Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas
tulang primer terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang
rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma biasanya ditemukan pada daerah tulang femur, humerus, kosta dan
bagian permukaan pelvis. Tumor ini memiliki banyak ciri dan bentuk perkembangan. Dari pertumbuhan yang lambat hingga pertumbuhan
metastasis yang agresif.

Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri
disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma,
osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan
kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi tumor sentral atau perifer berdasarkan lokasinya di tulang.
II. EPIDEMIOLOGI

Menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, kondrosarkoma lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan Jaffe mengatakan,
tidak ada perbedaan insidens. Dari segi ras penyakit ini tidak ada perbedaan. Meskipun tumor ini dapat terjadi pada seluruh lapisan usia,
namun terbanyak pada orang dewasa (20-40 tahun). Tujuh puluh enam persen, kondrosarkoma primer berasal dari dalam tulang (sentral)
sedangkan kondrosarkoma sekunder banyak ditemukan berasal dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma yang
mengalami transformasi. Pasien dengan ollier’s disease (enkondromatosis multipel) atau maffucci’s syndrome (enkondroma multipel +
hemangioma) memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi kondrosarkoma daripada orang-orang normal dan sering sekali muncul pada
dekade ketiga dan keempat.

Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400 jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari
seluruh keganasan tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma.

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal tersusun dari tulang, kartilago, sendi, bursa, ligamen dan tendon. Kartilago normal ditemukan pada sendi, tulang
rusuk, telinga, hidung, diskus intervertebra dan tenggorokan. Kartilago tersusun dari sel (kondrosit dan kondroblast) dan matriks.
Kondroblas dan kondrosit memproduksi dan mempertahankan matriks. Matriks terdiri dari elemen fibrous dan substansi dasar. Matriks ini
kuat dan solid tetapi lentur. Matriks organik terdiri dari serat-serat kolagen dalam gel semi padat yang kaya mukopolisakarida yang disebut
juga substansi dasar.

Kartilago memegang peranan penting dalam pertumbuhan panjang tulang dan membagi beban tubuh. Tulang bertambah panjang akibat
proliferasi sel kartilago di lempeng epifisis. Selama pertumbuhan dihasilkan sel-sel tulang rawan (kondrosit) baru melalui pembelahan sel
di batas luar lempeng yang berdekatan dengan epifisis. Saat kondrosit baru sedang dibentuk di batas epifisis, sel-sel kartilago lama ke arah
batas diafisis membesar. Kombinasi proliferasi sel kartilago baru dan hipertrofi kondrosit matang menyebabkan peningkatan ketebalan
(lebar) tulang untuk sementara. Penebalan lempeng tulang ini menyebabkan epifisis terdorong menjauhi diafisis. Matriks yang
mengelilingi kartilago tua yang hipertrofi dengan segera mengalami kalsifikasi.
Pada orang dewasa, kartilago tidak mendapat aliran darah, limfe atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme dibawa oleh
cairan sendi yang membasahi kartilago. Proses ini dihambat dengan adanya endapan garam-garam kalsium. Akibatnya sel-sel kartilago tua
yang terletak di batas diafisis mengalami kekurangan nutrien dan mati.

Osteoklas kemudian membersihkan kondrosit yang mati dan matriks terkalsifikasi yang mengelilinginya, daerah ini kemudian diinvasi oleh
osteoblas-osteoblas yang berkerumun ke atas dari diafisis, sambil menarik jaringan kapiler bersama mereka. Penghuni baru ini meletakkan
tulang di sekitar bekas sisa-sisa kartilago yang terpisah-pisah sampai bagian dalam kartilago di sisi diafisis lempeng seluruhnya diganti oleh
tulang. Apabila proses osifikasi telah selesai, tulang di sisi diafisis telah bertambah panjang dan lempeng epifisis telah kembali ke ketebalan
semula. Kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di
ujung epifisis lempeng.

Ada tiga jenis kartilago yaitu: kartilago hialin, kartilago elastis dan fibrokartilago. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung
beban tubuh pada sendi sinovial Kartilago ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Kartilago ini tersusun dari sedikit
sel dan sejumlah besar substansi dasar. Substansi dasar terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel kartilago.
Proteoglikan sangat hidrofilik sehingga memungkinkan menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban berat. Kartilago hialin terletak
pada epifisis tulang panjang.

IV. PREDILEKSI

Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan bagian epifisis tulang panjang. Kondrosarkoma dapat
terkena pada berbagai lokasi namun predileksi terbanyak pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan humerus. Selain itu dapat pula
mengenai rusuk, tulang kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini jarang mengenai tangan dan biasanya merupakan bentuk
keganasan atau komplikasi dari sindrom enkondromatosis multipel.

V. ETIOLOGI

Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan
penelitian yang terus berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti enkondroma
atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek
samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti
Ollier disease dan Maffucci syndrome, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma.

VI. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel
tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis,
kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan
proses osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula.
Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago
baru di ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan
menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.

Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri
dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal.
Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft
tissue.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan meliputi pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.

VII.1 Diagnosis Klinis

Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya penyakit ini memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat
menjadi agresif.

Gejala Kondrosarkoma

Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:

1. Nyeri

Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang
ditimbulkan tergantung pada predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran
tumor yang perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak menghilang. Nyeri
diperberat oleh adanya fraktur patologis.

2. Pembengkakan

Pembengkakan lokal biasa ditemukan.

3. Massa yang teraba


Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.

4. Frekuensi miksi meningkat

Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis.

Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma. Gejala yang ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada
grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat
dan biasanya disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.

Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma

Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1) apabila jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian
grade kondrosarkoma dapat juga melalui pemeriksaan mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel normal
dan pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat kecil. Pada grade tinggi, sel tumor tampak abnormal dengan
pertumbuhan dan kemampuan metastase yang sangat cepat. Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade tinggi
kondrosarkoma lebih sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang lain. Yang termasuk grade rendah adalah
kondrosarkoma sekunder sedangkan yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma primer.

Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan mengetahui apakah sel tumor ini telah bermetastase di luar lokasi aslinya.
Untuk lokasi anatomi, dituliskan (T1) jika tumor tersebut berada di dalam tulang dan (T2) jika diluar tulang.

Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma:

Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang

Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.

Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.

Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.

Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau di luar tulang namun telah mengalami metastase.
Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka disebut N1 sedangkan N0 apabila tidak didapatkan keterlibatan kelenjar
limfe regional. Jika didapatkan metastase disebut sebagai M1 dan jika tidak didapatkan metastase disebut M0. Kondrosarkoma biasa
bermetastase pada paru-paru, namun dapat juga bermetastase pada tulang, liver, ginjal, payudara atau otak.

VII.2 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam usaha penegakan diagnosis tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan
radiologi yang dapat dilakukan meliputi foto konvensional, CT scan, dan MRI. Selain itu, kondrosarkoma juga dapat diperiksa dengan USG
dan Nuklear Medicine.

Foto konvensional

Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer
atau sentral memberikan gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi
eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar tumor yang dapat
mengakibatkan fraktur patologis. Scallop erosion pada endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan
tumor yang licin. Pada kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka hal ini dapat membedakan
kondrosarkoma dengan enkondroma. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal,
jika dibandingkan dengan enkondroma.

Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi malignan, penetrasi korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue
dengan kalsifikasi. Namun derajat bentuk kalsifikasi matriks ini dapat dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor yang agresif, dapat
dilihat gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula tampak area yang luas tanpa kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan
soft tissue di sekitarnya juga menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi matriks yang sebelumnya terlihat
sebagai enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah keganasan menjadi kondrosarkoma.

CT scan

Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks kartilago. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih
sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks. Endosteal cortical scalloping pada tumor intramedullar juga
terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional. CT scan ini juga dapat digunakan untuk memandu biopsi
perkutan dan menyelidiki adanya proses metastase di paru-paru.

VII.3 Pemeriksaan Patologi Anatomi

Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan sifat kartilaginosa; besar dengan penampilan berkilau dan berwarna
kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa tumor berdiferensiasi baik dan sulit dibedakan dengan enkondroma bila hanya berdasakan
pada gambaran histologis saja. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti multipel dalam suatu sel tunggal atau adanya
beberapa kondroblas dalam satu lakuna. Diantara sel tersebut terdapat matriks kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi atau
osifikasi.

Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan optimalisasi manajemen terapi. Biopsi sering dilakukan sebagai langkah awal
penanganan. Biopsi perkutaneus dengan tuntunan imaging akan sangat membantu pada beberapa kasus tertentu. USG dilakukan sebagai
penuntun biopsi jarum halus pada soft tissue, sedangkan CT scan digunakan sebagai penuntun untuk biopsi jarum halus pada tulang.
Perubahan patologis antara tumor jinak dan tumor ganas grade rendah sangat sulit dinilai. Biopsi jarum halus kurang baik untuk
memastikan diagnostik patologis dan biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi bedah terbuka.

Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:

1. Clear cell chondrosarcoma:

Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan yang lambat dan secara khas terdapat di epifisis tulang-tulang
tubular terutama pada femur dan humerus.

Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak vakuola besar. Akan tampak pula lobular
cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.

2. Mesenchymal chondrosarcoma

Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled neoplastic cells dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli.
Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan penipisan kartilago.

3. Dedifferentiated chondrosarcoma

Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah gabungan antara grade rendah
kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di mana terjadi keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi
sebagai keganasan kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas.

Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan
nukleus padat dengan disertai beberapa pembesaran.

4. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya terletak pada bagian metafisis femur, jarang
pada diafisis.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Kondrosarkoma biasanya berasal dari tulang normal, atau merupakan perubahan ganas dari kelainan jinak seperti osteokondroma dan
enkondroma.

VIII.1 Osteokondroma

Osteokondroma atau eksostosis osteokartilagenus adalah pertumbuhan tulang dan tulang rawan yang membentuk tonjolan di daerah
metafisis. Tonjolan ini menimbulkan pembengkakan atau gumpalan. Kelainan ini selalu muncul di daerah metafisis dan tulang yang sering
terkena adalah ujung distal femur, ujung proksimal tibia, dan humerus.

Osteokondroma ini perlu dibedakan dengan osteokondroma bawaan yang predileksinya di daerah diafisis dan bersifat multipel.
Osteokondroma terdiri atas dua tipe, yaitu tipe bertangkai dan tipe sesil yang mempunyai dasar lebar.

Perubahan ke arah ganas hanya satu persen. Eksisi dilakukan bila kelainan cukup besar sehingga tampak di bawah kulit atau, bila
mengganggu.

VIII.2 Enkondroma

Enkondroma merupakan tumor jinak pada kartilago displastik yang biasanya berupa lesi soliter pada bagian intramedullar tulang dan
metafisis tulang tubular. Hal yang penting pada penyakit ini adalah komplikasi, terutama fraktur patologis atau perubahan bentuk ke arah
keganasan yang disertai fraktur patologis.

Pada foto konvensional enkondroma memberikan gambaran berupa radiolusen yang berbatas tegas di daerah medulla. Tampak pula
kalsifikasi seperti cincin dan pancaran (ring and arcs) yang berbatas tegas, membesar dan menipis, khususnya pada daerah tangan dan
kaki. Pada tulang panjang, bentuk kalsifikasinya mungkin sulit dibedakan dengan kalsifikasi distropik pada infark tulang.

