Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sendi temporomandibula atau Temporomandibular Joint (TMJ) adalah suatu


persendian yang sangat kompleks di dalam tubuh manusia. Selain gerakan
membuka dan menutup mulut, sendi temporomandibula juga bergerak meluncur
pada suatu permukaan (ginglimoathrodial). Selama proses pengunyahan sendi
temporomandibula menopang tekanan yang cukup besar. Oleh karena itu, sendi
temporomandibula mempunyai diskus artikularis untuk menjaga agar kranium dan
mandibula tidak bergesekan.

Sendi tempromandibula mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis


dalam tubuh manusia. Identifikasi anatomi maupun radioanatomi dari struktur
persendian ini merupakan suatu hal yang sebaiknya dapat dipahami secara baik.
Pemahaman struktur sendi temporomandibula dapat berguna bagi dasar diagnosis
dan perawatan dalam upaya penanganan keluhan pasien, terutama masalah yang
menyangkut oklusi dan fungsi fisiologis pengunyahan.

Dalam sistem stomatognati, fungsi fisiologis dari pergerakan rahang ditunjang


oleh keharmonisan oklusi gigi. Oklusi yang baik dibentuk oleh susunan gigi dan
lengkung rahang yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik. Perubahan oklusi
dapat disebabkan berbagai hal, antara lain karena hilangnya gigi karena proses
pencabutan. Kehilangan gigi yang dibiarkan tanpa segera disertai pembuatan
protesa, dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola oklusi karena terputusnya
integritas atau kesinambungan susunan gigi.

Pergeseran atau perubahan inklinasi serta posisi gigi, disertai ekstrusi


karena hilangya posisi gigi dalam arah berlawanan akan menyebabkan pola oklusi
akan berubah, dan selanjutnya dapat menyebabkan tarjadinya hambatan atau
interference pada proses pergerakkan rahang.

1
Gambaran radiografi panoramik memberikan gambaran kondilus, ramus,
dan badan mandibula dalam satu foto. Gambaran ini biasanya penting untuk
mengevaluasi kondilus yang mengalami erosi tulang yang luas, pertumbuhan atau
patahan dari fraktur.

Selain itu, di dalam foto panoramik terlihat regio prossessus kondilaris dan
subkondilaris pada kedua sisi sehingga bisa langsung dilakukan perbandingan
antara kondilus kanan dan kiri. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosa
fraktur kondilus. Sedangkan perbandingan sendi penting dalam hubungannya
dengan pertumbuhan yang abnormal, seperti yang diperlihatkan pada agenesis
kondilaris, hyperplasia, atau hipoplasia serta ankilosis

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


a. Memahami kelainan TMJ
b. Mengetahui sifat nyeri kronik pada gangguan TMJ sehingga dapat
mendiagnosis gangguan nyeri kronik pada TMJ
c. Mengetahui terapi yang efektif untuk gangguan TMJ
d. Mengetahui tatalaksana secara terpadu dan menyeluruh dalam penanganan
kasus gangguan TMJ

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Dan Epidemiologi TMJ

2
TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan temporal dan
mandibula yang terdiri dari:
1. Tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat)
2. Diskus yaitu jaringan penyambung antara kondilus dengan soketnya pada
tulang temporal
3. Sistem neurovaskuler

Persendian ini di lapisi oleh lapisan tipis dari kartilago dan dipisahkan oleh
diskus. Persendian ini secara konstan terpakai saat makan, berbicara dan menelan.

Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk


sekelompok gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot
pengunyah, dan struktur terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri
dan keterbatasan membuka mulut. Biasanya pada praktek umum (general
practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala yang eprsisten atau
nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri pada gangguan temporomandibular
disertai suara click pada sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut.

3
Sekitar 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya satu gejala
gangguan temporomadibualr. Tetapi, hanya seperempatnya yang menyadari
adanya gangguan tersebut. Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang
dengan satu atau dua gejala gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter
Kelainan ini paling banyak dialami perempuan (1:4), dan sering terjadi pada awal
masa dewasa.

