Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)

KABUPATEN GROBOGAN

Hendro Purwono1), Winardi Dwi Nugraha2), Wiharyanto Oktiawan 3)


1)
Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro
2), 3)
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro
ABSTRACT

Kabupaten Grobogan adalah salah satu kabupaten yang berada di Jawa Tengah dengan
penduduk berjumlah 1.408.959 jiwa dan luas wilayah 197.586 Ha yang terdiri dari 19
kecamatan. Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di Kabupaten Grobogan telah
dibangun sarana pengolah lumpur tinja (IPLT). Sistem pengelolaan IPLT yang tidak baik
menyebabkan kinerja dari IPLT menjadi kurang optimal. Dari segi kuantitas, kapasitas
maksimum IPLT yang mencapai 9m3/hari ternyata lumpur tinja yang terolah hanya 0,67 m3/hari.
Sedangkan dari segi kualitas, effluen air hasil olahan IPLT masih memiliki kandungan nilai
BOD, COD, TSS dan Total colly yang tinggi. Untuk meningkatkan efektifitas kinerja IPLT perlu
dilakukan evaluasi dan optimalisasi terhadap lima aspek manajemen pengelolaan IPLT. Lima
aspek manajemen tersebut meliputi aspek teknis, aspek kelembagaan, aspek finansial, aspek
hukum dan aspek peran serta masyarakat. Dengan evaluasi terhadap aspek-aspek manajemen
IPLT, diharapkan tejadi optimalisasi terhadap sistem pengelolaan dan kinerja dari IPLT. Dari
hasil evaluasi dapat diketahui kesalahan pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh pengelola
IPLT Kabupaten Grobogan, sehingga dapat ditentuksn tindakan optimalisasi yang diperlukan
seperti perbaikan desain unit IPLT, perluasan wilayah pelayanan, pembuatan landasan hukum
mengenai pengelolaan lumpur tinja, pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dalam
kelembagaan IPLT dan juga penambahan dan perbaikan sarana prasarana pendukung
operasional dan pengelolaan IPLT guna mengoptimalkan kinerja dan fungsi dari IPLT yang
telah ada di Kabupaten Grobogan.

Keywords: lumpur tinja, sistem pengelolaan, BOD, COD, TSS, Total colly, optimalisasi
PENDAHULUAN Tujuan dari perencanaan ini adalah:
Kabupaten Grobogan telah memiliki IPLT
untuk mengolah buangan lumpur tinja 1 Mengidentifikasi permasalahan
yang berada di daerah tersebut. Akan yang ada pada IPLT Kabupaten
tetapi, keberadaan IPLT Ngembak belum Grobogan
diimbangi oleh pengelolaan yang optimal. 2 Mengevaluasi kinerja sistem
Hal ini dapat dilihat dari kondisi IPLT yang IPLT Kabupaten Grobogan
terkesan kurang mendapat perawatan. 3. Melakukan
Faktor penyebab tersebut dapat dilihat upaya peningkatan kinerja IPLT
dari berbagai aspek meliputi aspek teknis, Kabupaten Grobogan.
aspek finansial, aspek peran serta
masyarakat, aspek manajemen maupun
aspek regulasi yang diterapkan dalam METODOLOGI PELAKSANAAN
sistem pengelolaan IPLT Kabupaten Metodologi pelaksanaan merupakan
Grobogan. tahapan pelaksanaan tugas akhir yang
terdiri dari beberapa tahapan yang dapat
TUJUAN digambarkan oleh diagram alir berikut ini :

Gambar 4
Diagram Alir Pelaksanaan Kegiatan
Sumber : Hasil analisis, 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN menerima buangan lumpur tinja dengan Q


= 0,67 m3/hari. Sehingga daerah layanan
Identifikasi Masalah Dan Evaluasi IPLT saat ini masih dinilai terlalu kecil
Kondisi Eksisiting Sistem Pengelolaan mengingat kapasitas terpasang
IPLT pengolahan IPLT sebesar 9 m3/hari.

1. Aspek Teknis b. Alat Pengangkut


a. Daerah Layanan Sistem Penyedotan dan pengangkutan
Menurut Dinas Cipta Karya Tata Ruang lumpur tinjau dari pelanggan sampai di
dan Kebersihan Kabupaten Grobogan IPLT menggunakan vakum truk Dinas
tahun 2011, jumlah pelayanan pengurasan Cipta Karya Tata Kota dan Kebersihan
tangki septic rata – rata adalah 8 ritasi tiap
Kabupaten Grobogan yang
bulan. Dengan kapasitas truk tinja sebesar
2,5 m3/ritasi maka dalam sehari IPLT
berkapasitas 2,5 m3. IPLT Ngembak
hanya memiliki satu unit truk tinja

Gambar 6
Penyisihan BOD Berdasarkan Hasil
c. Lokasi IPLT Sampling
Lokasi IPLT Kabupaten Grobogan telah Sumber : Hasil Analisis, 2011
memiliki kemiringan yang tepat. Sehingga
limbah mampu mengalir secara graviitasi. Dari Gambar 5 dan 6 , dapat dilihat bahwa
Kondisi lokasi IPLT yang kurang tertata proses penyisihan BOD dalam unit – unit
rapi menyulitkan operator dalam pengolahan IPLT tidak berjalan
melakukan pemeliharaan . sebagaimana mestinya.
Tabel 3
d. Kondisi Pengolahan Kualitas Effluen IPLT Kabupaten
Lumpur Tinja Grobogan Terhadap Batas Maksimum;
Kuantitas timbulan lumpur tinja yang Parameter Satuan
Effluen Kadar
Keterangan
IPLT Maksimum
terlalu kecil yaitu 0,67 m 3/hari dapat KepMen LH
mengakibatkan waktu detensi pada tiap pH 7,19 6–9 No. 112
Tahun 2003
unit pengolahan menjadi lebih lama. KepMen LH
BOD mg/l 3.018,40 100 No. 112
Tahun 2003
Timbulan lumpur tinja yang terlalu kecil PP No. 82
COD mg/l 4.505,11 25 tahun 2001
dapat mengakibatkan waktu detensi (Kelas II)
pengolahan terlalu lama. Pada TSS mg/l 5.613,03 100
KepMen LH
No. 112
kenyataannya, waktu detensi dapat Tahun 2003
PP No. 82
menjadi lebih cepat karena kondisi Total Colly Jumlah/100
1.500.000 5000 tahun 2001
(Coliform) ml
eksisting bak pengolahan saat ini dipenuhi (Kelas II)

dengan endapan lumpur yang seharusnya Sumber : analisis, 2011


diambil secara berkala. Tingginya
Kualitas effluen (effluen bak maturasi)
sedimentasi lumpur pada kolam anaerob,
masih memiliki nilai BOD, COD, TSS dan
fakultatif dan maturasi juga menjadi salah
Total colly yang tinggi. Nilai efluen yang
satu faktor penyebab tidak berjalannya
belum sesuai dengan PP No. 82 Tahun
proses penyisihan yang optimal.
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air dan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik. Konsentrasi
nilai parameter yang masih tinggi
menunjukan proses pengolahan IPLT
Tabel 2
Ngembak secara kualitatif belum berjalan
Hasil Sampling IPLT Kabupaten
dengan optimal sesuai dengan fungsi
Grobogan
masing – masing kolam.
Kadar Maksimum
No. Parameter Satuan
influen anaerob fakultatif maturasi Bak Pengumpul
Tidak ada penyaring atau screen pada
1 pH (*) 7,66 7,55 7,32 7,44 saat proses pembuangan lumpur tinja dari
2 BOD (**) mg/l 2890,13 1990,26 1020,55 560,88 vacum truk ke bak pengumpul
3 COD (**) mg/l 5350,35 3988,05 2455,20 1340,25 mengakibatkan banyak sampah yang
4 TSS (**) mg/l 6780,60 5022,06 2900,20 1465,00 terbawa pada unit pengolahan.
5 Total Colly (Coliform) (*) mg/l 7,7x107 3,8x107 6,2x106 8,2x104

Kolam Anaerob
Sumber : Analisis Laboratorium, 2011 Proses pengolahan secara anaerob
adalah pengolahan yang tidak
memerlukan keberadaan oksigen di dalam
Gambar 5 air .
Penyisihan BOD Berdasarkan Beban Proses dekomposisi secara anaerob yang
BOD Volumetrik tidak optimal mengakibatkan penyisihan
Sumber : Anonim, 1999 parameter pencemar seperti BOD dan
TSS dalam kolam anaerob tidak terjadi
secara maksimal. Kolam anaerob yang
memiliki efisiensi penyisihan BOD > 70 % 4. Tinggi
jagaan
(0.3 – 0.5) m (Dept. PU
Dirjen Cipta Karya, 1999)
0,3 m Memenuhi

(Tchobanoglous, 1991), namun efisiensi 5. Efisiensi ≥ 70 % (Dept. PU Dirjen 49 % Tidak


penyisihan BOD untuk masing – masing BOD total Cipta Karya, 1999)) Memenuhi

kolam anaerob di IPLT Ngembak saat ini Sumber : Analisis, 2011


tidak lebih dari 30 %.
Desain kolam anaerob yang tidak sesuai Kolam Maturasi
dengan kondisi yang seharusnya menjadi Berdasarkan Pada umumnya, kondisi
salah satu faktor penyebab tidak yang terjadi pada dekomposisi tinja tidak
optimalnya proses pengolahan dalam menguntungkan bagi kehidupan
kolam tersebut. organisme patogen. Kematian bakteri
Tabel 4 patogen bukan hanya karena temperatur
Analisis Desain Kolam Anaerob dan kandungan airnya yang menghambat
No Keterangan Kondisi Optimum
Kondisi Hasil pertumbuhan organisme patogen,
Lapangan analisis
1. Waktu (20 – 50) hari 862 hari Tidak
melainkan pada proses dekomposisi
detensi (Tchobanoglous, Memenuhi terjadi kompetisi antara flora bakteri dan
1991) dan (Qasim,
1985) protozoa yang bersifat predator atau
2. Panjang : (2-4) : 1 (Dept. 1,541 : 1 Tidak merusak. Selain itu, bakteri patogen hanya
Lebar PU Dirjen Cipta Memenuhi
Karya, 1999) mampu bertahan hidup kurang dari dua
3. Kedalaman (2.5 – 5) m 2,6 m Memenuhi bulan. Sehingga jika proses dekomposisi
air (Qasim ,1985)
zat organik dapat berjalan dengan
(2.4 – 4.9) m
(Tchobanoglous,
sebagaimana mestinya dan waktu detensi
1991) ideal masing – masing kolam pengolah
4. Tinggi (0.3 – 0.5) m (Dept. 0,3 m Memenuhi
jagaan PU Dirjen Cipta dapat dicapai, maka penyisihan organisme
Karya, 1999)
patogen dapat berlangsung dengan baik.
5. Efisiensi ≥ 70 % (Dept. PU 31 % Tidak
BOD total Dirjen Cipta Karya, Memenuhi Tabel 6
1999))
Sumber : Analisis, 2011
Analisis Desain Kolam Maturasi
Kondisi Hasil
No Keterangan Kondisi Optimum
Lapangan analisis
Kolam Fakultatif 1. Waktu detensi (5 – 20) hari 383 hari Tidak
Menurut Sperling (2005), lapisan alga (Tchobanoglous,1991) Memenuhi

akan membantu suplai oksigen bakteri 2. Panjang


Lebar
: (2-4) : 1
(Dept. PU Dirjen Cipta
1,67 : 1 Tidak
Memenuhi
fakultatif untuk melakukan dekomposisi Karya, 1999)
3. Kedalaman air 0.9 – 1.5 m 1,5 m Memenuhi
bahan organik dalam proses pengolahan (Tchobanoglous,1991)
lumpur tinja sehingga tercipta kondisi 4. Tinggi jagaan (0.3 – 0.5) m 0,3 m Memenuhi
(Dept. PU Dirjen Cipta
aerob pada permukaan atas kolam Karya, 1999)
fakultatif. Sebagai timbal baliknya, 5. Efisiensi BOD ≥ 70 % 46 % Tidak
karbondioksida yang dihasilkan dalam total (Dept. PU Dirjen Cipta
Karya, 1999))
Memenuhi

proses ini diberikan kepada 6. Efisiensi ≥ 95 % 0% Tidak


ganggang/lumut yang memerlukan unsur Coliform tinja (Dept. PU Dirjen Cipta
Karya, 1999))
Memenuhi

