Anda di halaman 1dari 17

TOWARD AN AUDITING PHILOSOPHY, THE

METHODOLOGY OF AUDITING AND THE POSTULATES


OF AUDITING

Banyak yang berpikir bahwa audit sebagai ilmu praktis, sebagai lawan ilmu teoritis,
subjek. Bagi mereka, audit adalah serangkaian praktik dan prosedur, metode dan teknik, cara
melakukan dengan sedikit kebutuhan untuk penjelasan, deskripsi, rekonsiliasi, dan argumen
begitu sering disatukan sebagai "teoritis".
Pemahaman akan teori auditing membantu kita dalam mencari jalanpemecahan yang
masuk akal atas berbagai permasalahan yang sedangdihadapi oleh profesi auditor. Akan
tetapi, sampai saat ini, literatur yangmembahas tentang teori auditing belum sebanyak
literatur yang membahasdisiplin ilmu akuntansi. Jika dibandingkan dengan teori di bidang
akuntansimaka akan nyata terlihat bahwa auditing sangat ketinggalan jauh. Inimerupakan
tantangan tersendiri bagi para praktisi maupun pemikir ilmuauditing.
Untuk mencegah argumen bahwa diskusi teori auditing kurang karena tidak ada teori
seperti itu, beberapa ilustrasi dapat dikutip yang menunjukkan bahwa audit dikembangkan
sebagai prosedur pemeriksaan rinci, di mana teori tampaknya tidak perlu dan tidak
diinginkan. Audit datang sebagai hukum dengan bentuk dan prosedur yang
ditentukan. Dengan demikian auditor didorong hanya untuk melakukan investigasi dengan
landasan standar atau model yang telah ada.

Purpose Of Theory
Auditing seharusnya bukanhanya sekadar untaian praktik, prosedur, metode, dan
teknik yang tidakmemerlukan uraian, penjelasan, dan argumentasi ilmiah yang kita
kenalsebagai teori. Akan tetapi auditingmerupakan disiplin tersendiri yang mengandung
teori-teori. Fungsiprofesionalisme dalam audting diakui, lalu mendapatkan kewenangandan
kepercayaan publik, karena teori-teori akan menjadi penuntun bagilangkah-langkah
kegiatannya, dan etika perilaku akan membatasinya
dalam penerapan teori-teori tersebut untuk tujuan yang baik danbermanfaat bagi masyarakat.
Bagi auditing, eksistensi teori akan bermanfaat sebagai landasan berpijakyang
menawarkan penjelasan, baik dukungan ataupun pengingkaranterhadap standar, praktik,
metode, prosedur, atau teknik-teknik yang adadalam auditing. Teori auditing juga akan
menjadi penuntun bagipengembangan, penciptaan, dan inovasi terhadap standar, praktik,
prosedur, metode, maupun teknik auditing yang baru. Tidak hanya itu,teori auditing memiliki
peranan yang kritis dalam mempertahankanauditing sebagai profesi tersendiri.
Berikut ini adalah beberapa jawaban terhadap pertanyaan tentangmengapa wilayah teoretis
dari auditing perlu dipikirkan dan dikembangkan:
1. Teori auditing akan membantu kemandirian auditing sebagai ilmu ataudisiplin yang
berdiri sendiri.
2. Teori auditing dapat memampukan auditing untuk menjelaskandengan baik domain
yang menjadi wilayah tugasnya.
3. Teori auditing seyogyanya dapat memperjelas tujuan pokok auditing.
4. Teori auditing dapat menyediakan kerangka dasar bagipengembangan auditing.
5. Teori auditing dapat memperkokoh auditing sebagai profesi yangmelayani
kepentingan masyarakat dengan berlandaskan padapendekatan ilmiah.
6. Teori auditing memberi acuan bagi evaluasi standar dan praktikauditing, apakah
standar dan praktik telah sesuai dan tidakbertentangan dengan tujuan auditing itu
sendiri.

Dengan bermodalkan standar dan praktik, tanpa kerangka teori, auditingdapat


tersingkirkan dengan mudah dan akan kehilangan validitasnya,karena pasar akan menentukan
apa yang bermanfaat dan apa yang harusdisisihkan. Tanpa landasan ilmiah yang jelas,
auditing bisa kehilangan masa depannya. Apabila auditing diangkat dalam tingkatan“beyond
the standards” atau supra-standar, kita tidak saja menyediakandiri untuk memetik
kesempatan dalam ambang pelayanan kepada publik,tetapi kita pun akan lebih mampu
mencegah kebingungan danmengurangi kadar kesalahan yang tidak searah dengan tujuan
auditing itusendiri.

The Philosophical Approach


Pendekatan filosofi mempunyai empat karakteristik, yaitu:
a. komprehensif,
b. perspektif,
c. insight atau pendalaman, dan
d. vision atau pandangan ke depan.

Masing-masing unsur tersebut diuraikan sebagai berikut:


a. Komprehensif,
Menyiratkan adanya pemahaman secaramenyeluruh. Berhububg seorang filsuf
berminat untuk memahamikehidupan manusia dalam arti yang luas, maka ia
menggunakankonsep-konsep generalisasi seperti “perihal (matter), pikiran(mind), bentuk
(form), entitas, dan proses,” yang komprehensifdalam artian bahwa kesemuanya ini
diterapkan terhadap
keseluruhan lingkup pengalaman manusia.Jika diterapkan dalam auditing, kita harus mencari
ide yang cukupumum dalam disiplin auditing. Hal ini mengarahkan kita untuk
mempertimbangkan konsep–konsep umum seperti pembuktian(evidencing), kecermatan
profesi (professional due care),keterungkapan (disclosure), dan independensi. Studi
terhadapkonsep-konsep yang bersifat umum tersebut mengarahkan kitapada pengembangan
body of knowledge yang komprehensif dankoheren yang didasari atas interpretasi auditing
sebagai suatudisiplin ilmu yang secara sosial bermanfaat.
b. Perspektif
Sebagai suatu komponen dari pendekatan filosofi,mengharuskan kita untuk
meluaskan pandangan untuk menangkaparti penting dari benda-benda. Jika hal ini diterapkan
padapengembangan filosofi auditing, kita akan melihat kebutuhan akan
pengesampingan kepentingan pribadi.

c. Insight
Elemen ketiga dari pendekatan filosofi, menekankandalamnya penyelidikan yang
diusulkan. Pencarian wawasanfilosofi adalah jalan lain untuk mengatakan bahwa filsuf
berupayauntuk mengungkapkan asumsi dasar yang mendasari pandanganmanusia akan setiap
gejala kehidupan alam. Asumsi dasardimaksud sesungguhnya merupakan dasar atau alasan
manusiauntuk berbuat, walaupun alasan itu cenderung atau acapkalitersembunyi sehingga
tingkat kepentingannya tidak dikenali.

d. Vision
Menunjukkan jalan yang memungkinkan manusia berpikirdalam kerangka yang
sempit ke kemampuan untuk memandanggejala dalam kerangka yang lebih luas, ideal, dan
imajinatif(conceived).

The Method Of Philosophy


Sebagaimana setiap bidang ilmu yang mempunyai metode studimasing-masing,
filosofi juga memiliki metode atau tradisi dalamdiskursusnya. Dari pendekatan tradisional
yang dikenal dalam bidangstudi filosofi, kita mengenal adanya metode analitis dan valuasi
yang
dapat digunakan dalam pengembangan teori auditing. Auditingberkaitan dengan perwujudan
tanggung jawab sosial dan perilaku etis(ethical conduct), di samping kepentingannya dengan
pengumpulandan evaluasi bukti. Jadi, masing-masing dari metode ini mempunyaitempat
tersendiri dalam auditing. Pendekatan-pendekatan ini dijelaskansebagai berikut:
a. Pendekatan analitis
Sikap filosofis berupaya merefleksikan sikapkritis dan analitis terhadap ide-ide
maupun gagasan yang selamaini diterima begitu saja oleh sebagian orang. Pendekatan
analitistertarik akan ketegasan dan ketepatan dalam berpikir, terutamadengan
menggunakan teknik logika.

b. Pendekatan penilaian (valuation approach)


Ada dua di antarabeberapa jenis penilaian, yakni moral dan etika. Denganpendekatan
ini, dicari jawaban terhadap bagaimana sebaiknyaseseorang berbuat, dan prinsip apa
yang semestinya digunakanuntuk mengarahkan tindakan manusia.

