Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN

ANAK USIA SEKOLAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

1. DESI TRIUTAMI
2. ELEN TRIANANDA MR
3. WENY WIDYANSARI
4. MIFTAHUL JANNAH
5. NURFADILAH
6. ARIF RONI
7. MOH. AGUNG

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STKes WIDYA NUSANTARA PALU

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas berjudul “Asuhan Keperawatan keluarga dengan anak usia
sekolah “ dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Komunitas.
Dengan segala kerendahan hati Penulis selaku penyusun tugas ini menyadari bahwa
tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas yang serupa
dimasa yang akan datang.
Demikian, Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat, selebihnya
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Palu, 25 maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................................................


B. Tujuan .............................................................................................................

BAB II KONSEP TEORITIS


A. Definisi anak usia sekolah ..............................................................................
B. Tahap perkembangan anak usia sekolah .........................................................
C. Anak usia sekolah sebagai agregat beresiko ...................................................
D. Kebutuhan gizi anak usia sekolah ...................................................................
E. Status gizi ........................................................................................................
F. Gizi kurang pada anak usia sekolah ................................................................
G. Konsep keluarga dengan anak usia sekolah ....................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian .......................................................................................................
B. Diagnosa .........................................................................................................
C. Intervensi .........................................................................................................
D. Implementasi ...................................................................................................
E. Evaluasi ...........................................................................................................

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN (KASUS)


A. Pengkajian .......................................................................................................
B. Diagnosa .........................................................................................................
C. Intervensi .........................................................................................................
D. Implementasi ...................................................................................................
E. Evaluasi ...........................................................................................................

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Banyak hal yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, sehingga masalah
kesehatan yang muncul pun beraneka ragam. Salah satu masalah kesehatan yang
muncul yaitu masalah gizi. Masalah gizi bukan hanya terjadi pada balita tetapi juga
beresiko terjadi pada anak usia sekolah. Data dari Riskesdas (2007) menyatakan
bahwa masalah kesehatan yang banyak terjadi di masyarakat untuk agregat anak usia
sekolah yaitu kecelakaan kendaraan bermotor, gangguan nutrisi baik nutrisi lebih
maupun nutrisi kurang, penganiayaan terhadap anak, penyakit kronis, perubahan
perilaku (pola makan, penyalahgunaan substansi-subtansi).
Anak usia Sekolah Dasar (6-12 tahun) mempunyai karakteristik banyak
melakukan aktivitas jasmani. Oleh karena itu, pada masa ini anak membutuhkan
energi tinggi untuk menunjang aktivitasnya. Energi dalam tubuh dapat timbul karena
adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi tercukupi
perlu pemasukan makanan memiliki nilai gizi yang tinggi. Pola makan yang sehat
dibutuhkan anak-anak untuk mendapatkan gizi yang seimbang. Penelitian yang
dilakukan Bahabol (2013) menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan makan dengan status gizi anak sekolah. Faktanya masih dijumpai adanya
masalah gizi kurang pada anak usia sekolah.
Menurut data riset kesehatan dasar tahun (2010), prevalensi status gizi pada
anak usia sekolah di Indonesia 7.6% kurus dan 4.6% sangat kurus. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya masalah gizi kurang pada anak usia sekolah dasar.
Ketidakcukupan nilai gizi dan kurangnya variasi dari makanan yang diberikan
dirumah bisa menjadi salah satu faktor penyebabnya. Sehingga anak menjadi lebih
senang jajan dari pada makan dirumah. Oleh karena itu, keluarga mempunyai peran
yang sangat besar dalam mengatasi masalah gizi kurang pada anak usia sekolah dasar.
Syafiq (2008) menyatakan salah satu strategi peningkatan status kesehatan dan
gizi pada anak yaitu dengan pendekatan berbasis komunitas. Perawat generalis selain
melakukan asuhan keperawatan di klinik, juga dapat melakukan asuhan keperawatan
pada keluarga. Perawat generalis dapat memberikan asuhan keperawatan keluarga
dengan masalah gizi kurang pada anak usia sekolah. Perawat keluarga dapat

1
memberikan intervensi keperawatan mandiri untuk mengatasi masalah gizi kurang
pada anak usia sekolah.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar kita sebagai mahasiswa mampu memberikan gambaran tengtang asuhan
keperawatan keluarga dengan anak usia sekolah.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang :
a. Definisi anak usia sekolah
b. Tahap perkembangan anak usia sekolah
c. Anak usia sekolah sebagai agregat beresiko
d. Kebutuhan gizi anak usia sekolah
e. Status gizi
f. Gizi kurang pada anak usia sekolah
g. Konsep keluarga dengan anak usia sekolah
h. Asuhan keperawatan keluarga dengan anak usia sekolah

2
BAB II

KONSEP TEORITIS

A. Definisi anak usia sekolah


Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas
tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus,
baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Sedangkan anak usia sekolah
dapat diartikan sebagai anak yang berada dalam rentang usia 6-12 tahun, dimana anak
mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga (Supraptini, 2004). Anak usia sekolah
biasa disebut anak usia pertengahan. Periode usia tengah merupakan periode usia 6-12
tahun (Santrock, 2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur yaitu
tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun
(DeLaune & Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005).
Kemampuan kemandirian anak dalam periode ini di luar lingkungan rumah
terutama di sekolah akan terasa semakin besar. Beberapa masalah sudah mampu
diatasi dengan sendirinya dan anak sudah mampu menunjukkan penyesuaian diri
dengan lingkungan yang ada. Rasa tanggung jawab dan rasa percaya diri dalam
menghadapi tugas sudah mulai terwujud, sehingga ketika anak mengalami kegagalan
sering kali dijumpai reaksi seperti kemarahan dan kegelisahan (Hidayat, 2005).
Anak usia sekolah menurut Erikson dalam Wong (2009) berada dalam fase
industri. Anak mulai mengarahkan energi untuk meningkatkan pengetahuan dari
kemampuan yang ada (Santrock, 2008). Anak belajar berkompetisi dan bekerja sama
dari aturan yang diberikan. Anak mulai ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu
dengan mengembangkan kreativitas, keterampilan, dan keterlibatan dalam pekerjaan
yang berguna secara sosial (Santrock, 2008; Wong, 2009). Dalam fase ini,
perkembangan anak membutuhkan peningkatan pemisahan dari orang tua dan
kemampuan menemukan penerimaan dalam kelompok yang sebaya serta berperan
dalam merundingkan masalah dan tantangan yang berasla dari dunia luar (Nursalam,
2005).

3
B. Tahap perkembangan anak usia sekolah
Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya. Harapan dan
tuntutan baru dengan adanya lingkungan yang baru dengan masuk sekolah dasar saat
usia 6 atau 7 tahun (Hurlock, 2004). Anak usia sekolah mengalami beberapa
perubahan sampai akhir dari periode masa kanak-kanak dimana anak mulai matang
secara seksual pada usia 12 tahun (Hurlock, 2004; Santrock, 2008; Wong, 2009).
Dalam tahap perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih banyak mengembangkan
kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai moral dan budaya dari
keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran dalam kelompoknya.
Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam tahap ini seperti
perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk menghargai lingkungan
sekitarnya (Hidayat, 2005).
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori tumbuh
kembang, yaitu:
1. Perkembangan Kognitif (Piaget)
Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada pada tahap
konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah mulai memandang
secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan
orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab anak mulai memiliki
pengertian tentang keterbatasan diri sendiri. Anak usia sekolah mulai dapat
mengetahui tujuan rasional tentang kejadian dan mengelompokkan objek dalam
situasi dan tempat yang berbeda. Pada periode ini, anak mulai mampu
mengelompokkan, menghitung, mengurutkan, dan mengatur bukti-bukti dalam
penyelesaian masalah. Anak menyelesaikan masalah secara nyata dan urut dari
apa yang dirasakan. Sifat pikiran anak usia sekolah berada dalam tahap
reversibilitas, yaitu anak mulai memandang sesutau dari arah sebaliknya atau
dapat disebut anak memiliki dua pandangan terhadap sesuatu. Perkembangan
kognitif anak usia sekolah memperlihatkan anak lebih bersifat logis dan dapat
menyelesaikan masalah secara konkret. Kemampuan kognitif pada anak terus
berkembang sampai remaja (Hurlock, 2004).

4
2. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten dimana
perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap diri sendiri yang
mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa pubertas. Anak juga mulai
berhadapan dengan tuntutan sosial seperti memulai sebuah hubungan dalam
kelompok. Pada tahap ini anak biasanya membangun kelompok dengan teman
sebaya. Anak usia sekolah mulai tertarik untuk membina hubungan dengan jenis
kelamin yang sama. Anak mulai menggunakan energi untuk melakukan aktifitas
fisik dan intelektual bersama kelompok sosial dan dengan teman sebayanya,
terutama dengan yang berjenis kelamin sama (Hockenberry & Wilson, 2007;
Wong, 2009).

3. Perkembangan Psikososial
Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan selalu berusaha
mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal tersebut bernilai sosial
atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini anak akan sangat tertarik
dalam menyelasaikan sebuah masalah atau tantangan dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya keinginan anak untuk mengambil setiap peran yang ada di
lingkungan sosial terutama dalam kelompok sebayanya. Pada tahap ini, anak
menginginkan adanya pencapaian yang nyata. Keberhasilan anak dalam
pencapaian setiap hal yang mereka lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian
dan kepercayaan diri anak. Anak- anak yang tidak dapat memenuhi standar yang
ada dapat mengalami rasa inferiority (Muscari, 2005; Wong, 2009). Anak yang
mengalami inferiority harus diberikan dukungan dalam menjalankan aktivitasnya
(Sarafino, 2006). Pengakuan teman sebaya terhadap keterlibatan anak di
kelompoknya akan memberikan dukungan positif pada anak usia sekolah.

Perkembangan moral anak usia sekolah menurut Kohlberg berada di tahap


konvensional (Muscari, 2005). Perkembangan moral sejalan dengan cara pikir
anak usia sekolah yang lebih logis (Hockenberry & Wilson, 2007). Anak pada
usia sekolah dapat lebih memahami standar perilaku yang seharusnya mereka
terapkan pada kehidupan sehari-hari. Anak dalam tahap konvensional, mulai
memahami bagaimana harus memperlakukan orang lain sesuai dengan apa yang
ingin diterima oleh mereka dari orang lain (Muscari, 2005; Wong, 2009). Anak

5
mulai melihat berbagai cara pandang untuk menilai suatu tindakan benar atau
salah (Hockenberry & Wilson, 2007).

C. Anak usia sekolah sebagai agreagat beresiko


Anak usia sekolah merupakan salah satu populasi dengan resiko terhadap
masalah kesehatan Anak usia sekolah tumbuh lebih lambat dari balita dan bayi
(Stanhope&Lancaster, 2004). Anak usia sekolah membutuhkan banyak kalori.
Pemilihan makanan pada usia ini dipengaruhi oleh teman. Disamping makanan utama,
pada usia ini anak suka jajan. Oleh karena itu pilihan jajanan atau makanan selingan
yang dikonsumsi harus diperhatikan kebersihan dan nutrisinya. Di daerah perkotaan
sering dijumpai jajanan yang tidak sehat dan kurang bersih, sehingga menimbulkan
penyakit yang disebabkan mikroorganisme patogen. Selain itu, anak usia sekolah
banyak mengkonsumsi gula. Oleh karena itu seringkali anak usia sekolah mengalami
masalah pada gigi. Kandungan lemak, gula dan garam yang tinggi pada makanan
olahan, makan makanan siap saji dan makanan ringan yang dibeli dari pedagang kaki
lima, restoran dan gerai makanan cepat saji yang telah meningkat jumlahnya di
sebagian besar kota, menyebabkan terjadinya obesitas pada anak usia sekolah.

D. Kebutuhan gizi anak usia sekolah


Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantiítas yang baik serta benar. Dalam masa
tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sehingga sering terjadi masalah nutrisi
baik nutrisi kurang maupun nurtrisi lebih.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses pencernaan, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi (Supariasa,dkk, 2002). Zat gizi atau nutrien merupakan elemen penting untuk
proses dan fungsi tubuh terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral (Potter & Perry, 2006). Anak usia sekolah membutuhkan zat gizi yang
seimbang agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai tahap tumbuh kembangnya.

6
Menurut Almatsier (2004), fungsi zat gizi dalam tubuh dibagi menjadi 3,
yaitu:
1. Memberi energi
Zat- zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan
protein. Oksidasi zat- zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh
untuk melakukan kegiatan/ aktivitas. Ketiga zat gizi terdapat dalam jumlah paling
banyak dalam bahan pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat
gizi tersebut dinamakan zat pembakar.

2. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh


Protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu,
diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel
yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembangun.

3. Mengatur Proses Tubuh


Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein
mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya
memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal
organisme yang bersifat infektif. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur
dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses
lain yang terjadi di dalam tubuh termasuk proses menua. Air diperlukan untuk
melarutkan bahan-bahan di dalam tubuh seperti dalam darah, pembuangan sisa-
sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh. Dalam fungsi mengatur proses tubuh ini,
protein, mineral, air, dan vitamin dinamakan zat pengatur (Almatsier, 2004).

E. Status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2004). Status gizi ini menjadi penting karena
merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status
gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui
melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif
(Achadi, 2007). Penilaian status gizi dapat dinilai secara langsung dan tidak langsung.

7
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu (Supariasa,
2002) :
1. Antropometri
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh.

2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan – perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini
umumnya untuk survei klinis secara cepat.survei ini dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat
gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat
penyakit.

3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja, dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.

4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan stuktur
dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

8
F. Gizi kurang pada anak usia sekolah
Penyebab gizi kurang menurut supariasa (2002) dibedakan menjadi penyebab
langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yaitu asupan makan dan penyakit
infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu ekonomi, pengetahuan dan pelayanan
kesehatan. Schroeder (2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh
konsumsi makan-makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh) dan pelayanan kesehatan.
Unicef (1990 dalam bapenas 2006) menyatakan masalah gizi kurang dan buruk
dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak
langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi,
budaya dan politik.
Menurut Almatsier (2004) akibat kurang gizi terhadap proses tubuh
bergantung pada zat-zat apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan
kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses
pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, perilaku.
Oleh karena itu, masalah kurang gizi harus segera diatasi berdasarkan penyebabnya.
Salah satu penyebab gizi kurang yang dapat diatasi lebih dulu yaitu karena
asupan makanan. Salah satu tata laksana mengatasi kesulitan makan pada anak usia
sekolah yaitu dengan memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya
jenis makanan, jumah makanan, jadwal pemberian maakan, perilaku dan suasana
makan ( Sunarjo, 2012). Pembuatan menu makanan dengan gizi seimbang yang
bervariasi setiap harinya bisa menjadi salah satu implementasi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah sulit makan pada anak.

G. Konsep keluarga dengan anak usia sekolah


Keluarga dengan anak usia sekolah dimulai pada saat anak yang tertua
memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun (Friedman,
Bowden, & Jones (2003). Pada fase ini umumnya keluarga telah mencapai anggota
keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas disekolah,
masing-masing anak memiliki aktivitas dan minat sendiri. Demikian pula orang tua
yang mempunyai aktivitas berbeda dengan anak. Untuk itu keluarga perlu
bekerjasama untuk mencapai tugas perkembangannya.

9
Fungsi perawat pada keluarga dengan anak usia sekolah yaitu melakukan
perawatan dan konsultasi baik dalam keluarga maupun disekolah, misalnya pada anak
yang mengalami gangguan kesehatan. Perawat bekerjasama dengan guru sekolah dan
orang tua anak.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk
mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma kesehatan
keluarga maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan kesanggupan
keluarga untuk mengatasinya. (Effendy, 1998)
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan keperawatan
keluarga menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7
komponen pengkajian yaitu :
1. Data Umum
a. Identitas kepala keluarga
b. Komposisi anggota keluarga
c. Genogram
d. Tipe keluarga
e. Suku bangsa
f. Agama
g. Status sosial ekonomi keluarga
2. Aktifitas rekreasi keluarga
a. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
b. Tahap perkembangan keluarga saat ini
c. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
d. Riwayat keluarga inti
e. Riwayat keluarga sebelumnya
3. Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
c. Mobilitas geografis keluarga
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e. System pendukung keluarga

11
4. Struktur keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
b. Struktur kekuatan keluarga
c. Struktur peran (formal dan informal)
d. Nilai dan norma keluarga
5. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
b. Fungsi sosialisasi
c. Fungsi perawatan kesehatan
6. Stress dan koping keluarga
a. Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan keluarga
b. Respon keluarga terhadap stress
c. Strategi koping yang digunakan
d. Strategi adaptasi yang disfungsional
7. Pemeriksaan fisik
a. Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan
b. Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
c. Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut,
THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, system genetalia
d. Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik
8. Harapan keluarga
a. Terhadap masalah kesehatan keluarga
b. Terhadap petugas kesehatan yang ada

Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji
(2004) yaitu:
a. Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain,
perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan tujuan
kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah menyelesaikan
masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan
perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan
lain yang ada di keluarga.

