Anda di halaman 1dari 1

Etika Pendeta dalam Pelayanan

Siapakah pelayan Kristen, dan bagaimana peran yang dimainkan? para pelayan Kristen
memiliki peran yang unik di antara semua panggilan atau pekerjaan. Tidak ada panggilan
(pekerjaan) yang secara etis menuntut sebagaimana halnya pelayan Kristen. Tidak ada
pekerja profesional yang begitu diharapkan akan meneladankan moralitas seperti halnya
seorang pelayan atau pendeta".
Berdasarkan hal itu, karakter merupakan hal dasar bagi setiap pelayan. Karena karakter
mendorong setiap orang bertanya: "bagaimana seharusnya aku?" (pertanyaan tentang citra
atau konsep diri). Dari situ akan muncul: "apa yang seharusnya aku perbuat?" (tindakan
keluar). Seorang pelayan yang memiliki citra diri keliru tentang panggilannya berakibat pada
tindakan yang juga akan keliru. Sebab, tindakannya bukan keluar dari karakter atau
kebajikan, tetapi hanya untuk "memuaskan" orang lain. Seorang pelayan yang sekadar
memuaskan kebutuhan jemaat, cepat atau lambat akan mengalami "titik" di mana ia tidak
bisa lagi mempertahankan "topeng" yang dikenakannya. Dengan kata lain, tanpa karakter,
pelayanan gereja akan jatuh menjadi sebuah manipulasi pelayanan atau pelayanan yang
manipulatif. Bahaya. Maka, standar kesempurnaan moral pelayanan adalah integritasnya:
hidup utuh secara etis dan dewasa secara moral.
Berdasarkan hal-hal yang dijumpai dalam medan pelayanan, pentingnya sebuah kode etik,
atau peraturan yang memandu perilaku para pelayan Gereja atau code of conduct. Namun,
kode etik atau panduan perilaku lain tidak harus menghilangkan kreativitas dan
pengembangan otoritas kependetaan para pendeta atau pelayan gereja. Hal itu tidak bisa
terlalu rinci dan kaku, atau sebaliknya longgar dan tak ada petunjuk jelas. Mungkin lebih
tepat adalah sebuah prinsip yang bisa dikembangkan oleh para pelayan gereja secara kreatif.
Sebagai prinsip dia harus cukup jelas, tetapi tidak harus mengatur secara detail tentang
perilaku para pelayan. Sebab, kehidupan pelayanan gereja adalah sebuah ruang di mana
kreativitas, kemandirian, dan kematangan personal dan moral sangat diperlukan. Dengan
prinsip itu, para pelayan akan terus didorong mengembangkan pemikiran teologis dan etis
yang berguna bagi pengembangan jemaat dan pribadi demi pertumbuhan pelayanan gereja,
baik untuk warganya dan masyarakat yang lebih luas. Pendeta yang kreatif, mandiri, dewasa
secara etis dan moral akan mampu tidak hanya menolong jemaat menghadapi kerasnya
kehidupan dunia, tetapi juga mampu membawa gereja secara organisasional dalam berdialog
dengan masyarakatnya, sehingga gereja akan selalu menjadi tempat bagi pencarian sumber
moralitas dan etika bagi setiap orang.
Dengan demikian, maka Robert Borrong mengusulkan muatan kode etik Pendeta terdiri atas
pribadi, keluarga, pelayanan, pengajaran, berkhotbah, pelayanan sakramen, hubungan dengan
jemaat, keuangan jemaat, hubungan sesama pelayan, tugas pokok Pendeta, kepemimpinan,
kehadiran di masyarakat, hubungan dengan agama lain, pemahaman visi, misi dan tujuan
pelayanan jemaat, pemberdayaan jemaat, rahasia jemaat dan integritas dan intelektual
Pendeta.

Anda mungkin juga menyukai