Auditing memanfaatkan pendekatan analitis maupun pendekatanvaluation. Sebagai


contoh, pertimbangan (judgment) dalam audittergantung pada kualitas dari keyakinan yang
diperoleh melaluipengumpulan dan pengembangan bukti-bukti. Sementara itu,pengumpulan
dan pengembangan bukti-bukti dimaksud memerlukanupaya analisis atas fakta-fakta yang
terjadi yang melatarbelakangiasersi yang sedang diaudit. Keyakinan hanya dapat didukung
atasdasar sejauh mana seorang auditor dapat menjelaskannya dari buktibuktiyang berhasil
diurai. Makin kuat penguraiannya, maka makin kuatpembuktiannya, dan karenanya simpulan
(judgment) yang diambilakan semakin handal.
Demikian pula halnya dengan peranan nilai moral dan etis dalam auditsebagai konsekuensi
kehormatan (privilege) yang diperolehnya darimasyarakat.
Standar nilai moral dan etis selanjutnya akan menjadipengendalinya. Jadi, penerapan
pendekatan valuation menekankanbahwa filosofi dari auditing tidak hanya mencakup
pentingnya kegiatananalitis, melainkan juga mempunyai implikasi sosial.
Secara filosofis, auditing tidak hanya menyajikan kepada parapemakai mengenai
informasi yang dibutuhkan untuk melakukantindakan. Akan tetapi, auditing juga merangsang
setiap yangberkepentingan untuk bertindak, memberi inspirasi dan mendefinisikantujuan
yang harus dicapai.

