Banyak yang berpikir bahwa audit sebagai ilmu praktis, sebagai lawan ilmu teoritis,
subjek. Bagi mereka, audit adalah serangkaian praktik dan prosedur, metode dan teknik, cara
melakukan dengan sedikit kebutuhan untuk penjelasan, deskripsi, rekonsiliasi, dan argumen
begitu sering disatukan sebagai "teoritis".
Pemahaman akan teori auditing membantu kita dalam mencari jalanpemecahan yang
masuk akal atas berbagai permasalahan yang sedangdihadapi oleh profesi auditor. Akan
tetapi, sampai saat ini, literatur yangmembahas tentang teori auditing belum sebanyak
literatur yang membahasdisiplin ilmu akuntansi. Jika dibandingkan dengan teori di bidang
akuntansimaka akan nyata terlihat bahwa auditing sangat ketinggalan jauh. Inimerupakan
tantangan tersendiri bagi para praktisi maupun pemikir ilmuauditing.
Untuk mencegah argumen bahwa diskusi teori auditing kurang karena tidak ada teori
seperti itu, beberapa ilustrasi dapat dikutip yang menunjukkan bahwa audit dikembangkan
sebagai prosedur pemeriksaan rinci, di mana teori tampaknya tidak perlu dan tidak
diinginkan. Audit datang sebagai hukum dengan bentuk dan prosedur yang
ditentukan. Dengan demikian auditor didorong hanya untuk melakukan investigasi dengan
landasan standar atau model yang telah ada.
Purpose Of Theory
Auditing seharusnya bukanhanya sekadar untaian praktik, prosedur, metode, dan
teknik yang tidakmemerlukan uraian, penjelasan, dan argumentasi ilmiah yang kita
kenalsebagai teori. Akan tetapi auditingmerupakan disiplin tersendiri yang mengandung
teori-teori. Fungsiprofesionalisme dalam audting diakui, lalu mendapatkan kewenangandan
kepercayaan publik, karena teori-teori akan menjadi penuntun bagilangkah-langkah
kegiatannya, dan etika perilaku akan membatasinya
dalam penerapan teori-teori tersebut untuk tujuan yang baik danbermanfaat bagi masyarakat.
Bagi auditing, eksistensi teori akan bermanfaat sebagai landasan berpijakyang
menawarkan penjelasan, baik dukungan ataupun pengingkaranterhadap standar, praktik,
metode, prosedur, atau teknik-teknik yang adadalam auditing. Teori auditing juga akan
menjadi penuntun bagipengembangan, penciptaan, dan inovasi terhadap standar, praktik,
prosedur, metode, maupun teknik auditing yang baru. Tidak hanya itu,teori auditing memiliki
peranan yang kritis dalam mempertahankanauditing sebagai profesi tersendiri.
Berikut ini adalah beberapa jawaban terhadap pertanyaan tentangmengapa wilayah teoretis
dari auditing perlu dipikirkan dan dikembangkan:
1. Teori auditing akan membantu kemandirian auditing sebagai ilmu ataudisiplin yang
berdiri sendiri.
2. Teori auditing dapat memampukan auditing untuk menjelaskandengan baik domain
yang menjadi wilayah tugasnya.
3. Teori auditing seyogyanya dapat memperjelas tujuan pokok auditing.
4. Teori auditing dapat menyediakan kerangka dasar bagipengembangan auditing.
5. Teori auditing dapat memperkokoh auditing sebagai profesi yangmelayani
kepentingan masyarakat dengan berlandaskan padapendekatan ilmiah.