2.2. Etiologi Gangguan Temporomandibular


Nyeri yang dirasakan pada persendian ini dapat dikarenakan oleh beberapa
faktor seperti, penggunaan yang berlebihan pada daerah yang bersangkutan,
contohnya adalah pada individu yang mempunyai kebiasaan buruk mengerat gigi
(bruxism), sering menguap, mengunyah cenderung pada satu sisi. Hal ini
menyebabkan pemberian beban yang terus menerus pada daerah persendian.
Faktor lain yang terlibat adalah faktor maloklusi gigi terutama pertumbuhan gigi
geraham belakang yang tidak normal dapat menyebabkan desakan yang terus
menerus serta adanya kelainan anatomi rahang dapat berakibat menimbulkan rasa
nyeri pada TMJ.
Penggunaan berlebih pada diskus dan ligament-ligamen yang berhubungan
dengan TMJ dapat menyebabkan fleksibilitas pada discus dan ligament tersebut
menurun, dan bila tidak ditanggulangi dan terus berlanjut akan menyebabkan
inflamasi yang berakhir pada rupture discus dan ligament yang akan menimbulkan
sensasi nyeri pada individu. Selain terjadinya inflamasi pada discus, dapat pula
terjadi inflamasi dari otot akibat hiperfungsi dari system musculoskeletal yang
akan menimbulkan nyeri juga.
Sensasi nyeri juga dapat timbul oleh karena adanya iskemi lokal yang
disebabkan karena hiperfungsi dari kontraksi otot yang mengakibatkan
mikrosirkulasi tidak adekuat. Hal ini akan menyebabkan nutrisi pada jaringan
akan berkurang sehingga menyebabkan iskemik pada jaringan tersebut yang akan
menimbulkan sensasi nyeri.
Persendian pada temperomandibular ini sama seperti persendian di daerah
tubuh lainnya, dimana dapat juga terjadi hal-hal seperti osteoarthritis, rheumatoid

4
arthritis dan jenis-jenis inflamasi lainnya didaerah persendian ini yang akan
menimbulkan sensasi nyeri juga. Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa
nyeri akibat inflamasi yang diakibatkan gesekan ujung-ujung tulang penyusun
sendi. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis (RA)
merupakan suatu penyakit autoimun dengan karakteristik sinovitis erosif simetris
sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik hilang timbul dan
apabila tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan persendian dan deformitas
sendi progresif yang berakhir pada disabilitas.

2.3. Gambaran Radiografi


Anatomi TMJ yang dapat terlihat secara radiografi meliputi komponen
dasar dari sendi temporomandibula yaitu :

 Komponen mandibula, termasuk kepala kondilus


 Potongan Sendi Temporomandibular
 Komponen tulang temporal termasuk Fossa Glenoidalis dan Eminensia
Artikularis
 Kapsul di sekitar persendian

Gb.4.Komponen tulang pada persendian dilihat dari samping B.Kepala kondilus

dilihat dari aspek anterior C.Basis rahang dilihat dari bawah. Fossa glenoidalis

(yang ditunjukkan oleh anak panah) dan angulasinya terhadap bidang koronal.

5
Gb.5. Diagram potongan sagital kanan TMJ

yang menunjukkan komponen-komponennya

Klinisi juga perlu mengetahui jenis dan luasnya pergerakan sendi dan
bagaimana gambaran dari sendi yang berubah karena berbagai gerakan tersebut.
Untuk mendapatkan gambaran radiografi dapat dilakukan dalam beberapa teknik
pemotretan yaitu : transkranial, transfaringeal, panoramik, tomografi, computed
tomography (CT)

2.4. Jenis dan Gejala Gangguan Temporomandibular


Ada tiga gangguan tempotomandibular yang tesering, yaitu nyeri
miofasial, internal dearrangement, dan osteoartrosis. Nyeri miofasial adalah
gangguan yang tersering ditemukan. Adapun gejala lain yang dapat terjadi adalah
sebagai berikut:
 Nyeri pada telinga
 Kekakuan atau nyeri pada otot rahang
 Nyeri pada daerah pipi
 Bunyi pada rahang
 Keterbatasan pergerakan pada rahang
 Lock jaw
 Nyeri kepala yang sering
 Kekakuan pada otot wajah dan leher, daerah preaurikuler
 Asimetris dari wajah
 Maloklusi

6
 Kronik postural head tilting

2.5. DIAGNOSA TMJ


Diagnosis dapat ditegakkan secara berurutan berdasarkan:
a. Anamnesis
Meliputi personal data, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan
dan riwayat kesehatan gigi dan mulutnya. Tidak menutup kemungkinan
bahwa gejala dari kelainan temporomandibular dapat berasal dari gigi dan
jaringan periodontal, maka harus dilakukan pemeriksaan secara seksama pada
gigi dan jaringan periodontal. Selain itu, perlu ditanyakantentang perawatan
gigi yang pernah didapatkan, riwayat penggunaan gigi palsu dan gigi kawat.
Keluhan utama, diantaranya :
 Pasien akan merasakan nyeri pada darah TMJ, rahang atau wajah
 Nyeri dirasakan pada saat membuka mulut
 Keluhan adanya “clicking sounds” pada saat menggerakan rahang
 Kesulitan untuk membuka mulut secara sempurna
 Sakit kepala
 Nyeri pada daerah leher dan pungggung
b. Pemeriksaan klinis
1. Inspeksi
Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu
diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan
wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama
berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya.
Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik
selama interview seperti bruxism.