karbon untuk berkembang biak. Sumber : Analisis, 2011


Pada kolam fakultatif, lapisan alga Bak pengering lumpur
terbentuk pada permukaan atas kolam. Bak pengering lumpur berjumlah 2 bak.
Hal ini mengakibatkan kinerja kolam Kondisi ini memungkinkan adanya
fakultatif dapat bekerja secara optimal penggiliran kolam pengering lumpur
karena maksimalnya suplai oksigen oleh sehingga lumpur tinja yang telah kering
ganggang atau lumut untuk bakteri aerobik tidak ditumpuk oleh lumpur baru yang
dan fakultatif. Oksigen yang diproduksi masih basah. Menurut Anonim (1999),
dari hasil fotosintesis alga akan digunakan waktu pengeringan lumpur tinja adalah 10
oleh bakteri aerobik dan fakultatif untuk – 15 hari. Waktu pengeringan lumpur yang
menguraikan bahan organik. cukup dimaksudkan agar diperoleh kondisi
Tabel 5 kering (kadar air cake optimal 60-80%)
Analisis Desain Kolam Fakultatif yang mudah dalam pengangkutannya
sehingga cake dapat dipakai sebagai
No Keterangan Kondisi Optimum
Kondisi
Lapangan
Hasil
analisis
tanah urug pada landfill, kompos, atau
1. Waktu (5 – 30) hari 854 hari Tidak untuk proses pengeringan selanjutnya.
detensi (Tchobanoglous, 1991) Memenuhi Karena tidak berfungsinya bak
2. Panjang : (2-4) : 1 1,536 : 1 Tidak pengumpul, maka lumpur tinja hasil
Lebar (Dept. PU Dirjen Cipta
Karya, 1999)
Memenuhi
penyedotan dari tangki truk langsung
dimasukkan ke bak pengering lumpur ini.
3. Kedalaman 1.2 – 2.4 m 1,5 m Memenuhi
air (Tchobanoglous, 1991) Bak pengering lumpur di IPLT Ngembak
didalamnya diberi pasir dan kerikil untuk
menyaring lumpur yang dikeringkan. Bak dan unit pengolahan. Perbaikan dan
pengering tersebut dikuras secara manual pemeliharaan ini memerlukan alokasi
sebanyak 2 kali dalam satu tahun. Hasil biaya sehingga perlu disusun rencana
pengeringan lumpur tersebut anggaran biaya perbaikan dan anggaran
dipergunakan sebagai campuran dalam biaya retribusi jasa penyedotan yang
pembuatan pupuk organik. dapat digunakan untuk kegiatan
pemeliharaan IPLT.
Pompa Penguras Lumpur
Tidak adanya pompa penguras lumpur 3. Aspek Peran Serta Masyarakat
mengakibatkan tingginya volume lumpur Minimnya pengetahuan masyarakat
pada kolam anaerob, fakultatif dan tentang keberadaan dan fungsi IPLT
maturasi karena tidak adanya pengurasan memerlukan adanya sosialisasi
endapan lumpur tinja secara berkala. pemerintah Kabupaten Grobogan kepada
Akibatnya terjadi sedimentasi endapan masyarakat untuk membuang lumpur tinja
lumpur tinja yang semakin lama akan mereka ke IPLT. Saat ini, masyarakat
semakin mengeras di dasar kolam. hanya sebatas tahu bahwa lumpur tinja
Tingginya endapan lumpur dapat mereka dikuras oleh truk tinja namun
mengganggu proses pengolahan karena selebihnya masyarakat kurang peduli
akan mengurangi kapasitas pengolahan tentang proses pengolahan lumpur tinja
masing – masing kolam. Akibatnya, waktu selanjutnya. Masih tingginya pemakaian
detensi air limbah menjadi lebih cepat cubluk pada rumah – rumah penduduk
karena kolam dipenuhi sedimen lumpur. juga menjadi salah satu penyebab
Saluran Effluen Air Limbah kecilnya peran serta masyarakat dalam
Efluen hasil pengolahan IPLT mengalir memanfaatkan fasilitas IPLT yang ada.
pada suatu saluran terbuka yang terbuat
dari beton. Saluran yang kedap air
memungkinkan tidak terjadinya 4. Aspek Manajemen
pencemaran tanah di sekitar lokasi IPLT Saat ini manajemen pengelolaan IPLT
apabila kualitas efluen air olahan masih Kabupaten Grobogan masih berada di
buruk. Air hasil olahan IPLT mengalir bawah pengawasan bidang kebersihan
melalui badan air. Dinas Cipta Karya Tata Kota dan
Kebersihan. Adanya data rekapan
2. Aspek Finansial mengenai penyedotan lumpur tinja
Pendapatan IPLT diperoleh dari menunjukkan telah adanya sistem
penarikan retribusi kepada pengguna jasa manajemen yang cukup baik. Tidak
pengurasan WC. Secara finansial, adanya susunan kelembagaan khusus
pengelolaan IPLT sudah menandakan atau bidang khusus yang menangani IPLT
adanya pengelolaan. Hal ini terlihat dari Kabupaten Grobogan mengakibatkan
adanya data rekapan mengenai pengelolaan IPLT selama ini kurang
pemasukan dari retribusi pengurasan maksimal atau terkesan apa adanya.
tangki septik pada Pendapatan Anggaran
Daerah (PAD) Kabupaten Grobogan. 5. Aspek Regulasi
Adanya pemasukan pada IPLT Ngembak
Pemerintah Kabupaten Grobogan belum
dapat dikatakan belum dikelola secara
membuat peraturan mengenai
optimal karena belum adanya anggaran