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim antara dokter dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist,
diperlukan untuk melihat faktor- faktor untuk evaluasi kecepatan perkembangan tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor.
Perawat dan ahli gizi, terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping dari penanganan kondrosarkoma dan memberikan dorongan
kesehatan makanan untuk membantu melawan efek samping tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada beberapa hal seperti:

1. Ukuran dan lokasi dari kanker

2. Menyebar tidaknya sel kanker tersebut.

3. Grade dari sel kanker tersebut.

4. Keadaan kesehatan umum pasien

Pasien dengan kondrosarkoma memerlukan terapi kombinasi pembedahan (surgery), kemoterapi dan radioterapi.

IX.1 Surgery

Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena kondrosarkoma kurang berespon terhadap terapi radiasi dan
kemoterapi. Variasi penatalaksanaan bedah dapat dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah beku
hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat adalah amputasi.

IX.2 Kemoterapi

Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika kanker telah menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini
menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang
tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.

IX.3 Radioterapi

Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar berenergi tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada residu
tumor, baik makro maupun mikroskopik. Radiasi diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy memberikan hasil
bebas tumor sebanyak 25% 15 tahun setelah pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya menjalani operasi saja menunjukkan kekambuhan
pada 85%. Efek samping general radioterapi adalah nausea dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan mengatur jarak dan
dosis radioterapi.

X. PROGNOSIS
Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan grade dari tumor tersebut. Usia pasien juga sangat menentukan
survival rate dan prognosis dari penyakit ini. Pasien anak-anak memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dewasa.

Penanganan pada saat pembedahan sangat menentukan prognosis kondrosarkoma karena jika pengangkatan tumor tidak utuh maka
rekurensi lokal bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh tumor diangkat, lebih dari 75% penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi
kondrosarkoma biasa terjadi 5–10 tahun setelah operasi dan tumor rekuren bersifat lebih agresif serta bergrade lebih tinggi dibanding
tumor awalnya. Walaupun bermetastasis, prognosis kondrosarkoma lebih baik dibandingkan osteosarkoma.

OSTEOSARKOMA

Pengertian
Osteosarcoma adalah suatu pertumbuhan yang cepat pada tumor maligna tulang

Osteosarcoma (Kanker Tulang)

Etiologi
Penyebab yang pasti terhadap kanker belum diketahui secara jelas tetapi faktor-faktor
etiologi yang membantu terbentuknya kanker sudah banyak diketahui yang disebut bahan-
bahan karsinogen, sinar ultraviolet, sinar radio aktif, parasit dan virus.

Insiden
Osteo sarcoma merupakan tumor ganas tulang yang paling sering ditemukan (48,8%).
Tumor ini merupakan tumor ganas yang menyebar secara cepat pada periosteum dan
jaringan ikat luarnya.
Osteo sarcoma terutama ditemukan pada umur 10-25 tahun dan lebih sering pada pria
daripada wanita. Nyeri merupakan gejala utama yang pertama muncul yang bersifat terus
dan penderita biasanya datang dengan tumor yang besar.
Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang (myeloma) dari jaringan sel
tulang (sarcoma) sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limfe, hati dan ginjal sehingga
dapat mengakibatkan adanya pengaruh aktifitas hematopeotik sum-sum tulang yang cepat
pada tulang sehingga sel-sel plasma yang belum matang/tidak matang akan terus membelah
terjadi penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.

Manifestasi Klinik
Nyeri bengkak, dan terbatasnya pergerakan, menurunnya berat badan. Gejala nyeri pada
punggung bawah merupakan gejala yang khas. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan
pada vertebra oleh fraktur tulang patologik. Anemia dapat terjadi akibat adanya
penempatan sel-sel neoplasma pada sum-sum tulang, hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia selama adanya kerusakan tulang. Sel-sel
plasma ganas akan membentuk sejumlah immunoglobulin/bence jone protein abnormal.
Hal ini dapat dideteksi melalui serum urin dengan teknik immunoelektrophoresis. Gejala
gagal ginjal dapat terjadi selama presitipasi imunoglobulin dalam tubulus (pada
pyelonephritis), hiperkalsemia, peningkatan asam urat, infiltrasi ginjal oleh plasma sel
(myeoloma ginjal) dan trombosis pada vena ginjal.
Kecendrungan patologik perdarahan merupakan ciri-ciri myeloma dengan dua alasan
utama:
1. Penurunan platelet (trombositopenia)
2. Tidak berfungsinya platelet