2. Palpasi
 Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara
palpasi sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot pada
wajah dan daerah kepala.
 Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu
mencari lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu :
 Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada ruang inferior m.pterigoideus lateral)

7
 Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada m. temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus
medial)
 Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa
nyeri pada m. pterigoideus lateral dan medial yang
kontralateral)
 Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada m. pterigoideus lateral)
 Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada bagian posterior m. temporalis)
 Pemeriksaan tulang belakang dan cervical : Dornan dkk
memperkirakan bahwa pasien dengan masalah TMJ juga
memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal
maupun TMJ.
3. Auskultasi

Bunyi sendi TMJ terdiri dari “clicking” dan ‘krepitus’. “Clicking”


adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup
mulut, bahkan keduanya. “Krepitus” adalah bersifat difus, yang biasanya
berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau
menutup mulut bahkan keduanya. “Krepitus” menandakan perubahan
dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis. “Clicking” dapat terjadi
pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi
“click” yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya
suatu pergeseran yang berat. TMJ ‘clicking’ sulit didengar karena
bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan stetoskop.

4. Range of motion

Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan


pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya
lembut tanpa bunyi atau nyeri.

8
c. Pemeriksaan lain (penunjang)

 Transcranial radiografi : Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai


kelainan.

 Panoramik Radiografi : Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk


melihat hampir seluruh regio maxilomandibular dan TMJ.

 CT Scan : Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat


untuk melihat kelainan tulang pada TMJ.

2.6. Nyeri Kronik Pada Gangguan Temporomandibular


Nyeri yang ditimbulkan oleh kelainan temporomandibular umumnya
berupa nyeri miofasial. Karena patogenesis dan patofisiologi nyeri miofasial
masih perlu diteliti lebih lanjut, tata laksana nyeri yang mengarah pada penyebab
tunggal tidak dapat diberikan. Dengan demikian, terapi multimodal merupakan
modalitas terapi yang lebih efektif dalam menangani nyeri kronik yang
ditimbulkan oleh nyeri miofasial.Prinsip terapi multimodal nyeri kronik sampai
saat ini hanya didasarkan pada prognosis pasien secara umum dan pengertian
bahwa belum ada studi yang berhasil membandingkan kelebihan dan keamanan
masing-masing modalitas terapi yang direkomendasikan saat ini.Oleh karena itu,
terapi yang lebih mudah diperoleh, tidak terhalang oleh biaya, keamanan dan
bersifat reversibel akan diutamakan dalam terapi nyeri kronik. Terapi yang
memiliki karakteristik seperti itu antara lain edukasi, self-care, terapi fisik, terapi
intraoral, farmakoterapi jangka pendek, terapi perilaku, dan teknik relaksasi.
1. Edukasi dan informasi
Ansietas pada pasien turut berperan dalam progresifitas penyakit yang akan
mengarah kepada nyeri yang hebat dan kehilangan fungsi.Menjelaskan
darimana rasa sakit berasal dan karakteristik dari gejala yang dirasakan pasien
akan mengurangi ansietas pada pasien. Edukasi menjadi dasar dari aktivitas
perawatan diri yang pasien dapat lakukan untuk mengontrol gejala. Edukasi
dan informasi ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak terburu-buru.
Edukasi dan informasi ini juga akan membantu pasien untuk mengetahui

