Anda di halaman 1dari 94

PEDOMAN PENYELENGGARAAN

PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA


(PPKS)

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


JAKARTA, 2013
KATA SAMBUTAN

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan


Kependudukan dan Keluarga Sejahtera adalah merupakan landasan yang
kokoh dalam penyelenggaraan pengendalian penduduk dan
pembangunan keluarga Indonesia untuk menuju penduduk tumbuh
seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Akan tetapi kondisi saat ini, penyelenggaraan Program Kependudukan
dan Keluarga Berencana menempati posisi yang kurang menguntungkan
terutama dalam tataran penempatan kebijakan pembangunan di daerah,
banyak kontradiksi dan masalah dalam pembangunan Kependudukan dan
Keluarga Berencana yang belum berfokus pada keluarga.

Upaya penguatan koordinasi antara instansi pemerintah dan non


pemerintah belum mampu menjawab masalah yakni bagaimana seluruh
keluarga di Indonesia mampu menjalankan fungsinya secara optimal. Hal
ini menimbulkan kekhawatiran dampak pertumbuhan penduduk yang
mengancam pembangunan. Untuk itu melalui upaya pelayanan konseling
langsung pada keluarga adalah merupakan implementasi nyata,
membangun kualitas penduduk karena penduduk sebagai modal dasar
pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan
berkelanjutan. Diharapkan melalui Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera
ini mengacu pada kondisi keluarga dengan pendekatan konseling
keluarga meliputi; keluarga balita, pasangan pranikah, keluarga remaja
dan remaja, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, keluarga
lansia dan lansia.

Jakarta, Agustus 2012


SEKRETARIS UTAMA,

Drs. Subagyo, MA

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, buku Pedoman Penyelenggaraan Pusat
Pelayanan Keluarga Sejahtera sebagaimana dimaksud dapat
diselesaikan sesuai harapan. Pedoman Penyelenggaraan ini disusun
sebagai dasar dalam penyelenggaraan kegiatan di Provinsi.

Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera ini


adalah merupakan tindak lanjut dari Peraturan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor : 259
/PER/F3/2012 tentang Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera dengan
harapan agar Pedoman Penyelenggaraan ini dapat dijadikan acuan dan
rujukan bagi semua pihak untuk merealisasikan penyelenggaraan wadah
kegiatan dan atau rangkaian kegiatan pelayanan keluarga dalam satu
tempat baik dalam memberikan layanan informasi Kependudukan dan
Keluarga, layanan konseling maupun layanan pembinaan, bimbingan dan
fasilitasi kepada kelompok-kelompok Bina Keluarga dan pengurus
kelompok UPPKS, serta pelayanan kontrasepsi sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat. Diharapkan berbagai kebijakan teknis yang dilakukan
oleh perwakilan BKKBN di provinsi dapat merujuk Pedoman
Penyelenggaraan ini terutama dalam upaya melakukan sinkronisasi dan
integrasi berbagai kegiatan internal dalam organisasi perwakilan BKKBN
maupun dalam upaya koordinasi dengan berbagai unsur terkait dalam
pelaksanaan dan pengembangan kegiatan ini.

iii
Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya Pedoman
Penyelenggaraan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

DEPUTI BIDANG KELUARGA SEJAHTERA


DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA,

Dr. Sudibyo Alimoeso, MA

iv
PERATURAN
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

NOMOR 259/PER/F3/2012

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN


KELUARGA SEJAHTERA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA
BERENCANA NASIONAL

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 47 Undang-undang


52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, maka perlu ditetapkan
Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pelayanan Keluarga
Sejahtera dengan Peraturan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52


Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5080);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 tentang


Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3559), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1994 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5053);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Ta h u n 2 0 0 7 t e n t a n g P e m b a g i a n u r u s a n
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41


Tahun 2007 tentang Organisasi perangkat daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4741);

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62


Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional;

7. Peraturan Kepala BKKBN Nomor 72/PER/B5/2011


tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;

8. Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011


tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Provinsi;6. Peraturan Kepala BKKBN Nomor
92/PER/B5/2011 tentang Balai Pendidikan dan
Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN


DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT
PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA.

PERTAMA : Pusat pelayanan keluarga sejahtera sebagaimana


dimaksud dalam lampiran Peraturan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ini
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dengan peraturan ini.

KEDUA : Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pelayanan Keluarga


Sejahtera merupakan Pedoman Penyelenggaraan
penetapan kebijakan, pelaksanaan kegiatan,
pembinaan kegiatan, kajian, analisis dan
pengembangan kegiatan di provinsi.

KETIGA : Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pelayanan Keluarga


Sejahtera dimaksudkan untuk mewujudkan
terselenggaranya wadah kegiatan dan atau rangkaian
kegiatan pelayanan keluarga melalui pemberian
penyuluhan, konseling pada keluarga.

KEEMPAT : Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pelayanan Keluarga


Sejahtera digunakan sebagai dasar sinkronisasi
kebijakan dan integrasi antar kegiatan untuk
melaksanakan fungsi sebagai tempat rujukan Pusat
pelayanan yang ada di Kecamatan dan Desa dan
Pelayanan langsung pada masyarakat.
KELIMA : Hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pusat
Pelayanan Keluarga Sejahtera yang belum diatur dalam
peraturan ini akan diatur lebih lanjut dalam Pedoman
Penyelenggaraan yang disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan.

KEENAM : Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan dengan ketentuan, apabila terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2012
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN
KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

Dr. dr. SUGIRI SYARIEF, MPA


DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ........................................................................... i


KATA PENGANTAR.......................................................................... iii
PERATURAN KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL.
DAFTAR ISI ................................................................................. v

I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................... 2
C. Ruang Lingkup.................................................................. 3
D. Batasan Pengertian .......................................................... 3

II. KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN ...................................... 7


A. Arah Kebijakan ................................................................. 7
B. Kebijakan Umum .............................................................. 7
C. Kebijakan Khusus ............................................................. 8
D. Kegiatan Prioritas ............................................................. 9

III. STANDARISASI PELAYANAN................................................. 11


A. Standar Pelayanan Konseling Keluarga Sejahtera
dan Indikator ..................................................................... 11
B. Faktor Pendukung Pelayanan Konseling Keluarga
Sejahtera .......................................................................... 14
1. Prosedur yang jelas ................................................. 14
2. Tahapan Proses Layanan Konseling ........................ 16
3. Jenis Konseling Keluarga Sejahtera ........................ 18
4. Sertifikasi Konselor .................................................. 18
5. Sarana dan Prasarana ............................................. 20

v
C. Standar Pengelolaan Pusat Pelayanan Keluarga
Sejahtera .......................................................................... 22
1. Menetapkan Organisasi Pelaksana .......................... 22
2. Menyiapkan Tenaga Pengelola................................. 23
3. Melatih Tenaga Pengelola......................................... 23
4. Menggerakan Peran Serta Masyarakat .................... 23
5. Menyiapkan Sarana dan Prasarana.......................... 23
6. Menyiapkan Tenaga Konselor................................... 24
7. Menyiapkan Pola Pelayanan .................................... 24

IV. MEKANISME PENYELENGGARAAN ..................................... 25


A. Proses kegiatan ................................................................ 25
1. Pelayanan Data dan Informasi Kependudukan
dan Keluarga Berencana .......................................... 25
2. Konseling ................................................................ 26
3. Pelayanan Teknis ..................................................... 31
4. Sasaran/Klien........................................................... 31
B. Ruang pelayanan konseling.............................................. 32
C. Materi Konseling Keluarga ................................................ 34
1. Konsultasi dan Konseling Keluarga Balita dan Anak.. 36
2. Konsultasi dan Konseling Keluarga Remaja dan
Remaja..................................................................... 38
3. Konsultasi dan Konseling Pranikah........................... 46
4. Konsultasi dan Konseling Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi ............................................. 50
5. Konsultasi dan Konseling Keluarga Harmonis .......... 59
6. Konsultasi dan Konseling Keluarga Lansia dan
Lansia....................................................................... 66
7. Pembinaan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga ........ 69
D. Monitoring Dan Evaluasi ................................................... 73
1. Monitoring dan atau Bimbingan Teknis...................... 73
2. Evaluasi.................................................................... 74

V. PENUTUP................................................................................. 75

vi
BADAN KEPENDUDUKAN DAN
KELUARGA BERENCANA NASIONAL

LAMPIRAN

PERATURAN
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN
KELUARGA BERENCANA NASIONAL
NOMOR : 259/PER/F3/2012

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan
Kependudukan dan Keluarga Sejahtera adalah merupakan landasan
hukum yang kokoh dalam penyelenggaraan pengendalian penduduk
dan pembangunan keluarga Indonesia untuk menuju penduduk
tumbuh seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera. Keberhasilan dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk
yang seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk serta
keluarga akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan
dan kehidupan masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat
berdampingan dengan bangsa lain, dan dapat mempercepat
terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Lebih lanjut dalam pasal 47
dinyatakan bahwa; Pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan
kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk
mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarga
secara optimal.

Beberapa dimensi pembangunan keluarga akan berhubungan


dengan upaya ; pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga
melalui : a. peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses
informasi, pendidikan, penyuluhan, dan pelayanan tentang
perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak; b. peningkatan
kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan,
konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga; c.
peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 1


bagi keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk
berperan dalam kehidupan keluarga; d. pemberdayaan keluarga
rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan untuk
mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lainnya; e.
peningkatan kualitas lingkungan keluarga; dan f. peningkatan akses
dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumber daya
ekonomi melalui usaha mikro keluarga.

Mencermati kondisi tersebut dan kebijakan jangka panjang, maka


diselenggarakanlah pelayanan konseling keluarga untuk mendukung
pembinaan keluarga yang telah diselenggarakan oleh masyarakat.
Keluarga adalah merupakan kelompok/unit paling kecil dalam
masyarakat, terdiri dari suami dan isteri atau ibu bapa dan anak-anak,
dan secara religius pembentukan keluarga bertujuan untuk
mendapatkan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan keluarga
sangat tergantung kualitas setiap individu anggota keluarga yang
dipengaruhi beberapa aspek antara lain; kesiapan remaja dalam
menuju jenjang rumah tangga. Disinilah letak pentingnya konseling
bagi remaja yang akan menikah. Disharmoni keluarga yang mengarah
ke perceraian sering disebabkan karena rapuhnya kesiapan lahir
batin saat mau menikah, padahal jika telah terjadi perceraian anggota
keluarga lain juga ikut menanggung resiko. Keluarga sebagai suatu
institusi sudah saatnya sebagai pilar utama dalam pendekatan
pembangunan dan melalui Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera ini
diharapkan dapat dijadikan pemicu dan pembangkit semangat bagi
berbagai pihak yang terlibat dalam upaya pembangunan keluarga.

B. TUJUAN
Terlaksananya penyelenggaraan pelayanan data dan informasi
kependudukan dan keluarga berencana; konsultasi dan konseling
keluarga balita dan anak; konsultasi dan konseling keluarga remaja
dan remaja; konsultasi dan konseling pra nikah; konsultasi dan

2 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


konseling keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; konsultasi
dan konseling keluarga harmonis; konsultasi dan konseling keluarga
lansia dan lansia; pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga.

C. RUANG LINGKUP

1. Sasaran

a. Tersedianya wadah kegiatan dan atau rangkaian kegiatan


pelayanan keluarga dalam satu tempat;
b. Terselanggaranya pelayanan data dan informasi
kependudukan dan keluarga berencana; konsultasi dan
konseling keluarga balita dan anak; konsultasi dan konseling
keluarga remaja dan remaja; konsultasi dan konseling pra
nikah; konsultasi dan konseling keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi; konsultasi dan konseling keluarga
harmonis; konsultasi dan konseling keluarga lansia dan
lansia; pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga.
c. Tersedianya tempat rujukan bagi pusat-pusat pelayanan
Keluarga Sejahtera yang berbasis masyarakat.

2. Jangkauan

a. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


(BKKBN)
b. Perwakilan BKKBN provinsi
c. SKPD-KB Provinsi
d. SKPD-KB Kabupaten dan Kota.

D. BATASAN PENGERTIAN

1. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di


segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 3


perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan, serta memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan
generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.

2. Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan


nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian,
kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan
kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang
bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup
layak.

3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari


suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya.

4. Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga


berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.

5. Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak,


jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

6. Akses Informasi adalah kemudahan yang diberikan kepada


seseorang atau masyarakat untuk memperoleh informasi publik
yang dibutuhkan.

7. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-


tanda yang mengandung nilai, makna dan pesan, baik data, fakta
maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dan dibaca,
yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik atau non-elektronik.

4 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


8. Pelayanan Informasi adalah jasa yang diberikan oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional kepada
masyarakat pengguna informasi.

9. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan


suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah
anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan
menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.

10. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan


pernikahan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju,
mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

11. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga


yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung
kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan
mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis
dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

12. Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera adalah merupakan wadah


kegiatan dan atau rangkaian kegiatan pelayanan keluarga melalui
pemberian KIE, konseling, bimbingan dan fasilitasi.

13. Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera


(UPPKS) adalah sekumpulan keluarga yang saling berinteraksi
dan terdiri dari berbagai tahapan keluarga sejahtera, mulai dari
keluarga Pra Sejahtera sampai dengan Keluarga Sejahtera III
Plus baik yang menjadi peserta KB, PUS yang belum ber-KB,
serta anggota masyarakat yang berminat dalam rangka
mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, aktif melakukan
berbagai kegiatan usaha bersama dalam bidang usaha ekonomi
produktif (UEP).

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 5


14. Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang
istrinya masih berusia produktif (15-49 tahun).

15. Keluarga Pra Sejahtera (KPS) adalah keluarga-keluarga yang


belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal,
seperti kebutuhan akan ibadah, pangan, sandang, papan,
kesehatan dan pendidikan.

6 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


BAB II
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN

A. ARAH KEBIJAKAN

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2010 tentang


Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pasal 3 huruf e dan
d, bahwa salah satu fungsi BKKBN adalah melaksanakan advokasi
dan koordinasi serta menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan
edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut
pembinaan yang berbasis masyarakat telah dilaksanakan oleh
seluruh pemerintah daerah Kabupaten dan Kota, sedangkan yang
berbasis instansi belum dilaksanakan.Untuk itu arah kebijakan
pembentukan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera ini adalah
merupakan wadah kegiatan Advokasi, KIE dan Konseling keluarga
yang berbasis instansi BKKBN.

B. KEBIJAKAN UMUM

Pelayanan konseling keluarga ini dilakukan dalam satu tempat yang


merupakan satu kesatuan dengan instansi Perwakilan BKKBN
provinsi yang merupakan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
melaksanakan fungsi keluarga secara optimal agar lebih mandiri.
Diharapkan melalui kegiatan ini keluarga akan lebih mampu membina
dan mengembangkan anggota keluarga dalam kegiatan yang positif,
baik berada di dalam keluarga maupun kegiatan di luar keluarga.
Adapun jenis kelayanan kegiatan meliputi :
1. Pelayanan data dan informasi kependudukan dan keluarga
berencana
2. Konsultasi dan konseling keluarga balita dan anak

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 7


3. Konsultasi dan konseling keluarga remaja dan remaja
4. Konsultasi dan konseling pra nikah
5. Konsultasi dan konseling keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi
6. Konsultasi dan konseling keluarga harmonis
7. Konsultasi dan konseling keluarga lansia dan lansia
8. Pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga.

C. KEBIJAKAN KHUSUS

1. Pada tahap awal seluruh provinsi membentuk Pusat Pelayanan


Keluarga Sejahtera;

2. Mengingat kegiatan ini langsung memberikan layanan pada


keluarga, maka perlu dibuat Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera
(PPKS) tingkat kabupaten/kota, diperlukan dukungan komitmen
dari Bupati dan Walikota setempat dengan mengikutsertakan
Satuan Kerja Perangkat Daerah Pengelola Program KB (SKPD-
KB) pada setiap tahap kegiatan;

3. Lokasi tempat kegiatan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera ini


hendaknya dipilih lokasi yang mudah diakses dan dijangkau
keluarga;

4. Sesuai dengan kesepakatan dengan Bupati dan Walikota, maka


pada saat implementasi kegiatan ini, perwakilan BKKBN provinsi
dapat merubah atau menyesuaikan kegiatan yang dibutuhkan
dengan ketentuan masih dalam lingkup kegiatan yang telah
ditetapkan;

5. Dalam pengembangan sampai tingkat lini lapangan dapat


dipadukan dengan Balai Penyuluhan KB khususnya bagi
kabupaten dan kota penerima Dana Alokasi Bidang KB;

8 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


6. Apabila kegiatan tersebut dilaksanakan secara terpadu dengan
SKPD KB Kabupaten dan Kota setempat aset/barang dari
perolehan DAK Bidang KB sesuai Peraturan Perundangan yang
berlaku dan membuat Berita Acara penyerahan Barang sesuai
Peraturan Perundangan yang berlaku;

7. Perwakilan BKKBN Provinsi melakukan advokasi, komunikasi dan


fasilitasi untuk pengembangan Pusat Pelayanan Keluarga
Sejahtera di tingkat kabupaten dan kota.

8. Perwakilan BKKBN Provinsi memantau pelaksanaan kegiatan


Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera di wilayah Provinsi
bersangkutan.

D. KEGIATAN PRIORITAS

Kegiatan pembentukan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera


diprioritaskan pada beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Penyediaan sarana bangunan Pusat Pelayanan Keluarga


Sejahtera adalah bangunan yang terletak di wilayah Provinsi,
berfungsi sebagai tempat pelayanan langsung pada keluarga;

2. Pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan konsultasi dan


konseling :
a. Pelayanan data dan informasi kependudukan dan keluarga
berencana
b. Konsultasi dan konseling keluarga balita dan anak
c. Konsultasi dan konseling keluarga remaja dan remaja
d. Konsultasi dan konseling pra nikah
e. Konsultasi dan konseling keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi
f. Konsultasi dan konseling keluarga harmonis
g. Konsultasi dan konseling keluarga lansia dan lansia
h. Pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 9


3. Pelatihan/orientasi bagi petugas;

4. Penyediaan sarana permainan edukasi, warung internet bagi


remaja, BKB Kit, peralatan konseling, dan Alat Teknologi Tepat
Guna dalam usaha ekonomi produktif;

5. Penyediaan Perlengkapan Kerja;

10 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


BAB III
STANDARISASI PELAYANAN

Standar Pelayanan Konsultasi dan Konseling Keluarga Sejahtera


merupakan standar minimal yang harus dipenuhi dalam pelayanan
konseling sebagai upaya menjaga kualitas pelayanan data dan informasi
kependudukan dan keluarga berencana; konsultasi dan konseling
keluarga balita dan anak; konsultasi dan konseling keluarga remaja dan
remaja; konsultasi dan konseling pra nikah; konsultasi dan konseling
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; konsultasi dan konseling
keluarga harmonis; konsultasi dan konseling keluarga lansia dan lansia;
pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga, yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan klien serta aspek lain yaitu kualifikasi petugas,
partisipasi klien serta materi dari pusat pelayanan tersebut.Standar
konseling ditetapkan berdasarkan kebutuhan klien yang berorientasi untuk
memenuhi hak-hak klien yang meliputi prosedur pelayanan, materi
konseling, sarana prasarana serta kualifikasi petugas konseling.

A. STANDAR PELAYANAN KONSELING KELUARGA SEJAHTERA


DAN INDIKATOR

Standar pelayanan konseling Keluarga Sejahtera dilihat dari


kepuasan klien dengan terpenuhinya hak-hak klien yang meliputi :
1. Pemenuhan hak informasi
Terpenuhinya hak untuk mengetahui semua informasi yang
dibutuhkan antara lain mengenai : persiapan kehidupan
berkeluarga khususnya bagi remaja/pranikah; Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi seperti mengatur
kehamilan sesuai dengan hak reproduksi; mengatur jarak dan
jumlah anak ideal ; melahirkan pada usia yang tepat ; merawat,
mengasuh dan membina tumbuh kembang anak; Keluarga

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 11


Harmonis; Keluarga Lansia dan Lansia serta Pembinaan Ekonomi
Keluarga dalam upaya mengembangkan diri dan keluarganya
untuk hidup mandiri, ulet, tangguh, dan mampu hidup harmonis
dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan
batin.

Indikator hak informasi antara lain:


a. Klien merasa nyaman dan aman untuk bertanya/konsultasi
b. Klien dan petugas konseling bergantian mengambil inisiatif
saat konseling berlangsung
c. Klien menerima dan memahami informasi yang dibutuhkan

2. Pemenuhan hak akses


Terpenuhinya hak akses untuk memperoleh pelayanan tanpa
membedakan jenis kelamin, agama, suku, status perkawinan dan
lokasi. Indikator hak akses antara lain :
a. Klien menerima informasi yang tepat bagi dirinya
b. Klien mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya
c. Klien dapat mengulangi informasi yang diperoleh dengan
memakai bahasa sendiri
d. Klien tidak mengulang-ulang informasi yang salah/rumor pada
saat konseling.

3. Pemenuhan hak memilih


Terpenuhinya hak untuk memilih konselor atau petugas yang akan
melayani konseling. Indikator hak memilih adalah klien diberi
kesempatan untuk memilih pelayanan konseling serta
mendapatkan konselor/petugas sesuai dengan permasalahan
yang dihadapinya.

4. Pemenuhan hak keamanan dalam pelayanan


Terpenuhinya hak untuk memperoleh pelayanan yang aman.
Indikator hak keamanan antara lain :

12 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


a. Klien datang ke tempat pelayanan konseling dan
mendapatkan pelayanan secepatnya setelah permasalahan-
nya di identifikasi
b. Klien mendapatkan informasi kemana harus dirujuk bila
memerlukan rujukan .

5. Pemenuhan hak Privasi


Terpenuhinya hak untuk mendapatkan privasi dalam konseling.
Indikator hak Privasi adalah klien merasa aman dan nyaman untuk
bertanya dan mengutarakan masalah, tanpa ada kekhawatiran.

6. Pemenuhan hak kerahasiaan


Terpenuhinya hak untuk mendapatkan jaminan bahwa informasi
pribadi yang diberikan akan dirahasiakan. Indikator hak
kerahasiaan antara lain :
a. Klien merasa aman untuk menyampaikan informasi yang
bersifat pribadi
b. Klien dengan sukarela menjawab pertanyaan konselor/
petugas dan memberikan informasi yang tepat yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi
c. Klien merasa nyaman dalam mengajukan pertanyaan.

7. Pemenuhan hak harkat martabat


Terpenuhinya hak klien untuk mendapatkan pelayanan secara
manusiawi dan penuh perhatian. Indikator hak harkat martabat
antara lain :
a. Klien merasa mampu mengungkapkan masalah dan
mendiskusikan dengan konselor/petugas
b. Klien merasa dihargai dan menerima respon emosional yang
positif dari konselor/petugas
c. Klien merespon secara positif hal-hal yang disarankan oleh
konselor/petugas
d. Klien merasa puas dengan hasil konselingnya

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 13


8. Pemenuhan hak Kenyamanan
Terpenuhinya hak klien untuk memperoleh kenyamanan dalam
pelayanan konseling. Indikator hak kenyamanan :
a. Klien terlihat tenang serta merasa merasa nyaman pada saat
konseling
b. Klien dapat memberikan informasi tentang permasalahan
dengan sukarela tanpa ragu-ragu
c. Klien merasa nyaman dan terbuka dalam mengajukan
pertanyaan kepada konselor/petugas.

9. Pemenuhan hak Kesinambungan


Terpenuhinya hak untuk mendapatkan pelayanan secara
berkesinambungan selama diperlukan. Indikator hak
Kesinambungan antara lain :

a. Klien kembali datang ke tempat pelayanan bila dirasa


permasalahan yang dialaminya belum dapat diselesaikan
b. Klien dapat memperoleh pelayanan konseling setiap saat.

10. Pemenuhan hak berpendapat


Terpenuhinya hak untuk menyatakan pendapat secara bebas.
Indikator hak berpendapat :
a. Klien merasa bebas untuk menceritakan masalah-masalah
yang sedang dihadapi
b. Klien merasa bebas untuk mengemukakan pendapatnya

B. FAKTOR PENDUKUNG PELAYANAN KONSELING KELUARGA


SEJAHTERA

1. Prosedur yang jelas


Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan atau

14 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


suatu layanan profesional yang dilaksanakan oleh konselor yang
berwenang. Konseling disini dimaksudkan untuk meningkatkan
diri, pembuatan keputusan, pemecahan masalahpada klien
dengan upaya mempengaruhi tingkah laku secara sukarela.
Dalam hal ini konselor dituntut mampu menciptakan suasana yang
kondusif bagi klien sehingga klien dapat melakukan perubahan
tingkah laku secara sukarela. Adapun kondisi yang memperlancar
perubahan tingkah laku dilakukan melalui wawancara dalam
keadaan hubungan personal dan rahasia.

