Disusun Oleh:
Kelompok 5 B
Miftahul Jannah 11161020000033
Rahmanita Novita Sari 11161020000034
Dea Nasyahta Della 11161020000042
Dimas Ihza Febrian 11161020000045
Niken Salma Andayani 11161020000048
Nadhilah Oktafiani 11161020000078
Ainapasha Alifah 11161020000080
Alifia Fauziyyah Haifa 11161020000082
Esa Fathiya Mumtaz 11161020000096
JAKARTA
OKTOBER/2018
KATA PENGANTAR
Penyusun ,
BAB I
PENDAHULUAN
Minyak atsiri atau yang dikenal sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak
esensial, minyak terbang serta minyak aromatik adalah kelompok besar minyak nabati
atau berasal dari tumbuh-tumbuhan yang merupakan bahan dasar dari wangi-wangian
atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami dan mempunyai aroma khas. Dalam
perdagangan, biasanya minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Minyak atsiri atau sering disebut minyak terbang, banyak digunakan dalam
bidang industri sebagai bahan pewangi atau penyedap (flavoring). Minyak atsiri sebagai
bahan pewangi dan penyedap Selain itu minyak atsiri banyak juga digunakan dalam
bidang kesehatan (Guenther, 1987).
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Susunan
senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama di hidung)
sehingga memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat). Minyak atsiri mempunyai
rasa getir (pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya.
Minyak atsiri sebagian besar termasuk dalam golongan senyawa organik terpena
dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak (lipofil) dan tidak larut dalam air.
Berdasarkan sifat tersebut maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 macam cara
yaitu: Penyulingan (Distillation), Pressing (Ekspression), Ekstraksi dengan pelarut
(Solvent ekstraksion), dan Absorbsi oleh penguapan lemak padat (Enfleurage).
BAB II
PEMBAHASAN
Enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkan pada
media minyak. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga
yang setelah dipetik enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan
minyak atsiri sampai beberapa hari atau minggu, misalnya bunga melati, sehingga
perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung.
Proses enfleurasi adalah proses ekstraksi memakai pelarut tidak menguap yang
dingin yaitu berupa lemak padat, cara ini telah dilakukan beberapa puluhan tahun
yang lalu yaitu sebelum dikenal proses ekstraksi yang menggunakan pelarut
menguap. Beberapa jenis minyak atsiri dapat rusak kalau diproduksi memakai
proses distilasi, oleh sebab itu lalu digunakan proses enflorasi. Proses enflorasi
cocok untuk jenis minyak atsiri yang mudah rusak oleh air dan suhu panas, terutama
untuk minyak bunga yang biosintesisnya masih berlangsung terus setelah dipetik.
Enflorasi masih ada yang digunakan sampai sekarang meskipun sudah ditemukan
proses ekstraksi memakai pelarut menguap, misalnya pada minyak bunga melati dan
bunga tuberose (sedap malam) masih diproduksi memakai enflorasi, karena
mutunya lebih bagus bila dibandingkan ekstraksi dengan pelarut menguap, dan
harganya lebih tinggi. Hal ini karena dua macam bunga tadi mempunyai
keistimewaan, yaitu setelah dipetik biosintesis minyak masih dapat berlangsung
terus. Keistimewaan tersebut tidak dimiliki oleh jenis bunga yang lain.
Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang
digunakan dan ketrampilan dalam mempersiapkan lemak. Penggunaan lemak dalam
metode enfleurasi bisa menggunakan lemak sapi, lemak babi, lemak kambing,
lemak ayam, minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, minyak kedelai.