12
b. Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
yang dilakukan.
c. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data y6ang lebih
lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian
awal. Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab
dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat
menyusun intervensi-intervensi definitive untuk mempertahankan status kesehatan
atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000).
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:
1. Anallisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan dengan
standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.
2. Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
a. Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
b. Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.
c. Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh
perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau tidak yang
mendukung masalah dan penyebab.

13
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu
pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu:
1. Diagnosa sehat/Wellness/potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi
kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri
dari komponen Problem (P) saja dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2. Diagnosa ancaman/risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi
masalah actual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko ini
terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E), sign/symptom (S).
3. Diagnosa nyata/actual/gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa actual terdiri dari problem
(P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.

Dalam Friedman (!998) diagnosa-diagnosa keperawatan pilihan NANDA


yang cocok untuk praktek keperawatan keluarga seperti tabel dibawah ini:

Kategori Diagnosa NANDA Diagnosa Keperawatan


Persepsi kesehatan-pola Manajemen kesehatan yang dapat di ubah
manajemen kesehatan Perilaku mencari sehat
Kognitif-pola latihan Kerusakan penatalaksanaan lingkungan rumah
Peran-pola persepsi Kurang pengetahuan
Konflik keputusan
Peran-pola hubungan Berduka antisipasi
Berduka disfungsional
Konflik peran orang tua isolasi social
Perubahan dalam proses keluarga
Perubahan penampilan peran

14
Risiko perubahan dalam menjadi orang tua
Perubahan menjadi orang tua
Risiko terhadap kekerasan
Koping pola – pola toleransi Koping keluarga potensial terhadap pertumbuhan
terhadap stress Koping keluarga tidak efektif : menurun
Koping keluarga tidak efektif : kecacatan

C. Intervensi
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah
diidentifikasi (Efendy,1998).
Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan
skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
1. Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor tinggi dan
disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam menyusun
prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa
kriteria sebagai berikut :
a. Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
b. Kemungkinan masalah dapat diubah
c. Potensi masalah untuk dicegah
d. Menonjolnya masalah

Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari


satu proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan
Maglay (1978) dalam Effendy (1998).

Kriteria Bobot Skor


Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1

15
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah = 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :


a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
c. Jumlahkan skor untuk semua criteria
d. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)

2. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan keperawatan.
Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta meminimalkan
stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan
sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier
untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di
keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana
mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya
adalah sebagai berikut :
a. Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah
b. Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan
meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.
c. Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-
faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara
mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.

16
d. Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.
e. Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah
diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.

D. Implementasi
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
keluarga yaitu :
1. Sumber daya keluarga
2. Tingkat pendidikan keluarga
3. Adat istiadat yang berlaku
4. Respon dan penerimaan keluarga
5. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas
telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai
criteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998)
Evaluasi disusun mnggunakan SOAP dimana :
S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang obyektif.
A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis (Suprajitno,2004)

