono akan mati. Setelah membunuh Cook, Calaneopo digulingkan oleh kameha-meha. Kameha-meha ini dianggap dapat mengembalikan legitimasi dewa Lono ini. Mitos ini jadi realistis karena kameha-meha menggunakan distingsi yang sama ketika Cook datang dan dibunuh.
Lalu ada penjelasan tentang Structural Conjecture, tentang bagaimana suatu
peristiwa itu tidak bisa dilepaskan dari kategori, dari lintasan yang sebelumnya ada atau peristiwa yang tidak bisa dilepas dari sedimentasi sebelumnya. Dalam hal ini, Sahlins menyebutkan ada hal-hal yang memang arbiter, hanya berlaku sesaat saja. Namun, hal-hal arbiter itu kemudian mempengaruhi bagaimana struktur itu dapat dipahami. Seperti contoh di bukunya: perempuan orang Hawaii mempersembahkan dirinya ke orang Eropa karena menganggap orang Eropa itu dewa. Karena dianggap sebagai dewa, perempuan orang Hawaii ini rela untuk berhubungan intim bersama dewanya (orang Eropa) tanpa mengharapkan imbalan. Namun, orang Eropa melihat hal itu berbeda, mereka menganggap bahwa harus ada hubungan timbal balik sebagai tanda terima kasih setelah berhubungan intim. Orang Eropa itu memberi gelang (sebagai imbalan) kepada perempuan orang Hawaii itu. Dari sinilah pemahaman tentang berhubungan intim dengan dewa yang semula bukan relasi ekonomi, menjadi relasi ekonomi. Ada perubahan struktur yang merubah logika budayanya, seperti sebelumnya tidak transaksional menjadi transaksional karena pengaruh orang Eropa.