Campuran antara 1 bagian lemak sapi dan 2 bagian lemak babi menurut Guenther
(1987) menghasilkan mutu minyak paling baik. Penggunaan lemak babi dalam
proses enfleurasi harus dihindari karena mayoritas penduduk Indonesia adalah
muslim. Sebagai alternatif dalam penelitian ini menggunakan adsorben mentega
yang terbuat dari lemak hewan dan mentega putih. Puguh (2001) meneliti proses
enfleurasi menggunakan adsorben lemak sapi dengan campuran minyak jagung,
minyak kelapa, minyak kedelai, minyak sawit. Rendemen yang dihasilkan berkisar
0,005% - 0,07%, sedangkan Huda (2010) menggunakan adsorben lemak sapi, lemak
kambing, dan lemak ayam. Komponen minyak melati yang terbaca hanya indole
dengan kadar 0,6% dan yang lainnya adalah lemak Mentega merupakan produk
berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya,
dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan makanan yang diizinkan
SNI (1995). Mentega mengandung lemak 81 %, kadar air 18 % dan kadar protein
maksimal 1 % (Astawan Mita Wahyuni & Astawan Made, 1998). Lemak mentega
berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega sebagian besar terdiri dari asam
palmitat, oleat dan stearate serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak sejenis
lainnya.
Proses enfleurasi adalah proses ekstraksi memakai pelarut tidak menguap yang
dingin yaitu berupa lemak padat, cara ini telah dilakukan beberapa puluhan tahun
yang lalu yaitu sebelum dikenal proses ekstraksi yang menggunakan pelarut
menguap. Enfleurasi dilakukan dengan merendam bunga dalam pelarut yang sesuai
pada jangka waktu tertentu, sehingga interaksi antara senyawa yang ingin di ekstrak
dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal (Houghton dan Rahman, 1998). Lemak
memiliki daya absorpsi yang tinggi sehingga jika dicampur dengan bunga, lemak
akan mengabsorpsi minyak atsiri yang dihasilkan oleh bunga. Selain itu pemrosesan
minyak atsiri dengan lemak akan menghasilkan rendemen yang lebih banyak
daripada dengan proses ekstraksi pelarut menguap (Julianto, 2016).
Proses enfleurasi cocok untuk jenis minyak atsiri yang mudah rusak oleh air dan
suhu panas, terutama untuk minyak bunga. Enfleurasi masih ada yang digunakan
sampai sekarang meskipun sudah ditemukan proses ekstraksi memakai pelarut
menguap, misalnya pada minyak bunga mawa, melati dan bunga tuberose (Sedap
malam) masih diproduksi memakai enfleurasi, karena mutunya lebih bagus bila
dibandingkan ekstraksi dengan pelarut menguap, dan harganya lebih tinggi
(Soekardjo, 1995).
Peralatan yang digunakan adalah chasis yang terbuat dari kaca, chasis kaca
disusun bertingkat. Diusahakan terbebas dari sinar matahari dan udara bebas.
Karena jika terganggu dua hal di atas dapat menyebabkan kerusakan lemak dan
terganggunya proses yang pada akhirnya gagal produksi. (Julianto, 2016).
Ada beberapa jenis lemak yang digunakan untuk proses enfleurasi, yakni, lemak
sapi, lemak domba, lemak babi, dan lemak hewani lainnya. Selain menggunakan
lemak, enfleurasi juga bisa dicampur dengan beberapa minyak nabati seperti minyak
kedelai, minyak canola, dan miyak kacang-kacangan. Bahkan penelitian terakhir
dapat menggunakan mentega putih sebagai penjerap pengganti lemak hewan.
(Julianto, 2016)
Lemak yang diperoleh dibersihkan dari kotoran, seperti darah, kulit, dan rambut
yang masih tertinggal menggunakan tangan kemudian digiling halus sambal dicuci
dengan air bersih yang mengalir. Selanjutnya lemak dicairkan secara perlahan-lahan
di atas penangas air pada suhu 60°C dan ditambahkan benzoin 0,6% serta tawas
0,15-0,30% (Yulianingsih, dkk., 2007). Lemak atau absolut enfleurasi mudah tengik
dan bersifat asam. Hal ini disebabkan karena adanya komponen FFA yang larut
dalam alkohol dan ikut terekstraksi pada saat pembuatan absolut. Ini dapat dicegah
dengan penambahan benzoin ke dalam absolut enfleurasi terutama bila pomade
diekstraksi dengan alkohol absolut (Ketaren, 1985). Sementara penggunaan tawas
untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil atau pengotor yang
tidak dapat mengendap dengan sendirinya (Sutrisno, 1996).