6. Teori auditing memberi acuan bagi evaluasi standar dan praktikauditing, apakah
standar dan praktik telah sesuai dan tidakbertentangan dengan tujuan auditing itu
sendiri.
c. Insight
Elemen ketiga dari pendekatan filosofi, menekankandalamnya penyelidikan yang
diusulkan. Pencarian wawasanfilosofi adalah jalan lain untuk mengatakan bahwa filsuf
berupayauntuk mengungkapkan asumsi dasar yang mendasari pandanganmanusia akan setiap
gejala kehidupan alam. Asumsi dasardimaksud sesungguhnya merupakan dasar atau alasan
manusiauntuk berbuat, walaupun alasan itu cenderung atau acapkalitersembunyi sehingga
tingkat kepentingannya tidak dikenali.
d. Vision
Menunjukkan jalan yang memungkinkan manusia berpikirdalam kerangka yang
sempit ke kemampuan untuk memandanggejala dalam kerangka yang lebih luas, ideal, dan
imajinatif(conceived).
Sains harus menggunakan asumsi. Misalnya, penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya
akan memiliki hasil esensial yang sama dengan percobaan yang sama dilakukan saat ini.
Penelitian sains yang dilakukan berulang kali akan tetap memiliki hasil yang sama dengan
asumsi-asumsi tertentu. Tanpa asumsi, pengetahuan sains menjadi tidak berarti. Di dalam
auditing juga menggunakan asumsi.
Di sini terlihat jelas perbedaan substansial antara metodologi prosedur ini dan apa
yang disebut dengan prosedur berpikir sains. Pertama, auditor tidak memiliki data asli yang
membawa perhatiannya seperti cara para scientist. Permintaan opininya atas kewajaran
laporan keuangan datang kepadanya dengan cara biasa sesuai pekerjaannya. Kemudian
pemeriksaan dilakukan tidak berdasarkan inisiatif.
Karena menerima permasalahan yanng ada dalam permintaan opininya, auditor
melakukan observasi pada bukti-bukti. Kemudian melakukan review atas pengendalian
internal, dan akhirnya mendiskusikan situasi perusahaan dengan manajemen sekaligus
mengevaluasi permasalahan umummnya.
Laporan keungan terdiri atas banyak asersi individual, setiap asersi tersebut menjadi
permasalahan atau proposisi yang diuji oleh auditor. Dampaknya, proposisi individual ini
menjadi hipotesis. Berdasarkan informasi yang diakumulasikan auditor mengambil posisi
tentatif pada setiap asersi.
Keadaan ini membuat auditor harus yakin dengan bukti-bukti terbatas yang ia miliki
apakah cukup untuk menjadi pendukung opininya. Sebagai contoh, jika auditor tidak
memperoleh bukti sama sekali, maka tidak ada pertanyaan, dan auditor akan menolak untuk
memberikan opini.
Perbedaan kedua yang cukup signifikan adalah percobaan kontrol. Dalam sains,
pengujian hipotesis seringkali dilakukan di laboratorium dibawah beberapa kondisi yang bisa
dikendalikan atau dikontrol sehingga efek yang diberikan dapat dilihat dengan jelas. Bukan
saja hanya hasilnya yang dapat dilihat dengan jelas, melainkan percobaannya dapat dilakukan
berulang kali.
Berbeda dengan audit, hanya karena kondisi yang sangat luar biasa audit akan
dilakukan dua kali, bahkan hasilnya tidak ekuivalen dengan percobaan laboratorium yang
dilakukan dua kali. Banyak hal intangible yang bersama-sama mempengaruhi opini
audit.Perbedaan ketiga adalah fakta di dalam auditing asumsi dasar atau postulat terkait
validitas penalarannya sama sekali tidak dinyatakan.
Hipotesis yang tidak diuji memiliki tingkat probabilitas yang rendah dibandingkan
dengan yang diuji, tetapi keduanya tetap probabilitas. Sains sudah lama menggunakan teknik
dan metode statistik untuk memecahkan masalah.
Auditing merupakan aplikasi lain dari berpikir ilmiah dalam teori probabilitas.
Pengaruh tradisional dari teori probabilitas dalam auditing adalah contohnya dengan
menggunakan kalimat “opini” untuk menunjukkan kesimpulan (final judgement) terhadap
sebuah laporan keuangan yang sudah diperiksa.