Dalam konseling ada beberapa tahap yang harus dilalui jika


menginginkan hasil yang maksimal dalam konseling, ada 4 tahap
yang harus dilalui :

a. Pra konseling/attending (keterampilan memperhatikan untuk


meningkatkan keterlibatan klien)
Konselor dituntut untuk bisa mempersiapkan diri dengan
menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif bagi klien,
mampu mengumpulkan informasi, mamahami bahasa verbal
dan bahasa tubuh klien serta mampu menjadi pendengar
yang baik/berempati.

b. Responding (keterampilan menanggapi untuk meningkatkan


eksplorasi klien)
Konselor harus mampu memahami dan mananggapi isi
pernyataan/permasalahan klien dan mampu meyakinkan
klien akan rasa aman selama proses konseling sedang
berlangsung.

c. Personalizing (ketrampilan mempribadikan untuk


meningkatkan pemahaman klien)
Pada tahap ini konselor dituntut untuk bisa membuat klien
memahami makna dari ungkapan yang telah dieksplorasi oleh
klien; konselor mencoba membuat klien memahami

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 15


permasalahanyang dialami dan mulai berpikir bahwa perlu
ada instropeksi agar bisa menyelesaikan masalah yang
dihadapi; sehingga klien mampu menyusun penyelesaian
masalah yang dihadapi.

d. Initiating (keterampilan memulai untuk meningkatkan klien


dalam bertindak)
Dalam tahap ini, klien sudah bisa melihat permasalahan dan
mulai merubah tingkah laku, konselor hanya mengawal dari
proses yang sedang dilalui klien serta menumbuhkan
kepercayaan diri klien. Dalam hal ini konselor hanya perlu
memberikan dorongan bahwa klien bisa mengambil
keputusan dengan segala konsekuensinya.

e. Terminasi (ketrampilan untuk mengakhiri konseling)


Dalam tahap ini konselor dituntut mampu mengakhiri proses
konseling, menerima klien dengan sepenuhnya serta klien
mampu mandiri dalam menyelesaikan masalahnya.

2. Tahapan proses layanan konseling

Dalam prakteknya, strategi layanan konseling terlebih dulu harus


mengedepankan layanan-layanan yang bersifat pencegahan dan
pengembangan, namun layanan yang bersifat pengentasan pun
masih tetap diperlukan.

Secara umum, proses pelayanan konseling terdiri dari tiga


tahapan yaitu : (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2)
tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan
tindakan )
a. Tahap awal
Tahap ini dimulai sejak klien menemui konselor sampai
konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini
beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya :

16 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


1) Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien.
Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada
terpenuhinya asas konseling terutama asas kerahasiaan,
kesukarelaan, dan keterbukaan;
2) Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika
hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien
sudah melibatkan diri, maka konselor harus dapat
membantu memperjelas masalah klien;
3) Penjajagan. Konselor berusaha menjajagi kemungkinan
masalah dan merancang bantuan yang mungkin
dilakukan dengan membangkitkan semua potensi klien
dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai dengan
antisipasi masalah;
4) Membangun perjanjian antara konselor dan klien tentang:
(1) waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang
diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkeberatan; (2)
tugas, yaitu : berbagi tugas antara konselor dan klien; dan
(3) kerjasama dalam proses konseling yaitu terbinanya
peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan
klien dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

b. Tahap Inti (tahap kerja)


Pada tahap inti, ada beberapa hal yang harus dilakukan,
diantaranya :
1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, penjelajahan
masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif
dan alternatif baru terhadap masalah yang dialami;
2) Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali),
bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan
yang dihadapi klien;
3) Menjaga hubungan dengan klien;

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 17


c. Tahap akhir
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan,
diantaranya :
1) Konselor bersama klien membuat kesimpulan dari hasil
proses konseling;
2) Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari
proses konseling sebelumnya;
3) Mengevaluasi proses dan hasil konseling;
4) Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya;
Pada tahap akhir ini ditandai dengan ; (1) menurunnya
kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah
yang positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari
klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya
rencana ke depan dengan program yang jelas.

3. Jenis Konseling Keluarga Sejahtera


a. Pelayanan data dan informasi kependudukan dan keluarga
berencana
b. Konsultasi dan konseling keluarga balita dan anak
c. Konsultasi dan konseling keluarga remaja dan remaja
d. Konsultasi dan konseling pra nikah
e. Konsultasi dan konseling keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi
f. Konsultasi dan konseling keluarga harmonis
g. Konsultasi dan konseling keluarga lansia dan lansia
h. Pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga.

4. Sertifikasi Konselor
Sertifikasi konselor adalah pengakuan terhadap seseorang yang
telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan
konseling, setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji
kompetensi yang di selenggarakan oleh lembaga pendidikan.

18 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


Kompetensi yang diakses adalah penguasaan kemampuan
akademik sebagai landasan keilmuan dari segi penyelenggaraan
layanan ahli bidang Konseling. Sertifikat kompetensi konselor
diberikan oleh lembaga penyelenggara pendidikan yang memiliki
kapasitas dalam penguasaan kompetensi yang dimaksud.

Sertifikasi diperlukan untuk dapat meningkatkan profesionalitas


konselor dan meningkatkan mutu hasil konseling.

Persyaratan sertifikasi konselor :


a. Memiliki ijazah sarjana (S1) diutamakan dalam bidang
konseling atau Sarjana Psikologi
b. Mengikuti program pelatihan profesi

Prosedur Pelaksanaan sertifikasi :


a. Assessment awal kompetensi akademik bawaan,
Assessment awal dilakukan melalui verifikasi ijasah bagi yang
memiliki ijasah S-1 Bimbingan Konseling, bila mempunyai
ijasah tersebut, peserta berhak langsung menempuh
assessment penguasaan kompetensi profesional konselor
b. Pengembangan program pelatihan profesi
Program pelatihan dan profesi dikembangkan dengan tujuan :
1) Memperoleh pengetahuan dan pemahaman serta
penerapan pengetahuan yang dilakukan melalui
pengkajian dengan berbagai konteks;
2) Menguasai ketrampilan baik kognitif, personal-sosial
maupun psikomotorik
c. Proses pembelajaran
Proses pembelajaran dilakukan dalam bentuk : pengkajian,
berlatih, menghayati yang relevan dan mengacu pada
pencapaian kompetensi
d. Assessment ulang penguasaan kompetensi
Assessment ini diselenggarakan agar setelah peserta

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 19


dinyatakan lulus, maka diharapkan peserta sudah menguasai
kompetensi akademik dan kompetensi profesioanal

5. Sarana dan Prasarana


Dalam melaksanakan kegiatan konseling, tentunya harus
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dan
terstandar. Hal ini tentunya menjadi sebuah tuntutan yang harus
dipenuhi untuk tercapainya tujuan konseling keluarga sejahtera .

Ketersediaan ruangan merupakan salah satu sarana penting yang


turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan konseling.
Pengadaan dan pengaturan ruangan perlu mempertimbangkan
prinsip-prinsip konseling termasuk letak dan lokasi, ukuran,jenis
dan jumlah ruangan serta berbagai fasilitas pendukung lainnya

Letak dan lokasi ruangan mudah diakses oleh klien tetapi tidak
terlalu terbuka, dengan demikian seluruh klien bisa dengan mudah
mengunjungi namun prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.

Jumlah ruangan disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan,


atar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang.

Jenis ruangan yang diperlukan meliputi :


a. Ruang tamu
Ruangan tamu hendaknya berisi kursi dan meja tamu dan
atau ruang pameran berisi informasi tentang poster, leaflet,
buku saku, eks banner serta berbagai informasi tentang data
kependudukan, Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi serta Keluarga Sejahtera. Ruangan ditata agar
dapat memberikan rasa nyaman bagi tamu yang datang.
Kenyamanan menjadi modal utama bagi kesuksesan program
pelayanan yang disediakan.
b. Ruang Administrasi/data
Ruangan administrasi/data merupakan ruangan tempat

20 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


menyimpan data klien, perlu dilengkapi dengan fasilitas
berupa : filling cabinet/ lemari penyimpan dokumen (buku
pribadi, catatan-catatan konseling, kartu, map pribadi, alat
tulis menulis), perangkat elektronik (komputer, tape recorder,
LCD, TV dll), bisa dilengkapi dengan poster, lembar balik dll.
c. Ruang kerja
Ruangan kerja disiapkan agar dapat berfungsi mendukung
produktivitas kinerja konselor, dalam ruangan ini diperlukan
fasilitas berupa komputer, meja kerja, almari/filling cabinet
d. Ruang konseling Individual
Ruangan ini merupakan tempat interaksi antara konselor dan
klien, (baik Pasangan Usia Subur atau PUS, keluarga balita,
keluarga remaja, keluarga lansia), ruangan ini dilengkapi
dengan perlengkapan antara lain : meja kursi atau sofa,
almari, perangkat elektronik (TV, LCD, tape recorder,
komputer), poster, dll.
e. Ruang konseling kelompok
Ruangan ini merupakan tempat interaksi antara konselor
dengan klien dalam bentuk kelompok keluarga (baik keluarga
yang mempunyai balita, remaja maupun lansia), ruangan ini
dilengkapi dengan perlengkapan antara lain : meja kursi atau
sofa, almari, perangkat elektronik (TV, LCD, tape recorder,
komputer) poster dll. Ruangan ini harus mampu menampung
banyak orang, sehingga bisa dipergunakan untuk ruang
parenting bagi kelompok keluarga yang punya balita, ruang
tempat bermain bagi anak-anak usia dini; ruang konsultasi
bagi kelompok keluarga yang punya remaja serta kelompok
keluarga yang mempunyai lansia
f. Ruang terapi
Pada prinsipnya ruangan ini menjadi tempat bagi konselor
dalam memberikan terapi bagi klien yang membutuhkan

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 21


penanganan lebih lanjut. Ruangan ini dilengkapi dengan :
daftar buku/referensi (katalog), rak buku, buku bacaan serta
fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan untuk
memberikan terapi bagi klien.

g. Ruang relaksasi
Ruangan ini diperuntukkan bagi klien yang memerlukan
relaksasi. Diperlukan ruangan yang bersih, sehat, nyaman
dan aman, jika memungkinkan ruangan ini dilengkapi dengan
karpet, tape recorder, TV, VCD/DVD

h. Ruang peragaan/stimulasi/informasi
Ruangan ini berisi Alat Permainan Edukatif (APE) khususnya
APE bagi keluarga dan anak-anak usia dini sebagai media
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak; bagi remaja
ada beberapa sarana yang diperlukan seperti audio visual,
alat peraga kesehatan reproduksi, poster dan lainnya;
sedangkan bagi lasia bisa disiapkan alat kebugaran bagi
lansia .

C. STANDAR PENGELOLAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA


SEJAHTERA

1. Menetapkan Organisasi Pelaksana

Organisasi pelaksana Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera


bersifat institusional yang menyelenggarakan pelayanan dan
berpedoman pada Pedoman Penyelenggaraan yang ditetapkan,
serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang Pegawai Negeri Sipil. Organisasi bersifat
statis yang diwujudkan dalam bentuk bagian dari struktur
organisasi BKKBN. Struktur organisasi mewakili unsur/bidang
pelayanan untuk mendukung fungsi dan hubungan kewenangan

22 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


dan bagaimana orang bekerjasama dan menggunakan sumber
daya yang ada untuk mencapai tujuan.

2. Menyiapkan Tenaga Pengelola


a. Tenaga tetap (pegawai BKKBN)
b. Tenaga outsourcing (kontrak lepas)
c. Relawan (pengurus PIK R/M, Pramuka, dll

3. Melatih Tenaga Pengelola


Melatih tenaga pengelola pelayanan konseling dan pembinaan
dimaksudkan untuk :
a. Memberikan informasi terkini tentang bidang-bidang
pelayanan;
b. Memberikan Teori Dan Dasar-Dasar Komunikasi, Konseling
dengan metode yang sudah diterapkan di beberapa tempat;
c. Memberi dasar pengembangan mekanisme pelayanan pada
Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera;
d. Memberikankesempatan untuk role play, studi banding
ketempat pelayanan lain, serta mengembangkan metode dan
media yang dapat digunakan untuk layanan keluarga
sejahtera.