Kotoran yang telah menggumpal dipisahkan dan lemak disaring dengan kain
saring kemudian didiamkan pada suhu ruang (27-30°C). Proses pencampuran
dilakukan dengan pengadukan (mixer) pada kecepatan rendah dalam 10 menit
pertama dan kemudian kecepatan ditingkatkan hingga campuran lemak tampak
merata setelah pengadukan selama 2 jam. Selanjutnya lemak dimurnikan dengan
cara netralisasi (untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak), pemucatan
(untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak), dan deodorisasi
(untuk menghilangkan bau yang tidak diinginkan dalam minyak) (Yulianingsih,
dkk., 2007).
Setelah itu dilakukan proses enfleurasi, bunga yang segar dipetik lalu
dibersihkan dari kotoran berupa daun dan tangkai. Bunga yang bersih tersebut
selanjutnya ditebarkan di atas plat yang sudah dibubuhi lemak (Guenther, 1948).
Bunga disusun dalam chasis yang sudah dilapisi lemak sebagai absorben secara
merata. Permukaan lemak digores dengan ujung pisau untuk memperluas
permukaan lemak. Bunga mawar yang telah disortir disebarkan di atas permukaan
lemak secara teratur sehingga seluruh permukaan lemak ditutupi oleh bunga. Chasis
kemudian ditutup dan dibiarkan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian bunga
dikeluarkan dari chasis, permukaan lemak diratakan kembali dan digores dengan
ujung pisau (arah berlawanan).(Yulianingsih, dkk. , 2007).
Bunga diganti setiap 24 jam sekali, karena setelah 24 jam biasanya bunga sudah
layu dan berwarna coklat, sehingga harus diganti dengan bunga baru. Pada proses
ini pemisahan harus dilakukan dengan hati-hati agar lemak yang ada pada kaca tidak
ikut terambil yang mengakibatkan berkurangnya konsentrasi lemak dan minyak
atsiri yang akan di proses. Proses tersebut diulang hingga lemak yang ada dalam
chasis jenuh, dengan indikasi lemak menjadi agak keras dibanding dengan awal
proses. Waktu penjenuhan bervariasi tergantung dari jenis bunga yang
dipakai.(Guenther, 1948)
Enfleurage dalam skala besar saat ini hanya dilakukan di wilayah Grasse dengan
kemungkinan pengecualian contoh terisolasi di India di mana prosesnya tetap
primitif.
a. Kelebihan Enfleurage
1. Terhindar dari penggunaan panas sehingga tidak merusak bahan.
2. Memberi hasil minyak atsiri (bunga) yang lebih besar daripada metode
lainnya dikarenakan bunga yang sudah digunakan dapat digunakan berkali-
kali sampai bau yang terdapat pada bunga hilang dan bau bunga lebih
bertahan lama daripada bunga segar.
b. Kekurangan Enfleurage
1. Minyak atsiri yang diperoleh tidak murni dikarenakan minyak atsiri tidak
dapat sepenuhnya dipisahkan dari lemak yang digunakan.
2. Metode ini memerlukan banyak tenaga kerja yang ahli
3. Metode ini memiliki proses yang rumit dan panjang.
4. Kualitas dari minyak atsiri yang menggunakan metode ini tergantung dengan
absorben yang digunakan (lemak).
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Foley, D.J. 1974, Herbs for Use and for Delight, New York: Dover Publication, Inc.
Guenther, E., 1948, The Essential Oils, Third ed, D. Van Nostrand Company Inc, New
York.
Huda, Muhammad Nurul. 2010, “Pengambilan minyak Bunga Melati Dengan Metode
Enfleurasi Menggunakan Lemak Sapi-Kambing-Ayam”. Laporan Skripsi Teknik Kimia:
Universitas Negeri Semarang
Ketaren, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta
Setyopratomo, Puguh. 2001, “Kajian Awal Proses Ekstraksi Minyak Bunga Melati
(jasminum sambac) Dengan Metode Enfleurasi”. Tesis Teknik Kimia: Institut
Teknologi Bandung
Wahyuni dan Made. 1998, “Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna”. Cv
Akademika Pressindo: Jakarta
Winarno, F.G. 1991, “Kimia Pangan dan Gizi”. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Yulianingsih, dkk., 2007, Teknik Enfleurasi dalam Proses Pembuatan Minyak Mawar,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta