Pembimbing :
dr. Benson Koesmarsono, SpOG
Penyusun :
PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Usia : 29 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 20-10-2016 pukul 13.20 di VK IGD
Tanggal KRS : 22-10-2016
B. Subyektif
I. Keluhan Utama : Telah melahirkan bayi secara spontan
II. Keluhan Tambahan : Pusing, agak lemas
III. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien saat ini dirawat di ruang nifas RSAL dr. Ramelan
setelah pada malam sebelumnya melahirkan bayi secara spontan di
kamar bersalin RSAL dr. Ramelan Surabaya. Pada satu hari sebelum
MRS pasien kontrol di poli hamil RSAL dr. Ramelan Surabaya dan
dikatakan bahwa cairan ketubannya sedikit sehingga kemudian pasien
disarankan MRS di kamar bersalin untuk melahirkan, dimana pasien saat
ini didiagnosa dengan GIVP3002 dengan usia kehamilan 40/41 minggu dan
oligohidramnion. Pasien saat ini tidak merasa kenceng-kenceng, tidak ada
keluar lendir ataupun darah dari kemaluan, gerak anak aktif.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu :
Diabetes mellitus disangkal
Hipertensi disangkal
Asthma disangkal
Penyakit jantung disangkal
Alergi disangkal
V. Riwayat Penyakit Keluarga :
Diabetes mellitus disangkal
Hipertensi disangkal
Asthma disangkal
Penyakit jantung disangkal
Alergi disangkal
VI. Riwayat Penggunaan Obat :
Alergi obat disangkal
Penggunaan obat kronis disangkal
VII. Riwayat Haid :
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Durasi : 7 hari
Dysmenorrhea : (-)
HPHT : 10 Januari 2016
TP : 17 Oktober 2016
VIII. Riwayat Persalinan :
I. Laki-laki / Aterm / Spt B / Dokter / 2900 gram / 9 th
II. Laki-laki / Aterm / Spt B / Bidan / 3000 gram / 7 th
III. Perempuan / Aterm / Spt B / Bidan / 3200 gram / meninggal usia
3 tahun
IV. Perempuan / Aterm / Spt B / Bidan / 3100 gram / 1 hari
IX. Riwayat ANC : 8x di RSAL KRR
X. Riwayat Pernikahan : Menikah 1x selama 10 tahun
XI. Riwayat KB : Disangkal, setelah lahir anak ke-4 ini menginginkan KB
suntik.
C. Obyektif
I. Status Generalis :
Keadaan Umum : Compos mentis
GCS : 4-5-6
TB : 168 cm
BB : 73 kg
BMI : 25,9 (overweight)
Vital Sign :
TD 100/70 mmHg
Nadi 80x/menit
Suhu 36,80C
RR 18x/menit
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Thorax :
Paru vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung S1/S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Soepel, bising usus (+) normal
Ekstrimitas : Hangan kering merah pada keempat ekstrimitas, tidak
ada odema pada keempat ekstrimitas
II. Status Obstetri :
TFU 2 jari di bawah umbilikus
Kontraksi uterus baik
V/v fluksus (-)
C. Assessment :
P4003 Post Partum Spt B + Hemodinamik Baik hari ke-1
D. Planning :
Pro pindah ruang nifas
Mobilisasi bertahap
KIE : V/v hygiene, ASI eksklusif
Diet TKTP
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
SF 2x1
Monitoring keluhan / VS / kontraksi / fluksus
FOLLOW UP (22 Oktober 2016) :
S : keluhan (-), mobilisasi (+), menyusui (+)
O: GCS 4-5-6
TD 110/70 mmHg
t0C 36,50C
RR 18x/menit
TFU 2 jari di bawah umbilicus
Kontraksi uterus baik
V/v fluksus (-)
A : P4003 Post Partum Spt B + Hemodinamik Baik hari ke-2
P:
- Diet TKTP
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- SF 2x1
- Pro KRS kontrol poli nifas
BAB 3
FISIOLOGI PUERPERIUM
A. Definisi
Puerperium atau nifas berasal dari kata latin -puer, anak,
dan parus, menghasilkan (bring forth). Puerperium didefinisikan
sebagai periode setelah persalinan dimana terjadi
perubahan/kembalinya keadaan anatomis dan fisiologis maternal
yang disebabkan oleh kehamilan menjadi ke fase sebelum hamil
(nonpregnant state). Masa nifas berkisar antara 4-6 minggu.
Puerperium mengalami beberapa perubahan bermakna dan
beberapa komplikasi dapat muncul dan berkembang menjadi
serius.1
B. Fisiologi Nifas
Masa nifas merupakan masa yang ditandai dengan banyak
perubahan fisiologis pada tubuh ibu dan beberapa komplikasi yang
serius bisa terjadi pada ibu setelah melahirkan. 1
Vagina dan Ostium Vagina
Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya membentuk
aluran yang berdinding halus dan lebar yang ukurannya berkurang
secara perlahan namun jarang kembali ke ukuran saat nulipara.