Test Diagnostik
 Biopsi – kemoterapi
 Operasi – radiotrapi

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan menghancurkan atau mengangkat jaringan ganas dengan metode
seefektip mungkin :
 Tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi
 Kemotrapi mengurangi masa tumor dengan alkilatin kimotrapi yang komfirmasikan yang
dilaksanakan sebelum dan sesudah pembedahan dengan tujuan untuk membasmi lesi micro
metastatik
 Analgesik dan narkotik
 Alloperinol untuk mengontrol hiperurisemia. Outputurin harus baik(2500-3000ml/hari)
unutuk mengukur tingkat serum kalsium dan mencegah hiperkalsium dan hiperurisemia.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang
paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
( Price, 1962:1213 )
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun
jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100
penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk
220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di
Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat
650 anak yang menderita kanker per tahun.
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah
Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat
455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan
128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma
merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor
tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor
tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita
kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar
75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis.
Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut
sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka
tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat
menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti
kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 –
25 tahun ( pada usia pertumbuhan ). ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata penyakit ini
terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan
anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di
temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui.
Melihat jumlah kejadian diatas serta kondisi penyakit yang memerlukan
pendeteksian dan penanganan sejak dini, penulis tertarik untuk menulis makalah “
Asuhan Keperawatan Osteosarkoma “
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan pada klien Osteosarkoma.
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan
meliputi :
 Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian pada klien dengan osteosarkoma
 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan osteosarkoma.
 Mampu membuat rencana keparawatan pada klien dengan osteosarkoma.
 Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan keperawatan
pada anak dengan Osteosarkoma.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle.
1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang
menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam
tubuh.( Wong. 2003: 595 )
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah
tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 )
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling
sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (
Price. 1998: 1213 )
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang
paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru.
Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke
paru ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001: 2347 )
Klasifikasi tumor pada muskuloskletal adalah :
2.1.1 Tumor – tumor jinak ( benigna )
 Osteoma
Osteoma merupakan lesi tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh
pertumbuhan tulang yang abnormal. Oateoma berwujud sebagai suatu benjolan
yang tumbuh dengan lambat dan tidak nyeri. Pada pemeriksaan radiografi osteoma
perifer tampak sebagai lesi yang meluas pada permukaan tulang. Sedangkan
osteoma sentral tampak sebagai suatu masa berbatas jelas dengan tulang.
 Kondroblastoma
Konroblastoma adalah tumor jinak yang sering ditemukan pada tulang
humerus. Gejala yang sering timbul adalah nyeri yang timbul pada tulang rawan.
 Enkondroma
Enkondroma adalah tumor jinak sel –sel rawan displastik yang timbul pada
metafisis tulang tubular, terutama pada tangan dan kaki.
2.1.2 Tumor – tumor ganas ( maligna )
 Multipel mieloma
Tumor ganas pada tulang akibat proliferasi ganas dari sel sel plasma.
 Sarkoma osteogenik
Sarkoma osteogenik merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas
 Kondrosarkoma
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri dari kondrosit
anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral.
2.2 ETIOLOGI
Etiologi dari osteosarkoma adalah :
 Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
 Keturunan ( genetik )
 Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya yang disebabkan oleh
penyakit.
 Pertumbuhan tulang yang terlalu cepat.
 Sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti : makanan dengan zat
pengawet, merokok dan lain-lain
2.3 ANATOMI dan FISIOLOGI
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi alat-alat
di dalam tubuh, pemben Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan
hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan posfat.
Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks
dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen.
Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi.
Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian
maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada
kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas
mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton.
1997)
2.4 PATOFISIOLOGI
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari osteosarkoma adalah :
 Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
 Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas
 Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
 Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise.
2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor,
pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara
maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi
pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi
(MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam
kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian
cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat,
mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid.
( Gale. 1999: 245 ).
2.6.2 Tindakan keperawatan
 Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
 Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli
psikologi atau rohaniawan.
 Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.
Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
 Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
( Smeltzer. 2001: 2350 )
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang
diagnosis seperti CT, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up
adanya stasis pada paru-paru. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis
dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot,
keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus
diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi
histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan
kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor.

SARKOMA EWING
Pada tahun 1921, James Ewing menggambarkan suatu tumor tulang hemoragis-
vaskuler yang tersusun dari sel bulat, kecil tanpa disertai pembentukan osteoid yang
biasanya terjadi di bagian tengah tulang panjang atau tulang pipih. Tumor ini
mulanya diperkirakan timbul dari sel endotelial, namun bukti yang diperoleh baru-
baru ini menunjukan bahwa kemungkinan tumor ini berasal dari jaringan saraf
primitif.(1)

Tumor ganas tulang yang tidak berasal dari system hematopoetik adalah
osteosarkoma, kondrosarkoma, fibrosarkoma dan sarcoma Ewing. Sarkoma Ewing
merupakan tumor ganas terbanyak kedua setelah osteosarkoma. Tumor ini tersusun
atas sel bulat, lunak yang terjadi seringkali pada tiga dekade pertama dari
kehidupan. Kebanyakan terletak pada tulang panjang, meskipun berbagai tulang lain
dapat pula terlibat. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, prosedur pemeriksaan penunjang baik invasif maupun non invasif.(2)
Sarkoma Ewing ini sangatlah ganas dengan rendahnya tingkat kesembuhan
walaupun dengan pembedahan ablatif baik disertai radiasi ataupun tidak. Namun
demikian terapi radiasi pada daerah primer dan daerah metastase yang dikombinasi
dengan kemoterapi menggunakan doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine dan
dactynomycin dilaporkan dapat meningkatkan kelangsungan hidup penderita
sekalipun dengan metastase. Memang terapi multimodalitas diyakini akan
meningkatkan proporsi long-term disease-free survival dari kurang 15 % menjadi
lebih dari 50 % pada 2 – 3 dekade belakangan ini.(2)
2.1. Definisi
Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil yang
paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan.(2) Sarkoma Ewing
merupakan tumor ganas primer yang paling sering mengenai tulang panjang,
kebanyakan pada diafisis. tulang yang paling sering terkena adalah pelvis dan tulang
iga.(3)
Sarcoma Ewing adalah neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan berasal dari sel-
sel primitive sumsum tulang pada dewasa muda.(4)

