Anda di halaman 1dari 110

BAB 1

DESKRIPSI

1.1 Nama Ilmiah


Jatropha curcas

1.2 Nama Asing


 Jatropa acerifolia Salisb.
 Jatropa janipha Blanco
 Curcas indica Rich.
 Curcas purgans Medik.

1.3 Nama Indonesia / Daerah


 Nawaih nawas (Aceh)
 Jarak kosta (Melayu)
 Jirak (Minangkabau)
 Jarak kosta, Jarak kusta, Jarak budeg (Sunda)
 Jarak gundul, Jarak iri, Jarak pager, Jarak cina (Jawa)
 Kalekhe, Kalekhe paghar (Madura)
 Jarak pager (Bali)
 Lulu nau, Lulu ai fula, Paku kase, Paku luba, Paku lunat,
Jarak pageh (Nusatenggara)
 Kuman nema (Alor)
 Lulunan (Roti)
 Paku kase (Timor)
 Jarak kosta, Jarak wolanda, Beaw, Bintalo, Blau, Bindalo,
Tondo utomene (Sulawesi)
 Bintalo (Gorontalo)
 Bindalo (Buwol, Sulawesi)
 Tondoutomene (Bare, Sulawesi)
 Tangang-tangang kali, Tangang-tangang kanjoli (Makasar)
 Peleng kaliki (Bugis)
 Balacai (Manado)
 Muun mav, Ai huwa kamala, Ai kamala, Ai hua kamaalo, Jai
hua kamalo, Balacai, Kadoto (Maluku)
 Malate, Maka male (Seram)
 Balacai (Halmahera)
 Balacai hisa (Ternate, Tidore)
 Ma feng shu (Cina)

1.4 Habitat
Tanaman jarak pagar biasa ditanam sebagai tanaman
pagar, kadang-kadang liar. Tanaman ini tumbuh baik ditempat-
tempat yang tanahnya tidak subur dan beriklim panas, dari
dataran rendah sampai 300 meter diatas permukaan laut dan
termasuk tanaman beracun yang berasal dari Afrika tropis
(Supriadi, 2001).
1.5 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Jartopha

Spesies : Jatropha curcas


BAB 2

MORFOLOGI

1. Batang
Batang tanaman jarak pagar panjang, bulat, dan berwarna
hijau keabuan. Pada batang yang telah tua ditemukan bagian kulit
yang mati kemudian mengelupas.Bila tanaman memiliki cabang
primer sedikit, maka tipe pertumbuhan tampak tegak, namun bila
jumlah cabang primer banyak, tipe pertumbuhan tampak seperti
semak.
Sampai dengan tanaman berumur dua tahun dan jika tidak
dilakukan pemangkasan, tinggi tanaman bervariasi di antara
ekotipe. Hasil penelitian di Nusa Tenggara Barat diperoleh bahwa
tinggi tanaman bervariasi dari yang terendah pada jarak pagar
aksesi Lombok Timur dan Palu, kemudian disusul Lombok Tengah,
Bima, dan Sumbawa hingga yang tertinggi pada aksesi Lombok
Barat.
Fenomena mirip dengan tinggi tanaman terjadi pada
diameter batang. Ukuran diameter akan bertambah seiring
dengan semakin bertambah jumlah cabang primer. Hal ini
dikarenakan percabangan (cabang primer) banyak terbentuk di
pangkal batang dekat permukaan tanah.
Sistim percabangan pada jarak pagar tidak teratur.
Cabang sekunder tumbuh dan berkembang pada batang utama
dekat permukaan tanah (pangkal batang-akar) sehingga sering
dijumpai tanaman yang sulit dibedakan batang utama dengan
cabang primer. Namun dijumpai pula tanaman dengan sistem perca
bangan primer tumbuh dan berkembang pada bagian atas dari
batang utama.
Perpanjangan cabang primer terhenti setelah terbentuk
bunga pada bagian terminal cabang tersebut. Setelah bunga
berkembang, terbentuk percabangan sekunder pada titik tumbuh
aksilar terdekat tangkai bunga (malai). Umumnya cabang sekunder
yang terbentuk dua dan ukurannya sama, namun demikian dijumpai
pula yang hanya satu atau lebih dari dua cabang primer terbentuk.
Percabangan berikutnya adalah cabang tertier yang terbentuk
pada titik tumbuh aksilar di bawah malai bunga yang terbentuk
terlebih dahulu pada bagian terminal cabang sekunder. Seperti
halnya cabang sekunder, jumlah cabang tertier yang terbentuk
umumnya dua. Percabangan seperti diuraikan di atas disebut
sebagai sistim percabangan menggarpu atau dikotom. Ilustrasi
sistim percabangan pada tanaman jarak pagar disajikan pada
Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan beberapa uraian
dari beberapa literatur, maka tanaman jarak pagar termasuk
tanaman perdu atau pohon kecil dengan tinggi habitus dapat
mencapai 5 sampai 8 meter dan memiliki akar tunggang yang
panjang. Batang berkayu, silindris, dan bila terluka akan
mengeluarkan getah. Biji yang ditanam pada awal musim
penghujan, setelah lima bulan dapat menghasilkan tanaman
setinggi satu meter. Sistem percabangan tanaman tidak teratur
dan bila dilakukan pemangkasan nantinya jumlah cabang dapat
mencapai lebih dari 40 buah cabang. Beberapa literatur
menginformasikan bahwa tanaman jarak pagar yang berasal dari
biji dapat bertahan hidup hingga 40–50 tahun.

Gambar 3.1. Tanaman jarak pagar dengan percabangan primer


pada pangkal batang saat berumur 18 bulan setelah pindah tanam
Gambar 3.2. Percabangan primer dan sekunder jarak pagar.
Pertumbuhan dan perkembangan dua cabang sekunder yang umum
terjadi (A-D) setelah terbentuk bunga. Seiring per-tumbuhan dan
perkembangan bunga dan buah terbentuk percabangan sekunder.
Satu cabang sekunder (E) terbentuk karena tidak berkembangnya
satu calon cabang lainnya (tanda anak panah dan inzet adalah
calon cabang yang tidak ber-kembang). Lebih dari dua cabang
sekunder terbentuk (F).

Batang tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai


bahan perbanyakan tanaman. Perbanyakan tanaman dengan
menggunakan batang ini dikenal sebagai perbanyakan vegetatif.
Percabangan tanaman jarak pagar yang tersedia sebagai bahan
perbanyakan adalah batang pada percabangan lateral dengan
panjang tidak lebih dari 1 meter dengan diameter berkisar kurang
dari 1 cm hingga lebih dari 3 cm. Umumnya semakin menjauh dari
pucuk maka diameter batang semakin membesar dan perbedaan
diameter tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan
stek membentuk akar karena adanya perbedaan pada tipe dan
variabilitas karbohidrat dan bahan tersimpan lainnya. Terkait
dengan panjang bahan stek terdapat kontribusi perbedaan
akumulasi karbohidrat pada bagian bawah stek dan jumlahnya
akan optimal untuk pembentukan akar pada stek yang lebih
panjang dibandingkan stek pendek. Namun pada aspek teknis dan
ekonomis, penggunaan stek panjang akan memerlukan bahan tanam
yang lebih banyak sedangkan pada kondisi saat ini ketersediaan
bahan sangat terbatas sehingga penggunaan stek pendek akan
lebih menguntungkan.

Gambar 3.3. Percabangan jarak pagar yang dipangkas dan tidak

dipangkas. A. Tanaman jarak pagar yang dipangkas pada saat dua

minggu setelah pindah tanam pada ketinggian dari permukaan

tanah yang berbeda. B. Tanaman jarak pagar yang tidak dipangkas

menunjukkan berbagai perbedaan tipe percabangan.


Gambar 3.4. Bibit tanaman jarak asal berbanyakan vegetatif (stek
batang) dari berbagai ukuran bahan stek.

Gambar 3.5. Tanaman jarak pagar umur 2 tahun berasal dari stek
batang. Percabangan kanopi tampak tidak teratur dan melebar.

Tanaman jarak pagar secara alami akan membentuk


cabang melalui dua cara, yatu terbentruk sebelum tanaman
memasuki fase generatif, dan satunya membentuk cabang setelah
memasuki fase generatif. Percabangan yang terbentuk pada cara
pertama adalah akibat telah mulai hialngnya dominasi apikal,
sehingga tunas-tunaslateral tumbuh dan berkembang. Ini biasanya
terjadi pada tunas-tunas lateral yang terletak di sekitar 10-30
cm di atas permukaan tanah. Sedangkan pada cara kedua,
percabangan akan terbentuk setelah bagian terminal cabang yang
telah ada (batang utama) membentuk malai bunga. Dua titik
tumbuh tunas lateral di bawahnya akan tumbuh membentuk
percabangan yang sederajat bila kondisi nutrisi tanaman baik,
namun akan tumbuh hanya satu cabang bila kondisi nutrisi
tanaman jelek dan tidak memadai. Atas dasar ini maka jika
percabangan kanopi sudah cukup padat perlu dipangkas untuk
mempercepat perbanyakan jumlah cabang baru yang terbentuk.

2. Daun

Hasil ekplorasi pada jarak pagar ekotipe (genotipe) Nusa


Tenggara Barat dijumpai daun jarak pagar bertipe tunggal dan
terletak pada buku batang yang dihubungkan oleh tangkai daun,
sehingga susunan atau tata letak daun (pilotaksis) jarak pagar
disebut tersebar (folia sparsa). Susunan daun tersebut mengikuti
rumus daun (divergensi) 5/13 searah putaran jarum jam, artinya
terdapat 5 garis spiralis yang melingkari batang (cabang) dan
melewati 13 daun untuk mencapai daun yang berkedudukan posisi
sama (tegak lurus) dengan daun pertama awal perhitungan. Namun
ditemukan pula, khususnya pada sebagian kecil dari populasi
aksesi Lombok Timur memiliki pilotaksis 4/13. Orientasi daun
terhadap batang tempat daun duduk bervariasi dari tegak hingga
horisontal. Orientasi tampak tegak bilamana daun masih muda dan
kemudian menjadi horisontal setelah dewasa. Pada beberapa
daerah di Indonesia dijumpai pula daun dengan orientasi terkulai.

Bentuk bangun dasar daun jarak pagar pada dasarnya


bulat. Namun pada tepi daun terdapat lekuk yang tidak terlalu
dalam sehingga seolah membentuk jari. Oleh karena itu, maka
bentuk daun jarak pagar adalah menjari dan agak membulat.
Jumlah lekukan tersebut berkisar 5-7. Tepi daun agak
bergelombang. Gelombang pada tepi daun akan nampak nyata jika
daun menghadapi terik sinar matahari. Daun-daun di bagian bawah
karena ternaung oleh daun di atasnya memiliki tepi daun yang
tidak bergelombang.

Warna daun jarak pagar umumnya hijau muda bahkan ungu


pada saat berumur muda, kemudian menjadi hijau saat dewasa dan
kembali menjadi hijau muda agak kekuningan setelah tua. Namun
jika dilihat dominasi warna daun yang ada pada beberapa ekotipe,
nampak sebagian besar ekotipe daunnya berwarna hijau tua
walaupun ada yang berwarna hijau muda. Permukaan helaian daun
bagian atas ada yang tampak berkilap khususnya terjadi pada
daun tua. Ada beberapa ekotipe yang tidak menunjukkan kilap
pada permukaannya baik pada daun-daun tua.

Tangkai daun yang menghubungkan helaian daun dengan


batang umumnya berwarna ungu khususnya pada pangkal (dekat
buku) dan ujung tangkai daun (dekat dasar helaian daun) saat
berumur muda atau bila terkena panas sinar matahari. Seiring
pertumbuhan dan perkembangan daun, warna ungu berkurang
bahkan menghilang dan menjadi warna kuning kehijauan.
Pola tulang daun jarak pagar memperlihatkan beberapa
tulang daun berukuran besar yang semuanya berpangkalan pada
ujung tangkai daun. Seperti telah pula diuraikan di atas, bahwa
daun jarak pagar menjari dengan lekukan di pinggir daun. Tulang
daun tersebut berwarna putih kekuningan atau krem.
Jika ukuran daun diukur berdasarkan panjang-lebar, maka
panjang daun berkisar 18.2-19.8 cm dan lebar 17.5-18.0 cm.
Sedangkan panjang tangkai daun berkisar 16-23 cm.
Pola pertumbuhan daun dalam hal ini panjang daun, lebar
daun, panjang tangkai daun, dan luas daun mengikuti pola seperti
pada gambar di bawah ini. Pada awal pertumbuhan tampak bahwa
peningkatan luas daun maupun lebar, panjang daun dan juga
panjang tangkai daun lebih cepat sampai pada minggu ke empat.
Kemudian peningkatannya lebih lambat mulai pada minggu 8-9, dan
setelah itu tidak terjadi peningkatan baik luas daun, panjang dan
lebar daun serta panjang tangkai daun.

Gambar 3.6. Bentuk daun saat fase bibit (kiri) dan daun dewasa
(kanan). Garis lingkaran hitam menandakan bentuk dasar daun,
garis panah putih cara mengukur diameter daun.

Gambar 3.7. Contoh helaian daun jarak pagar genotipe Lombok


Barat, NTB (kiri). Tangkai dan helai daun muda pada tanaman
muda (A) berwarna ungu kecoklatan bila terkena atau berada di
bawah terpaan panas sinar matahari, berwarna hijau muda jika
berada di bawah naungan (B). Daun muda tanaman dewasa (C) juga
berwarna ungu kemerahan (ungu semakin tajam bila terkena panas
matahari) dan kemudian menjadi hijau setelah memasuki umur
dewasa (D).
Diperlukan sejumlah daun tertentu untuk suatu tanaman
mencapai fase dewasa dan kemudian memasuki fase generatif.
Daun-daun tersebut mendukung proses pertumbuhan dan
perkembangan organ generatif seperti bunga dan buah. Jumlah
daun yang terbentuk pada percabangan primer tersebut berbeda
di antara ekotipe. Hasil ekplorasi menunjukkan jumlah daun
terendah yang terbentuk sebelum membentuk malai bunga
(inflorensen) pada ekotipe Lombok Barat, yaitu 39.5 helai,
sedangkan jumlah tertinggi pada ekotipe Lombok Tengah (49.7
helai), Lombok Timur (49.3 helai), Sumbawa (48.3 helai), dan Palu
(48.5 helai).

Gambar 3.9. Ilustrasi percabangan dan jumlah daun terbentuk

pada tanaman jarak pagar.

A. Perpanjangan cabang primer terhenti dengan terbentuknya

bunga pada bagian terminal percabangan setelah terbentuk

sekitar 26-67 helai daun.


B. Percabangan sekunder terbentuk setelah terbentuk bunga pada

bagian terminal cabang primer, dan terus berkembang hingga

pada bagian terminal cabang ini terbentuk bunga berikutnya

setelah daun sekitar 4-14 helai terbentuk.

C. Cabang tersier terbentuk setelah terbentuk bunga pada bagian

terminal cabang sekunder, dan perpanjangan cabang tersier

terhenti setelah terbentuk bunga pada bagian terminal cabang

tertier ini setelah terlebih dahulu terbentuk daun sekitar 4-10

helai.

Untuk mendukung pembentukan dan perkembangan bunga

dan dilanjutkan perkembangan buah pada percabangan sekunder

maupun tertier diperlukan pembentukan daun yang jumlahnya

lebih sedikit dibandingkan jumlah daun yang terbentuk saat

pendukung pembungaan dan pembuahan pada cabang primer

maupun cabang utama. Jumlah daun pada percabangan sekunder

yang terbentuk berkisar antara 4-14 helai daun, sedangkan pada

percabangan tertier diperlukan daun sekitar 4-10 helai daun

untuk dapat mendukung pembentukan bunga dan perkembangan

buah selanjutnya. Gambar 3.9. mengilustrasikan jumlah daun yang

terbentuk pada percabangan tanaman jarak pagar.


Gambar 3.10. Tanaman jarak pagar berumur 3 tahun pada musim
kemarau menggugurkan sebagian besar daunnya.

Sebagai pembanding, kondisi daun jarak pagar yang


dijelaskan pada beberapa literature adalah bahwa warna daun
cukup beragam, ada yang berwarna hijau pucat hingga hijau gelap.
Daun-daun tersebut berkedudukan pada batang menurut pola
alternate hingga subopposite, yang tersusun tiga hingga lima daun
dalam pilotaksis spiral. Daunnya merupakan daun tunggal berlekuk
dan bersudut tiga atau lima. Tulang daun menjari dengan jumlah
5–7 tulang daun utama. Helaian daun dihubungkan dengan tangkai
daun yang panjangnya antara 4–15 cm. Biasanya tanaman akan
menggugurkan daun-daunnya pada musim kemarau untuk
mengurangi tingkat penguapan (Gambar 3.10).

3. Akar

Tanaman jarak pagar memiliki sistim perakaran yang


mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap
kekeringan dan dapat berfungsi sebagai tanaman penahan erosi.
Saat biji berkecambah sudah terbentuk 3–4 akar sekunder (akar
lateral) dan 1 akar utama (tunggang). Akar-akar yang terbentuk
dari tanaman yang diperbanyak dengan biji membentuk sistim
perakaran tunggang yang lebih panjang dan masuk ke tanah lebih
dalam bila dibandingkan dengan sistim perakaran adventif yang
dibentuk oleh tanaman yang diperbanyak dengan stek batang.

Hasil penelitian di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat


diperoleh, bahwa sistim perakaran tanaman asal stek tampak
berkembang pada kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan akar
tanaman asal biji. Pada saat tanaman jarak pagar aksesi Lombok
Barat berumur tiga tahun, panjang akar tanaman asal biji
mencapai 197 – 207 cm, sedangkan akar terpanjang dari tanaman
asal stek mencapai 120 – 156 cm. Kedalaman perakaran tanaman
asal biji berkisar 85 – 104 cm, sedangkan kedalaman akar tanaman
asal stek berkisar 53 – 77 cm.

Gambar 3.11. Sistem perakaran tunggang pada tanaman asal biji


dan sistim perakaran adventif pada tanaman asal stek batang.
Gambar 3.12. Sistim perakaran tanaman jarak pagar yang cukup
padat dan menyebar membuat tanaman ini cukup baik digunakan
sebagai pengendali erosi. Gambar adalah perakaran tanaman jarak
pagar berumur dua tahun yang ditanam di pematang persawahan
di lahan kering Lombok Timur.