AUDITING SEBAGAI SUATU DISIPLIN ILMU


Terdapat beberapa pemikiran yang salah mengenai auditing, banyak orang
berpendapat bahwa auditing merupkan bagian dari akuntansi, hal ini terjadi karena auditor
juga dikenal sebagai akuntan. Terdapat perbedaaan dalam cara kerja dan metodologi antara
auditing dan akuntansi. Hubungan antara kedua disiplin ini sangat dekat karena objeknya
sama. Dalam akuntansi yang dilakukan adalah mengumpulkan, mengolongkan, rangkuaman
serta komunikasi dari suatu data keuangan. Sedangkan auditing tidak mengkomunikasikan
data akan tetapi untuk mereview, mengukur apakah sudah tepat dalam penyajiannya.
Auditing dan akuntansi saling melengkapi, meskipun objek dari disiplin ini sama
akantetapi fungsi dan pendekatannya berbeda. Dalam melakukan auditing seorang auditor
harusmenjadi akuntan yang handal sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Auditing berhubungan dengan verifikasi data keuangan bertujuan untuk menilai penyajian
dari data keuangan apakah sudah sesuai dengan kondisi saat ini. Verifikasi yang dilakukan ini
membutuhkan teknik aplikasi dan metode pembuktian.
Dalam penerapannya,teknik yang digunakan dalam auditing dapat dijuga digunakan
dalam disiplin ilmu yang lain. Salah satu contoh adalah :
1. Auditing berkaitan terhadap bukti
Salah satu fungsi auditing adalahverifikasi, sehingga diperlukan penelusuran yang
cukup terhadap bukti yang ada untuk mendukung adanya suatu pendapat.
2. Auditing berkaitan terhadap sampling.
Sampling erat kaitannya dengan statistik, tetapi dalam kaitannya dengan teknik
sampling auditing harus disesuaikan dengan karakteristik data keuangan sehingga
dapat diperoleh data yang sesuai.
Dalam auditing terdapat konsep yang tidak diadopsi dari disiplin ilmu yang lain yaitu
independen. Seleksi, modifikasi dan integrasi merupakan suatu ide yang juga diterapkan
disiplin ilmu lain dalam auditing juga ditambahkan pengembangan konsep dan metodologi.
Auditing dapat juga disebut sebagai disiplin ilmu terapan (applied discipline). Hal ini
karena dalam auditing terdapat prinsip atau juga teori dasar dari disiplin ilmu yang lain yang
diterapkan di auditing, akan tetapi auditing sebagai ilmu terapan juga mempunyai
karakteristik tersendiri yang berbeda dengan yang lain.
METODOLOGI AUDITING
Beragam metodologi yang digunakan dalambanyak ilmu, penggunaaan metodologi dalam
suatu ilmu tidaklah menjamin metodologi tersebut dapat digunakan dalam ilmu lain. Dalam
beberapa kasus, metodology yang digunakan suatu disiplin ilmu hampir menyerupai satu dan
lainnya tetapi harus ada modifikasi dan adaptasi. Suatu metode bergantung pada tipe
permasalahan yang ada, penilaian yang dibuat, dan karakter data yang akan diteliti. Auditing
mempunyai metode yang terdiri dari perilaku dan prosedur. Dibawah ini akan dilakukan
perbandingan antara perilaku auditing dengan perilaku ilmiah.
Perilaku Ilmiah
perilaku ilmiah merupakan perilaku dari suatu pemikiran dan prosedur penjelasan. Perilaku
ilmiah terdiri dari penelitiandan keingintahuan. Seorang ilmuwan merupakan filsuf dengan
pertanyaan “mengapa” yang terus menerus. Suatu peristiwa, tindakan dan interaksi
merupakan bagian dari keingintahuan dimana peneliti akan menemukan mengapa hal itu bisa
terjadi dan dengan cara bagaimana. Turunan dari keingintahuan adalah reliable (andal).
Hanya pengetahuan yang didukung oleh bukti bukti yang tidak dapat dijawab yang diterima.
Seorang peneliti tidak pernah puas dengan dengan solusi yang ada, peneliti akan mencoba
menerapkan permasalahan atau solusi tersebut kepada permasalahannya lainnya. Peneliti juga
secara berkesinambungan mencari hukum dasar dan prinsip yang menjelaskan hingga
problem ada yang terselesaikan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara permasalahan
berdasarkan fakta yang diteliti oleh penelitian ilmiah dengan permsalahan berdasarkan nilai
yang diteliti oleh peneliti sosial.
Perilaku auditing
Dalam auditing telah dilakukan metode investigasi yang telah dikembangkan sehingga
perilaku yang ada tidak diambil secara langsung dari ilmu lain. Perilaku auditing meliputi
komponen di bawah ini :
- Mengadopsi sikap tidak memihak dalam mengformulasikan dan memberikan
penilaian
- Keterbatasan minat dan penyelidikan utama seusai dengan penilaian yang diminta
- Berdasarkan pembentukan penilaian dan pengungkapan dari bukti yang tersedia.
Seperti juga ilmuwan sosial, auditor juga mempunyai permasalahan antara fakta dan nilai
dimana juga harus menyatakan pendapat atas hal tersebut. Auditor juga mempunyai
permsalahan dalam pengungkapan dimana disetiap kasus hal ini berbeda misalnya apakah
suatu keuntungan yangtidak biasa mempengaruhi dalam pendapatan bersih tahun tersebut.
Perbedaan mendasar dari perilaku auditing dan perilaku ilmiah adalah ketertarikan yang
ada.Auditor harus mempresentasikan laporan keuangan yang telah ada dan
mengungkapkannya diamna hal ini berdasarkan terhadap pemeriksaan. Sebaliknya ilmuan
ilmiah tidak terbatas terhadap lingkup penyelidikan, jarang sekali memulai dengantujuan
yang spesifik.
Netral dan independensi adalah perbedaan selanjutnya yang paling mendasar dari auditing.
Seperti di dalam penelitian lainnya, auditor juga tertarik dalam bukti, dan berusaha untuk
mendapatkannya, mengevaluasi dan mempelajarinya sebelum memberikan penilaian. Auditor
tidak dapat memulai suatu penyelidikana apabilatidak mendapatkan bukti yang mendukung.
Sehingga dapat disimpulkanterdapat perbedaan anatara perilaku auditing dan juga ilmiah.
Dan juga serta dalam metodologi yang digunakan dan juga prosedur.
Pendekatan metodologi dalam ilmiah
Langkah langkah dalam metodologi
1. Mempertimbangakan pre- eliminasi data yang mempunyai permasalahan
Permsalahan yang diteliti dapat diperoleh dari berbagai macam bentuk misalnya
fenomena sosial atau alam, response dari suatu hal yangmuncul, atau terkadang
sesuatu yang luar biasa.
2. Mengformulasikan masalah
Pada saat stilumulus ini menarik perhatian seorang peneliti memungkinkan dilakukan
penyelidikan dan investigasi hal ini berarti telah dilakukan formulasi permasalahan.
3. Observasi fakta yang sesuai dengan permasalahan
Peneliti menemukan semua fakta yang berkaitan, danjuga mencoba menemukan dari
berbagai sudut pandang
4. Menggunakan pengetahuan yang ada
Menggunakan pengetauan dan pengalaman terdahulu dapat membantu
untukmemahami permsalahan, apakah terdapat penelitian atas permasalahan ini di
masa lalu
5. Mengformulasikan hipotesa
Hipotesa adalah kemungkinan yang muncul dari suatu pemikiran. Hipotesa yang
digunkan merupakan kemungkinanterbaik dan sesuai permsalahan.
6. Deduksi dari implikasi hipotesa
Hal ini bertujuan apakah hipotesa ini mempunyai alasan yang kuat, apakah sesuai
denganfakta yang ada. Apabila setelah dilakukan implikasi terdapat data yang kurang,
peneliti diperbolehkan untuk menambah data yang ada
7. Melakukan tes pada hipotesa
Tes hipotesaini berdasarkan bukti yang ada dan untuk membuktikan hipotesa yang
tealh ditetapkan untk mengambil kesimpulan
8. Kesimpulan
Kesimpulan yang ada merupakan hasil dari pengujian hipotesa yang telah dilakukan
dimana hasilnya dapat mendukung hipotesa atau menolak hipotesa.