4. Menggerakan Peran Serta Masyarakat


a. Advokasi
b. KIE
c. Sosialisasi

5. Menyiapkan sarana dan prasarana


Menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan
mekanisme pelayanan, yaitu:
a. Loket/ruang pengajuan permohonan pelayanan;
b. Tempat/ruang pelayanan konseling sesuai jenis pelayanan;

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 23


c. Alat bantu konseling/Media dan peralatan lain yang
diperlukan;

6. Menyiapkan Tenaga Konselor


a. Konselor tetap
b. On Call Konselor (professional, TOGA, TOMA, staf lembaga
terkait)

7. Menyiapkan Pola Pelayanan


a. Perorangan/kelompok
b. Rujukan
c. Home Visit

24 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


BAB IV
MEKANISME PENYELENGGARAAN

A. PROSES KEGIATAN

1. Pelayanan Data dan Informasi Kependudukan dan Keluarga


Berencana
Salah satu sasaran yang sangat berkaitan dengan penyediaan
data dan informasi pengelolaan program Kependudukan dan KB
Nasional adalah “menerapkan sistem informasi yang up to date”.
melalui sistem informasi manajemen (SIM) yang berbasis
teknologi Informasi. Berdasarkan hal tersebut maka Informasi
yang disediakan dalam Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera ini
harus dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat
dengan prioritas informasi sebagai berikut:

a. Daftar informasi publik yang berada di bawah


penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;

b. Hasil keputusan Pimpinan Badan Kependudukan dan


Keluarga Berencana Nasional dan latar belakang
pertimbangannya;

c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;

d. Rencana kerja program/kegiatan termasuk di dalamnya


perkiraan pengeluaran tahunan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional;

e. Perjanjian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana


Nasional dengan pihak ketiga;

f. Informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik


dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 25


g. Prosedur kerja pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat; dan atau

h. Laporan mengenai pelayanan akses informasi publik


sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

2. Konseling

Pada dasarnya konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka


dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan
memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya
dengan masalah yang dihadapi oleh klien yang pada akhirnya
klien mampu mengambil keputusan sendiri mengenai pemecahan
masalah yang dihadapi sesuai dengan situasi dan kondisi dari
klien tersebut. Konseling adalah proses pemberian informasi
obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan
keterampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan
penguasaan pengetahuan tentang masalah yang dihadapi klien
dengan tujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya
saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan
keluar/upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Konseling
adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain
dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu
masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan,
kebutuhan, dan perasaan klien.

Dengan demikian tujuan konseling adalah untuk membantu klien


melihat permasalahannya supaya lebih jelas, sehingga klien
dapat memilih sendiri jalan keluarnya,dengan melakukan
konseling tatap muka maka klien dapat menentukan pilihan
kontrasepsinya dengan mantap sesuai dengan keinginan mereka
sendiri dan tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya
di kemudian hari.

26 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


Pada umumnya konseling dilaksanakan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
a. Konseling Awal atau Tahap Persiapan
Merupakan tahap dimana klien pertama kali menghubungi
konselor untuk menyampaikan maksud dan tujuan
kedatangannya. Pada umumnya setelah klien menyampaikan
maksudnya, maka konselor akan memberikan penjelasan
secara benar, terbuka, obyektif tentang materi yang menjadi
topik pembahasan konseling tersebut. Dalam tahap ini apabila
menyangkut penggunaan alat kontrasepsi maka konselor
akan menjelaskan sampai pada kekurangan dan kelebihan
alat dan obat kontrasepsi.
Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin
mengetahui lebih lanjut tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada
tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan konseling
spesifik.

b. Konseling Spesifik atau Tahap keterlibatan (the joining)


Pada tahap sudah terjadi keterlibatan antara konselor dengan
klien baik secara isyarat (nonverbal) maupun secara verbal,
dimana klien akan menceritakan permasalahan yang dihadapi
kepada konselor, dalam tahap ini konselor harus
mendengarkan semua masukan dari klien tanpa disela
dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua
informasi dari klien terkumpul, maka lakukan pengelompokan
dan penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan
jelas untuk menghilangkan keraguan, kesalahpahaman.
Berbagai penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti
dan rasional sangat membantu klien mempercayai konselor,
serta informasi yang disampaikan.Di samping itu klien dapat
mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan
informasi yang benar.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 27


c. Tahap menetapkan masalah, yaitu menetapkan masalah
yang dihadapi oleh klien. Oleh karena itu, harus jelas
masalahnya, siapa yang bermasalah, apa indikasinya, apa
yang telah terjadi dan sebagainya.

d. Tahap interaksi, yaitu konselor menetapkan pola interaksi


untuk penyelesaian masalah. Pada tahap ini klien akan
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami
masalahnya dan konselor dapat melatih anggota keluarga itu
berinteraksi dengan cara-cara yang dapat diikuti (misalnya
pelan, sederhana, detail dan jelas) dalam kehidupan mereka.

e. Tahap konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan keakuratan


hipotesis dan memformulasi langkah-langkah pemecahan.
Pada tahap ini konselor mendesain langsung atau memberi
pekerjaan rumah untuk melakukan atau menerapkan
pengubahan masalah yang terjadi pada klien melalui
kegiatan/upaya yang sebaiknya dilakukan dalam kehidupan
klien tersebut untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
misalnya ketidak berfungsinya perkawinan.

f. Tahap penentuan tujuan, dalam tahap ini klien telah


mengambil keputusan untuk berperilaku yang telah
didiskusikan dengan konselor sebagai perilaku normal yang
seharusnya dilakukan klien, sehingga dapat terhindar dari
masalah yang selama ini dibicarakan dengan konselor
misalnya dengan memperbaiki cara berkomunikasi, telah
menaikkan self-esteem dan membuat kehidupan keluarga
lebih kohesif. Pada konseling KB, konseling pra tindakan ini
merupakan konseling yang dilakukan pada saat akan
dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling
pra tindakan yang bertindak sebagai konselor adalah dokter,
operator petugas medis yang melakukan tindakan. Tujuan

28 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap
kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk
menghentikan infertilitas, evaluasi proses konseling
sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan
medis dan informasi tentang prosedur yang akan
dilaksanakan.

g. Tahap akhir dan penutup, merupakan kegiatan mengakhiri


hubungan konseling setelah tujuan untuk mengatasi masalah
klien dapat tercapai. Pada konseling KB tahap ini biasanya
disebut dengan konseling Pasca Tindakan yang dilakukan
setelah tindakan selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk
menanyakan kepada klien bila ada keluhan yang mungkin
dirasakan setelah tindakan, lalu berusaha menjelaskan
terjadinya keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada
klien atau mengingatkan klien tentang perlunya persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif misalnya
pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom
selama 20 kali ejakulasi setelah divasektomi.

Keberhasilan Konseling dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai


berikut:
a. Faktor Individual
Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa
seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini
merupakan gabungan dari :
1) Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling
akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam
menangkap informasi yang disampaikan konselor.
2) Sudut Pandang
Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 29


pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan
mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang
dikonselingkan.
3) Kondisi Sosial
Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan
memberikan pengaruh dalam memahami materi.
4) Bahasa
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses
konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi


Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap
interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain
(seperti kehangatan, perhatian, dukungan), serta sejarah
hubungan antara konselor dan pasien akan mempengaruhi
kesuksesan proses konseling.

c. Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi
percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda
dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar
lalu lintas.

d. Kompetensi dalam melakukan percakapan


Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku
kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
1) Kegagalan menyampaikan informasi penting;
2) Perpindahan topik bicara yang tidak lancar;
3) Salah pengertian.

30 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


3. Pelayanan Teknis
Pada dasarnya, pelayanan yang disediakan dalam Pusat
Pelayanan Keluarga Sejahtera adalah pelayanan konseling dari
berbagai permasalahan yang dihadapi oleh keluarga dalam
mengembangkan dan melaksanakan delapan fungsi keluarga.
Namun demikian, dapat pula dikembangkan pada pelayanan yang
lebih teknis, khususnya untuk pelayanan sederhana bagi calon
peserta KB atau peserta KB.

4. Sasaran/Klien
1. Penggerak KB Tingkat Kabupaten dan Kota
2. Penggerak KB Tingkat Kecamatan
3. Penggerak KB Tingkat Desa
4. Keluarga
5. Remaja
6. PIK R/M
7. Kelompok Pembinaan Keluarga (BKB, BKR, BKL, UPPKS)
8. Masyarakat.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 31


B. RUANG PELAYANAN KONSELING :

Keterangan :
1. Ruang informasi/pendaftaran
a. Ruang Informasi merupakan satu ruangan yang berisi
informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan :
1) Kependudukan dan Keluarga Berencana dan berbagai
alat kontrasepsi yang dapat menjadi pertimbangan bagi
keluarga dalam mengatur jumlah anak yang dikehendaki ;
2) Kesehatan reproduksi;
3) Penyiapan kehidupan berkeluarga;
4) Perawatan dan pengasuhan anak;
5) Peningkatan kualitas hidup lansia;
6) Mewujudkan keluarga harmonis dan sejahtera;
Informasi tersebut dapat berbentuk leaflet, poster, booklet, ex
banner dan lainnya yang bisa diakses oleh klien yang datang
di tempat pelayanan.

32 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


b. Ruang pendaftaran
Ruang pendaftaran merupakan ruang tempat untuk
mendaftarkan diri sebagai klien yang nantinya akan
mendapatkan pelayanan konseling .
c. Ruang tunggu
Ruang tunggu dipersiapkan sebagai tempat menunggu bagi
klien sebelum mendapatkan pelayanan.

2. Ruang pelayanan konseling


Setelah klien mendaftar di tempat pendaftaran, selanjutnya
petugas pendaftar akan mengarahkan klien ke ruang pelayanan
konseling sesuai kebutuhan klien. Ada beberapa ruang yang
diperlukan untuk pelayanan konseling yaitu :
a. Pelayanan data dan informasi kependudukan dan keluarga
berencana
b. Konsultasi dan konseling keluarga balita dan anak
c. Konsultasi dan konseling keluarga remaja dan remaja
d. Konsultasi dan konseling pra nikah
e. Konsultasi dan konseling keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi
f. Konsultasi dan konseling keluarga harmonis
g. Konsultasi dan konseling keluarga lansia dan lansia
h. Pembinaan pemberdayaan ekonomi keluarga.
Masing-masing pelayanan membutuhkan ruangan tersendiri agar
klien merasa aman dan nyaman untuk mendapatkan pelayanan.

3. Ruang Pelayanan konseling khusus


Ruang pelayanan ini disediakan dengan tujuan memberikan
pelayanan kepada klien yang membutuhkan pelayanan khusus

4. Ruang pelayanan tindakan/kegiatan


Ruangan ini disediakan dengan tujuan memberikan pelayanan
kepada klien yang membutuhkan tindakan lebih lanjut setelah

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 33


mendapatkan konseling dari ahlinya di ruang yang telah
disediakan tadi.

C. MATERI KONSELING

1. Konsultasi dan Konseling Keluarga Balita dan Anak

Penyiapan kualitas anak sebagai sumber daya manusia dimulai


sejak dini bahkan sejak dari terjadinya janin dalam kandungan
sampai anak masuk sekolah sangat memerlukan proses melalui
pengasuhan yang benar.

Pengasuhan yang dilakukan seharusnya dimulai sejak dini,


bahkan sejak janin masih di dalam kandungan, karena pada saat
itu proses pertumbuhan dan perkembangan manusia sudah
berlangsung secara cepat terutama pada masa di bawah lima
tahun (balita) yang disebut dengan “golden period”. Apabila pada
masa tersebut anak tidak mendapat pengasuhan dengan baik,
maka dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik, emosi, sosial maupun kecerdasan.
Untuk itu diperlukan asuhan yang benar meliputi pemenuhan
kebutuhan kesehatan, gizi, kasih sayang serta stimulasi agar anak
dapat tumbuh kembang optimal.

Pengasuhan merupakan proses hubungan yang unik antara


orang tua dan anak sebagai aksi dan interaksi dalam mendidik,
agar kepribadian anak dapat berkembang dengan baik sehingga
menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab, tangguh dan
tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk serta
mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya kelak.

Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai


peranan sangat penting dalam pengasuhan dan pembinaan
tumbuh kembang anak terrmasuk dalam pemenuhan hak-hak
anak. Potensi yang dimiliki seseorang akan mencapai kondisi

34 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


optimal apabila mendapat pengasuhan yang tepat sesuai dengan
tahapan usianya.

Apabila anak tidak tumbuh dan berkembang sesuai usia nya,


maka ia perlu dikonsultasikan kepada para ahlinya seperti : dokter
anak, ahli tumbuh kembang anak atau psikolog perkembangan
anak. Para ahli ini diharapkan dapat memberikan layanan
konseling berupa konsultasi kepada keluarga yang mempunyai
permasalahan dengan tumbuh kembang anaknya dan membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Layanan konseling yang diberikan kepada keluarga bertujuan


membantu keluarga dalam mengatasi permasalahan yang
muncul dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak.
Oleh karena itu keberadaan Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera
diharapkan dapat menjadi pusat rujukan bagi keluarga baik yang
anaknya mengalami permasalahan tumbuh kembang.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 35


1) Pelaksanaan Konseling
Pelaksanaan Konseling Keluarga Balita dilaksanakan melalui
langkah sebagai berikut:
a. Konseling Preventif merupakan suatu proses
pendampingan bagi Keluarga Balita dalam menjalani
proses pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang
anak, sehingga keluarga dapat mengambil keputusan
bijaksana atas berbagai pilihan dalam proses
pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak.
b. Konseling Kuratif merupakan proses pemulihan dari
situasi saat ini dimana keluarga merasa secara pribadi
sudah tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi
dalam pengasuhan anak balitanya, sehingga
memerlukan bimbingan dari konselor untuk menuntun
keluarga setahap demi setahap menguraikan persoalan
dan menuntun, sehingga mampu menemukan solusinya.

36 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


2) Tahapan konseling
a. Konseling awal merupakan proses konseling dimana
konselor membantu keluarga untuk memahami proses
pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak
secara optimal. Konseling awal dilakukan pada saat
pertama kali orangtua datang untuk konsultasi dan
mengetahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan
anak nya tidak sesuai dengan tahapan usianya. Hal
tersebut diketahui setelah dilakukan deteksi dini terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak melalui
pemantauan dengan menggunakan Kartu Kembang Anak
(KKA). Konseling awal biasanya dilakukan oleh kader
yang telah mendapatkan pelatihan tentang pengasuhan
dan pembinaan tumbuh kembang anak.
b. Konseling lanjutan/rujukan. Dalam tahap ini konseling
lebih ditekankan pada tahap membantu keluarga
mengatasi permasalahan yang muncul dalam rangka
pengasuhan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak baik dari aspek perkembangan fisik,
sosial, emosional maupun kecerdasan anak.melalui
rujukan kepada para ahli atau petugas konselor yaitu :
dokter anak, ahli tumbuh kembang, psikolog
perkembangan anak.

3) Sasaran konseling
Sasaran konseling adalah keluarga yang mempunyai anak
mulai lahir sampai usia 10 tahun yang mempunyai
permasalahan dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh
kembang anak

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 37


4) Materi Konseling
a. Pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Peran orangtua dalam pengasuhan dan pembinaan
tumbuh kembang anak
c. Komunikasi orangtua dan anak

5) Konselor
a. Psikolog tumbuh kembang anak
b. Ahli tumbuh kembang anak
c. Dokter spesialis anak

6) Sarana yang diperlukan ;


a. Tape recorder
b. BKB KIT
c. Poster, leaflet , booklet dll

2. Konsultasi dan Konseling Keluarga Remaja dan Remaja


Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa. Pada masa remaja terjadi beberapa
perubahan, yaitu dalam aspek jasmani, rohani, emosional, sosial
dan personal (WHO, 2002). Sehingga masa remaja dapat
dikatakan sebagai periode kritis, karena pada masa inilah remaja
mencari identitas diri. Pada masa kritis, seorang remaja
kehilangan pegangan dan pedoman yang memadai dalam
hidupnya. Masa kritis biasanya diwarnai oleh konflik-konflik
internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita
dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan, sehingga ia
frustasi dan sebagainya.

Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa


membingungkan dalam dirinya, remaja membutuhkan pengertian
dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya. Salah

38 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


satunya adalah orang tua atau keluarganya. Salah satu fungsi
keluarga adalah memberi pengayoman yang memberikan
jaminan rasa aman. Pada masa kritisnya, remaja sangat
membutuhkan realisasi fungsi tersebut agar mereka tidak terjebak
dalam situasi kebingungan dalam mencari identitas dirinya, yang
seringkali menjadi masalah utama dalam melewati tahap
kehidupan remaja.

Suasana keakraban, saling menghormati dan saling menghargai


harus tercipta dalam suatu keluarga, sehingga keluarga akan
diikat oleh tali batin yang kuat dalam kehidupannya. Oleh karena
itu, komunikasi efektif antara orangtua dengan remaja dan dialog
antar anggota keluarga akan menjadi kekuatan dan dukungan
bagi remaja yang sedang dalam proses pencarian jati diri.

Komunikasi efektif antara orangtua dengan remaja merupakan


salah satu bentuk komunikasi interpersonal.Tujuan dilakukannya
komunikasi efektif antara orangtua dengan remaja, antara lain
untuk: a) membangun hubungan yang harmonis dengan remaja;
b) membentuk suasana keterbukaan dan mendengar; c) membuat
remaja mau bicara pada saat mereka menghadapi masalah; d)
membuat remaja mau mendengar dan menghargai orangtua dan
orang dewasa saat mereka berbicara dan e) membantu remaja
menyelesaikan masalah.

Kurangnya komunikasi yang bersifat dialogis antara orangtua


dengan remaja mengenai berbagai masalah remaja,
menyebabkan remaja mencari informasi dari teman sebaya,
media elektronik (televisi, VCD, internet) dan media cetak.
Permasalahan akan timbul jika remaja tidak mendapatkan
informasi yang benar dan sesuai dengan perkembangan usianya,
padahal informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan
yang diikuti dengan sikap dan perilakunya.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 39


Selain itu, tanpa komunikasi efektif antara orangtua dengan
remaja yang intens dan terbuka, dapat menyebabkan terjadinya
penumpukkan rasa frustasi dalam diri anak remajanya. Bila
orangtua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi
terbuka dalam arti yang sesungguhnya, maka remaja tidak akan
membentuk kepercayaan dalam dirinya untuk membuka diri.
Mereka akan lebih tertutup kepada orangtuanya dan akan lebih
memilih bercerita dengan teman sebayanya.

40 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


1) Materi konsultasi dan konseling pada keluarga remaja
dan remaja minimal berkaitan dengan subtansi :
a. Membangun komunikasi efektif antara orangtua dengan
remaja
b. Membangun kepercayaan antara orang tua dengan
remaja
c. Membangun keterbukaan antara orang tua dengan
remaja
d. Cara mengatasi masalah remaja
e. TRIAD KRR (Seksualitas, HIV/AIDS, dan Napza)
f. Pendewasaan Usia Kawin
g. Keterampilan Hidup

2) Langkah konseling
a. Konselor mampu mendorong setiap keluarga dan
anggota keluarga yang memiliki remaja dalam berperan
serta menciptakan keluarga yang harmonis, aman dan
tentram, penuh cinta kasih dan saling menghormati.
Selain itu juga konselor mampu mendorong setiap
keluarga dan anggota keluarga yang memiliki remaja
dalam mengembangkan pribadi dan kemampuan antara
lain: empati, menjaga rahasia, hangat, hormat,
menghargai tanpa syarat dan percaya diri. Memiliki
keterampilan: berkomunikasi, dinamika kelompok,
sugesti dan leadership.

b. Membangun hubungan yang komunikatif. Kunci sukses


dalam konseling adalah jalinan hubungan yang harmonis
antara konselor dengan klien. Konselor harus mampu
menyapa klien dengan baik, sehingga klien merasa
dirinya diterima. Semua atribut yang dapat mengganggu
harus diminimalisir. Misalnya berkaitan dengan tempat,

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 41


status sosial, status ekonomi, latar belakang budaya dan
persepsi konselor.
c. Observasi terhadap posisi dan keberadaan klien.
Dilakukan secara hati-hati, sehingga klien tidak merasa
dinilai. Beberapa hal yang dapat diobservasi antara lain:
penampilan fisik, motivasi, kecemasan atau penolakan.
Melalui tahapan ini diharapkan klien terlibat dalam proses
konseling, sehingga klien mampu mengekpresikan dan
menyatakan apa yang terjadi dalam pikiran maupun
perasaannya. Membangun relasi dalam konseling
keluarga harus dilakukan dengan keluarga secara
keseluruhan maupun dengan orang perorang anggota
keluarga. Proses ini memerlukan waktu dan kesabaran
karena minat dan kepentingan individual masing-masing
anggota keluarga akan sangat beragam.
d. Mendiskusikan prinsip-prinsip dan tujuan konseling. Klien
mengetahui hak, kewajiban dan perannya selama proses
konseling. Tujuan konseling harus ditetapkan bersama-
sama dengan konselor, sehingga tumbuh rasa tanggung
jawab untuk menyelesaikan permasalahan, mengubah
perilaku dan berkeinginan untuk mengembangkan diri.
Durasi atau waktu konseling dilakukan dan kapan
konseling akan dilaksanakan perlu disepakati oleh
seluruh anggota keluarga. Pada tahap ini kesepakatan
seluruh anggota keluarga terhadap permasalahan yang
akan dibahas merupakan fokus kajian.
Menanamkan pemikiran dan perasaan bahwa
permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan
bersama dan akan mengganggu sistem keluarga jika
tidak segera diselesaikan. Kesediaan dan ketulusan
anggota keluarga untuk terlibat, saling membantu

42 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


menyelesaikan permasalahan keluarga merupakan
modal awal untuk menggali permasalahan secara
komprehensif.
e. Menggali permasalahan. Pada tahapan ini konselor
mengembangkan berbagai pertanyaan maupun
pernyataan yang akan mendorong klien untuk menggali
permasalahan yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai
melalui tahapan ini adalah pemahaman konselor tentang
masalah yang dihadapi serta bagaimana hubungan atau
dampak masalah terhadap diri.
Pertanyaan maupun pernyataan dapat dikembangkan
dari lima kata kunci yaitu 5W1H : what (apa), why
(mengapa), when (kapan), where (dimana), who (siapa)
dan how (bagaimana). Pernyataan maupun pertanyaan
sebagai respon terhadap konselor, serta umpan balik
dapat berupa sebab akibat, mengurutkan berdasarkan
kepentingan klien, mengurutkan berdasarkan waktu
kejadian, serta makna peristiwa bagi klien. Melalaui tahap
ini, diharapkan klien mampu menggambarkan secara
nyata situasi yang dihadapi, memberi makna terhadap
situasi tersebut serta menggali perasaan dalam peristiwa
yang dialami.
Penggalian masalah diawali dengan bagaimana masing-
masing anggota keluarga memandang permasalahan
dan dampak permasalahan terhadap dirinya secara
pribadi. Langkah yang kedua adalah mengembangkan
persepsi dan saling keterkaitan atau hubungan
permasalahan tehadap masing-masing anggota keluarga
dan langkah yang ketiga adalah menarik simpulan akar
permasalahan baik secara individual maupun keluarga
sebagai suatu sistem.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 43


f. Personalisasi. Prinsip personalisasi adalah kien
menyadari permasalahan dan bertanggung jawab untuk
menyelesaikan. Besar kecilnya permasalahan sangat
tergantung pada persepsi klien tentang masalah,
sehingga kita dapat mengurangi kegelisahan, frustasi
ataupun stress dalam diri klien dengan menempatkan
permasalahan secara proporsional serta mendorong
klien untuk berfikir positif tentang dirinya.
g. Pada tahap ini, klien diharapkan memiliki pemahaman
sehingga mampu menterjemahkan kesadaran, perasaan
dan penalaran kedalam makna yang lebih pribadi.
Dengan kata lain klien mampu memahami keadaan lack
of psychological strength serta merumuskan tujuan untuk
mengatasinya. Kesadaran akan pentingnya keluarga dan
keberfungsian keluarga bagi kelangsungan kehidupan
anggota keluarga merupakan hal yang harus dicapai
pada tahapan ini. Masing-masing anggota keluarga harus
mampu melihat dan menempatkan diri dalam posisi peran
dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga dan
sebagai pribadi. Sebagai pribadi tidak boleh kehilangan
integritas diri, dan sebagai anggota keluarga harus
memiliki konsep diri dan konsep anggota komunitas.
h. Menyusun rencana tindakan, monitoring dan
evaluasi.Tugas konselor pada tahap ini adalah
mendukung klien dalam membuat rencana tindakan
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Dimulai dengan menetapkan tujuan yang ingin dicapai,
tahapan kegiatan yang akan dilakukan, waktu
pelaksanaan, keterlibatan orang lain, penggunaan alat
bantu serta peran konselor dalam membantu memonitor
atau memberikan umpan balik terhadap usaha yang
dilaksanakan oleh klien.