pengelolaan dan pengolahan lumpur tinja.
khusus yang disisihkan dari operasional
Peraturan-peraturan tersebut antara lain:
IPLT untuk proses operasional dan proses
perawatan berkala unit-unit utama  Peraturan Daerah No. 23 Tahun 2007
maupun unit pendukung IPLT. Di dalam tentang Retribusi Penyedotan Kakus.
mengelola aspek finansial IPLT,  Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2004
seharusnya terdapat pembagian yang tentang Pembentukan Struktur
jelas antara dana untuk operasional dan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Cipta
perawatan, serta laba yang disisihkan Karya Tata Kota dan Kebersihan Kab.
untuk menambah pendapatan daerah. Grobogan.
Kondisi IPLT saat ini membutuhkan Belum ada perda yang berisi mengenai
banyak rehabilitasi dan pemeliharaan sanksi yang akan diberikan kepada
yang lebih baik agar dapat berfungsi masyarakat apabila tidak mengelola
sebagaimana mestinya. IPLT memerlukan sampah maupun lumpur tinjanya secara
perbaikan dibeberapa sektor seperti baik dan benar. Padahal jika ada, perda
sarana transportasi, sarana penunjang tersebut dapat dijadikan sebagai landasan
hukum bagi pihak Dinas Cipta Karya Tata Karya Tata Kota dan Kebersihan belum
Kota dan Kebersihan dalam mengelola bisa memberikan sanksi sesuai dengan
lumpur tinja dengan bantuan peran aktif ketentuan karena belum ada dasar
dari masyarakat. Apabila ada pelanggaran hukumnya.
terhadap pengelolaan persampahan dan
lumpur tinja, maka pihak Dinas Cipta
Optimalisasi Sistem Pengelolaan IPLT Meratakan jalan antar bak pengolahan
Kabupaten Grobogan dengan pemasangan paving blok
d. Saluran Drainase dan saluran outlet
1. Aspek Teknis IPLT
a. Bak Pengumpul
Kriteria yang ada untuk beban permukaan
pada sumur pengumpul kurang dari 30 2. Aspek Finasial
m3/m2.hari. Secara dimensi kolam Perbaikan pada aspek pembiayaan
pengumpul untuk debit saat ini masih meliputi:
memenuhi kriteria. a) Perhitungan tarif retribusi disesuaikan
Sumur pengumpul yang terdapat di IPLT dengan kebutuhan saat ini yang
Ngembak saat ini tidak difungsikan memperhatikan aspek biaya
sehingga unit tersebut harus difungsikan operasional IPLT untuk saat ini dan
kembali sebagai sumur pengumpul beberapa tahun kedepan (investasi).
b) Peningkatan daerah layanan IPLT
b. Kolam Anaerob dapat meningkatkan pendapatan IPLT.
Untuk mengoptimalkan kinerja bak c) Pengelolaan keuangan yang baik
anaerobik maka diperlukan beberapa
perbaikan yaitu membagi kolam an-aerob 3. Aspek Peran Serta Masyarakat
menjadi 2 kompartemen dan Peningkatan peran serta masyarakat
dioperasionalkan secara bergantian dan dapat dilakukan melalui :
pemasangan pompa penguras lumpur (a) Sosialisasi fungsi dan manfaat IPLT
kepada masyarakat baik yang
c. Kolam fakultatif sudah terlayani maupun yang akan
Alternatif yang dapat dilakukan adalah dilayani (calon pengguna) secara
bangunan dibagi menjadi 2 kompartemen, berkala.
dan dioprasionalkan secara bergantian (b) Bekerja sama dengan dinas
kesehatan untuk melakukan
d. Kolam Maturasi penyuluhan secara berkala terhadap
e. Untuk mengoptimalkan masyarakat yang belum terlayani
kinerja bak maturasi maka diperlukan oleh truk tinja, terutama di daerah-
beberapa perbaikan antara lain: daerah pengembangan pelayanan
a. Pemasangan mengenai sanitasi dan kesehatan.
pipa inlet berupa pipa berlubang (c) Mengajak masyarakat berperan
(orifice). serta langsung untuk mencegah
b. Pemasangan pencemaran lingkungan dengan
pipa penguras lumpur dengan melakukan pengurasanan tangki
diameter 4 inchi septik secara berkala yaitu setiap 2
– 3 tahun sekali dan menjaga
f. Bak Pengering kebersihan lingkungan.
Lumpur (d) Mengajak masyarakat untuk mulai
Untuk mengoptimalkan kinerja bak mengganti sistem cubluk dengan
pengering lumpur maka diperlukan membangun tangki septik.
beberapa perbaikan antara lain: Pemakaian tangki septik dapat
a. Mengisi dasar kolam dengan kerikil meminimalkan potensi pencemaran
dan pasir sesuai kritaria desain. tanah oleh tinja.
b. Pengadaan pompa lumpur
4. Aspek Manajemen
g. Sarana dan Optimalisasi aspek manajemen dilakukan
Prasarana dengan :
Optimalisasi pada unit pendukung adalah a. Pemisahan antara Fungsi Regulator
sebagai berikut : dan Operator
a. Pos Jaga
b. Truk tinja
b. Penambahan Sumber Daya Manusia
Menambah jumlah truk tinja menjadi 2
unit dengan kondisi 1 unit beroperasi 5. Aspek Regulasi
dan 1 unit berada pada kondisi Peraturan yang ada saat ini baru