Sains harus menggunakan asumsi. Misalnya, penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya
akan memiliki hasil esensial yang sama dengan percobaan yang sama dilakukan saat ini.
Penelitian sains yang dilakukan berulang kali akan tetap memiliki hasil yang sama dengan
asumsi-asumsi tertentu. Tanpa asumsi, pengetahuan sains menjadi tidak berarti. Di dalam
auditing juga menggunakan asumsi.

Prosedur Metodologi dalam Auditing

Metodologi auditing untuk menyelesaikan masalah adalah dengan langkah-langkah


sebagai berikut:

1. Menerima tugas audit


2. Mengamati fakta-fakta relevan dari permasalahan
3. Membagi permasalahan menjadi permasalahan individual
4. Menetapkan fakta-fakta yang tersedia berhubungan dengan permasalahan individual
5. Memilih teknik audit yang dapat diaplikasikan
6. Kinerja dan prosedur untuk memperoleh bukti
7. Evaluasi bukti
8. Memformulasikan pendapat

Di sini terlihat jelas perbedaan substansial antara metodologi prosedur ini dan apa
yang disebut dengan prosedur berpikir sains. Pertama, auditor tidak memiliki data asli yang
membawa perhatiannya seperti cara para scientist. Permintaan opininya atas kewajaran
laporan keuangan datang kepadanya dengan cara biasa sesuai pekerjaannya. Kemudian
pemeriksaan dilakukan tidak berdasarkan inisiatif.
Karena menerima permasalahan yanng ada dalam permintaan opininya, auditor
melakukan observasi pada bukti-bukti. Kemudian melakukan review atas pengendalian
internal, dan akhirnya mendiskusikan situasi perusahaan dengan manajemen sekaligus
mengevaluasi permasalahan umummnya.

Laporan keungan terdiri atas banyak asersi individual, setiap asersi tersebut menjadi
permasalahan atau proposisi yang diuji oleh auditor. Dampaknya, proposisi individual ini
menjadi hipotesis. Berdasarkan informasi yang diakumulasikan auditor mengambil posisi
tentatif pada setiap asersi.

Dengan hipotesis yang sudah dikembangkannya, auditor melakukan pengujian.


Auditor melakukannya dengan memilih teknik audit yang dapat diaplikasikan pada proposisi
dan menjelaskan prosedur apa yang akan digunakan untuk mengaplikasikan teknik tersebut.
Dalam melakukan hal ini, auditor mengacu pada proposisi tersebut. Apabila proposisinya
berpotensi untuk menimbulkan banyak pertanyaan, maka ia akan melakukan prosedur
tambahan, jika sebaliknya maka ia akan melakukan program minimum.

Kinerja pengujian audit menyediakan bukti-bukti. Bukti-bukti dikumpulkan dan


auditor mengevaluasi validitasnya. Kalau bukti-bukti tersebut belum cukup untuk mendukung
dan mendasari opini audit, maka diperlukan bukti-bukti tambahan.Dalam pembahasan ini,
kita sudah menekankan lebih banyak kesamaan antara audit dengan metode sains daripada
perbedaannya.

Perbedaan Antara Metode Sains dan Metode Auditing

Auditor seringkali membutuhkan bukti-bukti yang berkaitan atas suatu masalah,


sedangkan scientist cukup puas hanya jika mampu mengambil kesimpulan dari bukti-bukti.
Tetapi dalam hal kewajaran, perlu digarisbawahi ada faktor-faktor lain yang terlibat. Untuk
jangka panjang, scientist menuntut memiliki bukti yang sangat kuat, untuk jangka pendek,
tidak seideal itu. Auditor bekerja dalam konteks jangka pendek (short run). Kesimpulannya
lebih sering bersifat sementara.

Keadaan ini membuat auditor harus yakin dengan bukti-bukti terbatas yang ia miliki
apakah cukup untuk menjadi pendukung opininya. Sebagai contoh, jika auditor tidak
memperoleh bukti sama sekali, maka tidak ada pertanyaan, dan auditor akan menolak untuk
memberikan opini.
Perbedaan kedua yang cukup signifikan adalah percobaan kontrol. Dalam sains,
pengujian hipotesis seringkali dilakukan di laboratorium dibawah beberapa kondisi yang bisa
dikendalikan atau dikontrol sehingga efek yang diberikan dapat dilihat dengan jelas. Bukan
saja hanya hasilnya yang dapat dilihat dengan jelas, melainkan percobaannya dapat dilakukan
berulang kali.

Berbeda dengan audit, hanya karena kondisi yang sangat luar biasa audit akan
dilakukan dua kali, bahkan hasilnya tidak ekuivalen dengan percobaan laboratorium yang
dilakukan dua kali. Banyak hal intangible yang bersama-sama mempengaruhi opini
audit.Perbedaan ketiga adalah fakta di dalam auditing asumsi dasar atau postulat terkait
validitas penalarannya sama sekali tidak dinyatakan.

Probabilitas dalam Sains dan Auditing

Hipotesis yang tidak diuji memiliki tingkat probabilitas yang rendah dibandingkan
dengan yang diuji, tetapi keduanya tetap probabilitas. Sains sudah lama menggunakan teknik
dan metode statistik untuk memecahkan masalah.

Auditing merupakan aplikasi lain dari berpikir ilmiah dalam teori probabilitas.
Pengaruh tradisional dari teori probabilitas dalam auditing adalah contohnya dengan
menggunakan kalimat “opini” untuk menunjukkan kesimpulan (final judgement) terhadap
sebuah laporan keuangan yang sudah diperiksa.

Prosedur Metodologi untuk Value Judgment

Seperti ilmu sosial, auditing memiliki permasalahan yang bervariasi termasuk value
judgment. Di dalam pemeriksaan auditor menghadapi masalah ini, begitu juga ketika
tanggung jawab kepada masyarakat mengalami masalah value judgment.

Metode untuk menilai pendapat adalah sebagai berikut:

1. Pengenalan masalah
2. Pernyataan masalah
3. Formulasi solusi yang mungkin
4. Evaluasi solusi
5. Formulasi pendapat
Poin pertama dan kedua tidak memerlukan perhatian khusus dalam pembahasan ini.
Perlu diperhatikan bahwa harus dipikirkan semua solusi yang bisa dilakukan, misalnya
berdasarkan pengalaman yang telah lalu. Kemudian setelah mengidentifikasi semua solusi
yang mungkin barulah mencari referensi untuk memilih solusi mana yang akan digunakan.
Setelah itu baru melakukan evaluasi bagaimana hasilnya. Pada tahap ini pengalaman
profesional dan pengetahuan sangat penting. Itulah langkah yang dilewati ketika akan
membuat sebuah value judgment.
POSTULAT AUDITING

Sifat Postulat

Ada lima karakteristik umu dari sebuah postulat. Postulat adalah:

1. Esensial untuk dikembangkan oleh disiplin intelektual


2. Asumtif, sehingga tidak perlu dibuktikan kebenarannya
3. Berfungsi sebagai dasar untuk inferensi
4. Menjadi salah satu landasan struktur teoritis
5. Terbuka terhadap tantangan dipandang dari sudut pengembangan pengetahuan

Postulat diperlukan oleh setiap disiplin untuk memudahkan pengembangannya karena


dengan demikian akan mudah diciptakan generalisasi. Dalam kaitan ini, postulat dalam
auditing akan berfungsi sebagai anggapan dasar yang semestinya harus dipegang sebelum
auditing difungsikan. Anggapan dasar ini bisa saja berbeda dengan kenyataan atau hasil
verifikasinya, namun sebelum hasil verifikasi itu diperoleh tidak semestinya berpendapat
menyimpang dari asumsi dasar ini. Postulat yaitu konsep dasar yang harus diterima tanpa
perlu pembuktian. Postulat merupakan syarat penting dalam pengembangan disiplin, tidak
perlu diperiksa kebenarannya lagi, sebagai dasar pengambilan kesimpulan, sebagai dasar
dalam membangun struktur teori dan bisa juga dimodifikasi sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan. Berdasarkan definisi itu, Mautz dan Sharaf mengemukakan 8 tentatif postulat
auditing:

1. Laporan dan data keuangan dapat diverifikasi.


2. Tidak ada konflik kepentingan antara auditor dan manajemen perusahaan yang lagi
diperiksa.
3. Laporan dan informasi keuangan diserahkan untuk diperiksa bebas dari kolusi dan
ketidakteraturan lainnya.
4. System internal control yang memuaskan dapat mengeliminasi kemungkinan
ketidakteraturan dalam laporan keuangan.
5. Konsistensi penyajian laporan keuangan sesuai standar yang diterima umum sehingga
laporan keuangan disajikan secara wajar.
6. Dalam hal bukti tidak jelas atau bertentangan, maka apa yang selama ini dianggap
benar dalam laporan keuangan yang diperiksa akan dianggap benar sekarang dan
dimasa yang akan datang.
7. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat yang independen,
auditor harus bertindak selaku auditor.
8. Status professional dari seorang independen auditor menekankan pada tanggungjawab
professional.

Laporan dan data keuangan dapat diverifikasi


Di dalam dunia bisnis, verifikasi adalah tugas auditor, baik internal maupun eksternal.
kebenaran filosofis tentang perlunya verifikasi diterima dengan baik bahwa dunia bisnis telah
mengadopsi praktik umum untuk mengirimkan proposisi tersebut untuk proses verifikasi
sebelum mereka diberi pertimbangan serius untuk berbagai tujuan. Verifikasi ini memiliki
banyak bentuk; kadang-kadang pemeriksaan terus menerus atas prosedur dan data dilakukan
oleh staff audit internal kadang-kadang penyelidikan atas agen pendapatan internal. Apapun
bentuk nya, kepentingan dan fakta verifikasi diterima dengan baik. Sehingga postulat bahwa
"laporan keuangan dan data keuangan harus diverifikasi" adalah dasar dimana kita
mengembangkan bukti atas teori kita. Ini akan membawa kita ke dalam studi tentang cara
mencapai pengetahuan atau kebenaran, subjek dengan logika mana yang bersangkutan. tetapi
ini menuntut kita agar menaruh perhatian untuk faktor selain bukti teori dasar yang
ditemukan dalam logika. kita juga harus melihat ke dalam penerapan pembuktian metode ini
atau cara mengetahui pokok permasalahan audit. In familiar terms, ini adalah perencanaan
program audit. untuk mengembangkan dasar untuk perencanaan program, kita harus
mengalihkan perhatian kita ke teknik audit atas sifat dan keterbatasan mereka dan
menyelidiki hubungan mereka untuk mengetahui yang diterima oleh ahli logika. Hal ini
sebaliknya mengarahkan perhatian kita pada tanggung jawab dimana auditor dapat menerima
atas kebenaran data yang telah diperiksa, makna dari pendapatnya juga terkait erat dengan
subjek verifikasi dan bukti proposisi laporan keuangan adalah teori probabilitas dan subjek
sampling statistik.
Dengan demikian, berdasarkan postulat ini, kita menemukan:
1. teori bukti
2. prosedur verifikasi
3. penerapan teori probabilitas di audit
4. beberapa pembentukan batas-batas tanggung jawab auditor
Tidak ada konflik kepentingan antara auditor dan manajemen perusahaan yang lagi
diperiksa.
Kewajaran umum postulat ini tampaknya jelas. manajemen berkaitan dengan kemajuan dan
kemakmuran perusahaan, hal ini mengarahkan auditor melakukan layanan yang dimaksudkan
untuk menguntungkan berbagai kepentingan dalam perusahaan dengan menyediakan
beberapa tingkat jaminan untuk keandalan data keuangan yang penting untuk berbagai
keputusan penting. tentu saja ini adalah tujuan yang kompatibel. memang, manajemen
merupakan salah satu kepentingan yang akan mendapatkan keuntungan dengan ketersediaan
dari diverifikasi daripada informasi yang belum diverifikasi tentang perusahaan. maka ada
kepentingan mutualitas yang besar dan masuk akal untuk mengasumsikan bahwa tidak ada
konflik antara auditor dan manajemen.
Laporan dan informasi keuangan diserahkan untuk diperiksa bebas dari kolusi dan
ketidakteraturan lainnya.
Asumsi bahwa laporan keuangan bebas dari ketidakteraturan lainnya menempatkan auditor
pada posisi yang paling sulit seperti postulat yang dibahas dalam bagian sebelumnya. Jika
kita menganggap bahwa data di bawah pemeriksaan meliputi penyimpangan yang dihasilkan
dari kolusi dan sifat yang paling tidak biasa, kita harus merancang program audit jauh
melampaui apa pun yang sekarang dianggap perlu. Pada kenyataannya, ada beberapa
pertanyaan apakah jenis pemeriksaan yang dapat dirancang akan memberikan keyakinan
memadai bahwa semua penyimpangan tersebut akan ditemukan.
System internal control yang memuaskan dapat mengeliminasi kemungkinan
ketidakteraturan dalam laporan keuangan.
Hampir setiap penanganan subjek audit menunjukkan bahwa tingkat program audit
tergantung pada sejauh mana pengendalian intern dalam situasi tertentu. Hal ini didasarkan
pada asumsi yang dinyatakan di sini, bahwa keberadaan sistem yang baik dari pengendalian
internal menghilangkan kemungkinan penyimpangan. Perlu dicatat bahwa istilah probabilitas
yang digunakan daripada possibility. Hal ini diragukan bahwa kemungkinan penyimpangan
bisa dihilangkan, walaupun tentu saja hal itu dapat dikurangi. Begitu juga istilah eliminated
digunakan karena itulah yang dinamakan asumsi. tetapi perhatikan hal ini adalah probabilitas
penyimpangan yang dihilangkan, bukan penyimpangan itu sendiri. Penyimpangan masih
mungkin di bawah pengendalian internal yang baik, tetapi mereka tidak lagi mungkin. Di sisi
lain, jika pengendalian internal tidak memuaskan, maka kesalahan dan penyimpangan harus
dipertimbangkan sesuatu yang lebih dari sekedar mungkin.