Rugae muncul kembali pada minggu ketiga namun tidak
semenonjol sebelumnya. Himen tinggal berupa potongan-potongan
kecil sisa jaringan, yang membentuk jaringan parut disebut
carunculae myrtiformes. Epitel vagina mulai berproliferasi pada
minggu ke-4 sampai minggu ke-6, biasanya bersamaan dengan
kembalinya produksi estrogen ovarium. Laserasi atau peregangan
perineum selama pelahiran dapat menyebabkan relaksasi ostium
vagina.1
Uterus
Pembuluh darah
Pada saat kehamilan terdapat peningkatan aliran
darah uterus masif yang penting untuk mempertahankan
kehamilan, yang disebabkan oleh hipertrofi dan remodelling
pada semua pembuluh darah pelvis. Setelah proses
melahirkan, diameter pembuluh darah berkurang kira-kira ke
ukuran sebelum kehamilan.1
Tabel 1. Tinggi Fundus Uterus dan berat uterus menurut masa involusi.
5
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi Lahir Setinggi umbilikus 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari dibawah umbilikus 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
Gambar 1. Tinggi Fundus Uteri (Decherney, 2013)1
Lokia
Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum
uteri dan vagina dalam masa nifas. Cairan lokia tersebut
terdiri dari eritrosit, potongan jaringan desidua, sel epitel dan
bakteri. Rata-rata lokia muncul sekitar 24-36 hari.1,5,6
- Lokia rubra (cruenta) :
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan
mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
- Lokia sanguinolenta :
Berwarna merah kuning, berasa darah dan lendir,
hari ke3-7 pasca persalinan.
- Lokia serosa :
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-14 pascapersalinan.
- Lokia alba :
Campuran leukosit dan penurunan kandungan
cairan, lokia berwarna putih atau putih
kekuningan. Terjadi setelah 2 minggu.5
Regenerasi Endometrium
Dalam dua atau tiga hari setelah persalinan, desidua
yang tersisa berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Lapisan
superfisial menjadi nekrotik dan meluruh masuk kedalam
lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan dengan
miometrium tetap utuh dan merupakan sumber endometrium
baru. Endometrium tumbuh dari proliferasi sisa kelenjar
endometrium dan stroma jaringan ikat interglandular. 1
Regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali
pada tempat perlekatan plasenta. Dalam waktu seminggu,
permukaannya ditutupi oleh epitelium, dan Sharman
menemukan endometrium yang kembali sempurna pada
semua spesimen biopsi yang diambil pada hari ke-16 dan
seterusnya.1
Involusi Tempat Perlekatan Plasenta
Pengeluaran lengkap tempat perlekatan plasenta
memerlukan waktu sampai 6 minggu. Segera setelah
pelahiran, tempat perlekatan plasenta kira-kira seukuran
telapak tangan, kemudian ukurannya mengecil dengan
cepat. Pada akhir minggu kedua, diameternya sekitar 3-4
cm. Anderson dan Davis menyimpulkan bahwa eksfoliasi
tempat perlengkatan plasenta berasal dari peluruhan
jaringan infark dan nekrosis yang diikuti proses remodelling. 1
C. Traktus Urinarius
Secara fisiologis, hipertrofi glomerulus yang disebabkan oleh
kehamilan menetap hingga hari pertama postpartum tetapi
kemudian baru kembali ke prepregnancy baseline setelah 2 minggu
postpartum. Selain itu, ureter yang dilatasi dan pelvis renal kembali
ke keadaan prahamil saat 2 sampai 8 minggu postpartum. Infeksi
saluran kemih perlu diperhatikan saat masa nifas karena dilatasi
traktus urinarius disertai dengan sisa urin dan bakteriuria di dalam
kandung kemih yang trauma.1
Trauma kandung kemih sangat berhubungan dengan lama
persalinan sehingga sering ditemui dalam postpartum pervaginam.
Kandung kemih memiliki peningkatan kapasitas dan insensitivitas
relatif terhadap tekanan intravesical. Dengan demikian,
overdistensi, pengosongan inkomplit, dan sisa urin banyak
merupakan hal yang sering.1
Endokrinologi Laktasi
Progesteron, estrogen, placental lactogen, prolactin, cortisol,
dan insulin tampaknya dapat menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan milk-secreting apparatus. Setelah persalinan, terjadi
penurunan mendadak dan besar level progesteron dan estrogen.