9
penggunaan rahangnya secara tepat dan benar. Pasien harus turut ikut berperan
dalam melawan stress dan penyakit yang dideritanya.
2. Self-care dan perubahan kebiasaan pasien
Pasien harus mulai menghentikan kebiasaan penggunaan rahangnya yang
tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari (seperti menggertakkan gigi, posisi
rahang, ketegangan otot rahang, berpangku tangan pada rahang, dan lain-lain).
Kebiasaan-kebiasaan tersebut akan memberikan beban pada rahang sehingga
memperberat penyakit. Perubahan pada kebiasaan tersebut akan mengurangi
nyeri yang diderita pasien dan progresifitas penyakit. Pasien disarankan untuk
mengalihkan perhatiannya ke kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik (tidak
memberi beban pada rahang). Pasien juga dianjurkan untuk mengistirahatkan
rahangnya bila sakit, mengompres dingin rahang pasien selama 10 menit
setiap 2 jam pada serangan akut.
3. Fisioterapi
Berdasarkan penilitian, fisioterapi terbukti lebih baik daripada placebo
walaupun tidak ditemukan perbedaan dari berbagai fisioterapi yang dilakukan.
Baik terapi pasif maupun aktif umumnya terdapat pada fisioterapi. Terapi
postur direkomendasikan untuk menghindari posisi yang dapat mempengaruhi
posisi mandibula dan otot mastikasi (seperti kepala maju ke depan).Modalitas
pasif seperti ultrasound, laser dan transcutaneus electrical nerve stimulation
(TENS) biasa digunakan untuk memulai fisioterapi dengan tujuan mengurangi
nyeri dan membantu penyembuhan pasien.TENS menggunakan tegangan
listrik rendah bifasik dalam berbagai frekuensi yang mempunyai efek
counterstimulation dari saraf sensorik untuk mengontrol nyeri.Terapi
ultrasound dapat menghasilkan panas yang ditransmisikan ke dalam jaringan
sehingga lebih efektif daripada penghangatan dari luar. Latihan gerak
dilakukan adalah latihan gerak peningkatan jangkauan gerak rahang,
penarikan pasif untuk meningkatkan gerakan mandibula dan pelatihan isotonik
dan isotmetrik. Latihan membuka dan menutup mulut dalam satu garis lurus di
depan kaca atau lidah menempel pada palatum merupakan latihan membuka
mulut yang umum dilakukan pada fisioterapi. Pilihan dari terapi ini bersifat
individual dan ilmu fisioterapi ini masih belum begitu berkembang.
4. Penggunaan alat-alat intraoral

10
Penggunaan alat intraoral seperti splints, orthotics, orthopedic appliances, bite
guards, nightguards atau bruxing guards biasa digunakan dalam terapi
kelainan temporomandibular. Alat-alat ini biasa digunakan dokter gigi untuk
melakukan terapi pada pasien mereka. Alat-alat ini memiliki banyak desain
dan terbuat dari berbagai material, namun yang paling sering digunakan
adalah splint yang berbentuk flat-plane yang terbuat dari acrylic keras. Splint
ini digunakan untuk meningkatkan stabilitas sendi, melindungi gigi,
meratakan tekanan, merelaksasi otot elevator dan mengurangi bruxism.Splint
ini juga didesain untuk menghindari perubahan posisi rahang. Penggunaan
alat-alat medis ini harus dievaluasi seiring dengan kemungkinan terjadinya
perubahan postur mandibula. Pada awal terapi, alat ini harus digunakan saat
tidur dan saat bekerja, hal ini harus dimonitor untuk menentukan saat-saat
paling efektif dari penggunaan alat ini. Untuk menghindari perubahan oklusi,
alat ini tidak boleh digunakan terus menerus.
5. Farmakoterapi
Analgesik ringan, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
antiansietas, antidepresan trisiklik dan pelemas otot adalah obat-obat yang
biasa digunakan untuk mengobati kelainan temporomandibular.Di dalam
penelitian, penggunaan benzodiazepine kerja panjang seperti klonazepam akan
mengurangi nyeri pada kelainan temporomandibular. Opiod dicadangkan
untuk nyeri kronik yang kompleks. Terapi medikasi pada kelainan kelainan
temporomandibular mengikuti prinsip umum terapi analgesik untuk nyeri dan
diberikan dengan metode fixed-dose.
AINS (antiinflamasi nonsteroid) lazim digunakan untuk mengendalikan nyeri
pada terapi kelainan temporomandibular. Golongan AINS yang dapat
digunakan antara lain penghambat enzim siklooksigenase-2 seperti celecoxib
dan rofecoxib (efek analgesic sama dengan golongan penghambat COX
nonspesifik, tetapi efek samping gastrointestinal berkurang); ibuprofen (400
mg 4 kali sehari); naproxen; diklofenak dan nabumetone. Penghambat COX-2
harus diberikan selama 2 minggu dengan metode fixed-dose untuk menilai
efektivitas terapi. Selain itu, dapat juga digunakan secara topical, seperti
diklofenak yang telah dikemas dalam bentuk jel atau krim capsaicin (0.025%-