standby (cadangan).
mengatur tentang pengelolaan retribusi
c. Jalan pada lokasi IPLT
penyedotan lumpur tinja. Beberapa
usulan untuk peningkatan kinerja 3. Optimalisasi Sistem
bidang regulasi adalah sebagai Pengelolaan Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja (IPLT) dilkukan dengan :
berikut : a. Kapasitas
(a) Rekomendasi adanya Perda operasi IPLT adalah 7.5 – 13
mengenai kewajiban masyarakat m3/jam. Memperbaiki desain unit
untuk mengelola limbah tinja dan bak pengumpul, kolam anaerob,
membuang penyedotan lumpur fakultatif, maturasi dan bak
pengering lumpur, penambahan
tinja ke IPLT sarana pendukung dan perawatan
(b) Rekomendasi mengenai baku mutu instalasi secara berkala.
effluen IPLT terhadap parameter b. Menentukan
pencemar sepeti Total Solid, Total tarif retribusi yang memperhatikan
Suspended Solid (TSS), BOD, aspek operasional dan
pemeliharaan IPLT dan melakukan
COD, Lemak, total colly dan pelatihan tenaga operator.
sebagainya sesuai peruntukan c. Membentuk
badan air penerima. manajemen yang khusus
menangani pengelolaan IPLT.
KESIMPULAN d. Membuat
produk hukum yang berkaitan
1. Permasalahan yang
dengan pengelolaan lumpur tinja
terdapat pada Instalasi Pengolahan
dan kewajiban masyarakat untuk
Lumpur Tinja (IPLT) Kabupaten
membuang lumpur tinja ke IPLT.
Grobogan adalah sebagai berikut :
e. Meningkatkan
a. Timbulan
partisipasi masyarakat dan
lumpur tinja terlalu kecil dan tidak
kesadaran lingkungan dengan
sesuai kapasitas pengolahan
penyuluhan dan program sanitasi
IPLT, sistem operasional kurang
baik dan kesalahan desain teknis
IPLT.
SARAN
b. Tarif retribusi
Adapun saran-saran yang perlu
belum mencukupi biaya yang
dilakukan untuk mendukung optimalisasi
dibutuhkan untuk kegiatan
sistem pengelolaan IPLT Kabupaten
operasional dan pemeliharaan
Grobogan adalah sebagai berikut :
IPLT.
c. Pengetahuan a. Perlu adanya himbauan
masyarakat tentang IPLT yang pemerintah kepada masyarakat untuk
masih rendah menyebabkan mulai beralih dari sistem cubluk ke
partisipasi masyarakat dalam sistem tangki septik sebagai sarana
memanfaatkan IPLT masih pembuangan lumpur tinja masyarakat
rendah. Kabupaten Grobogan.
d. Tidak terdapat
b. Pembagian pamflet
operator dan regulator yang
kepada masyarakat hendaknya
khusus menangani pengelolaan
disertai dengan penjelasan agar
IPLT dan tidak ada tenaga ahli
masyarakat memahami maksud yang
yang memahami operasional IPLT
disampaikan.
secara tepat
e. Belum terdapat c. Pengelola IPLT
peraturan yang mengikat hendaknya melakukan peninjauan
masyarakat maupun pihak proses pengolahan IPLT secara
swasta berkaitan dengan lumpur kontinyu sesuai Stadar Operasional
tinja dan peraturan mengenai Dan Prosedur sehingga kualitas
standar kualitas efluen IPLT yang pengolahan limbah dan kondisi IPLT
boleh di buang ke lingkungan dapat selalu dipantau.
2. Sistem pengelolaan IPLT
d. Pengopersian IPLT
belum berjalan secara optimal dan
dilakukan sesuai dengan debit
memerlukan perbaikan pada 5 aspek
optimum yang di tetapkan.
kajian.
e. Perlu meningkatkan
kerjasama antara Dinas Cipta Karya
Tata Kota dan Kebersihan dengan
aparat penegak hukum serta Lee,C.C., Lin, D.S. 2000. Handbook of
meningkatkan peran serta masyarakat Environmental Engineering Calculations.
dalam mengawasi pembuangan tinja New York: Mc Graw Hill.
agar tidak mencemari lingkungan.
Machibya, M., Magayane, F. 2006. Effect
DAFTAR PUSTAKA of Low Quality Effluent from Wastewater
Stabilization Ponds to Receiving Bodies,
Anonimous, 1977. Pengoperasian Dan Case of Kilombero Sugar Ponds and
Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Ruaha River,Tanzania. International
Lumpur Tinja. Departemen Pekerjaan Journal of
Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya. Environmental Research and Public
Health. MDPI
_________, 1998. Tata Cara
Pengoperasian Instalasi Pengolahan Mohammed, B. 2006. Design and
Lumpur Tinja Sistem Kolam. Departemen Performance Evaluation of a Wastewater
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Treatment Unit. Nigeria
Cipta Karya.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian.
_________, 1998. Tata Cara Ghalia Indonesia: Jakarta
Perencanaan Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja Sistem Kolam. Departemen Sakti, A. Siregar. 2005. Instalasi
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Pengolahan Air Limbah. Kanisius:
Cipta Karya. Yogyakarta