44 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


Konselor harus mampu memberikan dukungan agar klien
memiliki kekuatan mental untuk dapat melakukannya.
Kemudian klien menetapkan kapan kegiatan akan dimulai
(jadwal kegiatan). Jika memungkinkan, konselor dapat
membantu tanpa sepengetahuan klien, sehingga dapat
menciptakan berbagai kondisi yang mendukung
terlaksananya kegiatan. Perencanan yang disusun terdiri
atas: 1) pembagian peran dan tanggung jawab sesuai
dengan pribadi masing-masing anggota keluarga; 2)
perencanaan keluarga untuk membangun fungsi
konstelasi keluarga serta memperbaharui budaya
keluarga.

3) Sarana yang diperlukan


a. Alat perekam (misalnya : tape recorder, mp3, mp4, dll)
b. Bahan informasi (leaflet, booklet, lembar balik, poster, dll)
c. Alat Peraga Kesehatan Reproduksi

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 45


3. Konsultasi dan Konseling Pra nikah
Konsultasi dan Konseling pranikah merupakan salah satu layanan
konseling yang memiliki urgensi seiring dengan kompleksitas
masalah sosial ekonomi di era global informasi saat ini. Beberapa
aspek yang perlu disadari oleh kedua calon pengantin adalah
Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan adalah ikatan sakral yang terjalin di antara laki-laki
dan perempuan yang telah memiliki komitmen untuk saling
menyayangi, mengasihi, dan melindungi.

Konsultasi dan Konseling pranikah akan lebih memberikan


gambaran awal akan makna pernikahan, yang pada dasarnya
merupakan upaya pemenuhan kebutuhan manusia (kebutuhan
biologis, psikologis, sosial bahkan agama). Berbagai kebutuhan
tersebut seyogyanya bisa terus dipenuhi dan dilengkapi sebagai
bagian dari tugas institusi keluarga. Kondisi tersebut perlu

46 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


diketahui oleh calon suami istri melalui konseling, jauh sebelum
terjadi pernikahan. Proses pemberian bantuan terhadap individu
tersebut diharapkan agar mereka kelak dalam menjalankan
pernikahan dan kehidupan berumah tangganya dapat selaras dan
mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat. Dalam proses
konseling pranikah, konselor perlu menanamkan beberapa faktor
penting yang menjadi prasyarat memasuki pernikahan dan
berumah tangga.

1) Materi konseling meliputi faktor yang berpengaruh


adalah :
a. Faktor Usia
Usia laki-laki 25 tahun dan wanita minimal 20 tahun
termasuk dalam kategori sehat, dan mampu melakukan
proses reproduksi secara sehat termasuk kualitas
kesehatan anak yang akan dilahirkan.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 47


b. Faktor psikologis
Kematangan emosional dan mental, sikap saling
menerima dan memberi cinta kasih, serta saling
pengertian antara suami isteri.
c. Faktor etika dan agama
Faktor etika dan agama merupakan hal yang penting
dalam membangun keluarga.
d. Faktor komunikasi
Komunikasi menjadi hal utama yang harus diperhatikan
oleh pasangan suami isteri. Membangun komunikasi
yang baik menjadi pintu untuk menghindari
kesalahpahaman yang dapat memicu timbulnya konflik
yang lebih besar dalam keluarga.
e. Faktor sosial ekonomi
Kondisi keluarga menuntut tempat tinggal yang memadai,
pendidikan anak dan membangun kemasyarakatan
dengan lingkungan. Hal tersebut memerlukan
penghasilan yang memadai secara rutin bukan hanya
untuk keluarganya tetapi juga untuk kebutuhan sosial
kemasyarakatan.

2) Cara penyelenggaraan konseling perkawinan


a. Konseling perkawinan lebih menekankan pada hubungan
pasangan, bukan pada kepribadian masing-masing
pasangan.
b. Konselor tidak menekankan untuk mengetahui secara
mendalam kepribadian setiap klien yang akan datang.
Konselor menekankan tentang bagaimana hubungan
yang terjadi selama ini di antara pasangan tersebut.
c. Konselor diperbolehkan melihat ke belakang (aspek
kepribadian, termasuk riwayat-riwayat masa lalunya),

48 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


namun yang ditekankan adalah bagaimana sifat kesulitan
yang dihadapi menyangkut hubungan kedua belah pihak.
Masalah yang dihadapi kedua belah pihak adalah
mendesak, sehingga konseling perkawinan dilaksanakan
dengan pendekatan langsung untuk memecahkan
masalah.
d. Masalah yang dihadapi pasangan adalah masalah-
masalah normal, bukan kasus yang sangat ekstrim yang
bersifat patologis. Masalah normal adalah masalah
kehidupan pasangan yang umum dialami oleh keluarga,
hanya saja keduanya mengalami kesulitan dalam
mengatasi konflik-konfliknya.

3) Langkah-langkah Konseling
a. Persiapan, tahap yang dilakukan klien menghubungi
konselor.
b. Tahap keterlibatan adalah tahap keterlibatan bersama
klien. Pada tahap ini konselor mulai menerima klien
secara isyarat (nonverbal) maupun secara verbal,
merefleksi perasaan, melakukan klarifikasi dan
sebagainya.
c. Tahap menyatakan masalah, yaitu menetapkan masalah
yang dihadapi oleh pasangan. Oleh karena itu, harus jelas
masalahnya, siapa yang bermasalah, apa indikasinya,
apa yang telah terjadi dan sebagainya.
d. Tahap interaksi, yaitu konselor menetapkan pola interaksi
untuk penyelesaian masalah. Pada tahap ini anggota
keluarga mendapatkan informasi yang diperlukan untuk
memahami masalahnya dan konselor dapat melatih
anggota keluarga itu berinteraksi dengan cara-cara yang
dapat diikuti (misalnya pelan, sederhana, detail dan jelas)
dalam kehidupan mereka.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 49


e. Tahap konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan
keakuratan hipotesis dan memformulasi langkah-langkah
pemecahan. Pada tahap ini konselor mendesain
langsung atau memberi pekerjaan rumah untuk
melakukan atau menerapkan pengubahan ketidak-
berfungsinya perkawinan.
f. Tahap penentuan tujuan, tahap yang dicapai klien telah
mencapai perilaku yang normal, telah memperbaiki cara
berkomunikasi, telah menaikkan self-esteem dan
membuat keluarga lebih kohesif.
g. Tahap akhir dan penutup, merupakan kegiatan
mengakhiri hubungan konseling setelah tujuannya
tercapai.

4. Konsultasi dan Konseling Keluarga Berencana dan


Kesehatan Reproduksi
1) Gambaran kegiatan pelayanan.
Dalam upaya peningkatan kualitas dan akses pelayanan KB
dan KR menuntut perubahan paradigma karena “pelayanan
KB” harus dilaksanakan atas dasar kesukarelaan,
keterbukaan, dan kejujuran. Konselor perlu memiliki
kemampuan untuk menjelaskan setiap alat kontrasepsi
secara benar dan lengkap dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, serta efek samping yang mungkin
ditimbulkan oleh alat dan obat kontrasepsi tersebut,
disamping harus mengikuti standar pelayanan yang telah
ditentukan. Dengan demikian, calon peserta KB akan
terbebas dari pengaruh petugas atau lingkungannya dalam
menentukan dan memilih jenis alat dan obat kontrasepsi yang
paling cocok untuk dirinya. Kondisi saat ini masyarakat dapat
memperoleh informasi dari berbagai sumber dan belum tentu
benar, tugas konselor adalah memberikan informasi yang

50 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


benar, jujur, dan terbuka. Ketidaktahuan klien tentang efek
samping, kontra indikasi, kelebihan dan kekurangannya akan
menimbulkan droup out secara cepat. Masyarakat khususnya
PUS dalam hal ini juga bisa mendapatkan konseling
mengenai informasi berbagai tujuan dari kontrasepsi yaitu
untuk menunda, menjarangkan serta membatasi kelahiran.
Padahal informasi ini penting difahami sebelum memutuskan
menggunakan alat kontrasepsi tertentu.

Pada dasarnya konseling KB dan KR adalah kegiatan


percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas
yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal
yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga
akhirnya calon peserta KB mampu mengambil keputusan
sendiri untuk memilih alat/metode kontrasepsi apa yang
terbaik bagi dirinya. Ini merupakan proses komunikasi antara
seseorang (konselor) dengan klien. Konseling adalah proses
pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan
pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang
mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi
dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi
masalah tersebut. Konseling adalah proses pemberi bantuan
seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu
keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui
pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan
perasaan klien. Dengan demikian tujuan konseling adalah
untuk membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih
jelas sehingga klien dapat memilih sendiri jalan
keluarnya,dengan melakukan konseling tatap muka maka
klien dapat menentukan pilihan kontrasepsinya dengan

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 51


mantap sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan tidak
akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian
hari.

Sebelum klien mengambil keputusan dalam memilih


kontrasepsi, penting dilakukan terlebih dahulu pemberian
informed choice mengenai berbagai pilihan kafetaria
kontrasepsi yang ada dalam program BKKBN baik untuk
pengaturan kehamilan maupun untuk mengakhiri kehamilan.
Adapun pilihan kafetaria kontrasepsi yaitu : metode
kontrasepsi mantap wanita dan pria (MOW dan MOP), alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR), alat kontrasepsi bawah kulit
(AKBK), suntikan 3 bulanan, pil kombinasi serta kondom.

Kesehatan Reproduksi dalam program Kependudukan dan


KB adalah kegiatan peningkatan kualitas Kesehatan
Reproduksi yang didalamnya menyangkut peningkatan
Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi dan Anak (KHIBA),
pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV dan AIDS,
pencegahan Kanker Alat Reproduksi (KAR) dan
penanggulangan infertilitas sekunder.

Kondisi saat ini tentang Kesehatan Reproduksi yaitu masih


tingginya angka kematian ibu dan bayi yaitu 228/100.000kh
dan 34/1000kh, sedangkan dalam masalah PMS, HIV dan
AIDS yaitu masih rendahnya pemakaian kondom (20%)
terutama kondom dual protection, serta semakin
meningkatnya angka kejadian kanker alat reproduksi di
Indonesia terutama kanker leher rahim dan kanker payudara.
Dalam masalah penanggulangan infertilitas, masih banyak
Pasangan Usia Subur (PUS) yang belum mendapatkan
informasi tentang kembalinya kesuburan pasca penggunaan
kontrasepsi.

52 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


Dengan kondisi-kondisi seperti diatas serta masih rendahnya
pengetahuan masyarakat khususnya Pasangan Usia Subur
tentang Kesehatan Reproduksi sehingga dibutuhkan
konseling mengenai Kesehatan Reproduksi.