4. Bunga

Seperti tanaman lainnya, pertumbuhan generatif tanaman


jarak pagar ditandai oleh terbentuknya bunga pada tanaman.
Bunga jarak pagar terbentuk pada ujung cabang (flos terminalis)
dengan warna bunga kuning kehijauan. Jumlah bunga yang
terbentuk banyak sehingga disebut planta multiflora dan
berkumpul membentuk suatu rangkaian bunga atau disebut bunga
majemuk atau malai bunga (inflorescentia). Pada ujung dari malai
atau ibu tangkai bunga diakhiri dengan pembentukan bunga
sehingga ibu tangkai bunga memiliki pertumbuhan yang terbatas,
oleh karena itu tergolong bunga majemuk terbatas (inflorescentia
definita). Tipe infloresen jarak pagar adalah panicle, yaitu buah
masak didahului oleh buah yang terbentuk terlebih dahulu yaitu
diawali dari bunga pada cabang malai pertama. Pada malai bunga
terbentuk 4 – 9 cabang malai. Tanda arah panah pada Gambar 4.1.
menjelaskan urutan masaknya bunga jarak pagar.

Bunga majemuk jarak pagar tersusun oleh satu bunga


betina yang dikelilingi oleh banyak (4-10) bunga jantan secara
berselangseling. Bunga betina sebagai pusat yang dikelilingi bunga
jantan. Oleh karena itu, bunga majemuk jarak pagar ini kemudian
disebut cyathium.
Bagian-bagian bunga pada bunga jarak pagar tyernyata
tidak lengkap sehingga tergolong dalam tanaman berbunga tidak
sempurna (flos incompletus). Setiap individu bunga betina dan
jantan tumbuh dan berkembang terpisah atau berkelamin tunggal
(unisexualis) dan berumah satu (monoecious). Bunga betina dan
bunga jantan tumbuh dan berkembang pada satu malai bunga.
Namun terdapat pula bunga berkelamin dua (hermaphroditus)
pada malai bunga tersebut. Pengamatan di lapangan ditemukan
sebagian besar bunga hermaprodit yang terbentuk berposisi
menggantikan bunga betina, namun dijumpai pula bunga
hermaprodit dijumpai pada tempat dimana terbentuknya bunga
jantan. Kejadian kedua tersebut umumnya pada cabang malai 1 – 3
sedangkan pada cabang malai berikut belum pernah dijumpai.
Gambar 4.2 menjelaskan bunga jantan, bunga betina, dan bunga
hermaprodite.

Pembungaan tanaman jarak pagar sangat tergantung pada


tingkat kelengasan tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan. Pada
kondisi iklim di daerah kering Pulau Lombok waktu pembungaan
dan pembuahan serta panenan seperti yang diuraikankan dalam
matrik fenologi tanaman jarak pagar pada Gambar 4.3.
Pembungaan jarak pagar sebenar terjadi sepanjang tahun, namun
bunga-bunga yang berhasil membentuk buah dan dapat dipanen
karena memiliki nilai ekonomis hanya terjadi dua kali puncak
pembungaan yang sekaligus mengkondisikan tanaman jarak pagar
dapat dipanen dua kali setahun. Atau dengan kata lain puncak
pembungaan tanaman jarak pagar di Nusa Tenggara Barat terjadi
dua kali, yaitu pertama pada awal musim hujan dan kedua pada
akhir musim hujan. Bunga-bunga yang terbentuk pada akhir musim
kemarau biasanya terjadi pada bercabangan yang tidak didukung
oleh daun-daun yang cukup bahkan tidak ada daun sama sekali
sehingga hasil kapsul dan bijinya tidak berkualitas. Biji yang
terbentuk tidak berisi atau ” biji kopong”. Gambar 4.4. merupakan
contoh yang menjelaskan pembungaan jarak pagar pada puncak
musim kemarau.

Sebagai tanaman monoecious yaitu bunga betina dan


bunga jantan bahkan bila terbentuk bunga hermaprodit, ketiganya
berada pada satu malai (inflorensen) mengalami pemasakan
masing-masing bunga yang berbeda-beda. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa malai bunga terbentuk berukuran besar
dijumpai pada percabangan yang besar (vigour) dibandingkan
percabangan kecil. Demikian pula jumlah bunga per malai maupun
cabang malai yang terbentuk lebih banyak pada percabangan yang
vigour. Pada cabang yang vigour juga terjadi fenomena pembungan
yang terus menerus. Setelah cabang membentuk bunga, maka
biasanya dua titik tumbuh aksilar di bawah malai tumbuh dan
berkembang membentuk percabangan yang kemudian membentuk
masing-masing satu malai bunga kembali. Hal ini sering dijumpai
terjadi sampai tiga tingkatan perkembangan percabangan dan
sekaligus pembungaan dan pembuahan. Jika fenomena ini terjadi,
maka jumlah bunga betina banyak terbentuk pada malai bunga
yang pertama terbentuk, sedangkan jumlah bunga betina pada
malai yang terbentuk pada cabang berikutnya relatif lebih
rendah. Selain itu, semakin banyak cabang malai terbentuk maka
semakin banyak jumlah bunga betina terbentuk.
Gambar 4.1. Skema bunga majemuk bercabang seling
(cyathium). Satu bunga betina dikelilingi oleh beberapa
bunga jantan. ● = bunga betina ○ = bunga jantan.

Gambar 4.2. Bunga jantan (kiri), betina (tengah), dan


hermaprotid (kanan) jarak pagar.

Hasil penelitian pada tanaman jarak pagar aksesi Nusa


Tenggara Barat, diperoleh bahwa tanaman jarak pagar yang
ditanam di wilayah kering pulau Lombok akan berbunga pertama
kalinya pada sekitar bulan Maret-April. Tanaman pada saat itu
telah berumur sekitar 4 bulan setelah pindah tanam dari bibit
berumur 2.5 bulan. Tampak ada perbedaan umur saat berbunga
pertama di antara aksesi. Aksesi Lombok Barat, Sumbawa, dan
Bima, berbunga lebih cepat dibandingkan aksesi Lombok Tengah
dan Lombok Timur. Bunga yang terbentuk dan berkembang pada
periode ini jika terus berkembang membentuk kapsul, maka kapsul
akan dapat dipanen pada bulan akhir April-Juni. Setelah tanaman
memasuki umur 2 tahun, pembungaan pembungaan pertama akan
terjadi pada bulan November- Maret, dan kemudian kapsul dapat
dipanen pada awal Maret-April. Panen raya kedua sekitar Juni-
Agustus dapat dilakukan karena pembungaan untuk panen kedua
ini terjadi pada bulan April-Juni. Periode pembungaan,
pembuahan, dan panenan setelah memasuki tahun kedua tidak ada
perbedaan di antara aksesi.

Pada saat tanaman berumur satu tahun setelah


penanaman, umur tanaman mulai berbunga berbeda di antara
aksesi (ekotipe), yaitu tercepat menghasilkan bunga pada aksesi
Lombok Barat (105 hst) dan paling lambat pada aksesi Lombok
Timur (163 hst). Pembungaan pada tahun kedua siklus produksi
tampaknya tidak ada perbedaan nyata di antara aksesi. Disini
berarti tanaman-tanaman yang berasal dari berbagai daerah
tersebut telah dapat merespon kondisi lingkungan tahunan suatu
tempat penanamannya dan di antara ekotipe memiliki tingkat
respon yang sama.

Jumlah malai bunga yang terbentuk pada masing-masing


ekotipe tampak berbeda setelah tanaman jarak pagar berumur
dua tahun. Lombok Barat, Sumbawa, dan Bima membentuk malai
lebih banyak dibandingkan Lombok Tengah dan Lombok Timur. Hal
ini terkait dengan jumlah percabangan yang terbentuk, karena
malai bunga jarak pagar terbentuk di ujung percabangan.
Gambar 4.3. Pembungaan di musim kemarau (periode pembungaan
ke-3) yang menghasilkan kapsul dengan biji yang sangat
kecil/keriput atau kapsul/biji kopong.

Tidak ada perbedaan waktu mekar bunga betina dan


jantan serta total bunga dalam malai di antara jarak pagar aksesi
NTB tersebut. Umur mekar individu bunga betina lebih lama
dibandingkan umur mekar individu bunga jantan. Namun karena
jumlah bunga jantan lebih banyak (10 kali lipat) dibandingkan
bunga betina, maka lamanya bunga jantan mekar pada malai
menjadi lebih panjang. Total waktu bunga-bunga mekar pada malai
rata-rata 7 – 9 hari. Sementara hasil penelitian lainnya
menginformasikan lama waktu pembungaan antara 10-15 hari.
Periode mekar bunga dalam malai hingga seluruh bunga
baik betina dan jantan maupun hermaprodit seluruhnya mekar
dalam satu malai tidak berbeda nyata di antara aksesi. Kondisi ini
menjelaskan bahwa pada jarak pagar tidak tepat dikatakan bahwa
berdasarkan perbedaan waktu masak antara kepala sari dan
kepala putik adalah protandri maupun protogini. Protandri, jika
kepala sari masak lebih dahulu daripada kepala putik, dan
sebaliknya untuk protogini. Masaknya bunga jantan dan betina
maupun hermaprodit pada jarak pagar saling susul menyusul dan
berurut dari yang pertama terbentuk (dekat dasar tangkai malai)
ke arah ujung malai bunga, sehingga pada saat itu dapat saja
bunga jantan mekar sekaligus bunga betina mekar.
Nampaknya, pola mekar bunga jarak pagar pada masing-
masing mulai dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada kondisi
kelembaban tinggi, bunga betina lebih dahulu mekar sedangkan
bunga jantan mekar serempak dengan periode mekar yang lebih
panjang. Selama kurun waktu dua tahun pertumbuhan dan
perkembangannya, tanaman jarak pagar membentuk malai bunga
(inflorensen) berfluktuasi.
Jumlah total bunga (bunga betina,jantan dan hermaprodit)
pada tanaman berumur satu tahun ada perbedaan di antara
aksesi ekotipe NTB. Dari sejumlah bunga yang terbentuk
tersebut, jumlah bunga betina lebih sedikit dibandingkan jumlah
bunga jantan. Aksesi berbunga banyak adalah Lombok Barat,
Sumbawa, dan Bima. Lombok tengah dan Lombok Timur memiliki
bunga yang lebih sedikit. Jumlah bunga betina, jantan dan
hermaprodit dijumpai lebih banyak pada musim hujan
dibandingkan musim kemarau.
Jumlah bunga terutama bunga jantan dan betina pada
tanaman berumur dua tahun meningkat dibandingkan saat tanaman
berumur satu tahun. Fenomena jumlah bunga lebih banyak
terbentuk di musim hujan dibandingkan musim kemarau juga
terjadai pada tanaman umur dua tahun. Jadi, ada fluktuasi
pembungaan yang disebabkan karena perubahan lingkungan atau
musim. Jumlai malai maupun bunga yang terbetuk pada saat musim
hujan lebih banyak dibandingkan musim kemarau. Jumlah malai
yang lebih banyak terbentuk ditunjukkan oleh jarak pagar aksesi
Lombok Barat, Sumbawa, dan Bima yaitu sekitar 18 – 20 malai
pada tahun kedua.
Pembungaan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor
genetik (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Adanya
perubahan keadaan lingkungan dapat mengubah respon
pembungaan suatu tanaman dan setiap jenis dapat memiliki respon
yang berbeda. Pada jarak pagar ekotipe NTB, rasio bunga jantan
terhadap bunga betina yang terbentuk saat musim kemarau lebih
besar dibandingkan saat musim hujan. Jumlah bunga jantan lebih
banyak terbentuk dalam satu malam dibandingkan bunga betina
terjadi juga pada musim kemarau dibandingkan di musim hujan.
Namun tidak menyebabkan persentase bunga jadi buah (kapsul)
terdapat total bunga lebih tinggi di musim kemarau. Persentase
bunga jadi kapsul terhadap total bunga diantara musim kemarau
dan musim hujan tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti.
Hal ini dapat dipahami karena perkembangan bunga memerlukan
air, fotosintat, dan hara tanaman. Kondisi tersebut tentunya akan
terbatas pada saat kondisi lingkungan kering (kemarau) sehingga
walaupun dapat membentuk bunga, sebagian besar bunga tersebut
akan gugur. Jika persentase bunga jadi buah (kapsul) dilihat dari
jumlah bunga betina dan hermaprodit saja, maka terdapat
peningkatan persentase bunga jadi kapsul pada musim kemarau
dibandingkan musim hujan. Tidak ada perbedaan persentase bunga
jadi kapsul berbasis bunga betina dan hermaprodit di antara
aksesi jarak pagar NTB.
Terjadi penurunan pembentukan bunga dan sekaligus
pembentukan buah pada musim kemarau dibandingkan di musim
hujan. Kondisi kekeringan menyebabkan gangguan pembentukan
bunga. Bunga yang banyak terbentuk adalah bunga jantan.
Walaupun bunga betina dapat terbentuk pada musim kemarau,
jumlahnya lebih rendah dibandingkan yang terbentuk pada musim
hujan. Hal ini yang menyebabkan jumlah bunga jadi buah juga
semakin rendah, selain bunga-bunga yang terbentuk juga
mengalami kekeringan atau gagal tumbuh dan berkembang untuk
menghasilkan buah. Fenomena serupa juga juga terjadi di
Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, bahwa pembungaan dan
pembuahan jarak pagar di kebun benih tersebut dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan faktor genetik
tanaman. Fluktuasi jumlah bunga maupun kapsul per malai sangat
beragam pada musim yang berbeda dan tingkat pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yang berbeda. Jadi, ritme
pembungaan suatu tanaman jarak pagar tidak saja dipengaruhi
oleh faktor lingkungan tetapi juga dipengaruhi oleh ketersediaan
dan pemulihan energi serta sumber lain yang digunakan dalam
proses pembungaan.
Terkait dengan penelitian di NTB, dari sejumlah bunga
yang terbentuk pada tanaman dari masing-masing aksesi, jumlah
bunga betina lebih sedikit dibandingkan jumlah bunga jantan.
Ekotipe berbunga banyak adalah Lombok Barat dan IP-1A, disusul
oleh ekotipe Sumbawa dan Bima. Ekotipe Lombok Tengah, Lombok
Timur, dan Palu merupakan ektipe berbunga sedikit. Namun
jumlah bunga yang berhasil membentuk kapsul tidak berbeda
nyata di antara aksesi tersebut, yaitu berkisar 10.1-11.7 persen.
Pembungaan tanaman jarak pagar sangat tergantung pada
tingkat kelengasan tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan.
Tanaman jarak pagar menggugurkan daunnya pada saat musim
kemarau, dan kemudian membentuk daun-daun baru menjelang
musim penghujan. Pada kondisi iklim di daerah percobaan
diperoleh waktu pembungaan dan pembuahan serta panenan
seperti yang diuraikankan dalam matrik pembungaan dan
pembuahan tanaman jarak pagar. Menjelang musim penghujan
yaitu pada bulan November daun mulai terbentuk dan jumlah daun
terus meningkat hingga bulan Maret-April. Daun-daun mulai gugur
pada bulan Mei dan pengguguran daun terus terjadi hingga
September. Pada akhir bulan September hingga Oktober nampak
tanaman tidak memiliki daun. Demikian seterusnya pada periode
siklus pertumbuhan dan perkembangan di tahun berikutnya.
Tanaman jarak pagar yang ditanam di wilayah kering pulau
Lombok akan berbunga pertama kalinya pada sekitar bulan Maret-
April. Nampak ada perbedaan umur saat berbunga pertama di
antara ekotipe. Ekotipe Lombok Barat, Sumbawa, Bima, dan IP-1A
berbunga lebih cepat dibandingkan ekotipe Lombok Tengah,
Lombok Timur, dan Palu. Bunga yang terbentuk dan berkembang
pada periode ini jika terus berkembang membentuk kapsul, maka
kapsul akan dapat dipanen pada bulan akhir April-Juni. Setelah
tanaman memasuki umur 2 tahun, pembungaan pertama akan
terjadi di bulan November-Maret, dan kemudian kapsul dapat
dipanen pada awal Maret-April. Panen raya kedua sekitar Juni-
Agustus dapat dilakukan karena pembungaan untuk panen kedua
ini terjadi di bulan April-Juni. Periode pembungaan, pembuahan,
dan panenan setelah memasuki tahun kedua tidak ada perbedaan
di antara ekotipe.
Panjang petiole bervariasi antara 6 hingga 23 mm. Bunga-
bunga terbentuk secara terminal, tunggal, dengan bunga betina
umumnya lebih besar dan banyak terbentuk pada musim panas.
Pada kondisi pertumbuhan dapat tumbuh terus dengan baik,
ketidak seimbangan jumlah bunga (pistilate dan staminate)
terjadi, yaitu lebih banyak jumlah bunga betina. Bunga biasanya
terbentuk setelah tanaman mendapatkan hujan dan di daerah-
daerah dengan kelembaban udara tinggi bunga dapat terbentuk
sepanjang tahun.

5. Buah (Kapsul)
Buah jarak pagar sering disebut sebagai kapsul atau
dengan istilah biologinya buah kendaga (rhegma) karena buah ini
mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap bagian mudah
pecah sehingga biji yang ada di dalamnya mudah terlepas dari
bilik atau ruang. Jarak pagar ekotipe termasuk ke dalam buah
berkendaga tiga (tricoccus).
Setiap rangkaian atau tangkai buah terdapat kira-kira
lima hingga duapuluh atau lebih. Buahnya berupa buah kotak
berdiameter 2 – 4 cm berbentuk bulat hingga bulat telur,
berwarna hijau ketika masih muda, dan kemudian menguning
setelah masak. Dalam tiap buah terdapat dua hingga tiga biji yang
terdapat dalam masing-masing ruang dalam buah. Sering ditemui
buah dengan empat kotak dan juga empat biji. Semakin banyak
kapsul pada setiap malai yang terbentuk pada setiap tanaman,
tentunya akan mempengaruhi positif terhadap perolehan hasil biji
yang banyak pula. Oleh karena itu, maka karakter jumlah kapsul
per malai sebaiknya dijadikan dasar perbaikan genetik bagi
pengembangan tanaman jarak pagar dikemudian hari.
Masaknya buah tidak serempak pada satu rangkaian buah.
Buah akan membuka apabila biji-biji di dalam buah sudah mulai
matang. Biji-biji menjadi matang apabila kulit biji (atau kapsul
buah) telah mengalami perubahan warna dari hijau ke kuning. Ini
terjadi setelah dua hingga empat bulan pembuahan.
Terkait hasil penelitian di NTB, yang mempelajari
berbagai aspek biologi dan karakter agronomi beberapa aksesi
(ekotipe) jarak pagar, bahwa tidak ada perbedaan warna kapsul
baik saat muda maupun saat masak di antara ekotipe. Demikian
pula halnya dengan umur kapsul masak.