2.2. Insidensi
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling
sering adalah tulang-tulang panjang.(5)
Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan tumor tulang primer yang paling umum
setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2 kasus per 100.000 anak-
anak di diagnosis sebagai sarcoma ewing, dan diperkirakan terdapat 160 kasus baru
yang terjadi pada tahun 1993. Di seluruh dunia, insidensinya bervariasi dari daerah
dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika Serikat dan Eropa ke daerah dengan
insidensi rendah, misalnya Afrika dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga terjadi pada
dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada umur 5 tahun dan sesudah 30 tahun.
Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya sarcoma Ewing tidak
berhubungan dengan sindroma congenital, tetapi banyak berhubungan dengan
anomaly skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma kista tulang dan anomali
urogenital, misal : hipospadia.(1)
Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi insidensi sarcoma Ewing, yaitu :
1). Faktor usia. Insidensi sarkoma Ewing meningkat dengan cepat dari mendekati 0
pada umur 5 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 10 -18 tahun. Sesudah
umur 20 tahun insidensinya menurun kembali dan mendekati 0 pada umur 30 tahun.
2). Faktor jenis kelamin. Resiko pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi
setelah umur 13 tahun insidensinya antara pria dan wanita hampir sama.
3). Faktor ras. Penyakit ini jarang didapatkan pada orang kulit hitam.
4). Faktor genetik, yang dikenal meliputi :
a). Riwayat keluarga. Faktor resiko pada garis keturunan pertama tidak meningkat.
Tidak ada sindroma familia yang berhubungan dengan sarcoma Ewing.
b). Anomali genetik, terdapatnya anomali pada kromosom 22, translokasi atau
hilangnya kromosom ini terdeteksi pada 85 % penderita sarcoma Ewing.
c). Riwayat penyakit tulang, anomali congenital tertentu dari skeletal, yaitu
aneurisma kista tulang dan enchondroma meningkatkan resiko sarcoma Ewing, juga
anomali genitourinary seperti hipospadia dan duplikasinya juga berhubungan
dengan sarcoma Ewing.(1)

2.3. Patofisiologi dan Histologi


A. Patofisiologi
Menurut Ackerman’s (11) : tipe dari system gradasi yang biasa dipergunakan
tampaknya kurang begitu penting dari pada protocol peta regional dan evaluasi
histologis. Dengan mikroskop cahaya, sarcoma Ewing tampak sebagai massa difuse
dari sel tumor yang homogen. Seringkali terdapat populasi bifasik dengan sel yang
besar, terang dan kecil, gelap. Tanda vaskularisasi dan nekrosis koagulasi yang luas
merupakan gambaran yang khas. Tumor akan menginfiltrasi tulang dan membuat
destruksi kecil. Tepi tumor biasanya infiltratif dengan pola fili dan prosesus seperti
jari yang kompak disertai adanya sel basofil yang biasanya berhubungan erat
dengan survival penderita yang buruk.(12)

Menurut WHO (14) : sarcoma Ewing merupakan tumor maligna dengan gambaran
histologis agak uniform terdiri atas sel kecil padat, kaya akan glikogen dengan
nukleus bulat tanpa nukleoli yang prominen atau outline sitoplasma yang jelas.
Jaringan tumor secara tipikal terbagi atas pita – pita ireguler atau lobulus oleh
septum fibrosa, tapi tanpa hubungan interseluler serabut retikulin yang merupakan
gambaran limfoma maligna. Mitosis jarang didapatkan, namun perdarahan dan area
nekrosi sering terjadi.

B. Histologi
Diagnosis adalah satu dari perkecualian neoplasma sel bulat kecil yang lain (small
cell osteosarcoma, rhabdomyosarcoma, neuroblastoma dan limfoma) harus
disingkirkan. Vaskularitas yang terhambat, nekrosis dan populasi bifasik dari sel
besar dan sel kecil gelap sangat khas pada sarcoma Ewing ini.(1)

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun
sistemik. Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau
pelvis, meskipun tulang lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak
didaerah sekitar tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang
berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi sistemik biasanya meliputi : lesu,
lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi serta dapat ditemukan
adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya gejala bisa
diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada pasien yang
mempunyai lesi primer pada aksis tulang.(1)
Tanda dan gejala yang khas adalah : nyeri,benjolan nyeri tekan,demam (38-40 oC),
dan leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).(5)

2.5. Diagnosis
Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai sebagai sarcoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada
hal-hal berikut ini :(7) Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus
limfatikus, meliputi : jumlah, konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik pada
daerah servikal, supraklavikula, axilla serta inguinal harus dicatat.Pada pemeriksaan
dada, mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura dan metastase paru, misal
penurunan atau hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura pada
pemeriksaan paru-paru. Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites
dan semua massa abdomen harus digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah
pelvis, bisa dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya massa, atau daerah yang
nyeri bila ditekan. Pemeriksaan ekstremitas, meliputi pemeriksaan skeletal termasuk
test ruang gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan system saraf menyeluruh harus
dicatat dengan baik.
Diagnosis yang dipermasalahkan : klinisnya hal tersebut sangat penting secepatnya
untuk mengeluarkan tulang yang terinfeksi. Pada biopsy tingkat esensialnya untuk
mengenal keganasan sekitar sel tumor, kejelasan dari osteosarcoma. Sekitar sel
tumor yang lain bias menyerupai Ewings yaitu sel reticulum sarcoma dan
neuroblastoma metastatik.(6)

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai sarcoma Ewing :
1). Pemeriksaan darah : a). Pemeriksaan darah rutin. b). Transaminase hati. c).
Laktat dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau
berkembangnya metastase.
2). Pemeriksaan radiologis : a). Foto rontgen. b). CT scan : Pada daerah yang
dicurigai neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat
besar dan lokasi massa dan hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya
metastase pulmoner. Bila ada gejala neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya
dilakukan.
3). Pemeriksaan invasif : a). Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi
sample sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk
menyingkirkan adanya metastase. b). Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada
massa tumor sangat penting untuk mendiagnosis Ewing’s Sarkoma. Jika terdapat
komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.(3)

