PENDAHULUAN
meliputi ilmu kimia, farmasi, dan biologi. Pada tahun 1876, seorang ahli
farmakologi asal Belanda, menulis bahwa misi dari farmakologi adalah untuk
menetapkan zat aktif dalam obat dan menemukan sifat-sifat kimia yang
lebih efektif. Masalah yang hampir selalu dihadapi dalam merancang dan
dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu
pelarut polar seperti air, dan pelarut non polar seperti lemak.Sifat hidrofilik atau
farmasi merupakan parameter yang penting bagi suatu obat dalam mencapai
obat yang memiliki kelarutan yang buruk didalam air, padahal obat harus berada
dalam bentuk terlarut ketika akan diabsorpsi. Obat yang memiliki kelarutan
rendah dalam air sering membutuhkan dosis yang tinggi untuk mencapai
sebagai berikut:
PEMBAHASAN
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut (Solvent) (Agustinus, 2017).
Sebagian besar konsolven seperti propilenglikol, etanol dan air mampu melakukan
membentuk suatu garam yang mudah larut dalam air. Namun, apabila
pembentukan garam tidak mungkin (misalnya garam yang terbentuk sangat tidak
stabil atau tidak menghasilkan molekul yang cukup larut seperti natrium
indometasin injeksi yang hanya stabil selama dua minggu saja dalam larutan),
konsolven yang tercampur air atau surfaktan dan agen pengompleks seperti
turunan santin dengan asam salisilat dan asam benzoat, kompleks inklusi dengan
parenteral untuk mencapai satu atau beberapa sifat tertentu, antara lain:
5. Walaupun tipe surfaktan yang telah dikenal sudah banyak sekali, namun
Apabila obat cukup larut dalam lipid, maka bentuk emulsi dapat
nabati yang kaya akan trigliserida dan lesitin sebagai surfaktan, serta dapat pula
kedalam emulsi lemak komersial atau suatu emulsi yang dapat dibentuk dari
ekskresinya. Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai proses yakni
target dan menimbulkan efek farmakologis. Kemudian, dengan adanya atau tanpa
biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Keseluruhan proses ini disebut
menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Secara klinik, hal yang
jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh/ aktif. Hal ini dikarenakan tidak semua obat diabsorpsi dari tempat
dimetabolisme oleh enzim di dalam dinding usus pada pemberian oral dan/ atau
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan
oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas dua fase berdasarkan
b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas, yaitu mencakup jaringan yang
perfusinya tidak sebaik organ pada distribusi fase pertama, misalnya otot,
lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjai karena celah antarsel endotel
kapiler mampu melewatkan semua molekul abat bebas, kecuali di otak. Obat yang
mudah larut dalam lemak akan mudah melewati membrane sel dan terdistribusi
kedalam otak. Sedangkan, obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat
bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat
dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat
dan kadar roteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada
3. Biotransformasi Obat
kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini,
molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air.
Selain itu, pada umumnya obat menjadi lebih inaktif sehingga biotransformasi
sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada pula obat yang
metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau tidak toksik (Ahmad, 2017).
berdasarkan lokasinya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam
ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain,
misalnya ginjal, paru-paru, epitel, saluran cerna dan plasma darah (Ahmad, 2017).
4. Ekresi Obat
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit
polar diekskresikan lebih cepat daripada obat yang larut dalam lemak, kecuali
ekskresi melalui paru-paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang paling penting.
Ekskresi obat merupakan hasil akhir dari tiga proses, yakni filtrasi di glomerulus,
sekresi aktif di tubuli proksimal dan reabsopsi pasif ditubuli proksimal dan distal.
Gambar 5. Skema Dasar Farmakokinetika
yang bersifat non polar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan titik
lemak/ air, tegangan permukaan dan kekentalan (viskositas). Perubahan fisik ini,
yang kemudian akan mengalami penurunan secara drastis. Hal ini disebabkan
dalam air yang berarti kelarutan dalam cairan luar sel juga berkurang, sedangkan
partisi lemak/ air yang berarti sulit diserap oleh lemak sehingga aktivitas
sulit untuk diangkut ke reseptor karena proses pengankutannya oleh air dalam
yaitu efek hipnotik dan anestesi, obat-obat penekan sistem saraf pusat oleh
dengan efek anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan teori lemak, sebagai
berikut :
a. Senyawa kimia yang tidak reakstif dan mudah larut dalam lemak, seperti
b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak,
atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.
afinitas suatu senyawa terhadpa tempat aksi saja dan tidak menunjukkan
dengan teori-teori anestesi sistemik lain, yang berdasarkan sifat fisik yang lain
(teori Pauling).
1. Wulf dan Featherstone (1957), mengemukakan teori anestesi sistemik
tidak reaktif dapat memberikan efek penekan sistem saraf pusat yang
(P + (a/v)2 (V-b) = RT
molekul.