Seperti ilmu sosial, auditing memiliki permasalahan yang bervariasi termasuk value
judgment. Di dalam pemeriksaan auditor menghadapi masalah ini, begitu juga ketika
tanggung jawab kepada masyarakat mengalami masalah value judgment.
1. Pengenalan masalah
2. Pernyataan masalah
3. Formulasi solusi yang mungkin
4. Evaluasi solusi
5. Formulasi pendapat
Poin pertama dan kedua tidak memerlukan perhatian khusus dalam pembahasan ini.
Perlu diperhatikan bahwa harus dipikirkan semua solusi yang bisa dilakukan, misalnya
berdasarkan pengalaman yang telah lalu. Kemudian setelah mengidentifikasi semua solusi
yang mungkin barulah mencari referensi untuk memilih solusi mana yang akan digunakan.
Setelah itu baru melakukan evaluasi bagaimana hasilnya. Pada tahap ini pengalaman
profesional dan pengetahuan sangat penting. Itulah langkah yang dilewati ketika akan
membuat sebuah value judgment.
POSTULAT AUDITING
Sifat Postulat
Konsistensi penyajian laporan keuangan sesuai standar yang diterima umum sehingga
laporan keuangan disajikan secara wajar.
Untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan, auditor harus memiliki beberapa
standar. ini disediakan oleh GAAP. Audit meminjam dari akuntansi prinsip yang berlaku
umum yang terakhir dan menggunakan mereka sebagai standar untuk menilai kepatutan dari
data keuangan yang disampaikan untuk pemeriksaan. seperti audit meminjam dari statistik
ide-ide tertentu tentang sampling. Hal ini mengacu pada akuntansi untuk ide nya tentang
penyajian data keuangan dalam laporan dan pernyataan. Setelah asumsi ini dikeluarkan, akan
meninggalkan audit tidak ada standar untuk menilai kewajaran posisi keuangan dan hasil
operasi yang disajikan dalam laporan keuangan. tanpa panduan yang berlaku umum, opini
auditor akan menjadi begitu pribadi karena menjadi kecil nilainya kepada siapa pun.
Dalam hal bukti tidak jelas atau bertentangan, maka apa yang selama ini dianggap
benar dalam laporan keuangan yang diperiksa akan dianggap benar sekarang dan
dimasa yang akan datang.
Seperti postulat yang lain, postulat ini membuat audit mustahil. Postulat ini menempatkan
batas penting pada sejauh mana tanggung jawab auditor dan menyediakan dasar untuk
menyimpulkan tingkat kewajibannya untuk meramalkan masa depan dan karyanya dinilai
berdasarkan tinjauan kembali.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat yang independen, auditor
harus bertindak selaku auditor.
meskipun seorang akuntan independen dapat melayani klien berbagai macam cara, setelah ia
telah memulai pemeriksaan audit, ia harus bertindak secara eksklusif dalam peran auditor saat
melakukan pemeriksaan. titik utama dari postulat ini adalah independensi auditor. independen
adalah esensi dalam audit. maka dari postulat ini bahwa apa pun yang cenderung melanggar
independen harus diperhatikan dengan serius
Status professional dari seorang independen auditor menekankan pada tanggungjawab
professional
meskipun postulat ini menyebabkan sedikit bantahan seperti postulat lain, postulat ini belum
jelas dinyatakan atau mengalami pemeriksaan. Sama dengan postulat ketujuh yang
memerlukan perhatian eksklusif untuk audit selama pemeriksaan. ia menyediakan dasar yang
kita menentukan tanggung jawab auditor untuk masyarakat, untuk kliennya, dan untuk
sesama auditor. Pada postulat ini terletak konsep profesional kehati-hatian, kebutuhan
layanan sebelum kepentingan pribadi dan standar efisiensi profesional.