2.7. Radiologi Diagnostik


Gambaran radiologist sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif
yang berawal di medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah radiolusen.
Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang – kadang
reaksi periostealnya tampak sebagai garis – garis yang berlapis – lapis menyerupai
kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini pernah
dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi tulang
lain.(3)

2.8. Stadium Tumor


Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan system
staging untuk sarcoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap
lebih sesuai untuk penyakit dari pada system yang berdasar pada perluasan
penyakit sesudah prosedur pembedahan, oleh karena itu maka pendekatan kkontrol
local pada tumor ini jarang dengan pembedahan. Pengalaman menunjukan bahwa
besar lesi sarcoma Ewing mempunyai prognosis yang cukup penting. Delapan puluh
tujuh persen pasien dengan tumor (T) pada tulang tetap hidup dalam lima tahun
dibandingkan dengan 20 % pada pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus
limfatikus (N) jarang terlibat. Adanya penyakit metastase (M) akan menurunkan
survival secara nyata. Keterlibatan tulang atau sumsum tulang lebih sering didapat
dari pada hanya metastase tumor ke paru – paru.(1)
Sarkoma Ewing adalah suatu sel tumor bulat tak terdiferensiasi yang tidak memiliki
pertanda morfologis. Sarkoma Ewing ini didiagnosis setelah mengeksklusi tumor sel
bulat, kecil dan biru yang lain yang meliputi sarcoma tulang primer, sarcoma tulang
primitive, rabdomiosarkoma, limfoma, neuroblastoma dan neuroepitelioma perifer.(1)
Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah pelvis (21%), femur (21%),
fibula (12%), tibia (11%), humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula (4%),
tulang kepala (3%) dan tempat lain (<2%).(10)

2.9. Penyebaran metastase


Cara penyebarannya dapat secara :
Langsung. Sarkoma Ewing dapat secara langsung menyebar ke struktur dan
jaringan lunak sekitar.
Metastase limfatik. Kadang – kadang, sarcoma Ewing bisa metastase ke limfonodi
regional.
Metastase hematogen. Sarkoma Ewing khas menyebar melalui saluran vaskuler
pada tempat yang lebih luas pada 50 % pasien.
Atas dasar inilah maka sarkoma Ewing dapat disebut sebagai penyakit sistemik.(15)

Tempat penyebaran
Tempat yang umum terlibat dengan sarcoma Ewing meliputi paru – paru, tulang
(termasuk sumsum tulang) dan system saraf pusat (1 – 5 %). Mulligan (16) : pernah
melapokan adanya metastase sarcoma Ewing pada pankreas.

2.10. Penatalaksanaan
Semua pasien dengan sarcoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase
harus diobati dengan sebaik – baiknya. Untuk kebehsilan pengobatan diperlukan
kerja sama yang erat diantara ahli bedah, kemoterapist dan radiotherapist untuk
memastikan pendekatan yang efektif guna mengendalikan lesi primer dan
penyebaran tumor. Protokol pengobatan sarcoma Ewing sekarang ini sering kali
dimulai dengan 3 hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi. Pemberian radioterapi
awal dipertimbangkan pada pasien dengan kompresi vertebra dan obtruksi jalan
napas yang disebabkan oleh tumor. Pemakaian doxorubicine (adriamycine) dan
dactinomycine yang umumnya dipakai sebagai agen kemoterapi pada sarcoma
Ewing, berinteraksi dengan radiasi, dan potensial menimbulkan toksisitas lokal dan
memerlukan penghentian terapi, dengan konsekuensi negative untuk control lokal.
Problem ini dapat dikurangi dengan melambatkan radiasi untuk beberapa hari
sesudah pemberian obat dan direncanakan pengobatan radiasi secara hati – hati.(1)
Dengan terapi pembedahan saja, long-term survival rate pasien pada kebanyakan
seri awal adalah kurang dari 10 %. Kegagalan umumnya disebabkan oleh adanya
metastase jauh.(1)
A. Pada sarcoma Ewing primer.
Pembedahan dilakukan atas dasar :
(a). Indikasi.
Kemajuan terapi radiasi guna mengontrol sarcoma Ewing menurunkan peran terapi
pembedahan dalam pengobatan sarcoma Ewing. Pada masa kini terapi reseksi
bedah (biasanya dilakukan setelah kemoterapi adjuvant preoperatif) dianjurkan pada
lesi pelvis dan tumor yang dapat menyebar ke jaringan tulang, misalnya : fibula,
costa dan tulang tarsal. Selanjutnya amputasi diperlukan untuk fraktur patologis dan
tumor infragenikulatum primer yang tidak dapat ditangani secara lokal dengan terapi
radiasi.
(b). Pendekatan
Pendekatan bedah sangat bervariasi tergantung pada besar, lokasi dan penyebaran
tumor.
(c). Prosedur
1). Biopsi
Teknik untuk menjalankan biopsi pada tumor tulang adalah identik dengan
osteosarkoma.