_________, 1999. Pelatihan Operator Soeparman, Suparmin. 2002.


Profesional Instalasi Pengolahan Air “Pembuangan Tinja dan Limbah Cair,
Limbah. Qipta Galang Kualita Suatu Pengantar”, Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
_________, 2001. “Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Sperling,. M.V., Chernicharo C.A. 2005.
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Biological Waste Water Treatment in
Pengendalian Pencemaran Air”. Warm Climate Regions.

Alexiou, G.E., Mara, D.D. 2003. Anaerobic Tchobanoglous. G., Eliassen. R., 1991,
Waste Stabilization Ponds. UK: Human Wastewater Engineering, Treatment,
Press Inc Disposal, Reuse , New York: McGraw-Hill
Book Co.
Desrizal, Kusnanto. 2006. Peran Serta
Masyarakat Dalam Program Water And Tchobanoglous. G., Burton. L. F., Stensel.
Sanitation For Law Income Communities 2 D. H., 2003, Wastewater Engineering,
di Pasaman. UGM: Yogyakarta Treatment and Reuse , 4th ed. Singapore:
McGraw-Hill Book Co.
Gray, N.F. 2004. Biology of Wastewater
Treatment, 2th ed. Imperial College Press Tilley, Elizabeth et.al., 2008. Compendium
of Sanitation Systems and Technologies.
Heins, U., Larmie, S.A., Strauss, M. 2006. Swiss Federal Institute of Aquatic Science
Treating Faecal Sludge in Ponds. EAWAG. and Technology (Eawag). Dubendorf,
Switzerland Switzerland.

Khowaja, M.A. 2000. Waste Stabilization


ponds – design guidelines for Southern
Pakistan. Bangladesh

Anda mungkin juga menyukai