2) Tahapan konseling.
Konseling yang dilakukan di Pusat Pelayanan Keluarga
Sejahtera ini hendaknya lengkap yakni meliputi :
a) Konseling Awal
Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama
kali sebelum dilakukan konseling spesifik. Biasanya
dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang telah
mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria.
Dalam konseling awal umumnya diberikan gambaran
umum tentang kontrasepsi. Walaupun secara umum
tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik
keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat
kontrasepsi dibandingkan dengan metode kontrasepsi
lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 53


komplikasi dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.
Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang
keputusannya untuk menunda atau menghentikan fungsi
reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang
mungkin terjadi. Apabila klien dan pasangannya telah
tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang alat
kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi
untuk tahapan konseling spesifik.

b) Konseling Spesifik
Konseling spesifik dilakukan setelah konseling
pendahuluan. Dalam tahap ini konseling lebih ditekankan
pada aspek individual dan privasi. Pada konseling spesifik
yang bertugas sebagai konselor adalah petugas konselor,
para dokter, perawat dan bidan. Konselor harus
mendengarkan semua masukan dari klien tanpa disela
dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah
semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan
pengelompokan dan penyaringan, kemudian berikan
informasi yang tepat dan jelas untuk menghilangkan
keraguan dan kesalahpahaman. Berbagai penjelasan
dengan bahasa yang mudah dimengerti dan rasional
sangat membantu klien mempercayai konselor serta
informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat
mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan
informasi yang benar.

c) Konseling Pra Tindakan


Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan
pada saat akan dilakukan prosedur penggunaan
kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang bertindak
sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis

54 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


yang melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk
mengkaji ulang pilihan terhadap kontrasepsi, menilai
tingkat kemampu an klien untuk menghentikan infertilitas,
evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan
dari persetujuan tindakan medis dan informasi tentang
prosedur yang akan dilaksanakan.

d) Konseling Pasca Tindakan


Konseling pasca tindakan adalah konseling yang
dilakukan setelah tindakan selesai dilaksanakan.
Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada
keluhan yang mungkin dirasakan setelah tindakan, lalu
berusaha menjelaskan terjadinya keluhan tersebut,
memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan
klien tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus
dipenuhi agar kontrasepsi efektif misalnya pada
kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom
selama 20 kali ejakulasi, tidak boleh bekerja berat selama
3 hari dan bekas luka tidak boleh kena air selama
seminggu setelah divasektomi.

e) Konseling Kesehatan Reproduksi


(1) Konseling Peningkatan Kelangsungan Hidup Ibu,
Bayi dan Anak Konseling dalam peningkatan
kelangsungan hidup ibu memuat hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan Safe Motherhood
melalui 4 Terlalu. Materi konseling ini diberikan
kepada masyarakat luas terutama pada populasi
kunci, selain itu juga dapat diberikan melalui
kelompok tribina keluarga. Sedangkan dalam
peningkatan kelangsungan hidup bayi dan anak berisi
tentang Metode Amenore Laktasi (MAL) melalui

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 55


pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan secara
perorangan, kelompok dan secara umum. Untuk
konseling dilakukan pada saat Ante Natal Care (ANC)
dan Pasca Persalinan. Hal ini terintegrasi dengan
kegiatan pelayanan KB bagi calon Peserta KB di
tempat pelayanan pemerintah dan atau swasta, baik
statis maupun bergerak (mobile).
(2) Konseling Pencegahan PMS, HIV dan AIDS
Dalam konseling ini memuat hal-hal yang berkaitan
dengan bagaimana kondom dual proteksi dan
pemakaian jarum suntik sekali pakai dapat dengan
efektif mencegah penularan PMS, HIV dan AIDS.
Materi konseling ini diberikan kepada masyarakat
luas terutama pada populasi kunci.
(3) Konseling Deteksi Dini Kanker Alat Reproduksi
Konseling dilakukan sebelum dan sesudah
pemeriksaan pap-smear dan IVA serta mencakup
juga SADARI yang terintegrasi dengan pelayanan KB
pemerintah dan swasta, baik statis maupun bergerak
(mobile).
(4) Konseling Pengembalian Kesuburan Pasca
Penggunaan Kontrasepsi
Konseling dilakukan bagi PUS yang telah memiliki
satu orang anak dan telah memakai kontrasepsi,
namun PUS tersebut ingin mempunyai anak kembali
dalam jangka waktu 2 tahun atau lebih setelah lepas
pemakaian kontrasepsi.

56 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


3) Faktor –faktor keberhasilan Konsultasi dan Konseling
adalah :
a) Faktor Individual
Keterikatan budaya merupakan factor individual yang
dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi
ini merupakan gabungan dari :
(1) Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling
akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam
menangkap informasi yang disampaikan konselor.
(2) Sudut Pandang
Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah
pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan
mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang
dikonselingkan.
(3) Kondisi Sosial
Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan
memberikan pengaruh dalam memahami materi.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 57


(4) Bahasa
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses
konseling juga akan mempengaruhi pemahaman
pasien.
b) Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi
Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap
interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain
(seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah
hubungan antara konselor dan asien akan mempengaruhi
kesuksesan proses konseling.
c) Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi
percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan
berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan
pelanggar lalu lintas.
d) Kompetensi dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku
kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
(1) Kegagalan menyampaikan informasi penting.
(2) Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.
(3) Salah pengertian.

4) Sarana prasarana yang diperlukan


Informasi mengenai masalah Kesehatan Reproduksi yang
disampaikan oleh seorang petugas Konseling KB harus jelas,
dapat dimengerti, serta terkait dengan masalah-masalah yang
sedang dihadapi klien. Disamping itu untuk memudahkan
dalam hal penyampaian materi konseling, maka petugas
konseling disarankan dapat menggunakan alat bantu seperti
poster, leaflet, lembar balik, booklet dll.

58 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


Materi-materi KIE KB dan Kesehatan Reproduksi:
a) Buku:
(1) Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi
(2) Petunjuk Pelaksanaan Promosi dan Konseling
Kesehatan Reproduksi
(3) Materi Promosi KB Pasca Persalinan dan Pasca
Keguguran
(4) Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan
Reproduksi melalui Program KB Nasional
(5) Strategi Nasional KIE Pencegahan Penularan HIV
dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
(6) Pencegahan Masalah Kesehatan Reproduksi
b) Leaflets:
(1) MAL (Metode Amenore Laktasi)
(2) Kesehatan dan Tumbuh Kembang Bayi-Anak
(3) HIV dan AIDS di Indonesia
(4) Penyakit Menular Seksual (PMS)
(5) Infertilitas Sekunder (Pengembalian Kesubura Pasca
Penggunaan Kontrasepsi)
c) Poster:
(1) Alur Pelayanan KB Pasca Persalinan dan Pasca
Keguguran
(2) MAL (Metode Amenore Laktasi)
(3) Pencegahan HIV dan AIDS
(4) Cegah Kanker Leher Rahim
d) Lembar Balik:
(1) Alat Bantu Pengambilan Keputusan KB
(2) Alat Bantu Konseling Ber-KB

5. Konsultasi dan Konseling Keluarga Harmonis


A. Fungsi Keluarga.
Pengamalan nilai-nilai moral menurut 8 fungsi keluarga dapat

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 59


diuraikan sebagai berikut:
1. Fungsi agama
Agama adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia
yang ada sejak dalam kandungan. Keluarga adalah
tempat pertama seorang anak mengenal agama.
Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta
mengembangkan nilai-nilai agama, sehingga anak
menjadi manusia yang berakhlak baik dan bertaqwa.

2. Fungsi Sosial Budaya


Manusia adalah makhluk sosial, ia bukan hanya
membutuhkan orang lain tetapi juga ia membutuhkan
interaksi dengan orang lain. Setiap keluarga tinggal
disuatu daerah dengan memiliki kebudayaan sendiri.
Keluarga sebagai bagian dari masyarakat diharapkan
dapat mempelajari budaya lain, namun mampu
mempertahankan dan mengembangkan sosial budaya
setempat.

3. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang


Mendapatkan cinta dan kasih sayang adalah hak anak
dan kewajiban orangtua untuk memenuhinya. Dengan
cinta dan kasih sayang orangtuanya, anak belajar bukan
hanya menyayangi tetapi juga belajar menghargai orang
lain. Dalam fungsi cinta dan kasih sayang terdapat 8
(delapan) nilai dasar yang mesti dipahami dan
ditanamkan dalam keluarga, yaitu empati, akrab, adil,
pemaaf, setia, suka menolong, pengorbanan, dan
tanggung jawab.

4. Fungsi Perlindungan
Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung
bagi anggota keluarga. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa
keluarga harus memberikan rasa aman, tenang dan

60 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


tenteram bagi anggota keluarganya, sehingga anggota
keluarga merasa lebih nyaman jika bersama
orangtuanya.

5. Fungsi Reproduksi
Salah satu tujuan dari perkawinan adalah memperoleh
keturunan sebagai pengembangan dari tuntunan fitrah
manusia. Dalam hal ini keturunan diperoleh dengan
bereproduksi oleh pasangan suami istri yang sah yang
sesuai dengan kondisi dan situasi pasangan suami isteri
sehingga keluarga mampu meningkatkan kualitas
anggota keluarganya.

6. Fungsi Pendidikan
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-
anaknya. Keluarga selain berfungsi sebagai pendidik juga
sebagai pembimbing dan pendamping dalam tumbuh
kembang anak, baik secara fisik, mental, sosial, dan
spiritual. Mendidik anak adalah kewajiban orang tua.
Dalam fungsi pendidikan terdapat 7 (tujuh) nilai dasar
yang harus dipahami dan ditanamkan dalam keluarga
yaitu percaya diri, luwes, bangga, rajin, kreatif, tanggung
jawab, dan kerjasama.

7. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah merupakan salah satu fungsi
keluarga untuk memenuhi kebutuhan bagi ekonomi
keluarganya yang dilakukan dengan cara mencari
sumber-sumber penghasilan. Keluarga diharapkan dapat
memberikan bekal pengalaman bagi anak-anaknya untuk
memahami fungsi ini.

8. Fungsi Lingkungan
Upaya pengembangan fungsi lingkungan ini dimaksud
sebagai wahana bagi keluarga agar dapat

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 61


mengaktualisasikan diri dalam melestarikan dan menjaga
lingkungan yang ada yang dapat diambil dari lingkungan
sekitar tempat tinggalnya.

B. Faktor Penyebab Disharmoni Keluarga


1. Terjadi perpecahan antara keduanya atau masing-masing
suami/istri kawin lagi;
2. Keluarga tidak stabil yang berkelanjutan terjadi karena
berbagai hal seperti kehilangan pekerjaan, perpisahan,
atau perceraian yang berulang kali;
3. Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang rukun,
cocok dan harmonis;
4. Kegagalan dalam bertanggung jawab perkawinan baik
secara psikologi,sosial, dan ekonomi;
5. Kesulitan untuk melepaskan diri dari keluarga asal atau
keluarga besar;
6. Perubahan peranan sebagai ayah atau sebagai ibu dan
lainnya;
7. Konflik dalam pembagian peran, penyelesaian tugas,
hubungan emosional, dan lain sebagainya.

C. Langkah Konseling
1. Tujuan konseling Keluarga harmonis
Tujuan konseling Keluarga harmonis adalah untuk
mengembangkan interaksi emosional yang baik antar
anggota keluarga melalui upaya kenoseling agar
terbebas beban anggota keluarga dalam suatu
keluarga,membebaskan beban konflik dalam keluarga
dan mengaktifkan hubungan emosi yang baik antar
anggota keluarga.

62 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


Disadari atau tidak pada dasarnya setiap keluarga
senantiasa dihadapkan pada berbagai tantangan dan
kendala dan dapat menimbulkan kesenjangan hubungan
antar anggota keluarga atau permasalahan yang
berkaitan dengan hubungan antar anggota keluarga dan
atau antara suami dan istri . Tidak semua keluarga suami
atau istri mampu menghadapi berbagai masalah,atau
kesadaran dan kemampuaqn untuk mengatasi tidak
memiliki bekal yang memadai baik bekal mental psikologi
maupun sosial ekonomi.
Untuk memperkuat kemampuan keluarga atau anggota
keluarga dalam menghadapi berbagai permasalahan
internal dan ekksternal dalam keluarga maka melalui
wadah PPKS - BKKBN berinisiatif untuk membantu
keluarga-keluargayang kesulitan dalam menghadapi
permasalahan keluarga dengan menyediakan tempat,
tenaga terlatih dan bimbingan konseling para ahli.
Melalui konseling diharapkan dapat membantu keluarga
mengatasi permasalahan keluarga untuk menuju
keluarga harmonis. Perkawinan tidak selamanya berjalan
lancar semua sangat tergantung yang menjalani karena
setelah keluarga terbentuk, akan diikuti munculnya
berbagai masalah dalam keluarga yang pada gilirannya
akan menjadi benih keretakan keluarga atau bahkan
menuju perceraian.
2. Peran Konselor
Peran konselor Keluarga harmonis adalah untuk
membantu keluarga dalam mengatasi konflik,
mendudukkan konflik atau permasalahan pada tempat
yang sebenarnya, dan meluruskan prasangka-prasangka
antar pihak.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 63


3. Jenis Konsultasi dan Konseling Keluarga Harmonis
a. Konseling kelompok
Yang dimaksud konseling kelompok adalah dengan
memfungsikan hubungan dalam keluarga sebagai
cara untuk memperkuat hubungan sebagai suatu
kelompok dengan membantu memperluas dan
memperbaiki hubungan antar anggota keluarga.
b. Membantu memperbaiki perilaku/karakter/
kebiasaan:
1) Penyesuaian perilaku/karakter/kebiasaan yang
kurang bisa diterima oleh pasangan atau anggota
keluarga lain.
2) Memperkuat perilaku/karakter/kebiasaan yang
sesuai (adaptive behavior).
3) Membimbing keluarga untuk merubah perilaku/
karakter/kebiasaan yang tak sesuai dengan
tingkah laku yang sesuai.