2). Reseksi radikal


Jika terapi bedah diindikasikan, pengangkatan tumor dengan menyertai tepi jaringan
normal harus dilakukan, kecuali jika terdapat defisit fungsional berlebihan. Sebagai
contoh, amputasi primer dengan:
Terapi radasi adjuvant
a). Radioterapi preoperatif
Karena tingginya tingkat control local dengan radiasi (sendiri dan dengan
kemoterapi), terapi ini tidak digunakan secara luas.
b). Terapi radiasi post operatif
Setelah reseksi bedah yang sesuai untuk Ewing’s sarcoma, penanganan dapat
dilanjutkan dengan terapi radiasi, hanya jika tetap ada sisa mikroskopik yang besar
dan bermakna.(2)
Penyebaran local dan metastase sarcoma Ewing. Terapi radiasi sering digunakan
untuk pengobatan metastase, khususnya setelah kemoterapi sistemik. Radiasi paru
bilateral profilaksis telah dicoba, tetapi kurang berhasil bila dibandingkan dengan
kemoterapi sistemik dalam mencegah metastase pulmoner tumor.(18)
Morbiditas dan mortalitas
Komplikasi setelah terapi radiasi umumnya terjadi dan bervariasi dengan letak tumor
primer. Jika dosis tidak lebih dari 5000 cGy, komplikasi defisit fungsional berat dan
malignansi sekunder yang terjadi kurang dari 18 % pasien.(9)
Banyak jenis sitostatika yang amat efektif untuk sarcoma Ewing misalnya :
vincristine, adriamycine, cyclophosphamide, isofosfamide, etoposid dan
actinomycine D. Sebelum digunakannya kemoterapi adjuvant, long-term survival
pasien sarcoma Ewing tidaklah banyak. Pada seri penelitian pre-kemoterapi, dari
374 pasien yang diterapi bedah dan radisi, hanya 36 (9,6 %) yang survive untuk
waktu lima tahun.(1)
Sarkoma Ewing primer
Sekarang ini, kemoterapi diberikan 3 – 5 siklus sebelum pengobatan radiasi dan
pembedahan pada tumor primer. Ini memberikan respon penilaian yang akurat pada
kemoterapi.(2)
B. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi adjuvant terdiri dari :
1). Kemoterapi preoperatif
Kemoterapi inisial (3 – 5 siklus) sekarang merupakan standart pada pasien dengan
indikasi pembedahan.
2). Kemoterapi postoperatif
Kemoterapi tambahan dapat dikombinasikan dengan terapi radiasi jika reseksi
komplit tidak bisa dilakukan.(1)
Penyebaran lokal dan metastase sarkoma Ewing. Dengan agen tunggal, sejumlah
agen kemoterapi berikut ini efektif untuk sarkoma Ewing dan menghasilkan tingkat
respon yang menyeluruh: Cyclophosamide (50%), doxorubicine (40%), dan
actinomycin-D, car Mustine, etoposide, Fluorouracil dan ifosfamide.(19)
Dipikirkan juga kemungkinan adanya immunoterapi pada sarkoma Ewing. Pemikiran
ini didasarkan pada adanya laporan metastase sarkoma Ewing yang menghilang
pada pasien yang kebetulan mengalami infeksi pada daerah metastase tadi. Diduga
hal ini terjadi karena aktivitas anti tumor pada pasien sehubungan dengan infeksi
bakterial.
Resiko rekurensi
Meskipun kebanyakan manisfestasi rekurensi adalah diantara 2-3 tahun, pasien bisa
berlanjut relaps selama 15 tahun setelah pengobatan.(2)
Tiga tahun survival
Survival keseluruhan pada semua pasien tergantung pada ada tidaknya metastase
dan tempat tumor primernya.(2)
Tempat Tumor
Keseluruhan, lebih dari dari 60% pasien bertahan untuk 3 tahun. Tumor yang
terletak di tengkorak dan vertebra, terdapat lebih dari 95%, tibia dan fibula , 60-70%.
Pasien berprognosis buruk apabila mempunyai tumor pada bagian atas dan
posterior kosta serta daerah sekitarnya. Ukuran tumor, ada tidaknya efusi pleura,
tipe pembedahan dan respon kemoterapi bukan merupakan faktor prognostik yang
bermakna. Kebanyakn kasus yang terlokalisir dapat dikontrol dengan terapi
kombinasi, tetapi kasus tumor pada daerah kosta ini tetap buruk .(9) Femur dan
humerus, 50 %. Sarkoma Ewing pada femur mempunyai prognosis buruk, karena
radiasi saja untuk terapi lokal menimbulkan komplikasi dan kekambukan lokal yang
tinggi. Strategi pengobatan lokal sarkoma Ewing meliputi pembedahan dan radio
terapi adjuvant.(21) Tumor yang terletak di pelvis, jumlahnya kurang dari 40 %.
Namuan demikian pernah dilaporkan oleh Yang dan Eilber,(22) : Bahwa
pembedahan, kemoterapi dan radioterapi sangatlah berguna untuk pasien dengan
sarkoma Ewing pelvis selama tumor tersebut terbatas pada pelvis saja.
Tumor metastase
Keseluruhan kelangsungan hidup penderita tumor yang metastase kurang dari 40
%.(1)
2.11. Faktor prognostik buruk
Pada tidak adanya metastase di lain tempat gambaran patologis berikut ini biasanya
akan mempunyai prognosis buruk :
1). Tumor yang terletak pada bagian proksimal dari tulang.
2). Tumor besar (> 8 cm) dan terletek pada ekstrimitas. Ini mengurangi survival
bebas penyakit 5 tahun dari 72 % menjadi 22 % dan menaikkan rekurensi lokal dari
10 % menjadi 30 %. Lesi pelvis yang lebih besar dari pada 5 cm akan menurunkan
tingkat kontrol lokal dari 92 % menjadi 83 %.
3). Ekstensi ekstraosea menurunkan survival dari 87 % menjadi 20 %.
4). Serum laktat dehidrogenase yang miningkat.
5). Tumor yang responnya buruk terhadap kemoterapi inisial.(2)
Prognosis pasien yang hanya mendapatkan radioterapi lebih buruk dari pada
menjalani pembedahan dengan/tanpa radioterapi. Sedangkan adanya fraktur
patologis tidak mempengaruhi prognosis sarkoma Ewing.(19)
Panduan umum
Pasien dengan sarkoma Ewing seharusnya diikuti setiap 3 bulan selama 3 tahun,
kemudian setiap 6 bulan selama 2 tahun berikutnya, kemudian setiap tahun
diperiksa adanya kemungkinan rekurensi.(1)
Panduan khusus yang bisa dipakai adalah evaluasi rutin(8) :
Setiap kunjungan klinik dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Riwayat penyakit harus diperoleh.
Pemeriksaan fisik menyeluruh haruslah dilakukan selama kunjungan pasien.
2). Pemeriksaan darah :
a). Pemeriksaan darah rutin.
b). Transminase serum hepar.
c). Alkali fosfatase.
d). Laktat dehidrogenase.
3). Foto rontgen.