Volume molekul (b) obet-obat anestetika selalu lebih besar dari 4,4. Ruang
otak, secara normal ditempati oleh senyawa yang memiliki harga b lebih
kecil dari 4,4. Wulf dan Featherstone menduga bahwa obat-obat anestetika
lemak dan merubah struktur molekul sehingga terjadi penekanan fungsi sel
air (teori air) Xenon dan kloroform adalah obat anestetika yang mudah
fisik sama, seperti ester, kloroform dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan efek
narkosis atau anestesi sistemik. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik lebih
berperan dibanding sifat kimia. Dari percobaan diketahui bahwa efek anestesi
cepat terjadi dan dipertahankan pada tingkat yang sama asalkan ada cadangan obat
dalam cairan tubuh. Bila cadangan tersebut habis maka efek anestesi segera
berakhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada keseimbangan kadar obat pada
fasa eksternal atau cairan luar sel dan biofasa, yaitu fasa pada tempat aksi obat
dalam organisme. Pada banyak senyawa seri homolog aktivitas akan meningkat
anggota seri homolog yang lebih tinggi memerlukan kadar lebih rendah, sesuai
Hal tersebut terjadi pada seri homolog obat penekan sistem saraf pusat,
seperti turunan alkohol, keton, amin, ester, uretan dan hidrokarbon. Perubahan
sifat fisik tertentu dari suatu seri homolog, seperti tekanan uap, kelarutan dalam
air, tegangan permukaan dan distribusi dalam pelarut yang saling tidak campur,
kadang-kadang juga sesuai dengan deret ukur. Nilai logaritma sifat-sifat fisik n-
hubungan yang linier dan hal ini dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Keterangan :
keseimbangan distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang
sebenarnya tidak perlu menentukan kadar obat dalam biofasa atau reseptor karena
dan fasa eksternal adalah sama, walaupun kadar obat dalam masing-masing fasa
Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa gas atau uap dapat
a : Pt/Ps
Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa larutan dapat dihitung
a : St/So
So : kelarutan senyawa.
mengamati perubahan Pt dan St. Bila senyawa memiliki tekanan parsial tinggi atas
kadar dalam fasa eksternal tinggi maka perbandingan Pt/Ps ataun St/So besar,
biasanya berkisar antara 1-0,01, hal ini berarti bahwa senyawa didistribusikan ke
seluruh organisme tanpa diikat secara tetap dalam sel dan keseimbangan terjadi
pada fasa eksternal dan biofasa. Demikian pula sebaliknya bila perbandingan Pt/Ps
ataun St/So rendah, biasanya kurang dari 0,01, senyawa akan terikat pada reseptor
tertentu dalam sel organisme dan keseimbangan antara obat dan reseptor terjadi
beberapa senyawa dengan aktivitas termodinamik dapat dilihat pada Tabel 1. Pada
Tabel 1 terlihat bahwa senyawa 1 sampai 4, menunjukkan aktivitas termodinamik
yang lebih besar dari 0,01, dan aktivitas biologis dihasilkan oleh sifat kimia fisika
50% masukanoksigen
dari 0,01, dan diduga aktivitas biologisnya dihasilkan oleh struktur kimia obat
dibagi menjadi dua golongan yaitu senyawa berstruktur tidak spesifik dan
tidak secara langsung dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi
biologis terjadi karena akumulasi obat pada daerah yang penting dari sel sehingga
harus sama.
f. Aktivitas termodinamika (a) dari obat yang berupa gas atau uap dapat
a = Pt/Ps
termodinamika (a) dari obat yang berupa larutan dapat dihitung melalui
parsial tinggi atau kadar dalam fasa eksternal tinggi maka perbandingan
itu larutan jenuh dari senyawa dengan struktur yang berbeda dapat
1. Obat anestesi, yang berupa gas atau uap, seperti etil klorida, asetilen,
0,05.
Pada seri homolog n-alkohol primer, kadar anti bakteri dari methanol
37°C)
Gas/Uap mm (% vol) mm
Kloroform
diketahui bahwa obat yang aktivitasnya tinggi mempunyai kelarutan dalam air
aktivitas termodinamik (nilai a lebih kecil dari 0,01) tetapi lebih tergantung pada
struktur kimia yang spesifik. Reaktivitas kimia, bentuk, ukuran dan pngaturan
elektronik dan interaksi dengan reseptor yang mempunyai peran yang menentukan
e. Sifat fisik dan kimia sama-sama berperan dalam menentukan efek biologis
obat
biologis obat
Contoh obat yang berstruktur spesifik : obat anti kanker, anti malaria, antibiotika,
Pengaruh struktur kimia dengan sistem cincin yang sama ataupun yang
bahwa sistem cincin yang sama dapat menimbulkan efek biologis yang
melalui pergantian gugus atau subtituen tertentu akan dapat berpengaruh terhadap
aktivitas biologisnya.
Contoh :
R R’
2. Senyawa kolinergik
3. Turunan feniletilamin
R
CH3 : epinefrin - menaikkan tekanan darah
cukup dipandang dari satu atau dua perbedaan karakteristik senyawa tetapi harus
dipandang sifat atau karakteristik secara keseluruhan. Sering pada obat tertentu
tidak mempunyai struktur yang mirip tetapi menunjukkan efek farmakologis yang
tubuh.
tingkat molekul dapat melalui beberapa jalan, dan ini memberi penjelasan
berstruktur tidak spesifik dan spesifik karena banyak senyawa yang berstruktur
spesifik, seperti antibiotika turunan penisilin, tidak berinteraksi secara spesifik
dengan reseptor pada tubuh manusia, tetapi berinteraksi dengan reseptor spesifik
yang terlibat pada proses pembentukan dinding sel bakteri. Jadi aktivitas
antibakterinya terutama ditentukan oleh sifat kimia fisika seperti sifat lipofilik dan
elektronik yang berperan pada proses distribusi obat sehingga senyawa dapat
Yoga, W., dan Hendriani, R., 2012, Teknik Peningkatan Kelarutan Obat, Farmaka