64 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


4. Melibatkan jaringan sosial kemasyarakatan
Yang dimaksud konseling dengan melibatkan jaringan
sosial kemasyarakatan adalah agar seluruh saudara,
teman-teman. Tetangga dari keluarga yang mempunyai
pengaruh berarti bagi keluarga itu. Misalnya dengan
caranya dengan mengadakan pertemuan di rumah
keluarga tersebut,

5. Penanganan krisis keluarga melalui :


a. Bantuan segera jika keadaan bersifat krisis seperti
karena perubahan keseimbangan dalam keluarga
(mungkin karena perubahan peranan yang harus
dilakukan oleh beberapa anggota keluarga atau
perubahan keadaan dalam memperoleh peranan
baru dalam keluarga)
b. Bantuan memperbaiki sistem komunikasi dalam
keluarga. Komunikasi ini menyangkut komunikasi
antara ibu dan bapak (suami istri) meliputi:
1) Saling pengertian;
2) Saling menghargai;
3) Saling cinta mencintai;
4) Lemah lembut dalam berbicara;
5) Menunjukkan adanya perhatian kepada
pasangan (suami/istri);
6) Bijaksana dalam pergaulan;
7) Menjauhkan diri dari sifat egois;
8) Tidak mudah tersinggung;
9) Menentramkan bathin sendiri;
10) Menunjukkan rasa cinta kepada pasangan
(suami/istri).

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 65


6. Konsultasi dan Konseling Keluarga Lansia dan Lansia
Lanjut Usia adalah merupakan proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun
kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Keluarga yang
memiliki lansia sangat penting dalam menjaga kesehatan jiwa
lansia termasuk kesehatan fisik yang menyangkut aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia. Ada beberapa ciri umum yang dialami lansia
yaitu :
a) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia;
b) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative;
c) Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a)
Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan
pelayanan orang lain); b) Mengisolasi diri atau menarik diri
dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab,
diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit
cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan
lain-lain.
d) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
(homeostasis), sehingga membawa lansia ke arah
kerusakan/kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif
terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya
bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial
yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup,
kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.

66 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


e) Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di
atas.
f) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya
badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya, sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa
terasing atau diasingkan, karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang
lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti
mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-
barang tak berguna, serta merengek-rengek dan menangis
bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak
kecil.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 67


g) Jenis Pelayanan konseling meliputi :
(1) Konsultasi yakni pelayanan yang berfungsi untuk:
memfasilitasi penyelesaian masalah individu/keluarga/
organisasi lansia, memberikan saran/nasehat dan
alternatif jalan keluar atas satu masalah/kebutuhan
lansia/keluarga/organisasi, dalam kedudukan setara
dengan konseling dan sebagai media penyaluran
masalah tanpa memberikan tanggapan yang bersifat
nasehat/saran.
(2) Membantu Rehabilitasi mental psikologis dalam
penanganan trauma yang merupakan pendekatan
pelayanan Psikologi Sosial dan Konseling yang berfungsi
membantu mengatasi terhadap trauma keluarga
termasuk lansia yang pernah dialami bersama psikiater
dan petugas agama terkait.

68 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


7. Pembinaan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga (PEK) yang
dilaksanakan oleh BKKBN melalui Usaha Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) merupakan kegiatan
usaha ekonomi produktif keluarga, terutama Pasangan Usia
Subur (PUS), Keluarga Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga
Sejahtera I (KS I) baik peserta KB maupun bukan peserta KB,
sedangkan KS II ke atas diharapkan dapat menjadi motivator
dalam pengelolaan Kelompok UPPKS.

UPPKS diharapkan menjadi kegiatan yang inovatif, kreatif,


sehingga dapat berkembang dan berjalan secara
berkesinambungan, serta memperoleh hasil sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Untuk memantapkan dan meningkatkan
Pemberdayaan Ekonomi Keluarga serta menyesuaikan dengan
tuntutan perkembangan otonomi daerah, maka perlu diterbitkan
Pedoman Pemberdayaan Ekonomi Keluarga melalui Kelompok
UPPKS.

Pada dasarnya Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan


Keluarga Sejahtera (UPPKS) adalah sekumpulan keluarga yang
saling berinteraksi dan terdiri dari berbagai tahapan keluarga
sejahtera, mulai dari keluarga Pra Sejahtera sampai dengan
Keluarga Sejahtera III Plus baik yang menjadi peserta KB, PUS
yang belum ber-KB, serta anggota masyarakat yang berminat
dalam rangka mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, aktif
melakukan berbagai kegiatan usaha bersama dalam bidang
usaha ekonomi produktif (UEP).

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 69


1) Jenis pembinaan usaha
a) Pembekalan Kewirausahaan
Kegiatan ini bertujuan mengembangkan wawasan bagi
pemula yang berminat berwirausaha. Selain itu juga untuk
membekali mereka sebagai calon wirausahawan dengan
kiat-kiat memasuki dunia wirausaha, strategi memulai
wirausaha, manajemen wirausaha, semangat dari
wirausaha, manajemen keuangan, keterampilan yang
harus dimiliki, membangun teamwork yang baik, dan
bagaimana memulai bisnis di kalangan pemula, sehingga
mereka memiliki potensi wirausaha yang maksimal, tanpa
harus merasa kurang percaya diri dan takut dengan resiko
kegagalan.
b) Pembinaan Pengetahuan Usaha
Anggota kelompok UPPKS yang berminat usaha
biasanya belum berpikir tentang kewirausahaan perlu
mengembangkan beberapa bidang pengetahuan yang
berpengaruh pada bidang usaha seperti:

70 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


a. Belajar tentang lingkungan atau segmen pasar
seperti apa masyarakat yang tinggal didalamnya,
usia, menikah atau lajang, jumlah anggota keluarga
mereka, dan tingkat pendapatan mereka rata-rata
kebutuhannya apa.
b. Mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang,
misalnya gaya busana terkini, makanan, layanan
yang banyak dicari, jenis olahraga yang sedang
populer. Pada dasarnya, seorang wirausaha selalu
ingin mengetahui apa yang baru dan berbeda.
c. Belajar sambil berusaha; pengetahuan praktis
pengalaman setiap hari. Tentu merupakan bekal yang
penting untuk menjadi seorang wirausaha.
Kewirausahaan menggabungkan semua
pengetahuan dan pengetahuan seseorang dengan
pengalaman sambil berusaha akan menggabungkan
pengalaman, minat, hobi dan akan menemukan
keterampilannya, cara mengatur dan merencanakan
usaha.
d. Keterampilan Usaha sebagai seorang wirausaha
membutuhkan banyak keterampilan untuk dapat
menjalankan usaha dengan sukses. Kemampuan
yang diperoleh dibuktikan dalam menjalankan
usahanya, karena setiap usaha memang berbeda
dan akan membutuhkan beberapa pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperlukan untuk Usaha itu
sendiri. Meskipun demikian, terdapat keterampilan-
keterampilan umum dan pengetahuan yang bersifat
umum bagi kebanyakan usaha.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 71


2) Mengembangkan Usaha
Bagaimana mengembangkan usaha supaya sukses pada
dasarnya belum pernah ditemukan jawaban yang pasti,
karena suksesnya suatu usaha tergantung pada kemampuan
untuk menemukan peluang usaha, dan segera bertindak
dengan mengelola kekuatan yang dimiliki untuk menawarkan
sesuatu produk yang menarik bagi pelanggan, dan
mengambil risiko yang ada. Yang berperan adalah wirausaha
dan mengambil inisiatif untuk menciptakan serta melakukan
penawaran menarik yang bernilai kepada calon pelanggan.
Kemampuan pengusaha untuk melakukan hal ini dengan
berhasil tergantung pada empat 4 (empat) faktor, yaitu: (1)
motivasi; (2) kemampuan; (3) ide produk yang dijual; dan (4)
sumber daya.

3) Memberikan Bantuan Teknis Produksi


Untuk memperoleh bantuan teknis ini dapat dilakukan kerja
sama dengan pengusaha atau pengrajin yang
berpengalaman dan atau lembaga-lembaga khusus dapat
memberikan pengetahuan tambahan dan keterampilan untuk
mengambil keputusan bagi para wirausaha. Termasuk
bagaimana mengembangkan jaringan promosi dan
merencanakan strategi pemasaran. Hal ini merupakan alat
usaha untuk membantu merencanakan semua kegiatan yang
terlibat dalam pertukaran barang dan jasa antara produsen
dan konsumen.
Penentuan Lokasi Usaha ini merupakan sebuah keputusan
penting yang dapat “membangun” atau “menghancurkan”
sebuah usaha baru. Pemilik usaha kecil harus memilih lokasi
yang “tepat” untuk usahanya.
Modal menjadi pertimbangan dalam jenis usaha. Apabila

72 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


modal terbatas maka untuk mendapatkan tambahan modal
usaha penting untuk mengetahui ke mana harus meminjam
uang yang dibutuhkan untuk memulai usaha dan
membuatnya tetap berjalan. Selain itu juga memperkenalkan
alat teknologi yang sederhana dalam pengembangan produk
guna meningkatkan kualitasnya.
Suatu usaha dapat terus berkembang apabila diperkuat
dengan jaringan kemitraan dengan mitra usaha, mulai dari
modal, pembinaan produk, dan pemasaran.
Mengenali dan memiliki pengetahuan tentang isu-isu hukum
atau peraturan perundangan yang berlaku di wilayah tersebut
karena seorang wirausaha akan berhadapan dengan
berbagai pertanyaan hukum seperti bagaimana memperoleh
hak paten produk (halal, PIRT, dll). la perlu mengetahui kapan
harus mencari nasehat dan kemana harus mencari nasehat
hukum dan tetap menaati peraturan pemerintah.

D. MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring dan atau Bimbingan Teknis


Monitoring secara teknis :
a. Pelaksanaan monitoring kegiatan pelayanan konseling
secara rutin oleh unit kerja terkait;
b. Bimbingan teknis kepada seluruh petugas pelaksana
dilakukan secara terus menerus baik bagi tenaga internal
BKKBN maupun lainnya; dan
c. Mengatasi masalah sedini mungkin.

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 73


2. Evaluasi
Evaluasi dengan menggunakan ukuran yang meliputi :
a. Tersedianya kebijakan dan strategi tentang Pusat Pelayanan
Keluarga Sejahtera;
b. Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan di Pusat
Pelayanan Keluarga Sejahtera;
c. Meningkatnya akses masyarakat dan antusias untuk datang
dan mendapatkan pelayanan di Pusat Pelayanan Keluarga
Sejahtera;
d. Tersedianya Tenaga pengelola terlatih dalam pelayanan di
Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera;
e. Terselenggaranya kerjasama jejaring dengan mitra kerja
dalam pelayanan di Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera; dan
f. Terselenggaranya pembinaan peningkatan kualitas kegiatan
pelayanan di Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera.

74 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL, JAKARTA, 2013


BAB V
PENUTUP

Kegiatan pelayanan langsung pada masyarakat ini diarahkan untuk


meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengendalikan jumlah
Penduduk yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat luas.Pedoman
Penyelenggaraan ini dibuat untuk dijadikan acuan oleh semua pihak terkait
baik Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota dalam
melakukan kegiatan pelayanan langsung pada masyarakat.

Diharapkan Pedoman Penyelenggaraan ini merupakan instrumen bagi


semua pihak dan instansi teknis lain dan Lembaga Sosial
Kemasyarakatan, serta individu–individu dari kalangan profesional.
Diharapkan segala sesuatu yang secara teknis belum tertuang dalam
Pedoman ini, kiranya semua komponen pelaksana dapat merujuk pada
buku pedoman teknis subtantif yang telah ada sebelumnya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2012
KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

Dr. dr. SUGIRI SYARIEF, MPA

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN KELUARGA SEJAHTERA (PPKS) 75

Anda mungkin juga menyukai