Konsistensi penyajian laporan keuangan sesuai standar yang diterima umum sehingga
laporan keuangan disajikan secara wajar.
Untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan, auditor harus memiliki beberapa
standar. ini disediakan oleh GAAP. Audit meminjam dari akuntansi prinsip yang berlaku
umum yang terakhir dan menggunakan mereka sebagai standar untuk menilai kepatutan dari
data keuangan yang disampaikan untuk pemeriksaan. seperti audit meminjam dari statistik
ide-ide tertentu tentang sampling. Hal ini mengacu pada akuntansi untuk ide nya tentang
penyajian data keuangan dalam laporan dan pernyataan. Setelah asumsi ini dikeluarkan, akan
meninggalkan audit tidak ada standar untuk menilai kewajaran posisi keuangan dan hasil
operasi yang disajikan dalam laporan keuangan. tanpa panduan yang berlaku umum, opini
auditor akan menjadi begitu pribadi karena menjadi kecil nilainya kepada siapa pun.
Dalam hal bukti tidak jelas atau bertentangan, maka apa yang selama ini dianggap
benar dalam laporan keuangan yang diperiksa akan dianggap benar sekarang dan
dimasa yang akan datang.
Seperti postulat yang lain, postulat ini membuat audit mustahil. Postulat ini menempatkan
batas penting pada sejauh mana tanggung jawab auditor dan menyediakan dasar untuk
menyimpulkan tingkat kewajibannya untuk meramalkan masa depan dan karyanya dinilai
berdasarkan tinjauan kembali.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat yang independen, auditor
harus bertindak selaku auditor.
meskipun seorang akuntan independen dapat melayani klien berbagai macam cara, setelah ia
telah memulai pemeriksaan audit, ia harus bertindak secara eksklusif dalam peran auditor saat
melakukan pemeriksaan. titik utama dari postulat ini adalah independensi auditor. independen
adalah esensi dalam audit. maka dari postulat ini bahwa apa pun yang cenderung melanggar
independen harus diperhatikan dengan serius
Status professional dari seorang independen auditor menekankan pada tanggungjawab
professional
meskipun postulat ini menyebabkan sedikit bantahan seperti postulat lain, postulat ini belum
jelas dinyatakan atau mengalami pemeriksaan. Sama dengan postulat ketujuh yang
memerlukan perhatian eksklusif untuk audit selama pemeriksaan. ia menyediakan dasar yang
kita menentukan tanggung jawab auditor untuk masyarakat, untuk kliennya, dan untuk
sesama auditor. Pada postulat ini terletak konsep profesional kehati-hatian, kebutuhan
layanan sebelum kepentingan pribadi dan standar efisiensi profesional.

Anda mungkin juga menyukai