11
0.075%) yang digunakan empat kali sehari. Namun, capsaicin memiliki efek
samping rasa terbakar sehingga membatasi kegunaannya.
Anti ansietas berguna terutama saat eksaserbasi akut nyeri otot, obat ini
digunakan pada malam hari untuk menghindari efek sedasinya dan potensi
ketergantungan menghambat penggunaan obat ini dalam jangka panjang.
Penggunaan obat pelemas otot seperti carisoprodol, methocarbamol, derivat
trisiklik cyclobenzaprine terbukti efektif mengurangi nyeri dengan cara
menginhibisi interneuron dan kerja sistem saraf pusat. Karena efek sedasinya,
pelemas otot juga digunakan pada malam hari.
Antidepresan trisiklik, terutama amitriptilin, telah terbukti efektif dalam
mengatasi nyeri orofasial kronik. Pada dosis rendah, amitriptilin memiliki efek
analgesik, efek sedasi dan merangsang tidur nyenyak; semua efek ini dapat
berguna bagi pasien. Namun, efek antikolinergik yang dimiliki obat ini (mulut
kering, peningkatan berat badan, sedasi dan euphoria) menyebabkan obat ini
tidak disukai. Dosis dapat dimulai dari 10 mg pada malam hari dan dapat
ditingkatkan sampai 75-100 mg, tergantung dari toleransi pasien.

6. Terapi perilaku dan teknik relaksasi


Mengabungkan terapi perilaku dan teknik relaksasi telah terbukti efektif dalam
mengatasi nyeri kronik. Teknik-teknik yang telah digunakan pada pasien
dengan kelainan temporomandibular antara lain teknik relaksasi, biofeedback,
hipnosis dan terapi perilaku-kognitif.
Teknik relaksasi secara umum menurunkan aktivitas simpatis dan (mungkin)
kesadaran. Metode relaksasi dalam meliputi autogenic training, meditasi dan
relaksasi otot progresif. Teknik-teknik ini ditujukan untuk menghasilkan
sensasi menyamankan tubuh, menenangkan pikiran dan menurunakan tonus
otot. Metode singkat untuk relaksasi menggunakan relaksasi swa-kontrol,
teknik pengendalian frekuensi pernafasan (paced breathing), dan pernafasan
dalam. Hipnosis menghasilkan keadaan fokus pikiran yang terseleksi atau
difus sehingga dapat memicu relaksasi. Hipnosis sangat tergantung dari pasien
dan tidak berkaitan dengan peningkatan produksi endorfin, sementara
pengaruhnya terhadap produksi katekolamin belum diketahui.

12
Terapi perilaku-kognitif, yang seringkali meliputi teknik relaksasi, mengubah
pola pikir yang negatif. Hipnosis dan terapi perilaku-kognitif diperkirakan
bekerja dengan menghambat nyeri untuk memasuki alam sadar dengan
mengaktifkan sistem atensi limbic frontal yang menghambat transmisi impul
listrik dari thalamus ke korteks serebri. Biofeedback adalah metode terapi
yang menyediakan umpan balik secara bersinambung, umumnya dengan
memantau aktivitas listrik otot dengan elektroda permukaan atau memantau
suhu perifer. Alat pemantau ini memberikan informasi fisiologis kepada
pasien, sehingga pasien dapat mengubah fungsi fisiologis untuk menghasilkan
respons yang serupa dengan terapi relaksasi. Dengan kata lain, pasien
melakukan terapi relaksasi yang ditujukan untuk menurunkan aktivitas listrik
otot atau meningkatkan suhu perifer.
Hambatan yang seringkali ditemui dalam pelaksanaan modalitas ini adalah
protokol standar pelayanan medis yang seringkali mengabaikan isu psikososial
dan hal-hal yang dialami pasien selama sakit. Selain itu, terapi ini seringkali
time-intensive dan tidak dicakup dalam asuransi kesehatan.
7. Trigger point therapy
Trigger point therapy menggunakan dua modalitas, yaitu mendinginkan kulit
di atas otot yang terlibat dan kemudian merentangkannya; dan suntikan
anestesi lokal langsung ke dalam otot.
Terapi semprot dan regang (spray and stretch) dilakukan dengan
mendinginkan kulit dengan fluoromethane (spray pendingin) dan dengan
lembut meregangkan otot yang sakit. Tindakan pendinginan ini dilakukan
dengan tujuan memungkinkan peregangan dil;akukan tanpa rasa sakit, yang
akan memicu reaksi kontraksi atau strain. Pasien yang merespons modalitas
ini dapat menggunakan variasi lain seperti menghangatkan otot tersebut,
kemudian dengan cepat medinginkannya dan setelah itu dengan lembut
meregangkan otot yang sakit.
Injeksi titik picu (trigger point) intramuskular dilakukan dengan
menyuntikkan zat anestesi lokal, cairan fisiologis, atau air steril atau dry
needling tanpa memasukkan cairan atau obat. Metode yang dianjurkan untuk
injeksi titik picu intramuskular adalah prokain yang diencerkan sampai 0.5%
dengan cairan fisiologis karena toksisitas terhadap otot rendah. Selain itu,