17
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. Pengkajian
Keluarga Bapak E merupakan keluarga inti yang terdiri dari Bapak E, Ibu S,
dan tiga orang anaknya. Bapak E berusia 38 tahun sedangkan ibu S berusia 36 tahun.
Anak pertama An.A berusia 12 tahun, anak ke dua An.S berusia 8.5 thn, anak ketiga
An.R berusia 17 bulan. Port de entry pada keluarga ini adalah An.S dengan
masalah nutrisi. Tahap perkembangan keluarga Bapak E saat ini adalah keluarga
dengan anak remaja. Karena anak pertama berusia 12 tahun dan akan masuk sekolah
SMP.
Keluarga bapak E tinggal dirumah kontrakkan yang berukuran 3X6 m2 yang
berada di RT 05 RW 03 kelurahan Cisalak Pasar. Keluarga Bapak E tinggal di
lingkungan masyarakat yang mayoritas penduduk asli daerah setempat dan pendatang
dari Jakarta. Sebagian besar tetangga bekerja sebagai karyawan swasta dan buruh.
Fasilitas yang dimanfaatkan keluarga untuk pemeliharaan dan
pemeriksaan kesehatan adalah Puskesmas. Biasanya kalau Ibu S atau Bapak E
merasakan sakit, Ibu S dan Bapak E biasanya langsung berobat ke puskesmas atau ke
dokter praktek dekat rumah. Keluarga memiliki jaminan kesehatan yaitu jamkesda.
Menurut ibu S dalam keluarga yang paling tampak kurus adalah an.S. Ibu S
mengatakan An.S sulit makan dirumah, makan hanya 1-2x sehari , setiap makan
hanya 1 centong nasi ditambah lauk. Ibu S mengatakan An. S tidak pernah
menghabiskan makanannya. Ibu S mengatakan jarang masak dirumah karna bingung
dengan menu masakan. Ibu S mengatakan jika tidak masak dirumah, beliau akan
membeli ayam siap saji atau menggoreng nuggets untuk makan anak–anaknya. Ibu S
mengatakan jika masak dirumah, memasak nasi ditambah 1 macam lauk ikan atau
ayam, terkadang ditambah sayur. Ibu S mengatakan meskipun An.S tampak kurus,
namun An.S termasuk anak yang aktif dan jarang sakit. Ibu S mengatakan An.S sering
jajan diluar dan disekolah. Ibu S mengatakan selalu menuruti An.S jika ingin jajan.
Ibu S mengatakan tidak pernah membawakan bekal ke sekolah. Ibu S mengatakan
meskipun An.S kurus tapi tidak ada massalah dalam belajar.
An.S (8.5th) mengatakan bosan makan dirumah karna lauknya itu – itu saja.
An. S mengatakan senang jajan chiki dan mie instan dan es di warung. Bapak E
mengatakan An.S memang kurus karna BB lahirnya juga kecil. Bapak E mengatakan
merasa penasaran apakah benar anaknya kurang gizi atau tidak. Keluarga bapak E

18
mengatakan belum mengetahui pengertian gizi kurang, penyebab serta tanda dan
gejalanya. Keluarga juga mengatakan tidak tahu jumlah takaran makanan yang sesuai
untuk anak usia sekolah. Bapak E mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka akan
segera membawa ke puskesmas. Ibu S mengatakan ingin mengetahui mengenai gizi
seimbang agar an.S bisa gemuk.
Dari pemeriksaan fisik An.S didapatkan data nadi 100 x/mnt, Suhu 36,2 ºC,
pernapasan 20 x/mnt, TB 113 cm, LLA 15 cm, BB 16 kg, IMT 12.5, status
antropometri antara-3SD s/d -2SD, Rambut terdistribusi secara merata berwarna
hitam kemerahan, tebal. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Perut tidak
buncit, oedema pada tungkai tidak ada.
Masalah kesehatan lain terdapat pada An.A (12 tahun) dan Bapak E (38
tahun). An.A memiliki riwayat penyakit ISPA yang selalu muncul jika daya tahan
tubuhnya menurun dan terdapat orang disekitarnya yang sedang batuk pilek maka
akan mudah tertular. Sedangkan bapak E memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus
perhari. Bapak E juga memiliki kebiasaan minum kopi 2 gelas perhari. Saat ditanya
mengenai akibat dari merokok dan minum kopi, bapak E mengatakan menyadari
bahwa minum kopi dan merokok tidak baik untuk kesehatan. Tingkat kemandirian
keluarga berada pada tingkat I.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh anak S keluarga bapak E
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah (9)

No Kriteria Skor Bobot


1. Sifat masalah
Aktual : 3 3 3
Risiko : 2
Potensial : 1
2. Kemungkingan masalah
dapat dimodifikasi 2 2
Mudah : 2
Sebagian : 1
Tidak dapat : 0

19
3. Potensial masalah dapat
dicegah 2 3
Tinggi : 3
Sedang : 2
Ringan : 1

4. Menonjolnya masalah 2
Masalah dirasakan dan 2
harus di tangani : 2
Ada masalah tapi tidak
perlu ditangani : 1
Masalah tidak dirasakan :
0

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas anak A keluarga bapak E berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga menciptakan atau memodifikasi lingkungan
rumah (8)