Gambar 4.4. Buah kotak jarak pagar dengan 2-3 biji di


dalamnya.

Gambar 4.5. Jumlah kapsul yang terbentuk pada setiap


malai dapat berkisar 5 – 25 kapsul.

Periode pertumbuhan dan perkembangan bunga sejak


terlihatnya calon bunga hingga anthesis berkisar 11.4-16.2 hari.
Kemudian 8.6-10.5 hari setelah anthesis telah tampak kapsul
berukuran sangat kecil (sekitar 2-3 mm). Biji yang ada di dalam
kapsul mulai berkembang 20 hari setelah anthesis. Kapsul terus
berkembang dan mencapai fase matang sekitar 40-45 hari
setelah anthesis, kemudian mencapai fase masak pada 55-58 hari
setelah anthesis, dan akhirnya memasuki fase senesen pada 60-
65 hari setelah anthesis. Pertumbuhan dan perkembangan kapsul
memerlukan waktu 65-70 hari sejak anthesis sedangkan
perkembangan bunga dari sejak terbentuknya sampai anthesis
diperlukan waktu berkisar 15-20 hari. Perkembangan organ
generatif dari sejak mulai berbunga hingga kapsul masak
memerlukan waktu berkisar 75-85 hari. Perkembangan kapsul
pada pembuahan yang terjadi pada musim kemarau memerlukan
waktu yang lebih pendek, yaitu berkisar 60-68 hari. Beberapa
literaur menerangkan bahwa, lama pembungaan 10-15 hari. Kapsul
akan masak sekitar 40-50 hari setelah pembuahan atau 90 hari
dari pembungaan hingga fase pematangan buah.

Gambar 4.6. berikut di bawah ini menjelaskan


pertumbuhan dan perkembangan kapsul dan biji yang ada di
dalamnya. Periode pertumbuhan dan perkembangan kapsul jarak
pagar aksesi NTB memerlukukan sekitar 60 – 65 hari untuk
mencapai stadia masak kuning atau stadia untuk dapat dipanen.

Gambar 4.6. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan


kapsul jarak pagar.

6. Biji

Biji jarak pagar merupakan biji berkeping dua (dikotil).


Secara umum biji jarak tersusun atas kulit (shell) dan isi biji
(cernel) yang di dalamnya terdapat embrio. Kulit menempati
sekitar 29.82% dari biji, dan isi sekitar 70.19% (Gambar 4.7). Isi
biji terdiri atas embrio, kotiledon atau daun biji, dan endosperma
(Gambar 4.8). Kandungan lainnya seperti air (5,4%), abu (4,8%),
protein kasar (24,1%), lemak (50,1) dan serat kasar (2,4%).
Kandunganbeberapa senyawa tersebut akan berbeda pada setiap
biji jarak kepyar berbeda ekotipe (genotipe).

Gambar 4.7. Biji jarak pagar (kiri) secara umum terdiri dari
kernel (tengah) dan kulit biji (kanan).

Gambar 4.8. Bagian-bagian biji jarak pagar. E= endosperma,


H=hipokotil, C=kotiledon, R=radikel, T=testa (Gb. kiri). Biji yang
mengalami imbibisi dan telah berkecambah yang ditandai dengan
radikel tumbuh dan kulit biji pecak (Gb. tengah). Bagian dalam biji
atau kernel terdiri atas endosperma dan kotiledon (Gb. kanan).

Biji akan diperoleh dengan cara mengupas kapsul. Namun


demikian, biji dapat jatuh bilamana eksocarp lunak dari buah
(kulit buah) telah mengering dan nampak berwarna coklat hingga
hitam. Biji berwarna hitam atau kadangkala ada yang abu gelap.
Biji berukuran panjang 2 cm, lebar 1 cm, dan berat antara 0,4 -
0,6 g/biji. Satu tanaman dapat menghasilkan 30 kg buah atau 12
kg biji per tahun dan di Costa Rica dilaporkan produksi jarak
pagar adalah 4,8 ton/hektar per tahun. Pada kadar air biji 5 - 7%,
biji jarak dapat mempertahankan daya tumbuhnya selama setahun
lebih apabila disimpan pada suhu kamar. Karena kandungan
minyaknya yang tinggi, sekitar 40 - 55%, maka biji jarak tidak
dapat mempertahankan daya tumbuhnya apabila disimpan dalam
waktu yang lama. Oleh karena itu suhu penyimpanan biji sebaiknya
di bawah 20oC agar laju respirasi tidak terlalu tinggi.

Gambar 4.9. Pola pertumbuhan dan perkembangan kapsul dan biji


jarak pagar mengikuti pola sigmoid.

Terkait dengan kapsul dan biji jarak pagar yang telah


diuraikan di atas, maka periode pertumbuhan dan perkembangan
kapsul jarak pagar melalui tahapan yang diawali dengan
perkembangan ovari (bakal buah), dan dilanjutkan pembelahan sel,
perbesaran sel, pematangan, dan kemudian pemasakan kapsul.
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan kebanyakan buah
mengikuti pola sigmoid. Demikian pula halnya dengan buah jarak
pagar yang berupa kapsul ini, dari percobaan pengaturan jumlah
kapsul per malai dan pengamatan individu kapsul diperoleh bahwa
kapsul jarak pagar mempunyai pola pertumbuhan dan
perkembangan yang sigmoid. Fenomena itu berlaku pula bagi
pertumbuhan dan perkembangan biji yang ada di dalam kapsul.
Gambar 4.9. mengilustrasikan pola sigmoid perkembangan kapsul
dan biji jarak pagar.

Khususnya karakter fisik kapsul seperti diameter,


panjang, dan bentuk kapsul serta berat kapsul saat masak tidak
ada perbedaan di antara ekotipe. Diameter kapsul rata-rata
berkisar 2.8-2.9 cm, panjang berkisar 2.9-3.1 cm sehingga kapsul
sebagian besar ekotipe berbentuk bulat, kecuali ekotipe Lombok
Timur berbentuk agak lonjong. Berat kapsul pada saat masak
kuning rata-rata berkisar 10.2-11.4 g.

Biji jarak pagar berwarna hitam, namun seiring semakin


kering akan tampak garis-garis putih yang sebenarnya merupakan
retakanretakan

kecil dan dangkal pada lapisan luar kulit biji. Tidak ada perbedaan
di antara ekotipe pada warna biji, jumlah biji per kapsul, panjang
dan tebal biji, bobot kering biji per kapsul dan bobot kering
individu. Jumlah biji per kapsul tiga dengan panjang berkisar 1.7-
1.8 cm dan tebal berkisar 0.6-0.8 cm, berat kering biji berkisar
0.7-0.8 g, dan berat kering biji per kapsul berkisar 2.3-2.4 g.
BAB 3

KERABAT DEKAT TANAMAN

Jarak Merah (Jatropha gossypifolia L.)

1. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi Tanaman
(Sherifat, 2015)

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphotbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha gossypifolia L.

2. Morfologi Tanaman

Menurut Hasnam (2006) Jarak merah (Jatropha


gossypifolia L.) tergolong kedalam kelompok tanaman
berdaun tidak lengkap. Hal ini karena pada bagian daunnya
hanya memiliki petiolus (tangkai daun) dan lamina (helaian
daun), tanpa memiliki vagina (pelepah daun). Circumscriptio
atau bangun daunnya berbentuk orbicularis (bulat).
Dikatakan memiliki bangun daun berbentuk orbicularis
karena pada perbandingan panjang dan lebar, jarak merah
yaitu 1 : 1. Memiliki intervenium (daging daun) yaitu tipis
lunak (herbaceus). Pada bagian margo folii, daunnya
bergerigi (serratus). Pada bagian apex folii, daunnya
meruncing (acuminatus). Karena pada titik pertemuan kedua
tepi daunnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ujung
daun yang berbentuk runcing (acutus), dan ujung daun
nampak sempit memanjang dan runcing. Bagian basis foliinya
berlekuk (emarginatus), hal ini ditemukan pada daun-daun
bangun jantung, ginjal, dan anak panah. Permukaan daunnya
yaitu gundul (gleber). Susunan tulang-tulang daun (nervatio)
dari jarak merah adalah menjari (palminervis). Dikatakan
menjari, karena dari ujung tangkai daun keluar beberapa
tulang yang memencar, memperlihatkan susunan jari-jari
seperti tangan.

Tanaman ini umumnya tumbuh liar di tepi jalan, lapangan


rumput atau di semak, pada tempat-tempat terbuka yang
terkena sinar matahari di dataran rendah. Asalnya, dari
Amerika Selatan. Perdu tahunan, tumbuh tegak, tinggi 1-2
m, dengan rambut kelenjar yang kebanyakan berbentuk
bintang yang bercabang, getahnya bersabun. Batang
berkayu, bulat, warnanya cokelat, banyak bercabang. Daun
tunggal, bertangkai panjang, helaian daun bulat telur
sungsang sampai bulat, berbagi 3-5, taju runcing, panjang 7-
22 cm, lebar 6-20 cm, daun muda berwarna keunguan, daun
tua warnanya ungu kecokelatan. Bunga majemuk dalam
maiai rata bertangkai, berbentuk corong, kecil, warnanya
keunguan, keluar dari ujung batang. Dalam satu pohon
terdapat bunga jantan dan bunga betina. Buah berkendaga
tiga, bulat telur, sedikit berlekuk tiga dengan 6 alur
memanjang, warnanya hijau, bila masak menjadi hitam.
Bijinya bulat, coklat kehitaman. Bijinya mengandung minyak.
Bila diperas, minyak tersebut dapat digunakan untuk lampu.

Daun Jatropha gossypifolia mengandung


alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol. Daun Jatropha
gossypifolia berkhasiat sebagai urus-urus dan obat radang
(Hariyadi, 2012).

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) termasuk famili


Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang toleran
kekeringan. Tanaman ini berasal dari Amerika Latin dan
menyebar di daerah tropika baik pada iklim kering dan
setengah-kering. Bijinya beracun dan mengandung sekitar
35% minyak. Jarak pagar merupakan tanaman multifungsi,
karena dapat menghasilkan bahan bakar alternatif, bahan
pembuat sabun, dan kulit buah/kapsul dapat dijadikan
kompos. Di samping itu, jarak pagar juga merupakan
tanaman obat (bijinya untuk obat sembelit, getahnya untuk
obat luka, daunnya sebagai anti malaria) (Henning, 1998).
3. Kandungan Kimia

Daun jarak merah (Jatropha gossypifolia L.)


mengandung alkaloida, saponin, flavanoida, dan polifenol.
Seperti yang kita ketahui polifenol sangat baik untuk gigi
karena dapat meningkatkan kesehatan gigi dan menurunkan
resiko gigi tanggal karena komponen polifenol dapat
mengurangi pembentukan plak, dan mencegah bakteri
penyebab gigi berlubang menempel di gigi, serta membantu
mencegah bakteri memproduksi asam yang memecah lapisan
email gigi (Wijoyo, 2008)

4. Manfaat

Jarak merah yang mempunyai beberapa manfaat


diantaranya yaitu daunnya sebagai penurun demam, radang,
eksema, gatal-gatal, sakit lidah pada bayi (Oduola, 2005).

Dapat menjadi bahan alternatif dalam pengendalian


keong Oncomelania hupensis lindoensis Sehingga harus ada
pengembangan tanaman jarak merah supaya
pemanfaatannya dapat dirasakan secara luas dan maksimal,
karena masyarakat cenderung menggunakan bahan yang
sudah tersedia melimpah (kimia) (Nurwidayati et al, 2014).
Jarak Cina (Jatropha multifida L)

1. Klasifikasi (Cronquist, 1981)

Regnum : Plantae

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha multifida L.

2. Morfologi Tanaman

Menurut Kosasi et al (1989) Jarak cina (Jatropha


multifida) adalah tanaman semak endemik Amerika Selatan,
termasuk dalam marga Euphorbiceae. Jarak Cina ditemukan
tumbuh subur di kawasan Asia Selatan, seperti Thailand dan
Indonesia. Oleh masyarakat Indonesia, tanaman ini disebut juga
tanaman Yodium yang dipercaya mempunyai kandungan obat
sehingga sering digunakan untuk mengobati luka baru. Tanaman ini
banyak ditemukan di halaman rumah masyarakat sebagai tanaman
hias, mempunyai karakteristik pohon seperti pohon Jarak pada
umumnya, namun daunnya tidak selebar daun jarak biasa (jarak
pagar).
Tanaman jarak cina (Jatropha multifida) digunakan
sebagai bahan utama dalam pengobatan tradisional, baik dari
buah, biji, daun, akar, dan getahnya. Getah tanaman jarak ini
dapat digunakan sebagai bahan pembantu dalam penyembuhan
luka-luka (V. Alekhya, 2013).

Tanaman jarak cina (Jatropha multifida)merupakan


tanaman tahunan dengan tinggi sekitar 2 meter. Akar tanaman
merupakan akar tunggang. Tanaman ini berbatang bulat dan
berkayu dengan pangkal yang membesar, bergetah dan tampak
jelas bekas menempelnya daun. Daun merupakan daun tunggal yang
letaknya tersebar. Panjang daunnya sekitar 15 – 20 cm, bulat,
lebar 2,5-4 cm, dengan pertulangan daun menjari. Ujung daunnya
runcing, pangkalnya membulat, tepi daunnya rata dan berwarna
hijau Suharmiati, (2005 dalam Maryani, 2013).
Tanaman jarak cina (Jatropha multifida) memiliki bunga
yang merupakan bunga majemuk, bertangkai diujung cabang dan
berbentuk malai. Benang sari tanaman ini berjumlah delapan dan
kepala sarinya berbentuk tapal kuda. Putik jarak tintir berjumlah
tiga berukuran pendek, kelopak bercangap dan bunganya berwarna
merah (Maryani, 2013).

3. Kandungan Kimia

Jarak cina memiliki rasa agak pahit dan bersifat netral.


Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jarak cina,
diantaranya α–amirin, kampesterol, 7-α-diol, stimasterol, β-
sitosterol, dan HCN. Selain itu, batangnya mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid, dan tanin (Hariana, 2013).
Batang jarak cina mengandung alkaloid, saponin, flavonoid,
tannin. Kandungan zat aktif tanaman jarak cina yang berupa
flavoid, tannin, saponin, dan alkaloid ini dapat berfungsi sebagai
anti mikroba (Hariana, 2013).

Menurut Syarfati dkk. (2011), Getah pada tanaman


Jatropha multifida Linn. mengandung senyawa flavonoid, tanin dan
saponin. Flavonoid berperan sebagai vasodilatator untuk
memperlancar aliran darah, tanin berperan sebagai antiseptik dan
pembentukan keropeng yang didukung oleh adanya vasokontriksi
pembuluh darah kapiler, serta kandungan saponin dapat memicu
kolagen, yaitu protein struktural yang berperan dalam proses
penyembuhan luka.

4. Manfaat

Tanaman jarak cina (Jatropha multifida) memiliki banyak


manfaat sebagai obat tradisional. Masyarakat pedesaan
memanfaatkan tanaman jarak tintir sebagai obat penyembuh luka
dengan mempercepat pembekuan darah akibat luka. Penduduk
Nigeria menggunakan tanaman jarak tintir (Jatropha multifida)
sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai jenis infeksi.
Hampir semua bagian tanaman jarak cina dapat dimanfaatkan
sebagai obat tradisional. Batang, getah dan daunnya dapat
digunakan untuk menyembuhkan infeksi pada lidah bayi dan juga
dapat digunakan untuk mengobati infeksi luka pada kulit,
sedangkan buah, biji, dan minyak dari biji tanaman Jarak cina
dapat digunakan sebagai obat pencahar, mengobati luka berdarah,
mencegah dan mengobati kerusakan gigi seperti karies gigi (Sari
dan Shofi, 2007).
Tanaman jarak cina mengandung senyawa metabolit
sekunder diantaranya alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin
sehingga bersifat antimikroba. Tanaman jarak cina dapat
dimanfaatkan sebagai fungisida nabati karena kandungan senyawa
metabolit sekunder tersebut (Syarfati dkk., 2011).

Bagian pada tanaman Jatropha multifida yang sering digunakan


sebagai pengobatan adalah getahnya, yang mana digunakan secara
eksternal dalam pengobatan luka infeksi, bisul dan infeksi kulit. Di
Indonesia, tanaman ini banyak digunakan sebagai obat peneymbuh
luka (Susiarti S, 1999: 326).

Menurut penelitian Syarfati dkk. (2011), tanaman Jatropha


multifida dapat menyembuhkan luka. Penelitian ini menjelaskan
bahwa potensi getah jarak cina (Jatropha multifida) dalam lama
proses penyembuhan luka sama atau tidak berbeda nyata dengan
obat yang mengandung povidone iodine 10%. Menurut Abdul
rahman (2013), pada sediaan gel yang mengandung 3% serbuk
getah jarak cina memiliki aktivitas sebanding dengan obat yang
mengandung povidone iodine 10%.

Getah jarak cina dapat menyembuhkan luka dengan cara


mempercepat koagulasi darah (Atoillah, 2007). Getah jarak cina
memiliki khasiat hemostatik yang biasanya untuk mengobati luka
(Adjanohoun et al, 1989).

Jarak hias (Jatropha podagrica Hook)

1. Klasifikasi Tanaman

Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Euphorbiales (Tricoccae)

Famili : Euphorbiaceae

Genus : JatrophaSpesies : Jatropha podagrica Hook.

2. Morfologi Tanaman

Salah satu tanaman hias yang sangat efektif mengundang


kupu-kupu ke halaman rumah kita adalah bunga Jarak Hias
(Jatropha podagrica) atau yang sering juga disebut sebagai bunga
Jarak Bali. Berbagai jenis kupu-kupu yang sering hadir antara lain
dari jenis Great Mormon, Kupu-kupu jeruk, Hypolimnas dan
sebagainya. Jarak Hias memiliki tampilan yang sangat menarik.
Batangnya yang bergetah dan beracun, menggelembung pada
bagian pangkalnya sehingga membuat tampilan tanaman hias ini
terlihat kuntet. Karena pendek dan lucu, jarak hias juga banyak
ditanam di dalam pot porselen dan dimanfaatkan sebagai penghias
meja. Daunnya sendiri berjari tiga dan menyerupai trisula hijau
segar. Jarak pagar berbunga dengan sangat rajin. Bunganya yang
kecil-kecil biasanya bergerombol mirip bunga karang berwarna
merah jingga cerah. Oleh karenanya sangat mudah mengundang
kupu-kupu datang.

Buah Jarak Hias yang muncul di sela-sela bunganya juga terlihat


cukup menarik. Dan biji ini jika sudah tua dan kering bisa kita
manfaatkan untuk mengembang-biakkannya kembali. Secara umum
tanaman ini mudah dirawat, sepanjang mendapatkan sinar
matahari yang cukup (Gembong, 2000).

Tanaman ini dapat ditemukan sebagai tanaman hias, yang ditanam


di pekarangan atau tempat rekreasi. Asalnya, dari Amerika tropis.
Perdu tegak, tinggi 0,5- 1,5 m, bergetah warna putih, batang
tunggal atau sedikit bercabang, dengan pangkal batang yang
membesar dan melembung seperti umbi. Daun bertangkai yang
panjangnya 20-30 cm, helai daun bangun perisai, bentuknya bulat
telur melebar dengan ukuran penampang 20-40 cm, bercangap 3
atau 5, taju runcing atau membulat. Bunga dalam malai rata yang
bertangkai panjang, dengan bunga betina dan bunga jantan dalam
satu tangkai, warnanya merah oranye. Buah bentuk elips melebar,
berkendaga tiga, panjang 1,5 cm. Biji lonjong atau bulat panjang
(Hariana, 2006).

3. Kandungan kimia

Menurut Wijoyo (2008) Jatropha podagrica mengandung alkaloid


tetrametilpirazin (TMPZ) yang menyebabkan vasodilasi dan
mengurangi trombosit. Akar J. podagrica mengandung senyawa
asam alifatik, asam japodat dengan cincin siklopropana geminal-
dimetil. Asam ini menunjukkan aktivitas inhibisi terhadap insekta
Helicoverpa zea subtilis dan tidak aktif sebagai antibakteri.
Ekstrak kloroform dan metanol akar tanaman ini mengandung
fraxidin dan erithrinasinat yang aktif menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis. Lateks dari batang J. podagrica mengandung
senyawa nonapeptida siklik, podasiklin A dan heptapeptida siklik,
podasiklin B. Podasiklin B memiliki aktivitas sitotoksik yanng tinggi
terhadap sel Dalton’s lymphoma ascites (DLA) dan Ehrlich’s
ascites carcinoma (EAC) dengan harga IC50 13.2 dan 15.5 µM.
Aktivitas antihelmintes yang sedang terhadap cacing tanah
Megascoplex konkanensis, Pontoscotex corethruses dan Eudrilus
sp. pada dosis konsentrasi 2 mg/mL (standar mebendazole dan
piperazine sitrat). Senyawa ini tidak memiliki aktivitas antifungal
patogen Candida albicans, Aspergillus niger, Microsporum
audouinii dan Trichophyton mentagrophytes.

4. Manfaat

Tanaman jarak bali digunakan untuk meredakan nyeri,


antiradang, dan menghilangkan bengkak. Di Afrika, tanaman ini
telah dijadikan sebagai campuran obat herba,
termasuk mengobati diare dan sebagai pencahar. Berdasarkan
penelitian, tanaman jarak bali diduga mengandung racun
berbahaya jika dikonsumsi. Untuk itu perlu diketahui dosis yang
tepat dalam membuat herba alami.

Jarak bali merupakan tanaman hias yang kini telah dinaturalisasi


ke berbagai daerah tropis. Akar, batang, daun biji dan buah
tanaman ini digunakan dalam pengobatan tradisional di Afrika
Barat. Beberapa manfaat jarak bali untuk kesehatan diantaranya
adalah:

Biji jarak bali digunakan sebagai obat pencahar, anti-helminthic


dan abortifacient (mencegah aborsi). Biji tanaman ini juga
digunakan untuk mengobati asites (pengumpulan cairan dalam
perut). Selain itu, bijinya dapat digunakan untuk obat asam urat.
Biji tanaman ini ternyata digunakan untuk mengobati
kelumpuhan. Minyak biji tanaman ini telah digunakan sebagai
ramuan dalam pengobatan rematik. Ektraksi atau minyak biji juga
mampu mengatasi gatal dan parasit kulit. Minyak biji digunakan
untuk mengobati demam. Tak hanya itu, ekstraknya dapat
mengobati sakit kuning. Ramuan herba dari biji jarak bali dapat
mengobatai penyakit gonore. Herba biji jarak digunakansebagai
agen diuretik dan obat pencuci mulut. Daun jarak bali digunakan
sebagai agen hemostatik (menghentikan pendarahan pada
pembuluh). Kulit kayu jarak pagar digunakan untuk meracuni ikan.
Biji tanaman ini digunakan sebagai obat pencahar oleh orang
Afrika, dengan cara dikunyah. Benih tanaman ini bisa menjadi
agen kemoterapi dengan dosis yang tidak mematikan. (Hariiana,
2006)

Jarak (Ricinus communis)

1. Klasifikasi Tanaman (Aditya, 2007)

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Ricinus

Spesies : Ricinus communis L.

2. Morfologi tanaman

Tanaman jarak merupakan tanaman liar yang tumbuh di


hutan, tanah kosong, sepanjang pantai atau ditanam sebagai
komoditi perkebunan. Tanaman tersebut dapat tumbuh dengan
baik di tanah yang tidak begitu subur dan beriklim panas, dari
dataran rendah sampai ketinggian 300 meter di atas permukaan
laut (Sinaga, 2001).

Tanaman jarak dapat tumbuh pada ketinggian hingga 800 meter


dari permukaan laut dan di daerah ekuator dapat tumbuh hingga
2.750 meter di atas permukaan laut. Untuk kondisi di Indonesia,
tanaman jarak akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 800
meter diatas permukaan laut .
Penyebaran tanaman jarak di Indonesia, terdapat di
daerah yang memiliki curah hujan yang hanya 700 – 1200 mm per
tahun. Daerah yang memiliki curah hujan tersebut dinilai sangat
sesuai untuk pengembangan tanaman jarak meliputi bagian pantai
timur Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Flores, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara
(Sinaga, 2001).

Tanaman jarak merupakan perdu atau pohon kecil yang mempunyai


tinggi 1 – 5 meter. Tanaman ini memiliki batang yang bulat atau
silindris, licin, berongga, berbuku-buku jelas dengan tanda bekas
tangkai daun yang lepas dan keseluruhan batangnya berwarna
hijau kemerah-merahan. Bila batangnya terluka, maka akan
mengeluarkan getah putih yang kental dan agak keruh. Daun jarak
berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang dan
lebar hampir sama yaitu sekitar 5 – 15 cm. Helai daun bertoreh,
berlekuk bersudut 3 atau 5. Pangkal daun berlekuk dan ujungnya
meruncing. Tulang daun menjari dengan 7 – 9 tulang utama.
Tangkai daun panjang, sekitar 4 – 15 cm (Cronquist, 1981).

Daun jarak merupakan daun tunggal dengan pertumbuhan


daun yang berseling, bangun daun bulat dengan diameter 10 - 40
cm, menjari 7 - 9, ujung daunnya runcing dengan tepi yang bergigi.
Daun di permukaan atas berwarna hijau tua sedangkan di
permukaan bawah berwarna hijau muda. Tangkai daunnya panjang,
berwarna merah kehijauan dan pertulangan daunnya menjari.

Bunga tanaman jarak merupakan bunga yang majemuk,


bunganya termasuk berkelamin tunggal dan berumah satu.
Buahnya berupa buah kotak berbentuk bulat telur dan
berdiameter 2 – 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan
kuning jika sudah masak. Buah terbagi menjadi 3 ruang, masing-
masing ruang berisi 1 biji. Biji berbentuk bulat lonjong, berwarna
coklat kehitaman dan mengandung banyak minyak .

3. Kandungan kimia

Tanaman jarak memiliki kandungan senyawa kimia atau


metabolit sekunder di seluruh bagian tubuhnya mulai dari akar
hingga daun. Akar tanaman tersebut mengandung metiltrans-
2 dekena 4,6,8 trinoat dan 1 tridekena 3,5,7,9,11-pentin-beta-
sitosterol. Daun tanaman jarak juga mengandung senyawa
flavonoida antara lain kaempferol, kaempferol-3-
rutinosida, nikotiflorin, kuersetin, isokuersetin dan rutin. Selain
itu, daun jarak juga mengandung astragalin, reiniutrin dan vitamin
C. Batang tanaman jarak mengandung sponin, flavonoid, tannin dan
senyawa polifenol. Biji tanaman jarak, mengandung 40 – 50 %
minyak jarak (castor oil) yang mengandung bermacam-macam
trigliserida, asam palmitat, asam risinoleat, asam isorisinoleat,
asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam stearat, dan asam
dihidroksistearat. Selain itu, biji tanaman jarak juga mengandung
alkaloida risinin, beberapa macam toksalbumin yang dinamakan
risin (risin D, risin asam, dan risin basa) dan beberapa macam
enzim diantaranya lipase (Sinaga, 2001).

4. Manfaat

Secara umum, hampir semua bagian tanaman jarak dapat


dipergunakan sebagai obat, yaitu sebagai obat kanker rahim,
kanker kulit, sulit buang air besar, sulit melahirkan, bisul, koreng,
infeksi jamur, jerawat, lumpuh otot muka, gatal, batuk, hernia,
bengkak, reumatik, tetanus dan bronkhitis. Daun tanaman jarak
sering digunakan untuk mengobati bengkak karena terpukul,
terkilir, patah tulang, luka berdarah, gatal-gatal, eksim, jamur di
sela-sela jari kaki. Daun jarak juga dipergunakan untuk mencegah
masuk angin bagi bayi, mengobati penyakit lepra, kencing nanah,
rematik, obat cacing dan juga untuk menyuburkan rambut (Heyne,
1987).

Selain daun, akar tanaman jarak juga bisa digunakan


sebagai obat rheumatik sendi, tetanus, epilepsi, bronchitis pada
anak-anak, luka terpukul dan TBC. Sebagian besar dari tanaman
jarak yang digunakan sebagai obat atau kegunaan lain adalah biji.
Biji jarak tersebut, menghasilkan suatu minyak yang disebut
dengan minyak jarak atau minyak ricin. Minyak jarak pada
umumnya, sering dipergunakan untuk keperluan industri,
pengobatan dan militer. Di Indonesia, minyak jarak (castor oil)
dipergunakan untuk industri cat, tekstil, serat sintetis, obat-
obatan, hingga bahan kosmetik serta bahan bakar roket
(Anindito, 2002).

Minyak jarak yang memiliki sifat tahan panas ini, selama ini
banyak disukai dan dipesan oleh industri pengolahan kosmetik,
farmasi, pabrik cat, industri kayu lapis, tekstil, dan lain-lain, baik
dari dalam maupun luar negeri (Susetio, 2003).

Di negara yang telah maju, minyak jarak digunakan oleh militer


sebagai pelumas pesawat terbang dan bahan peledak. Selain itu,
minyak jarak digunakan juga sebagai bahan untuk memproduksi
sabun sintetis, nilon, tinta, pernis dan cat (Oplinger et al., 1990).

Hingga saat ini, biji jarak tetap diperlukan di Indonesia oleh


perusahaan farmasi, produsen minyak cat, dan lem dempul perahu,
meski produksi dalam negeri yang berkisar 12.000 ton setahun
belum mampu memenuhi kebutuhan biji jarak (Anwar, 2003).
BAB 4

EPIDERMIS

Daun merupakan salah satu dari tiga organ pokok

tumbuhan selain akar dan batang. Daun biasanya berbentuk pipih

dengan posisi mendatar atau vertikal sehingga mudah memperoleh

sinar matahari dan CO2 untuk mendukung fungsinya yang khusus

sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Daun terdiri atas

sistem jaringan dermal yaitu epidermis, jaringan pembuluh dan

jaringan dasar (Tjitrosoepomo, 2011)

Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang mencapai

permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh

dengan lingkungan luar. Kulit berfungsi(Mutschler, 1991 : 557) :

1. Melindungi jaringan terhadap kerusakan kimia dan fisika,

terutama kerusakan mekanik dan terhadap masuknya

mikroorganisme.

2. Mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi

penguapan air secukupnya tetap terjadi.

3. Bertindak sebagai pengatur panas dengan melakukan

kontriksi dan dilatasi pembuluh darah kulit serta

pengeluaran keringat. Dengan pengeluaran keringat ikut

menunjang kerja ginjal.


4. Bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor yang

dimiliki yaitu reseptor tekan, suhu dan nyeri.

Susunan kulit terdiri atas: bagian ektoderm yaitu

epidermis (kulit luar) dengan kelengkapannya (kelenjar rambut,

kuku) dan bagian jaringan ikat yaitu korium (kulit jangat). Batas

dermis dan epidermis tidak teratur, dan tonjolan dermis yang

disebut papila saling mengunci dengan tonjolan epidermis yang

disebut rabung epidermis.

Turunan epidermis meliputi rambut, kuku, dan kelenjar

sebasea dan kelenjar keringat. Di bawah dermis terdapat

hipodermis atau jaringan subkutan yaitu jaringan ikat longgar

yang dapat mengandung bantalan sel-sel lemak, disebut panikulus

adiposus. Hipodermis yang tidak dipandang sebagai bagian dan

kulit, mengikat kulit secara longgar pada jaringan di bawahnya dan

sesuai dengan fasia superfisialis pada anatomi makro (Mutschler,

1991: 577 dan Junqueira dkk, 1997: 357).

1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar daun, ada epidermis

atas dan epidermis bawah. Pada permukaan daun bagian bawah

biasa ditemukan bentuk modifikasi dari sel - sel epidermis, yaitu

berupa sel penutup pada stomata. Stomata/ mulut daun

merupakan lubang kecil atau pori yang diapit oleh dua sel penja-

ga. Dengan cara mengubah bentu knya, sel penutup dapat

mengatur pelebaran (stomata terbuka) dan penyempitan celah

(stomata menutup). Ketika stoma ta terbuka terjadi pertukaran

gas, karbondioksida berdifusi masuk dan oksigen berdifusi keluar.

Letak epidermis pada mesofil daun.

Epidermis pada umumnya terdiri dari selapis sel, tetapi pada

tumbuhan lain ada yang beberapa lapis sel seperti pada tumbuhan

Ficus dan Piper sebagai hasil pembelahan periklinal (pembelahan

sejajar dengan permukaan) protoderm. Dinding selnya mengal ami

penebalan tidak merata, dinding sel yang menghadap keluar

umumnya lebih tebal, terdiri dari lignin tapi umumnya dari kutin.

Penebalan dari kutin ini membentuk suatu lapisan kutikula yang

tebal tipisnya tergantung pada habitat, tumbuhan xerofit umumn


ya tebal. Pada beberapa jenis tumbuhan, selain kutin masih

terdapat lapisan lilin di atasnya. Lapisan lilil kutikula epidermis

dapat mencegah atau meminimalisasi hilangnya air dari tumbuhan.

Sel - sel epidermis tidak mengandung kloroplas kecuali pada sel

penutup, tetapi pada tumbuhan tenggelam dalam air epidermisnya

mengandung kloroplas.

Epidermis terdiri atas beberapa lapis epitel pipih

bertanduk dengan ketebalan 40 jam sampai 1,6 mm. Epidermis

mendapat pasokan makanan dari korium yang berhubungan

dengannya melalui papila berbentuk bulat dan melalui kelenjar dan

folikel rambut. Pada daerah berambut, permukaan epidermis

mempunyai daerah kulit lekuk (Felderhaut) tempat terdapat

celah yang berisi rambut. Pada permukaan yang tak berrambut

(tepalak kaki dan tangan) tak terdapat daerah lekukan rombik

seperti pada kulit lekuk, tetapi terdapat lipatan, kira-kira

lebarnya 0,5 mm kulit lipat yang polanya (lelukan, lengkung, dan

spiral) di tentukan secara genetik dan kerena itu digunakan untuk

identifikasi seseorang (sidik jari). Sel epidermis yang mempunyai

lapisan tanduk itu disebut keratinosit (Mutschler, 1991: 577 dan

Junqueira dkk, 1997:358).

Stratum korneum terdiri atas sel tak berinti, pipih dan

mengalami keratinisasi sempurna, yang ada pada permukaan kulit


dalam bentuk sisik-sisik kecil. Setelah keratinisasi, sel-sel hanya

terdiri atas protein amorf dan fibrilar dan membran plasma yang

menebal, sel-sel tersebut disebut sel tanduk.

Stratum lucidum tampak lebih jelas pada kulit tebal,

bersifat translusen dan terdiri atas selapis tipis sel eosinofilik

sangat gepeng. Organel inti tidak tampak lagi, dan sitoplasma

terutama terdiri atas filamen padat yang berhimpitan dalam

matriks kedap elektron (Mutschler, 1991: 579 dan Junqueira dkk,

1997:359).

Stratum granulosum hanya terdiri atas 2-5 lapis sel pipih

dengan inti yang kecil. Dalam 4-8 lapis berikut dari stratum

spinosum sel poligonalnya berhubungan satu sama lain dengan

desmosom. Pengikatan sel-sel tersebut dengan lebih kuat

dilakukan oleh tonofibril. Regenerasi epidermis terjadi dalam

stratum basal, yang merupakan satu lapis sel silindris dengan inti

oval, yang menghubungkan epitel dan korium dengan kaki-kaki

sitoplasmik (kaki akar). Stratum basal juga berperan dalam

pigmen utama melalui melanin (Mutschler, 1991: 579 dan

Junqueira dkk, 1997: 358).


2. Dermis

Dermis terdiri atas jaringan ikat yang menunjang

epidermis dan mengikatnya pada lapisan di bawahnya, yaitu

jaringan subkutan (hipodermis). Ketebalan dermis bervariasi,

bergantung pada daerah tubuh dan mcncapai maksimum 4 mm di

daerah punggung. Permukaan dermis sangat tidak teratur dan

memiliki banyak tonjolan (papila dermis) yang saling mengunci

dengan juluran-juluran epidermis (rabung epidermis). Papila

dermis ini lebih banyak pada kulit yang sering menahan tekanan,

struktur tersebut divakini meningkatkan dan rnenguatkah batas

dermis-epidermis. Selama perkembangan embrional, dermis

menentukan pola perkembangan dari epidermis di atasnya

(Junqueira dkk, 1997: 362).

Dermis terdiri dari dua lapisan dengan batas yang tidak

nyata, stratum papilare di sebelah luar dan stratum rctikulare

yang lebih dalam. Stratum papilare tipis terdiri atas jaringan ikat

longgar; fibroblas dan sel jaringan ikat lainnya tedapat di sini;

yang paling banyak ialah sel mast dan makrofag. Juga ada leukosit

yang keluar dari. pembuluh (ekstravasasi). Stratum papilare

disebut demikian karena merupakan bagian pertama papila

dermis. Dari lapisan ini serabut kolagen khusus menyalip ke dalam

lamina basalis dan meluas ke dalam dermis Serat kolagen


tersebut mengikat dermis pada epidermis, dan disebut serabut

penambat (Junqueira dkk, 1997: 358).

Stratum retikulare lebih tebal, terdiri atas jaringan ikat

pada keadaan tidak teratur dan oleh karena itu memiliki lebih

banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum papilare.

Dermis mengandung jalinan serat elastis dan serat yang lebih

tebal, yang secara khusus ditemukan dalam stratum retikulare.

Dari daerah ini muncul serat yang berangsur menipis dan berakhir

dengan menyelip ke dalam lamina basalis. Jalinan elastis berfungsi

bagi kelenturan kulit. Perubahan dalam dermis yang berhubungan

dengan usia secara histologis dan biokimia dapat diamati. Serat

kolagen meningkat dan sintesis kolagen menurun sejalan dengan

usia. Pada orang tua, ikat-silang serat kolagen yang berlebihan,

hilangnya serat-serat elastin, dan degenerasi serat-serat ini yang

disebabkan terkena sinar matahari yang berlebihan (elastosis

Solaris) menyebabkan kulit menjadi lebih rapuh, kehilangan

kelenturannya, dan menjadi berkerut (Junqueira dkk, 1997: 363)

Dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan

limfe Pada daerah kulit tertentu, darah dengan langsung mengalir

dari arteri ke dalam vena melalui anastomosis atau pirau arteriov-

enosa. Mereka berperan penting dalam pengaturan suhu dan

tekanan darah, karena pembuluh-pembuluh dermis dapat


menampung lebih kurang 4,5% dari volume darah. Jalinan kapiler

yang luas dalam stratum papilare mengelilingi rabung epidermis

dan berfungsi mengatur suhu inti tubuh dan memberi makan

epidermis di atasnya, yangtidak memiliki pembuluh darah sendiri

(Junqueira dkk, 1997 : 363)

3. Korium dan Subkutis

Korium kulit, yang didapat dengan penyamakan kulit

hewan, dibangun dari stratum papilare dan stratum retikulare.

Stratum papilare kaya akan fibril halus, sel, dan kapiler. Di dalam

papila ditemukan pula serabut saraf dengan perlengkapan

akhirnya yaitu reseptor. Stratum retikulare yang miskin sel

terdiri atas kumpulan serabut kolagen yang kuat yang berjalin

satu sama lain, dan diantaranya terdapat serabut elastis yang

tersusun pula dalam jaringan jala dan memberikan keelastikan

pada kulit. Subkutis, tanpa batas yang jelas korium diikuti oleh

subkutis, suatu jaringan ikat longgar yang tersusun secara

lamelar. Pada lapisan ini terdapat cukup banyak jaringan lemak

(panniculus adiposus) yang tersusun dalam lapisan. Jaringan lemak

subkutan ini terutama berfungsi memberi perlindungan terhadap

dingin dan disamping itu merupakan cadangan energi. (Mutschler,

1991:579 dan Junque dkk,1997 : 364)


BAB 6

PERKEMBANGBIAKKAN TANAMAN

6.1 Latar belakang

Perkembangbiakkan tanaman dapat dilakukan dengan cara

generatif dan vegetatif. Perkembangbiakkan tanaman secara

generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbu-

kan alami dengan bantuan angin atau serangga.

Menurut Nursyamsi (2010) menjelaskan bahwa, perkembang

biakkan tanaman secara generatif memiliki kelebihan yaitu

penanganan yang praktis atau mudah dengan harga yang relatif

murah dan tidak memerlukan keahlian yang khusus. Namun,

perkembangbiakkan secara generatif memiliki beberapa

kelemahan seperti penanaman dilakukan pada saat musimnya,

keturunan yang dihasilkan kemungkinan tidak sama dengan

induknya, persentase berkecambah yang rendah dan membutuhk-

an waktu yang agak lama untuk berkecambah.

Purnomoshidi dkk.,(2002) menjelaskan bahwa, keunggulan

dari perkembangbiakkan tanaman secara generatif yaitu tanaman

memiliki sistem perakaran yang kuat dan kokoh, lebih mudah

diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

kekurangannya yaitu waktu untuk berbuah lebih lama.


Jika hanya dikembangbiakan melalui perbanyakan secara

generatif, maka tumbuhan yang diharapkan akan lama berbuah

dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar yang semakin lama

semakin meningkat jumlah permintaannnya. Alternatif yang

dilakukan oleh petani adalah dengan cara perkembangbiakkan

tanaman secara vegetatif.

Menurut Rahman dkk (2012) perkembngbiakkan tanaman

secara vegetatif merupakan perbanyakan tanaman menggunakan

bagian – bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk,

umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sesuai

dengan induknya. Perkembangbiakkan ini dilakukan tanpa melalui

proses perkawinan dan tidak melalui biji dari induknya. Pada

prinsipnya adalah merangsang tunas adventif untuk menghasilkan

tanaman yang sempurna memiliki batang, daun dan akar.

Perbanyakan tanamana secara vegetatif dibagi menjadi dua, yaitu

perbanyakan tanaman secara vegetatif alami dan vegetatif

buatan.

Vegetatif alami dilakukan tanpa adanya campur tangan

manusia, sehingga terjadi secara alamiah. Biasanya terjadi melalui

tunas, umbi, dan geragih (stolon). Sedangkan vegetatif buatan

terjadi dengan bantuan manusia. Vegetatif buatan terbagi

menjadi dua yaitu vegetative buatan secara konvensional dan

vegetatif buatan secara bioteknologi. Perbanyakan tanaman


melalui vegetatif buatan dilakukan pada tanaman yang memiliki

kambium. Pada umumnya penggunaan vegetatif buatan tidak dapat

dilakukan pada tanaman berkeping satu (monokotil). Perbanyakan

secara vegetatif buatan dapat dilakukan dengan cara

stek,cangkok dan merunduk. Selain itu ada perbanyakan tanaman

yang digabungkan antara vegetatif alami dan buatan yaitu dengan

cara grafting.

Grafting merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan

menggabungkan batang bawah tanaman dengan mata tunas induk

yang lain. Perbanyakan secara vegetatif memiliki keunggulan

seperti tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan

induknya dan lebih cepat berbunga serta berbuah. Sedangkan

kekurangannya yaitu membutuhkan pohon induk yang lebih banyak

sehingga membutuhkan biaya yang banyak serta memiliki akar

yang kurang kokoh.

Campbell (2003) menjelaskan, perbanyakan tumbuhan

secara vegetative bertujuan untuk memperbaiki tumbuhan

pangan, buah, dan bunga hias. Sebagian besar metode ini

didasarkan pada kemampuan tumbuhan untuk membentuk akar

atau tunas adventif. Sedangkan perbanyakan vegetatif buatan

secara bioteknologi dilakukan dengan cara teknik kultur jaringan

atau sering disebut teknik in vitro.


6.2 Macam-Macam Perkembangbiakkan(Hidayati,2009)

1. Perkembangbiakan secara generative

Perkembangbiakan generatif terjadi melalui proses

perkawinan. Alat perkembangbiakan generatif mempunyai bentuk

dan susunan yang berbeda-beda menurut jenisnya. Pada tanaman

berbiji, bunga merupakan alat perkembangbiakan. Bunga sempurna

adalah bunga yang memiliki benang sari dan putik. Bunga lengkap

adalah bunga yang memiliki semua kelengkapan bunga, yaitu:

tangkai bunga, kelopak, mahkota, benang sari, dan putik. Jika

bunga tidak memiliki salah satu atau lebih bagian tersebut, maka

bunga tersebut digolongkan dalam bunga tidak lengkap.

Tangkai bunga adalah bagian bunga yang menghubungkan

bunga dengan batang. Bagian ujung tangkai bunga yang melebar.

Kelopak bunga dan mahkota merupakan bagian dari perhiasan


bunga. Kelopak bunga merupakan hiasan bunga yang berada di

bagian paling luar. Kelopak bunga berfungsi untuk melindungi

kuncup bunga.

Mahkota bunga merupakan bagian perhiasan bunga yang

indah. Mahkota bunga mempunyai bentuk yang indah dan

berwarna-warni. Indahnya bunga biasanya ditentukan oleh

mahkota. Benang sari adalah alat kelamin jantan. Benang sari

terdiri dari tangkai sari dan kepala sari. Di dalam kepala sari

terdapat serbuk sari.

Putik merupakan alat kelamin betina. Putik terdiri dari

kepala putik dan tangkai putik. Bagian bawah putik menggelembu-

ng. Di situ terdapat bakal buah. Di dalam bakal buah terdapat

bakal biji. Bakal biji mempunyai dua inti, yaitu sel telur (ovum) dan

calon lembaga.

2. Perkembangbiakan secara vegetative(Hidayati,2009)


Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi tanpa proses

perkawinan. Perkembangbiakan berasal dari bagian tubuh

tumbuhan itu sendiri, misalnya akar, batang, atau daun. Bagian

tumbuhan itu kemudian memisahkan diri atau sengaja dipisahkan

dari tumbuhan induk. Jadi cukup diperlukan satu induk saja.

Tumbuhan baru yang dihasilkan akan memiliki sifat yang sama

persis dengan induknya.

Ada dua jenis perkembangbiakan vegetatif, yaitu secara

alami dan buatan.

a. Vegetatif alami

Perkembangbiakan vegetatif alami terjadi secara alami

tanpa bantuan manusia. Perkembangbiakan vegetatif alami,

misalnya dengan umbi batang, umbi lapis, rimpang, geragih, dan

anakan.

1. Umbi batang

Sesungguhnya umbi batang merupakan batang yang tumbuh di

dalam tanah. Batang ini mengalami perubahan sebagai tempat

cadangan makanan. Kentang dan ubi jalar termasuk umbi batang.

Permukaan umbi batang licin tidak beruas-ruas. Pada umbi


tersebut terdapat tunas-tunas yang siap ditanam menjadi

tumbuhan baru.

Apabila kita perhatikan ubi jalar atau kentang yang sudah

disimpan lama, akan tumbuh tunas-tunas kecil yang siap menjadi

tumbuhan baru jika ditanam.

2. Umbi lapis

Umbi lapis adalah penjelmaan dari batang. Disebut umbi lapis

karena memperlihatkan susunan yang berlapis-lapis. Bagian yang

lunak, tebal, dan berdaging ini merupakan bagian umbi yang

menyimpan cadangan makanan. Contoh umbi lapis adalah bawang

merah dan bawang bombay. Umbi lapis terdiri dari beberapa

bagian, yaitu cakram, sisik-sisik, dan kuncup. Sebenarnya cakram

merupakan batang yang sesungguhnya dengan ruas yang sangat

pendek. Sisik-sisik merupakan penjelmaan dari daunnya yang

menebal, lunak dan berdaging. Kuncup terdapat pada bagian atas

dan samping umbi lapis ini. Kuncup bagian atas tumbuh sebagai

tunas. Kuncup bagian samping disebut juga siung.

3. Rimpang

Rimpang adalah penjelmaan batang beserta daun yang

terdapat dalam tanah. Batang tersebut tumbuh secara mendatar


dan tampak seperti akar. Selain sebagai alat perkembangbiakan,

rimpang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Ciri-ciri

rimpang beruas-ruas, bersisik, mempunyai kuncup, dan tumbuh

mendatar. Kunyit, jahe, kencur, garut, dan tasbih merupakan

contoh tumbuhan yang berkembang biak dengan rimpang. Tunas

yang tumbuh akan tetap berada pada rimpang induknya.

4. Geragih atau stolon

Geragih adalah batang yang tumbuh di atas tanah atau di

dalam tanah. Pada ruas-ruas batang terdapat akar yang akan

tumbuh menjadi tunas baru. Tunas-tunas baru yang terbentuk

akan tumbuh menjadi tumbuhan baru yang tidak bergantung pada

induknya. Geragih dapat tumbuh di atas tanah maupun di dalam

tanah. Geragih yang tumbuh di atas tanah terdapat pada

tumbuhan semanggi, stroberi, dan pegagan. Geragih yang tumbuh

di dalam tanah terdapat pada tumbuhan rumput teki.

5. Tunas

Perkembangbiakan dengan tunas artinya tunas dari tumbuhan

induk tumbuh menjadi tumbuhan baru. Tunas pohon pisang tumbuh

dari pangkal induknya. Tunas tumbuh menjadi pohon pisang baru.

Jarak tunas-tunas baru berdekatan dengan induknya sehingga


membentuk rumpun pohon pisang. Ada pula tumbuhan lain yang

berkembang biak dengan tunas, yaitu bambu dan tebu.

6. Tunas adventif

Tunas adventif dapat ditemukan pada bagian tepi daun atau

akar tumbuhan. Tunas adventif adalah tunas yang tumbuh selain

pada ujung batang dan ketiak daun. Tumbuhan yang berkembang

biak dengan tunas adventif antara lain sukun, kesemek, dan cocor

bebek. Sukun dan kesemek memiliki tunas adventif pada akar,

sedangkan cocor bebek memiliki tunas adventif pada daun.

b. Vegetatif buatan

Perkembangbiakan vegetatif buatan artinya perkembangbia-

kan vegetatif yang terjadi karena adanya bantuan manusia.

Perkembangbiakan secara vegetatif buatan meliputi mencangkok,

menyambung, okulasi, setek, dan merunduk . Perkembangbiakan

vegetatif buatan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Jika ingin

dihasilkan keturunan yang memiliki sifat sama persis dengan

induknya vegetatif buatan yang dipilih adalah cangkok, setek, dan

runduk. Perkembangbiakan vegetatif buatan dengan cara okulasi

dan sambung pucuk dilakukan untuk menghasilkan tumbuhan baru

yang memiliki sifat lebih unggul.


1. Setek

Setek adalah perkembangbiakan tumbuhan dengan cara

menanam bagian tertentu dari tumbuhan tanpa menunggu

tumbuhnya akar baru. Perkembangbiakan dengan setek sangat

mudah dilakukan. Setek dapat dilakukan dengan mengambil

potongan batang atau daun.

Untuk setek batang, potongan batang yang digunakan harus

beruasruas. Ruas dibatasi oleh buku-buku batang yang merupakan

tempat tumbuhnya mata tunas atau daun. Potongan batang atau

dahan harus berusia cukup tua. Contoh tanaman yang biasa

disetek adalah ubi kayu, mawar, dan tebu. Potongan itu harus

ditanam pada tanah yang subur dan gembur. Usahakan tanah

selalu lembab dengan menyiram air.

Pada tanaman cocor bebek kita sering melihat tunas-tunas

pada daun tanaman ini. Tunas itu dapat tumbuh menjadi individu

baru. Kuncup ini terletak tidak teratur pada daun cocor bebek

sehingga disebut kuncup liar. Tumbuhan lain yang dapat disetek

daunnya adalah begonia dan sri rejeki. Daun yang disetek harus

cukup tua dan berwarna hijau segar. Tanah yang ditanami pun

harus gembur dan subur.


Cara melakukan stek batang :

 Pilihlah batang pohon yang sudah tua, buang semua daunnya!

 Potonglah batang sepanjang 20 cm!

 Runcingkan bagian bawah batang dengan pisau.

 Galilah lubang pada tanah atau siapkan tanah dalam sebuah

pot, lalu tanam batang tersebut!

 Jagalah kelembaban tanah dengan menyiraminya, Dalam

beberapa hari kita akan melihat tunas tumbuh pada setek

batang.

Cangkok merupakan salah satu perkembangbiakan vegetatif

buatan tanpa perbaikan sifat. Artinya, pohon baru yang dihasilkan

memiliki sifat sama persis dengan induknya. Syarat khusus agar

dapat dicangkok, tumbuhan harus memiliki zat kayu atau kambium.

Jadi, tidak sembarang pohon bisa dicangkok. Sebagian besar

pohon buah-buahan bisa dicangkok. Contoh untuk jenis tanaman

bunga adalah soka.

Mencangkok tumbuhan dilakukan dengan menguliti bagian

batangnya. Batang yang dipilih untuk dicangkok adalah batang

yang sedang dalam masa pertumbuhan. Batang tersebut adalah

batang yang sehat, tumbuh dengan baik, dan cukup tua. Bagian

tersebut kemudian dilapisi tanah yang subur dan ditutup. Dalam


beberapa hari akan tumbuh akar pada batang sehingga batang

tersebut menjadi calon tanaman baru.