13
dapat pula digunakan lidokain 2% (tanpa vasokonstriktor). Sampai saat ini
belum ada protokol yang mengatur pemberian injeksi titik picu ini, tetapi
umumnya suntikan diberikan pada sekelompok otot setiap minggu selama 3-5
minggu. Jika respons terhadap terapi tidak adekuat, terapi ini harus segera
dihentikan.

2.7. PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksaan TMD di lakukan secara bedah dan non bedah, sesuai
dengan indikasi.
 Jaw Rest (Istirahat Rahang): Sangat menguntungkan jika membiarkan
gigi-gigi terpisah sebanyak mungkin. Adalah juga sangat penting
mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi dan menggunakan metode-
metode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan untuk
menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan yang keras,
kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran mentah, permen-
permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan yang memerlukan
pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak dianjurkan.

 Terapi Panas dan Dingin: Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan
spasme otot-otot. Bagaimanapun, segera setelah suatu luka pada sendi
rahang, perawatan dengan penggunaan dingin adalah yang terbaik.
Bungkusan dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit.

 Obat-obatan: Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen


(Advil dan lainnya), naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat
membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi otot seperti diazepam
(Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme otot.

 Terapi Fisik: Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut


(massage) dan stimulasi listrik membantu mengurangi sakit dan
meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari rahang.

 Managemen stres: Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi


psikologi, dan obat-obatan juga dapat membantu mengurangi tegangan
otot. Umpanbalikbio (biofeedback) membantu pasien mengenali waktu-

14
waktu dari aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan
metode-metode untuk membantu mengontrol mereka.

 Terapi Occlusal: Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai
pesanan dipasang pada gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun
mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia bertindak untuk mengimbangi
gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau
bruxism.

 Koreksi Kelainan Gigitan: Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics,


mungkin diperlukan untuk mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi
gigi membantu menciptakan suatu gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian
dari bridges atau crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang
tepat dari gigi-gigi.
 Operasi: Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis
gagal. Ini dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament
tightening, restrukturisasi rahang (joint restructuring), dan penggantian
rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang
berat dari kerusakan rahang atau perburukan rahang.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Temporomandibular joint (TMJ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula
dengan fossa gleinodalis dari tulang temporal. Temporomandibular merupakan
satu-satunya sendi yang ada di kepala yang bertanggung jawab terhadap
pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah serta berbicara yang
letaknya dibawah depan telinga Apabila terjadi sesuatu kelainan pada salah satu
sendi ini, maka seseorang akan mengalami masalah yang serius yaitu terasa nyeri
saat membuka mulut, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan
dapat menyebabkan mulut terkunci. Kelainan temporomandiblar joint disebut juga
dengan disfungsi/penyakit temporomandibular joint. Penanganan terhadap
disfungsi atau penyakit temporomandibular joint sangat tergantung dari gambaran
klinis dan diagnosis.

3.2 Saran
Demikianlah makalah kami ini kami buat untuk melengkapi tugas akhir
semester. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, Kami mohon saran dan kritik dari pembaca.

16
Daftar Pustaka

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-13678-Chapter1-77703.pdf

http://www.google.co.id/Diagnosa_Kelainan_Sendi_TMJ

http://www.stronghealth.com/services/surgical/ENT/tmj.cfm.

http://www.ctds.info/tmj.html

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/temporomandibularjointdysfunction.html

http://www.healthscout.com/ency/1/130/main.html#TreatmentofTemperomandibul
arJoint(TMJ)Disorder

17

Anda mungkin juga menyukai