No Kriteria Skor Bobot


1. Sifat masalah
Aktual : 3 3 3
Risiko : 2
Potensial : 1
2. Kemungkingan masalah
dapat dimodifikasi 1 2
Mudah : 2
Sebagian : 1
Tidak dapat : 0

3. Potensial masalah dapat


dicegah 2 3
Tinggi : 3
Sedang : 2
Ringan : 1

20
4. Menonjolnya masalah 2
Masalah dirasakan dan 2
harus di tangani : 2
Ada masalah tapi tidak
perlu ditangani : 1
Masalah tidak dirasakan :
0

3. Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada bapak E berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan (5)

No Kriteria Skor Bobot


1. Sifat masalah
Aktual : 3 3 3
Risiko : 2
Potensial : 1
2. Kemungkingan masalah
dapat dimodifikasi 1 2
Mudah : 2
Sebagian : 1
Tidak dapat : 0

3. Potensial masalah dapat


dicegah 1 3
Tinggi : 3
Sedang : 2
Ringan : 1

4. Menonjolnya masalah 0
Masalah dirasakan dan 2
harus di tangani : 2
Ada masalah tapi tidak
perlu ditangani : 1

21
Masalah tidak dirasakan :
0

4. Potensial peningkatan status kesehatan pada anak S keluarga bapak E

C. Intervensi
Tujuan umum dari rencana keperawatan untuk diagnosa ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan
keluarga sebanyak 7x kunjungan diharapkan keluarga mampu merawat anggota
keluarga dengan masalah gizi kurang. Adapun tujuan khusus dari masalah gizi kurang
pada An.S yaitu setelah 7x pertemuan diharapkan keluarga dapat mengenal masalah
kurang gizi dengan mampu menyebutkan pengertian gizi seimbang, menyebutkan 2
contoh makanan dari tiap sumber gizi seimbang, menyebutkan 3 manfaat gizi
seimbang, menyebutkan arti kurang gizi, menyebutkan 2 dari 4 penyebab kurang gizi,
menyebutkan 3 dari 6 tanda dan gejala kurang gizi, mengidentifikasi status gizi anak.
Tujuan khusus yang kedua yaitu keluarga dapat mengambil keputusan untuk
mengatasi masalah kurang gizi pada anak sekolah. Adapun indikatornya yaitu
keluarga mampu menyebutkan 2 dari 3 akibat dari kurang gizi pada anak dan keluarga
dapat memutuskan untuk mengatasi masalah kurang gizi.
Tujuan khusus yang ketiga yaitu keluarga mampu melakukan tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah kurang gizi. Adapun implementasi dari TUK 3
ini antara lain menjelaskan cara perawatan dan pencegahan gizi kurang, cara memilih
bahan makan, cara mengolah bahan makanan yang benar. Selain itu juga ada
implementasi unggulan yang pertama yaitu mendemonstrasikan menu makan
seimbang untuk anak sekolah. implementasi yang lain yaitu mendemonstrasikan cara
mengolah bahan makanan yang baik dan dapat mengelompokkan bahan makanan
sesuai dengan triguna makanan. Cara mengolah bahan makanan yang baik yaitu
pertama alat – alat masak harus bersih, cuci tangan sebelum memulai mengolah
makanan, lalu sayur dan buah dicuci dahulu baru dipotong-potong, sayuran dimasak
jangan terlalu lama. Sedangkan untuk pengelompokan bahan makanan menggunakan
food model yang terdiri bahan makanan sumber energi, zat pengatur dan pembangun.
Tujuan khusus yang keempat yaitu keluarga dapat memodifikasi lingkungan
untuk mengatasi kurang gizi pada anak . ini merupakan implementasi unggulan yang
22
ke dua yaitu dengan modifikasi perilaku pada orang tua dan anak. Modifikasi perilaku
ini berkaitan dengan pola asuh orang tua.
Tujuan khusus yang kelima yaitu keluarga mampu menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada untuk mengatasi kurang gizi pada anak. Implementasi yang
dilakukan yaitu menjelaskan mengenai manfaat kunjungan ke fasilitas kesehatan.
Selain itu juga menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
kurang gizi pada anak.