1. Cangkok

Cangkok merupakan salah satu perkembangbiakan vegetatif

buatan tanpa perbaikan sifat. Artinya, pohon baru yang dihasilkan

memiliki sifat sama persis dengan induknya. Syarat khusus agar

dapat dicangkok, tumbuhan harus memiliki zat kayu atau kambium.

Jadi, tidak sembarang pohon bisa dicangkok. Sebagian besar

pohon buah-buahan bisa dicangkok. Contoh untuk jenis tanaman

bunga adalah soka.

2. Mencangkok tumbuhan dilakukan dengan menguliti bagian

batangnya. Batang yang dipilih untuk dicangkok adalah batang

yang sedang dalam masa pertumbuhan. Batang tersebut

adalah batang yang sehat, tumbuh dengan baik, dan cukup tua.

Bagian Tempel

Tempel atau okulasi adalah cara perkembangbiakan dengan

menempelkan tunas dari satu tumbuhan ke batang tumbuhan lain.

Melalui cara penggabungan itu diharapkan diperoleh keturunan

dengan sifat lebih baik. Sifat ini dimanfaatkan manusia untuk

meningkatkan produksi perkebunan.


tersebut kemudian dilapisi tanah yang subur dan ditutup.

Dalam beberapa hari akan tumbuh akar pada batang sehingga

batang tersebut menjadi calon tanaman baru.

Tunas biasanya diambil dari tanaman yang memiliki sifat

lebih baik. Misalnya, dari tanaman yang berbuah manis, besar, dan

lebat. Batang yang ditempeli haruslah batang yang kuat dan

memiliki sistem perakaran yang bagus. Contoh tumbuhan yang

dapat diokulasi adalah: mangga, belimbing, jambu, dan alpukat.

Misalnya kita hendak mengokulasi tanaman belimbing.

Mulamula dipilih pohon belimbing dengan akar dan batang yang

kuat. Tunas diambil dari pohon belimbing yang mempunyai buah

besar, manis, dan lebat. Tanaman baru diharapkan mempunyai

akar dan batang yang kuat, serta buah yang besar, manis dan

lebat.

3. Sambung pucuk (Enten)

Sambung pucuk merupakan penyatuan pucuk dengan batang

bawah. Sambung pucuk dapat menghasilkan tanaman baru. Dengan

sambung pucuk diharapkan dapat diperoleh tanaman baru yang

memiliki sifat lebih baik. Pucuk dan batang yang disambung itu

berasal dari dua tumbuhan. Sambung pucuk lebih cepat

menghasilkan tanaman baru bila dibandingkan okulasi.


Pada proses sambung pucuk, batang bawah diperoleh dari biji

yang disemaikan. Pucuk diambil dari cabang tumbuhan yang

mempunyai sifat lebih baik. Sebagai contoh, pucuk diambil dari

tumbuhan berbunga indah atau berbuah besar dan manis. Pucuk

disambung dengan bagian batang bawah. Penyambungan dilakukan

dengan menggunakan tali rafia atau tali plastik.

4. Runduk

Mengembangbiakkan tanaman dengan cara runduk sangatlah


mudah dan sederhana. Tumbuhan bisa dirundukkan jika
mempunyai batang yang panjang dan lentur. Batang tanaman yang
hendak dirundukkan dikerat sedikit, lalu dirundukkan dan
ditimbun tanah. Kita harus rajin menyiramnya. Setelah beberapa
hari, dari batang yang tertimbun akan keluar akar. Dengan
demikian, telah tumbuh tanaman baru. Contoh tumbuhan yang
biasa dirundukkan adalah alamanda dan melati.
BAB 7

CARA MENANAM DAN MEMBUDIDAYAKAN

Mengenal Tanaman Jarak Pagar


Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) termasuk famili
Euphorbiaceae,satu famili dengan karet dan ubikayu.Pohonnya
berupa perdu dengan tinggitanaman 1 - 7 m, bereabang tidak
teratur.Batangnya berkayu, silindris bilaterluka mengeluarkan
getah.Daunya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3atau 5,
tulang daun menjari dengan 5 - 7 tulang daun utama, warna daun
hijau(permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian
atas).Panjang tangkaidaun antara 4 - 15 em.
Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bungamajemuk
berbentuk malai, berumah satu.Bungajantan dan bunga betina
tersusundalam rangkaian berbentuk eawal1, muneul diujung
batang atau ketiak daun.berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2 - 4 em, berwarna hijauketika masih muda dan kuning
jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yangmasing - masing ruang
diisi 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman.
Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen
sekitar 30 - 40 %.
Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang eukup
bandel,
dalamarti mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya, me
nghendakiilingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhannya,
yaitu ketinggian tempat0- 1000 m di atas permukaan laut, suhu
berkisar antara 18° - 30° C. Padadaerah dengan suhu rendah « 18°
C) menghambat pertumbuhan, sedangkan padasuhu tinggi (> 35° C)
menyebabkan gugur daun dan bunga, buah kering sehingga
produksi menurun. Curah hujan antara 300 mm - 1200 mm per
tahun.Dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi
memiliki drainase baik, tidaktergenang, dan pH tanah 5.0 6.5.
Berkaitan dengan hal tersebut tanaman iniuntuk dikembangkan
pada daerah yang kering maupun marjinal.

SISTEM BUDIDAYA TANAMAN JARAK PAGAR

Sistem budidaya tanaman jarak pagar selama ini belum


dilakukanmasyarakat untuk tujuan agribisnis, melainkan sebagai
tan am an sampingan untukobat atau tanaman pembatas. Umumnya
tanaman ini ditanam sebagai pagarpembatas pekarangan sehingga
namanya dikenal sebagai jarak pagar.Permasalahan yang dihadapi
dalam agribisnis saat ini yaitu belum adanyavarietas atau klon
unggul, jumlah ketersediaan benih terbatas, teknik budidayayang
belum memadai dan sistem pemasaran serta harga yang belum ada
standar.Walaupun demikian mulai tahun2005-2006 ini usaha
agribisnis jarak pagar diIndonesia mulai berkembang luas.

Dalam budidaya tanaman jarak yang berorientasi agribisnis


perludiperhatiakan kaidah - kaidah keagronomian sehingga
diperoleh output (produksi)tinggi dengan input tertentu.

Pemilihan Lahan

Lahan yang diprioritaskan untuk pengembangan jarak di Indonesia

yaitu :

1. Lahan marjinal, lahan yang memiliki kesuburan rendah

2. Lahan terlantar

3. Lahan terpencil, dan pulau terpencil sehingga kebutuhan

biodiesel atau bahanbakar dapat terpenuhi.

Luas lahan kritis Indonesia mencapai lebih dari 13 juta ha

yang sebagian besar di luar kawasan hutan. Lahan ini cukup


potensial untuk pengembangantanaman jarak pagar. Menurut data

Departemen Pertanian (Pusat PenelitianPerkebunan) lahan yang

tersedia untuk pengembangan jarak pagar terbagi menjadi 3 klas,

yaitu :

SI = Sangat sesuai (14.2 juta ha)

S2 = Sesuai ( 5.5 juta ha)

S3 = Kurang sesuai (29.7 juta ha)

Persiapan Laban

Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan meliputi

pembukaan lahan (landclearing), peng'ajiran dan pembuatan

lubang tanam. Lahan yangditanamidibersihkan dari semak belukar

terutama disekitar temp at tanam. Pengajirandilakukan dengan

menancapkan ajir (dari bambu atau batang kayu) dengan

jaraktanam disesuaikan dengan rencana populasi tanaman yang

diharapkan. Beberapajarak tanam yang disarankan adalah :

2.0 m x 3.0 m (populasi 1600 pohonJha),

2.0 m x 2.0 m (populasi 2500 pohonJha)

1.5 m x 2.0 m (populasi 3300 pohonJha).

Pada areal yang miring sebaiknya digunakan sistem kontur dengan

jarakbarisan 1.5 m.

Pembuatan ukuran lubang tan am tergantung dari bahan tanam

yang digunakan.Jika bahan tanam berasal bibit dalam polibag

lubang tanam dibuat dengan ukuran40 em x 40 em x 40 em.


Sedangkan jika bahan tanam berupa stek(langsungtanam) lubang

tanam dibuat dengan tugal yang terbuat dari kayu bulat berdiam-

eter 3 em dengan pengolahan tanah terlebih dahulu.

Perbanyakan Bahan Tanam dan Pembibitan

Perbanyakan baban tanam dapat dilakukan dengan cara

generative(menggunakan biji) atau secara vegetatif (dengan

setek, sambung, okulasi,maupun dari kultur jaringan).

Perbanyakan bibit dari stek memerlukan tanaman induk yang

sehatberumur 3 - 5 tabun.Setek dipilih dari cabang atau batang

yang telah cukup tuadan berkayu.Penelitian menunjukkan bahwa

setek dari batang utama lebih baikpertumhuhannya dibanding

setek cabang. Panjang batang tua yang akan disteksekitar 25 em

diameter 1-2 em. Perendaman dengan zat pengaatur tumbuh

(misal/Rootone-F) dapat dilakukan untuk memacu perakaran.Stek

dapat langsung ditanam pada media tanam yang telah disiapkan.

Setelah stek siap salur (4-7daun), stek dapat ditanam di

lapang.Pertumbuhan tanaman dari stek cukup cepat, namun

perbanyakannya dibatasi oleh keberadaan tanaman induk yang

terbatas.Perbanyakan dengan sistem sambung dan okulasi banyak

dilakukan. DalamsisteII, sambung selama ini tanaman jarak

digunakan sebagai batang bawahtanaman hias batavia. Dengan

memperhatikan kondisi ini memungkinkanperbanyakan jarak

dengan sistem sambung atau okulasi.


Perbanyakan melalui kulturjaring~n memiliki keunggulan antara

lainpertumbuhan cepat, jumlah massal, seragam, bebas penyakit,

dalam waktu yangrelatif eepat dan merupakan hasil eksplorasi

tumbuhan terpilih dengan spesifikasisesuai (jenis, varietas, dan

klon). Bahan tanaman berasal dari tunas atau pucukdan hiji. Lama

perbanyakan di Laboratorium an tara 1.5 - 2 bulan, dengan

masaaklimatisasi 2 minggu. Diameter batang sudah mencapai

sekitar 1 em siapditanam di lapang.

Sedangkan perbanyakan dengan benih dipilih dari biji yang telah

cukuptua yaitu diambil dari buah yang telah masak biasanya

berwarna hitam.Saat ini diIndonesia belum ada varietas maupun

klon unggul jarak pagar, sehingga sumberbenih masih mengandal-

kan penglmpulkan dari petani.Peluang untuk penelitian ke arah ini

masih sangat luas sehingga menjadi tantangan bagi perguruan

tinggimaupun lembaga atau balai penelitian.

Pembibitan dapat dilakukan di polibag atau di bedengan.Setiap

polybagdiisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) dan

dieampur pupuk kandang lebih baik. Hasil penelitian penggunaan

pupuk kandang (2 : 1 dan 1 : 1)menghasilkan pertumbuhan dan

kondisi bibit yang lebih baik dibandingkan tanpapupuk kandang.

Setiap polibag ditanami l'(satu) benih.Lama di pembibitan 2bulan.

Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain


penyiraman(setiap hari 2 kali pagi dan sore), penyiangan, dan

seleksi.

Jumlah bibit siap salur yang diperlukan untuk areal 1 (satu) ha

denganpopulasi 2500 tanamanlha dan asumsi penyulaman 10 %,

adalah sebanyak 2750bibit/ha.

Penanaman

Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada awal atau

selama musimpenghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman

eukup tersedia.Bibit yangditanam dipilih yang sehat dan eukup

kuat serta tinggi bibit sekitar 50 em ataulebih.Saat penanaman

tanah disekitar batang tanaman dipadatkan danpermukaannya

dibuat agak eembung.

Penanaman dapat juga dilakukan seeara langsung di

lapangan (tanpapembibitan) dengan menggunakan stek cabang

atau batang. Sistem tanam dapat secara monokultur maupun

tumpang sari. Dalam pembudidayaan tanaman jarak sistem

tumpangsari, tanaman lain yang dapatditanam diantara tanaman

jarak antara lain jagung, wijen, padi ladang, cabai, dankacang -

kaeangan. Dengan sistem tumpang sari selain mengurangi

resikoserangan hama penyakit juga diversifikasi hasil. Jika pola

penanaman dengantumpangsari makajarak tan am digunakan jarak

agak lebar misalnya 2.0 m x 3.0 mTanaman jarak dapat pula

ditanam diantara tanaman keras yang lain sepertijambumete.


Pengendalian Gulma

Gulma disekitar tanaman dikendalikan baik secara manual

atau mekanis maupun secara kimia.Pelaksanaan pengendalian gulma

dapat bersamaan dengankegiatan pembumbunan barisan tanaman.

Pemupukan

Walaupun tanaman jarak mudah tumbuh hampir disemua

jenis tanah,bahkan tanah marjinal dan miskin hara sekalipun,

tetapi\untuk memperolehproduksi yang optimal perlu adanya

unsur hara.Pada prinsipnya pemberianpupuk bertujuan untuk

menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman.Jenisdan dosis

pupuk yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat kesuburan

tanahsetempat.Belum ada dosis rekomendasi khusus untuk

tanaman jarak pagar ini.

Cara pemberian pupuk dilakukan sebagai berikut :

a. pertama dibuat parit keeil mengelilingi tanaman sejauh %

tajuk dengankedalaman sekitar 3 - 5 em

b. pupuk yang sudah disiapkan ditaburkan I dimasukkan ke

dalam parit tersebut

c. lubang parit selanjutnya ditutup dengan tanah dan

dipadatkan

pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki

struktur tanah.
Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan bertujuan untuk meningkatkan

jumlah cabangproduktif. Pemangkasan batang dapat mulai

dilakukan pada ketinggian sekitar 2C cm dari permukaan tanah

}mtuk meningkatkan jumlah cabang. Pemangkasandilakukan p.ada

bagian batang yang telah cukup berkayu (warna coklat

keabuabuan).

Panen Dan Potensi Produksi


Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan
tanaman tahunan yangcepat menghasilkan.Pada umur tanaman 3 -
4 bulan mulai berbunga, sedangkanpembentukan buah mulai pada
umur 4 - 5 bulan.Buah pertama kali masak (dapatdipetik) pada
tanaman umur sekitar 8 bulan.Bunga dan buah dapat
terbentuksepanjang tahun.Tanaman jarak pagar merupakan
tanaman tahunan yang dapathidup lebih dari 20 tahun (jika
dipelihara dengan baik).
Kriteria Panen
Panen dapat dilakukan setelah buah jarak cukup
umur.Pemanenan buahdilakukan setelah biji masak.Biji masak
dicirikan dengan kulit buahnya yangberubah warna dari kuning
kecoklatan menjadi hitam dan mengering.Ciri lainnyayaitu kulit
buah terbuka sebagian secara alami. Ketika kulit buah mulai
membuka, berarti biji di bagian dalam buah jarak telah masak.
Panen yangdilakukan terlalu awal akan menurunkan kandungan
minyak, sementara bilapanen terlambat dilakukan menyebabkan
buah pecah sehingga biji yang jatuh ketanah akan semakin banyak.
Teknik Pemanenan
Teknik pemanenan yang dapat dilakukankan yaitu dengan
mengguncangatau memukul dahan berulang-ulang hingga buah
terlepas dari dahan dan jatuhsehingga bisa dikumpulkan. Namun
cara ini kurang efektif. Teknik pengumpulanyang paling baik yaitu
dilakuka dengan memetik buah secara langsung dari lahannya.
Tingkat kemasakan buah dalam satu malai tidak bersamaan,
sehinggasebaiknya panen di lakukan per buah, namun hal ini
memerlukan biaya tinggi.Oleh karena itu umumnya panen dilakukan
per malai dengan syarat 50 persenbuahnya sudah mengering.
Pemanenan dilakukan dengan tangan (manual) ataumenggunakan
pisau yang tajam atau gunting untuk memotong tangkai malai
dibawah kedudukan buah. Pada pohon yang tinggi; pemetikan buah
dilakukandengan menggunakan alat bantu berupa galah, yaitu
tongkat panjang yangdibagian ujungnya terikat kantong kecil.
Produksi
Pada akhir tahun pertama tanaman jarak pagar telah
berproduksi.Tingkat produktivitas tanaman semakin meningkat
dengan meningkatnya umurtanaman. Produksi akan stabil setelah
tanaman berumur lebih dari 5 tahun.Dengan tingkat populasi
tanaman 2500 pohon / ha, maka tingkat produktivitasantara 6 -
10 ton biji / ha setelah tanaman berumur 5 tahun (Tabel
3).Produktivitas tanarnan ini tergantung dari sifat genetik
tanaman, kondisi iklim dantanah seternpat serta input produksi
yang diberikan. Dengan rendemen minyaksebesar 35 % maka
setiap ha lahan dapat diperoleh 2.0 - 3.5 ton minyak / ha /tahun.
BAB 8

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN JARAK PAGAR

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah

satu masalah yang terjadi pada setiap komoditas pertanian. OPT

yang menyerang pertanaman jarak pagar ialah hama tanaman

muda: ulat tanah (Agrotis ipsilon, Lepidoptera: Noctuidae), Lundi

scarabaeid (Coleoptera: Acarabaeidae), belalang (Valanga spp. dan

Locusta migratoria, Orthoptera: Acrididae), ulat grayak

(Spodoptera Litura, Lepidoptera: Noctuidae). Hama tanaman

dewasa: hama pada batang (Ostrinia furnacalis, Lepidoptera:

Pyralidae), ulat daun jarak (Achaea janata), ulat api (Parasa

lepida, Lepidoptera: Limacodidae), wereng daun (Empoasca sp.,

Hemiptera), tungau (Tetranychus sp., Acarina: Tetranychidae),

ulat tongkol jagung (Helicoverpa armigera, Lepidoptera:

Noctuidae). Hama bunga dan bauh: kepik hijau (Nezara viridula,

Hemiptera: Pentatomidae), ulat penggerek pucuk jarak

(Dichocrosis punctiferalis). Penyakit: bercak bibit, bercak

alternaria (Alternaria ricini), karat (Melampsora ricini), bercak

daun cercospora (Cercospora ricinella), layu fusarium (Fusarium

oxysporum), busuk botrytis (Botrytis ricini), dan bercak daun

bakteri (Xanthomonas ricinicolai) (Hembali et al. 2006).


HAMA

1. Belalang (Valanga spp. dan Locusta migratoria,

Orthoptera: Acrididae)

Belalang tergolong ke dalam ordo Orthoptera dan familia

Acrididae. Imago betina memiliki panjang tubuh 58-71 mm dan

imago jantan 49-63 mm. Imago meletakan telurnya pada kedalam

5-8 cm dan dibungkus material seperti busa. Serangga ini

umumnya bertelur pada awal musim hujan dan menetas awal musim

kemarau (Dadang et al. 2007). Anggota dari ordo ini umumnya

memiliki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada

sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut

tegmina. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah

sayap depan. Serangga ini memiliki dua buah (sepasang) mata

majemuk (facet), sepasang antena, serta tiga buah mata

sederhana (oceli). Dua pasang sayap serta tiga pasang tungkai

terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen

terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum.

Spirakel yang merupakan alat pernafasan laur terdapat pada tiap-

tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar

dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen), dan

tipe alat mulut menggigit mengunyah. Metamorfose sederhana


(paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu

telur-nimfa-dewasa (imago) (Indartono, 2006)

Belalang daun maupun belalang kembara dapat menyerang

pertanaman setiap saat dan memiliki inang yang banyak/polifag.

Serangan berat umumnya terjadi pada tanaman muda. Panjang

belalang kembara dewasa jantan berkisar antara 3,4-4,1 cm,

sedangkan yang betina relatih lebih panjang, yaitu sekitar 4-4,7

cm. Semakin tua umur belalang maka warnanya akan semakin

cerah. Warna belalang dewasa yang semula coklat dan abu-abu

akan berubah menjadi kuning mengkilat pada belalang jantan dan

berwarna coklat kekuning-kuningan pada belalang betina. Adanya

bintik coklat-hitam pada sayap depan yang berwarna kuning

transparam, sedangkan untuk sayang elakang tidak berbintik.

Belalang memiliki kemampuan jelajah yang tinggi mencapai 200

km, kemampuan pembentukan kelompok dengan anggota yang

sangat banyak, serta kemampuan makan yang sangat lahap.

Kemampuan makan belalang yang sangat tinggi menyebabkan


tanaman dalam jumlah besar akan habis dan rusak dalam waktu

yang sangat singkat. Sebagai contoh, tanaman padi akan rusak

seluruhnya dan tanaman jagung hanya tinggal batangnya jika

terjadi serangan berat oleh kawanan belalang kembara.

Populasi belalang kembara yang melimpah tersebut

berhubungan dengan kemampuan bertelur belalang yang memang

tinggi. Seekor belalang betina dapat bertelur mencapai 24 butir

dan dapat bertelur hingga 9 kali. Hasil salah satu penelitian

menunjukkan bahwa masa aktif bertelur seekor betina rata-rata

selama 63 hari (Indiartono 2006). Pengendalian yang selama ini

dilakukan dalam mengatasi hama ini ialah saniasi lahan, tidak

menanam tanaman yang dapat menjadi inangnya diluar tanaman

utama, dan pengendalian secara kimiawi yaitu dengan

menggunakan insektisida berbahan aktif betasiflutrin,

sipermetrin, tiodikarb, MIPC, dan fipronil (Dadang et al. 2007).

2. Ulat Api (Parasa lepida, Lepidoptera: Limacodidae)

Ulat api tergolong dalam ordo Lepidoptera, familia

Limacodidae. Larva ulat ini berwarna hijau terang dengan garis

membujur berwarna biru, pada nbagian dorsal memiliki rambut-

rambut/duri yang muncul dari tububnya. Ulat ini disebut ulat api

karena apabila duri ilat ini tersentuh tangan akan terasa panas

seperti terbakar. Pada awalnya ulat hidup secara


berkelompok/gregarius pada daun jarak, kemudian menyebar ke

seluruh bagian tanaman seiring dengan pertumbuhan larva. Hama

ini bersifat polifag, satu ekor imago betina dapat menghasilkan

400-600 butir telur dalam waktu 3-5 hari. Ulat dapat

menyebabkan daun tanaman jarak berlubang, serangan berat daun

akan habis. Pengendalian yang pernah dilakukan terhadap

serangga ini ialah dengan memanfaatkan musuh alami seperti

parasitoid Apanteles parasae, Chrysis shanghaiensis,

Trachysphyrus (Cryptus) oxymorus (Tosq), Chlorocryptus sp.,

Goryphus mesoxanthus (Br.), beberapa golongan Ichneumonidae,

Fornocia sp. (Braconidae), Meteorus sp., dan predator

Euplecromorpha sp., dan Platyplectrus orthocraspedae, Ferr., dan

prederator Canthecona sp. dan Sycanus sp.. Pengendalian juga

dapat menggunakan musuh alami dari golongan cendawan atau

disebut entomopatogen, cendawan yang digunakan dalam

pengendalian hama ini yaitu Cordyceps coccinea. Selain itu

pengendalian sering dilakukan dengan penggunaan senyawa kimia

yaitu insektisida dengan bahan aktif klorpirifos dan organofosfat

lainnya, serta insektisida berbahan aktif Bacillus thuringiensis

(Dadang et al. 2007).


3. Tungau (Tetranychus sp,. Acarina: Tetranychidae)

Tetranychus sp. termasuk dalam ordo Acarina. Telur

Tetranychus sp. yang berwarna merah tua dan berbentuk bulat

adalah fase yang mudah untuk membedakan dari tungau jenis lain.

Telur sebagian besar diletakkan di permukaan bagian atas

sepanjang tulang daun, tetapi sebagian lainnya diletakkan pada

permukaan daun bagian bawah atau secara bebas ke dalam

jaringan makanan tanaman (Krantz 1978). Imago betina dari

tungau ini berbentuk oval, berwarna merah tua dan mempunyai

bulu-bulu yang panjang dan menarik perhatian. Tungau jantan

ukuran tubuhnya lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki

yang relatif panjang dan geraknya lebih aktif daripada yang

betina. Tungau dapat memperbanyak diri secara seksual maupun

partenogenesis (Oliver 1971).


Populasi tungau merah banyak ditemukan dipermukaan daun bagian

atas, dan sebagian kecil menyerang buah dan cabang. Dalam

proses pemangsaan, tungau merah menghisap klorofil dari daun,

sehingga wananya berubah menjadi bintik-bintik kelabu dan

keperakan. Serangan lebih parah di musim kering di mana

kelembapan dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian dari

efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat

mengakibatkan gugurnya buah dan ranting muda mati. Buah yang

masih hijau lebih disenangi daripada yang tua, tetapi gejala

serangan lebih jelas terlihat pada buah yang tua dan bersifat

permanen.

Varietas jarak yang lebih tahan terhadap serangan hama

ini ternyata tanaman yang bunganya tidak dilapisi lilin. Tungau

bersifat polifag, selain jarak pagar banya menyerang pada

pertanaman kapas, tomat, kacang-kacangan, dan lain-lain.

Penyebaran tungau dapat melalui daun-daun gugur yang terserang,

lalu tertiup angin, selain itu dapat melalui sentuhan pakaian


pekerja kebun. Musuh alami dapat sebagai pengendalian tungau

ini, yaitu tungau predator dari familia Phytoseiidae, Stethorus

spp. juga memangsa tungau tanaman ini. Secara kimiawi

pengendalian hama ini menggunakan akarisida Keethane 200 EC

dan Omite 570 EC. Selain itu dapat juga digunakan Curacron 500

EC dengan konsentrasi 2 ml/L air atau Pegasus 500 SC dengan

konsentrasi 1.5 ml/L air atau Agrimec 18 EC dengan konsentrasi

0,5 ml/L air. Ketiga insektisida digunakan secara bergantian

(Anonim 2002).

4. Kepik Hiau (Nezara viridula, Hemiptera: Pentatomidae)

Kepik hijau merupakan hama penting pada daerah tropis.

Kepik hijau memiliki panjang tubuh 16 mm. Imago betina dapat

menghasilkan telur sebanyak 10-90 butir dalam bentuk kelompok

di permukaan daun. Telur menjadi dewasa membutuhkan waktu 4-

8 minggu, siklus hidup 60-80 hari, maksimum mencapai 6 bulan.

Imago betina hama ini menyerang pada fase pembungaan sehingga

menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang

berkembang. Kepik hijau ini bersifat polifag pada tanaman padi,

tomat, cabai, kapas, dan lain-lain.


Kerusakan utama biasanya bukan karena tusuka dan

hisapan langsung, tetapi karena racun yang dikeluarkan melalui

kelenjar ludahnya. Racun ini dapat menimbulkan kelayuan,

kematian daun dan pucuk tanaman (Dadang et al. 2007).

Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman

perangkap seperti Caosalaria. Selain itu mengumpulkan telur dan

larvanya kemudian dimusnahkan untuk menekan perkembangan

hama ini. Pengendalian hayati dapat menggunakan Trissolcus

basalis, Trichopoda pilipes dan Trichopoda pennipes sebagai

parasitoid imago, dan predator telur Dolichoderus sp., Gryllidae,

dan Arachida. Jika populasi dapat diaplikasikan insektisida yang

berbahan aktif klorfluazuron, diflubenzuron, alfametrin, lamda

sihalotrin, dan fusalon (Dadang et al. 2007).

5. Walang Sangit (Leptocorisa oratorius, Hemiptera:

Alydidae)

Leptocorisa oratorius memiliki femur tungkai ke tiga yang

membesar. Panjang tubuh 7-30 mm. Serangga ini berwarna coklat


atau hitam dengan tungkai berkembang sempurna (Kalshoven

1981). Tipe perkembangbiakannya ialah paurometabola. Serangan

hama ini membuat tanaman penguning atau seperti terbakar

karena nutrisi jaringan tanaman dihisap, hama ini memiliki tipe

alat mulut menusuk menghisap. Pengendalian L. Oratorius dapat

dilakukan dengan pengumpulan telur dan memusnahkannya atau

dengan penyemprotan insektisida.

6. Kepik Lembing (Chrysochoris javanus, Hemiptera:

Pentatomidae)

Salah satu serangga yang merupakan hama yang umum

ditemukan oleh peneliti Puslitbang Perkebunan pada pertanaman

jarak pagar di Indonesia adalah kepik lembing (Chrysochoris

javanus Westw.), termasuk ordo Hemiptera, familia

Pentatomidae, genus Chrysochoris (Indiartono 2006). Serangga

ini memiliki tipe metamorfosa paurometabola, telur berbentuk

seperti tong dan diletakkan secara berkelompok dibawah

permukaan daun. Pada fase nimfa tubuhnya berwarna hitam


dengan bintik merah, kuning, dan hijau mengkilat, sementara

bagian dorsal thorax berwarna hijau metalik dan hidup

berkelompok. Ciri khas fase imago hama ini yaitu serangga

didominasi dengan warna merah dan memiliki corak hitam pada

elitra, dan imago memiliki panjang tubuh mencapai 20 mm (Dadang

et al. 2007).

C. javanus memiliki antena yang lebih panjang dari kepala,

antena terdiri dari tiga ruas, dan tubuh memiliki bentuk perisai

yang khas. Scutellum berkembang dengan baik. Siklus hidup

berkisar 60-80 hari, stadia nimfa dan kepik dewasa gerakannya

lambat. C. javanus menyerang jarak pagar pada saat pembungaan,

menjelang pembentukan buah dan menghisap buah, sehingga

menimbulkan kerusakan pada kapsul buah yang sedang

berkembang. Bunga/buah yang terserang akan menjadi coklat

kehiaman, bunga tidak bisa menjadi buah, sedangkan buah menjadi

rusak tidap dapat dipanen (Djuwadi 2006). Pengendalian yang

biasanya dilakukan dalam mengatasi hama ini secara mekanik yaitu


dengan mengumpulkan dan memusnahkan kelompok telur, nimfa,

atau imago. Kegiatan pengendalian secara mekanis dapat dilakukan

bersamaan dengan pemangkasan atau pemanenan sehingga dapat

mengurangi biaya tenaga kerja. Pengendalian kimiawi dengan

insektisida kontak maupun sistemik (Dadang et al. 2007).

7. Thrips (Selenothrips rubrocinctus: Thysanoptera:

Thripidae)

Thrips merupakan ordo Thysanoptera (Borror et al. 1996).

Tubuhnya ramping dan pipih, imago berwarna hitam dan

panjangnya 1–2 mm (Kalshoven 1981). Semakin rendah suhu suatu

lingkungan warna thrips biasanya akan lebih gelap. Thrips jantan

tidak bersayap, sedangkan yang betina mempunyai dua pasang

sayap yang halus dan berumbai. Hama ini berkembang biak secara

partenogenesis atau dapat menghasilkan telur tanpa melalui

perkawinan terlebih dahulu. Telur thrips berbentuk oval,

diletakkan secara terpisah-pisah di permukaan bagian tanaman

atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman oleh alat peletak

telur. Telur diletakkan di bagian dalam jaringan daun, kemudian

nimfa yang keluar menghisap jaringan mesofil daun, sehingga

beberapa spot transparan dan mengering. Telur yang dihasilkan

dapat mencapai 80–120 butir. Setelah 6–8 hari telur menetas

menjadi instar pertama berwarna putih transparan (Indartono


2006). Thrips dewasa dapat hidup hingga 20 hari. Siklus hidup

hama thrips lebih kurang 3 minggu. Di daerah tropis siklus hidup

tersebut bisa lebih pendek (7–12 hari), sehingga dalam satu tahun

dapat mencapai 5–10 generasi. Nimfa atau thrips dewasa

menyerang tanaman dengan menggaruk jaringan daun dan

menghisap cairan selnya, terutama daun yang masih muda (Anonim

2008).

Karakteristik stadia nimfa S. rubrocinctus memiliki tiga

segmen pada abdomen dan terdapat pita/garis melintang

berwarna merah-orange pada tengah segmen abdomen (Kalshoven

1981). Nimfa paling suka dengan daun yang masih muda atau

kuncup daun. Karena itu, hama ini banyak ditemui di kuncup-

kuncup daun. Gejala yang ditimbulkan adalah daun mula-mula

bernoda putih mengkilat seperti perak, kemudian menjadi

kecoklat-coklatan dengan bintik hitam. Serangan biasanya akan

lebih berat jika terjadi hujan rintik-rintik, suhu di atas normal,

dan kelembapan di atas 70%. Hama ini bersifat polifag, kadang-

kadang menjadi vektor penyakit (Indartono 2006). Suhu optimum

untuk perkembangan serangga ini anatara 26–28 °C dan

kelembapan 85% (Kalshoven 1981).


Pengendalian hama ini adalah dengan memasang perangkap

likat IATP (Insect Adhesive Trap Papper) berupa kertas

lembaran tahan air berwarna kuning (warna yang disukai thrips)

yang telah diberi perekat. Selain dengan perangkap berperekat

pemangkasan bagian tanaman yang terserang dan pemusnahan

hama juga dapat dilakukan dalam mengendalikan thrips. Secara

biologis dengan memanfaatkan musuh alami dari jenis

Coccinellidae (Anonim 2008).

7. Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae)

Ulat jengkal dapat menghasilkan telur mencapai 50 butir,

telur diletakan secara berkelompok. Lama stadia telur adalah 3

hari, telur berbentuk bulat dan berwarna hijau kebiruan. Pada

saat menjelang menetas, telur menjadi kehitaman. Larva

berwarna hijau dan bergerak seperti orang mengukur panjang

atau lebar dengan jengkalnya, sehingga diberi nama ulat kilan atau

ulat jengkal. Larva ulat jengkal merusak daun-daun yang agak tua,

yaitu dengan cara menggigit daun dari arah pinggir. Jika serangan
berat, bagian daun yang tersisa hanya tulang daunnya saja. Larva

berpupa dalam anyaman daun.

Pada tanaman kakao, jika daun sudah habis, maka larva ini

akan menyerang bunga dan buah. Saat larva sudah besar biasanya

masuk ke dalam tanah yang gembur untuk berpupa pada

kedalaman 2–3 cm. Lama stadium pupa adalah 6 hari. Ngengat

berwarna coklat keabu-abuan dan aktif pada malam hari. Tanaman

inang lain hama ini adalah kacang hijau, kedelai, kentang, kakao,

dan tembakau.

8. Kutu Putih (Ferrisia virgata, Hemiptera: Pseudococcidae)

Kutu dompolan tergolong dalam ordo Hemiptera dan famili

Pseudococcidae yaitu serangga yang menyerupai tepung.

Karakteristik hama ini yaitu memiliki tubuh berwarna putih dan

lilin kuning, tubuhnya di lapisi oleh tepung berwarna putih,

pinggiran tubuhnya terdapat seperti benang-benang kecil, serta

pada bagian ekor memiliki 2 benang yang lebih panjang panjang

dari benang lainnya di sekitar tubuh. Hama ini bersifat polifag,


imago betina dapat menghasilkan 200–450 telur dalam waktu

beberapa jam. Sedangkan perubahan bentuk dari telur menjadi

nimfa berlangsung 4–9 hari. Untuk jantan akan menjadi imago

dalam waktu 20– 60 hari setelah nimfa menetas dan imago betina

membutuhkan hanya 20–45 hari untuk menyelesaikan masa

nimfanya. Imago betina dapat hidup selama 1–2 bulan, sedangkan

jantan hanya 1-3 hari.

Selain dengan cara kopulasi, perkembangbiakan hama ini

dapat dilakukan secara partenogenesis oleh imago betina

(Kalshoven 1981). Pengendalian hama ini adalah dengan

menggunakan benih yang sehat dan secara mekanis memangkas

bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan (Dadang et al.

2007).

Pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan

predator dari famili Coccinellidae yaitu Scymnus apiciflavus

(Anonim 2007) dan Cryptolaemus montrouzieri, serta Syrphidae

(Dadang et al. 2007). Selain predator, dapat juga memanfaatkan

parasitoid Cocophagus gumeyi, Tetracnemus pretiosus, T.


Peregrinus, Leptomastidae abnormis dan Anarhopus sydeyensis

(Anonim 2007). Pengendalian kimiawi dengan menggunakan

insektisida sistemik.

9. Kumbang Moncong (Coleoptera:Curculionidae)

Kumbang moncong memiliki warna hitam kotor/tidak

mengkilap dengan ukuran antara 3,5–7 mm termasuk moncong.

Kumbang bertelur pada daun atau lubang pada batang tanaman.

Larva menggerek ke jaringan batang atau masuk ke pucuk/kuncup

dan tangkai sampai menjadi pupa. Pupa terbungkus oleh sisa

makanan dan terletak di rongga dalam bekas gerekan batang.

Kerusakan terjadi karena larvanya menggerek daun dan memakan

jaringan di bagian dalam batang sehingga mengakibatkan aliran air

dan hara dari akar terputus serta daun-daun menjadi kuning dan

layu. Kerusakan pada daun menyebabkan daun berlubanglubang

Larva juga menggerek batang umbi, pucuk dan batang untuk

membentuk pupa, sedangkan kumbang dewasa memakan epdermis/

permukaan daun muda, jaringan/tangkai bunga dan pucuk/kuntum

sehingga dapat mengakibatkan kematian bagian tanaman yang

dirusak.
Serangan pada titik tumbuh dapat mematikan tanaman.

Pada pembibitan Phalaenopsis sp. dapat terserang berat hama ini.

Serangan kumbang gajah dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi

paling banyak terjadi pada musim hujan, terutama pada awal

musim hujan tiba (Anonim 2007). Inang lain dari hama ini adalah

anggrek, kelapa, dan kelapa sawit.

10. Wereng Daun (Empoasca sp., Hemiptera: Cicadellidae)

Wereng daun merupakan salah satu hama utama pada

tanaman jarak di daerah tropik dan subtropik dan sangat

berbahaya pada tanaman di lahan pembibitan (Dadang et al.

2007). Imago betina meletakan telur di dalam jaringan daun,

dekat dengan tulang daun di permukaan bawah. Nimfa dan imago

menghisap cairan daun hingga daun berubah warna menjadi merah

atau coklat. Kadang kala daun mengering dan mati. Pengendalian

hama ini dengan menggunakan insektisida imidaklrpid,

betasiflutrin, atau karbosulfan (Dadang dkk. 2007).


Penyakit
Bercak/Penyakit Kulit Botryodiplodia (Botryodiplodia sp.)

Penyakit kulit botryodiplodia sering ditemui pada anggrek

jenis Vanda sp. dan Arachnis sp. (Anonim 2007). Gejala dapat

terjadi pada batang berupa bercak coklat hingga hitam pada

permukaan berupa blendok, kulit menjadi gelap dan lama kelamaan

akan mengering. Bagian yang sakit akan menjadi luka yang terbuka

(kanker) akhirnya akan mati. Penyakit ini berkembang dalam

kambium, sehingga menimbulkan kerugian yang lebih besar dari

penampakan luarnya (Semangun 2000). Bercak tidak terbatas

pada bagian-bagian yang tua saja tetapi yang muda pun terserang.

Penyakit memencar dengan spora yang terdapat pada badan

buahnya. Spora memencar bila terjadi perubahan cuaca yang

mendadak dari basah ke kering (Anonim 2007). Konidia berbentuk

kapsul kecil berwarna orange dengan sekat melintang (Agrios

1997). Konidium cendawan ini bersel satu dan hialin pada waktu

muda, serta bersel dua dan warna agak gelap dengan ukuran 26–
28 μm x 12–14 μm saat konidium dewasa. Cendawan ini bertahan

pada ranting-ranting dan kulit batang/cabang yang sakit.

Pengendalian penyakit kulit botryodiplodia dapat dilakukan

dengan cara yaitu dianjurkan untuk mengapur pangkal batang

setelah pemangkasan dengan campuran kapur dan garam dapur

(25 kg kapur mati, 2 kg garam dapur, 25–35 l air), dapat juga

dilakukan dengan cara pengolesan dengan bubur Bordeaux 5%

yang dicampur dengan lem kayu 0,5% (Muller 1940 dalam

Semangun 2000). Selain itu pengendalian terhadap tanaman yang

terserang penyakit dapat dilakukan dengan memotong bagian yang

terinfeksi dan bagian luka bekas pemotongan tadi ditutup dengan

lilin yang telah dicampur dengan karbolineum planetarium. Untuk

mengurangi terjadinya serangan Botryodiplodia sp. pada buah,

setelah dilakukan pemanenan buah segera dibawa ke tempat

penyimpanan/pemeraman secara tertutup dan mengusahakan

tangkai buah masih melekat pada buah untuk menghindari

terjadinya luka pada buah (Semangun2000).

1. Embun Tepung (Oidium sp.)

Embun Tepung ialah cendawan obligat. Konidia tumbuh

baik pada suhu 7–31 °C dan kelembaban 30%–100%. Perkembangan

patogen ini memerlukan keadaan lingkungan yang lembap (optimum

90%), tetapi air tidak sampai tergenang di atas permukaan tanah.

Curah hujan yang tinggi merupakan kondisi yang kurang


menguntungkan untuk patogen ini, sebab dapat mengganggu

perkembangannya pada daun yang selalu basah. Terkena sinar

matahari langsung, suhu hingga 33 °C, dan kelembaban di bawah

20% akan mengganggu perkembangan patogen. Perkembangan

penyakit sangat dibantu oleh sedikit hujan, tidak banyak sinar

matahari, dan suhu yang agak rendah (Anonim 1962 dalam

Semangun 2000). Dari penelitian di Malaysia pertumbuhan

cendawan Oidium akan cepat pada suhu 15–16 °C dan kelembapan

nisbi 75%–80% (Semangun 2000). Cendawan ini dapat menyerang

berbagai bagian tanaman, baik bagian batang, daun, atau bunga.

Penyebarannya ke tanaman lain dengan bantuan angin maupun

kontak dengan tanaman yang terinfeksi. Cendawan ini memiliki

apresorium yang membulat, konidiofornya 60–120 x 12 μm,

sedangkan konidiumnya mebentuk rantai yang terdiri dari 4–8

konidium yang melekat pada konidiofornya, konidium tidak

berwarna, ukuran konidium sangat dipengaruhi oleh tanaman inang

dan cuaca (Semangun 2000).


Pada permukaan tanaman yang terserang tampak bercak-

bercak berwarna putih kelabu seperti beludru halus, yang terdiri

dari miselium, konidiofor, dan konidium cendawan. Bila serangan

berat akan menimbulkan bercak coklat kemerahan. Jika serangan

terjadi pada daun yang baru saja berkembang akan menyebabkan

perubahan warna menjadi kusam, daun lemas dan tepi-tepinya

agak mengeriting. Serangan pada daun muda ini dalam beberapa

hari akan menjadi hitam dan gugur satu per satu. Jika serangan

pada daun yang agak tua, daun akan mengalami perubahan

warna/pemudaran warna dan hanya 1 atau 2 daun yang rontok. Di

India telah dilaporkan penyakit ini menyerang pada pertanaman

jarak pagar (Lim 1972 dalam Semangun 2000). Pengendalian

terhadap penyakit embun tepung dapat dilakukan dengan cara

membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai terhadap

perkembangan cendawan ini dengan cara pemangkasan yang dapat

mengurangi kelembapan tanaman (Semangun 2000).

Di daerah dengan ketinggian <400 m dpl penyakit ini dapat

dikendalikan dengan penyerbukan tepung belerang. Untuk daerah

>400 m dpl baiknya dilakukan penyemprotan dengan bubur

california (1:30) . Pengendalian lainnya secara umum dapat

menggunakan fungisida, baik yang alami yaitu biofungisida dengan

memanfaatkan Ampelomyces quisqualis, maupun sintetik dengan

menggunakan fungisida berbahan aktif triadimenol, propiconazole,


dan fenarimol (Dadang et al. 2007). Kegiatan penyemprotan atau

penyerbukan ini dilakukan selama masih ada daundaun muda,

dilakukan tiap minggu hingga serangan tidak ada lagi. Penyerbukan

juga dilakukan pada waktu daun masih basah oleh embun, sehingga

serbuk belerang dapat melekat pada daun (Semangun 2000),

pengaruh belerang juga akan meningkat jika terkena sinar

matahari langsung (Kauchenius 1931 dalam Semangun 2000).

Vollema (1929 dalam Semangun 2000) menyatakan bahwa

pemupukan dapat menambah ketahanan pohon terhadap embun

tepung.

2. Layu Fusarium (Fusarium sp.)

Patogen Fusarium sp. menginfeksi tanaman melalui

jaringan akar yang terluka. Setelah patogen ini berkembang maka

bagian tanaman yang berada di atas tanah akan merana seperti

kekurangan air, daun menguning, layu dan keriput, serta akar-akar

membusuk. Pembusukan pada akar-akar ini dapat meluas ke atas

sampai ke pangkal batang. Jika akar rimpang dipotong akan


terlihat epidermis dan hipodermis berwarna ungu, sedang floem

dan xylem berwarna ungu merah jambu muda, akhirnya seluruh

akar akan berwarna ungu. Pengendalian patogen ini dapat

menggunakan fungisida Benlate (Benomyl) untuk menyiram atau

merendam tanaman, yang jika perlu diulang setelah 2 minggu

(Burnett 1974 dalam Semangun 2000).

3. Busuk Botrytis (Botrytis ricini)

Masalah penyakit busuk botrytis akan serius pada saat

musim hujan yang bersamaan dengan pembentukkan kapsul buah.

Bunga yang terinfeksi akan timbul bercak kecil berwarna hitam

kemudian menjadi busuk dan tertutup cendawan berwarna abu-

abu. Cendawan ini memiliki empat tipe propagul yaitu askospora,

konidia, miselia, dan sklerotia. Massa konidia berwarna coklat

kelabu. Penyakit ini disebarkan melalui vektor yaitu lalat buah dan

thrips, sisa tanaman mati yang terserang, serta udara (Dadang et

al. 2007). Pencegahan dengan cara tindakan budidaya seperti

penanaman varietas jarak yang tidak banyak duri pada kapsul,

irigasi yang tidak berlebihan, penanaman tidak terlalu rapat dan

sanitasi.
Pemanfaatan Trichoderma harzianum juga dilaporkan

efektif dalam mengendalikan patogen ini. Pencegahan secara

kimiawi dengan aplikasi fungisida Karbendazim dengan interval 15

hari sekali. Selain itu mepaniprim dan pirimetanil diketahui

memiliki keefektifan yang cukup tinggi dalam pengendalian

penyakit ini (Dadang et al. 2007).

4. Bercak Daun Bakteri (Xanthomonas ricinicola)

Temperatur optimum untuk pertumbuhan bakteri

Xanthomonas ricinicola adalah 36 °C dengan kelembaban 80%.

Bakteri ini menyerang kutiledon dan daun. Gejala yang ditimbulkan

berupa bercak bulat berwarna coklat atau kuning dan tidak

beraturan, serta tepi dibatasi garis berwarna terang pada

permukaan bawah daun. Gejala ini dapat meluas hingga permukaan

atas daun dan bercak akan meluas berwarna coklat gelap atau

hitam, dan disekitar bercak berwarna kuning. Pada buah akan

menyebabkan bercak dengan halo berwarna hijau terang.

Sedangkan pada ranting akan menyebabkan kanker dengan bercak

hitam. Bakteri ini dapat disebarkan melalui bantuan angin dan air
hujan. Patogen ini dapat menginfeksi tanaman melalui stomata

maupun luka. Tindakan pengendalian untuk meminimalkan serangan

bakteri bercak daun ini dengan cara sanitasi lahan dan perlakuan

panas pada biji selama 10 menit.

Pengendalian kimia dapat digunakan bakterisida berbahan

aktif streptosiklin atau dari golongan oksitetrasiklin, serta

senyawa kimia yang mengandung seng seperti ziram dan seng

sulfat (Dadang et al. 2007)

Musuh Alami Hama

1. Belalang Sembah (Mantodea:Mantidae)


Belalang sembah adalah serangga yang memiliki tungkai

depan yang selalu berada di depan tubuhnya, hewan ini merupakan

predator dari serangga-serangga kecil yang berada di sekitar

pertanaman (Kalshoven 1981). Mantidae memiliki tipe

metamorfosis paurometabola, yaitu telur–nimfa–imago. Predator

ini dapat bersifat kanibal, jantan dari serangga ini akan dimakan

oleh betinanya setelah melakukan kopulasi (Kalsohoven, 1981).


2. Coccinellidae Predator (Coleoptera)
Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinellida

e) memiliki panjang tubuh 0,8–18 mm, berbentuk oval setengah

lingkaran dengan bagian dorsal cembung dan bagian ventral datar

(Hodek 1973). Predator ini mampu memangsa 200–400 ekor nimfa

kutu kebul. Siklus hidup predator 18–24 hari, dan satu ekor

betina mampu menghasilkan 3000 butir telur (Anonim 2008).

Coccinellidae juga merupakan salah satu predator dari kutu daun

(Anonim 2007).

 Pengamatan Hama

Pengamatan hama tanaman jarak pagar dilakukan dengan

mengamati secara langsung pada tiap tanaman contoh, dengan

mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah populasi hama serta

gejala serangan pada tiap tanaman contoh. Untuk hama yang tidak

dapat diidentifikasi di tempat, dilakukan pengkoleksian contoh

hama pada botol yang berisi alkohol 70% atau kantung plastik

untuk diidentifikasi di Laboratorium Biosistematika Serangga

Departemen Proteksi Tanaman IPB dengan menggunakan buku

Borror et al. (1996) dan Musium Serangga Departemen Proteksi

Tanaman IPB. Data diolah dengan menggunakan program

Microsoft Excel dan diuji menggunakan program statistical

analysis system (SAS) dengan rancangan acak kelompok (RAK),

dilanjutkan uji Duncan, taraf nyata 5%.


Persentase kerusakan oleh hama dihitung dengan

menggunakan rumus:

KH = n/N x 100%

KH =Kerusakan oleh hama

N =Jumlah daun yang terserang dalam satu tanaman

N =Jumlah daun dalam satu tanaman

 Pengamatan Penyakit

Pengamatan penyakit dengan cara pengamatan langsung

gejala yang terdapat pada tanaman contoh, sebagian contoh

tanaman sakit yang bergejala dibawa ke Klinik Tanaman

Departemen Proteksi Tanaman IPB untuk diidentifikasi jenis

patogennya. Gejala yang terjadi pada tiap tanaman contoh

dihitung untuk mengetahui persentase kerusakan dan kejadian

penyakit. Persentase kejadian penyakit tersebut dihitung dengan

rumus:

KP = n/N x 100%

KP = Kejadian penyakit

n = Jumlah tanaman yang terserang

N = Jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati

Berdasarkan gejala serangan penyakit, keparahan

penyakit dapat dihitung dengan rumus Townsend dan Heuberger

(1974 dalam Agrios 1997).

I = Σ(ni.vi)/N.V x 100%
I = Keparahan penyakit

ni = Jumlah tanaman yang terserang pada kategori

ke-i

vi = Kategori kerusakan ke-i

N = Jumlah tanaman yang diamati

V = Nilai kategori serangan tertinggi

Nilai kategori kerusakan tanaman (v) ditentukan

berdasarkan tingkat kerusakan tiap tanaman contoh (x)

sebagai berikut:

Nilai 0 = Tidak ada serangan

Nilai 1 = 0 < x ≤ 25 %

Nilai 2 = 25 < x ≤ 50 %

Nilai 3 = 50 < x ≤ 75 %

Nilai 4 = x > 75 %

Data diolah dengan menggunakan program Microsoft

Excel dan diuji menggunakan program statistical analysis system

(SAS) dengan rancangan acak kelompok (RAK), dilanjutkan uji

Duncan, taraf nyata 5%.


BAB 9
AKTIVITAS FARMAKOLOGI

Menurut Oyi (2007), jarak pagar (Jatropha curcas)

memiliki aktivitas antimikroba yang baik untuk bakteri gram-

negatif maupun bakteri grampositif. Jarak pagar (Jatropha

curcas) mengandung beberapa kandungan kimia, yaitu tanins,

flavonoid, dan saponins yang terdapat di dalam getah tanaman

jarak pagar (Jatropha curcas). Zat tanin dapat menyebabkan

kompleksasi terhadap enzim atau substrat yang terdapat pada

dinding sel bakteri sehingga menyebabkan koagulasi protein pada

dinding sel bakteri dengan konsentrasi tanin yang tinggi. Pada

suatu penelitian, zat tanin efektif menghambat pertumbuhan

bakteri di saluran pencernaan, seperti Acteroides fragilis, Clostri

dium perfringens, Escherichia coli and Enterobacter cloacae, dan

bakteri lainnya (Akiyama, 2001).

Flavonoid merupakan senyawa kimia yang berasal dari

produk alami dan memiliki berbagai macam sifat farmakologi.

Flavonoid mempunyai aktivitas antijamur, antivirus, dan

antibakteri. Flavonoid dapat menghambat sintesis asam nukleat

pada Staphylococcus aureus, menghambat fungsi membran

sitoplasma pada MRSA, Streptococcus, dan S. mutans, serta

menghambat metabolisme energi pada beberapa macam bakteri

(Cushnie et al, 2005).


Saponin merupakan glikosid aktif dengan karakteristik

berbusa. Saponin banyak dihasilkan dari tanaman, dan sedikit

dihasilkan pada hewan laut dan beberapa bakteri. Sama halnya

dengan , saponin mempunyai aktivitas virusidal, antijamur, dan

antibakteri. Saponin dapat menghambat petumbuhan bakteri gram

negatif maupun bakteri gram positif. Tetapi beberapa saponin

juga ada yang tidak efektif mampu menembus ke dalam selaput

sel dari mikroorganisme tersebut (Desai, 2009).


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang

Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat

menyelesaikan tugas besar Farmakognosi.

Dalam penyusunan Buku ini dirasakan masih

banyak kekurangan, baik dalam sistematika penyusunan

maupun penggunaan kata-kata. Kami mengharapkan

kritik dan saran yang membangun sebagai cerminan

kami dalam penyusunan Buku berikutnya. Akhirnya

kepada Allah jugalah kami serahkan semuanya. Semoga

Buku ini bisa bermanfaat khususnya bagi kelompok

kami, dan umumnya bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Gorontalo, Oktober 2018

Kelompok III

Anda mungkin juga menyukai