KESIMPULAN

Sarkoma Ewing merupakan tumor ganas tulang primer yang paling banyak kedua
pada anak – anak dan dewasa muda. Pengobatan secara multidisipliner telah dibuat
lebih dari 25 tahun belakangan ini. Kemopterapi agresif telah meningkatkan 5-years
survival rates dari 10 % menjadi 70 %.
Peran pembedahan dan radioterapi guna kontrol lokal tumor juga makin bertambah
penting. Sebenarnyalah walaupun sarkoma Ewing merupakan suatu bentuk penyakit
kanker yang amat agresif tetapi masih dapat disembuhkan (curable) apabila
diagnosis ditegakkan pada stadium awal dan ditangani dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

1.DeVita, VT., Hellman S. Rosenberg, Rosenberg, SA. 1995.Cancer Principles and


Practice of Oncology 3rd Ed, JB Lippincont Company, Philadelphia pp. 325-35.

2.Huvos AG, 1996, Bone Tumors, Diagnosis, Treatment and Prognosis, WB.
Saunders Company, Philadelphia pp. 124 – 36.

3.Ekayuda, L, 1992, Tumor Tulang dan Lesi yang menyerupai Tumor Tulang, dalam
: Sjahriar Rasad (ed), Radiologi Diagnostic, sub bagian radiodiagnostik. Bagian
radiologi FK Universitas Indonesia RSCM Jakarta hal. 231 – 42.

4.R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1997, Tumor Ewing, dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta, hal. 1270-1271.

5.Anderson. S, Mc Carty Wilson, L., 1995, Tumor Sistem Muskoluskeletal, dalam :


Patofisiologi (Proses-proses Penyakit), Edisi keempat, EGC, Jakarta, hal. 1214.

6.Apley Graham A., Solomon L., Mankin H.J., 1993, Ewing’s Sarcoma, dalam
Apley’s System of Ortopaedics and fractures, seven edition, Butterworth Heinemann,
British, London, pp. 182.

7.McIntosh, JK, and Cameron, RB., 1996, dalam Caneron RB., Practical Oncology,
Prentice-Hall International Inc., Los Angeles pp. 32 – 41.

8.Dahlin, 1985, Ewing’s Tumor (Endothelioma), Rontgen Signs in Diagnostic


Imaging, Isadore Meschan : 306 – 309.

9.Schlott, T., 1997, Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction for detecting
Ewing’s Sarcoma in Archival Fine Needle Aspiration Biopsies, Acta – Cytol. : 41 (3) :
795 – 801.

10.Ozaki, T., Lindner, N, Hoffman, C., 1995, Ewing’s sarcoma of the ribs. A report
from the cooperative Ewing’s sarcoma study, Eur-J-Cancer, Dec ; 31A (13-14) :
2284-8.

11.Ackerman’s. M., 1997, Tumor necrosis and prognosis in Erwing’s sarcoma Acm
Orthop Scand-Suppl : 273:130-2

12.Krane, SM., AND Schiller. AL., 1996, Hyperostosis, neoplasme, and orther
disorder of bone, Harrison’s Principles of Internal Medicine 13 Ed., McGraw-Hill, Inc.,
New York, pp. 1962-4.

13.Ackerman’s, 1989, Surgical Pathologty, Eight Edition, WB Saunders Company,


Philadelphia, pp. 1962-4.

14.WHO, 1993, Histological Typing of Bone Tumours, second Edition, pp 22-23.

15.Christie, DR, 1997, Diagnosis Difficulties in Extraosseus Ewing’s sarcfoma : a


proposal for diagnostic criteria, Austrlia-Radiol. ; 41 (1) 22-8.

16.Mulligan, ME, 1997, Pancreatic metastasis from Ewing’s sarcoma, Clin. Imaging,
: 21 (1) : 23-6.

17.Lanzkowsky, P., 1989,Manual of Pediatric Hematology and Oncolog, Churchill


Livingstone, New York, pp. 13-37.

18.Bonek, TW; Marcus, RB; Mendelhall, NP; Scarborough, MT, Graham-Pole, J;


1996, Local control and functional after twice-daily radioteraphy for Ewing’s
sarcomaof the extremities, Int-J-Radiat-Oncol-Biol-Phys. 1996 Jul 1; 35(4)687-92.

19.Ozaki, T., 1997, Ewing’s sarcoma of femur, Acta-Orthop-Scand: 68(1)20-4.

20.Mori, Y., 1997, Dissappearance of Ewing’s sarcoma following bacterial infection :


a case report, Anticancer-Res,: 17(2B)1391-7.

21.Terek, RM., Brien, EW., Marcove, RC., 1996, Treatment of Femoral Ewing’s
Sarcoma, Cancer, Jul 1 : 78(1); 70-8.

22.Yang, RS., JJ., and Eilber, PR.,1995, Surgical indication for Ewing’s Sarcoma of
the pelvis, Cancer, Oct 15 : 76 (8) ; 1388-97.

Anda mungkin juga menyukai