D. Implementasi
Pada kunjungan pertama dan kedua perawat telah melakukan pengkajian
keluarga baik penjajakan tahap 1 maupun penjajakan tahap 2. Pada pertemuan kedua
perawat telah menegakkan diagnosa keperawatan dan telah melakukan skoring.
Diagnosa utama yang didapat yaitu perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
Implementasi untuk TUK 1 dan 2 dilakukan pada pertemuan ketiga. TUK 3
untuk demonstrasi menyusun triguna makanan dilakukan pada pertemuan ketiga juga.
Setelah keluarga diberi penjelasan mengenai gizi seimbang termasuk didalamnya
mengenai triguna makanan, kemudian keluarga diminta mengelompokkan food model
yang terdiri dari berbagai macam contoh sumber bahan makanan kedalam kelompok
sumber energi, zat pengatur dan pembangun.
Pada kunjungan keempat perawat melakukan demonstrasi cara mengolah
makanan dan demonstrasi implementasi unggulan yaitu menyusun menu seimbang
bagi an.S untuk 1 minggu. Pada pertemuan kelima sampai ketujuh perawat melakukan
evaluasi penyusunan menu seimbang dan memantau hasilnya pada an.S serta
melakukan implementasi TUK 4 yaitu modifikasi perilaku dan TUK 5 pemanfaatan
fasilitas pelayanan kesehatan.

E. Evaluasi
Setelah 7x kunjungan keluarga telah mencapai TUK 1 sampai TUK 5. Pada
kunjungan ke empat keluarga mampu mendemonstrasikan ulang cara mengolah
makanan dan dapat menyusun menu makan selama 1 hari. Karena saat kunjungan
keluarga hanya mampu membuat menu makan seimbang selama 1 hari, sehingga

23
perawat meminta keluarga untuk menyusun menu kembali selama perawat tidak
berkunjung.
Pada kunjungan kelima keluarga menyatakan telah membuat menu makan 1
minggu untuk An.S namun belum membuat makanan sesuai jadwal yang disusun.
Pada pertemuan selanjutnya keluarga menyatakan telah mulai membuat masakan
sesuai menu yang dibuat. Keluarga menyatakan porsi makanan yang dihabiskan mulai
bertambah, meskipun masih belum menghabiskan 1 porsi makan yang disediakan.
Saat kunjungan rumah, tampak tersaji masakan nasi, sayur bayam, ikan kembung,
tempe goreng dan ada buah pisang. Tampak tertempel di dinding menu makanan
untuk 3 hari. Ibu S mengatakan mulai membekali anak makanan kesekolah. Ibu S
mengatakan sudah tidak memberi jajanan dekat waktu makan. Ibu S mengatakan
belum bisa membuat cemilan sehat. Ibu S mengatakan masih kesulitan membatasi
jajanan An.S karna An.S akan menangis jika tidak dituruti. Selain itu, setelah
dilakukan penimbangan ulang, bb an.S masih 16 kg. Hasil akhir tingkat kemandirian
keluarga saat ini berada pada tingkat III.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas
tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus,

24
baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Sedangkan anak usia sekolah
dapat diartikan sebagai anak yang berada dalam rentang usia 6-12 tahun, dimana anak
mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga (Supraptini, 2004). Anak usia sekolah
biasa disebut anak usia pertengahan. Periode usia tengah merupakan periode usia 6-12
tahun (Santrock, 2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur yaitu
tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun
(DeLaune & Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005).
Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori tumbuh
kembang, yaitu: Perkembangan Kognitif (Piaget), Perkembangan Psikoseksual
(Freud), Perkembangan Psikososial.

B. Saran
1. Keluarga lebih mengoptimalkan dalam pemberian nutrisi yang cukup bagi anak
usia sekolah dengan memberikan menu makan yang bervariasi dengan nilai gizi
seimbang.
2. Meningkatkan upaya pencegahan terjadinya masalah gizi kurang pada anak usia
sekolah, diantaranya dengan pembinaan dan pemberdayaan keluarga yang
memiliki resiko gizi kurang pada anak. Pemberdayaan dan pembinaan keluarga ini
dapat dilakukan oleh puskesmas setempat dengan melibatkan perawat komunitas
dengan memberikan pendidikan kesehatan terkait gizi seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351502-PR-Siti%20Nurmanah.pdf

http://erepo.unud.ac.id/9916/3/a270a67d5ba00fa4cc5560e7ee47fae4.pdf

25
http://adi-nurjayana.blogspot.co.id/p/askep-komunitas.html

26

Anda mungkin juga menyukai