Penurunan ini menghilangkan inhibisi progesteron terhadap
produksi α-lactalbumin dan menstimulasi sintesis laktose. Serotonin
diproduksi di sel epitelial payudara dan berfungsi untuk
mempertahankan produksi susu sehingga penggunaan SSRI
(Selective Serotonin Reuptake Inhibitor).1
Nursing
Susu ibu adalah makanan ideal untuk neonatus di mana
menyediakan nutrisi spesifik, faktor imunologis, dan substansi anti
bakteri. Susu juga mengandung faktor yang berfungsi sebagai
sinyal biologis untuk meningkatkan pertumbuhan selular dan
diferensiasi. Breast feeding memiliki keuntungan jangka panjang
bagi ibu dan anak. Ibu yang menyusui memiliki risiko lebih rendah
kanker payudara dan reproduksi. Untuk anak juga meningkatkan
kecerdasan. Dari penelitian Nurses’ Health Study, ibu mempunyai
risiko penyakit jantung koroner 23% lebih rendah. Karena berbagai
hal tersebut, WHO (2011) dan American Academy of Pediatrics
(2012) memberikan rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan dengan menghindari pemberian protein susu sapi. 1
Gambar 6. (a) Posisi yang kurang tepat (b) Posisi yang baik. 7
Tabel 4. Keuntungan dari menyusui.1
Kontraindikasi Menyusui
Menyusui merupakan kontraindikasi bagi wanita yang
mengonsumsi narkoba dan tidak mengontrol penggunaan alkohol,
wanita dengan bayi galaktosemia, wanita dengan infeksi HIV,
tuberculosis aktif yang tidak terkontrol, wanita yang mengonsumsi
obat-obatan tertentu, atau yang sedang menjalani pengobatan
kanker payudara. Menyusui sudalah lama diketahui sebagai salah
satu jalur transmisi HIV. Infeksi virus lain tidak menjadi
kontraindikasi menysusui, seperti ibu dengan infeksi CMV dimana
baik virus dan antibodinya terdapat di dalam air susu. Dan
walaupun virus hepatitis B disekresikan dalam air susu, menyusui
bukanlah kontraindikasi jika immunoglobulin terhadap hepatitis B
telah diberikan pada bayi dari ibu dengan hepatitis B. Infeksi
hepatitis C pada ibu juga bukan merupakan kontraindikasi karena
belum ada bukti penularan infeksi. Wanita dengan HSV aktif dapat
menghindari resiko terhadap bayi jika tidak ada lesi pada payudara
dan melakukan perawatan dengan baik seperti mencuci tangan
sebelum menyusui.1
Perawatan Perineum
Setiap wanita diinstruksikan untuk membersihkan vulva dari
anterior ke posterior (dari vulva ke arah anus). Pemberian cool
pack pada perineum dapat membantu mengurangi edema dan rasa
tidak nyaman saat 24 jam pertama jika sebelumnya terjadi laserasi
atau dilakukan episiotomi. Rasa tidak nyaman yang sangat
biasanya mengindikasikan adanya masalah, seperti hematoma
pada hari pertama dan berikutnya dan infeksi setelah hari ketiga
dan keempat. Rasa nyeri yang parah baik di perineum, vagina, dan
rectum selalu membutuhkan inspeksi dan palpasi yang hati-hati. 1
Problem Neuromuskuloskeletal
Neuropati Obstetri
Tekanan pada cabang pleksus nerves lumbosakral selama
persalinan mungkin menghasilkan gejala sebagai neuralgia intens
atau nyeri kram yang menjalar ke satu atau dua kaki segera setelah
nyeri dari kepala turun ke pelvis. Jika nervus mengalami injuri, nyeri
mungkin masih berlanjut setelah persalinan dan juga kemungkinan
terjadi hilangnya sensoris atau paralisis otot dalam derajat yang
bervariasi. Pada beberapa kasus, terdapat footdrop yang bisa juga
merupakan injuri sekunder pleksus lumbosakral, nervus sciatic atau
nervus peroneal. Komponen pleksus lumbosakral melewati pelvic
brim dan dapat terkompresi oleh kepala bayi atau forsep. 1
Neuropati obstetri relatif jarang terjadi. Wong and associates
(2003) mengevaluasi lebih dari 6000 wanita hamil dan menemukan
kira-kira 1 % yang dikonfirmasi mengalami injuri nervus. Terbanyak
adalah neuropati cutaneous femoralis lateralis yang sering terjadi
(24), diikuti oleh neuropati femoralis (14). Nuliparitas, pemanjangan
kala 2, dan durasi yang lama pada posisi semi-Fowler adalah
beresiko. Durasi gejala tersebut sekitar 2 bulan dan rata-rata 2
minggu - 18 bulan. Injuri nervus pada persalinan SC termasuk
nervus iliohipogastrikus dan ilioinguinalis (Rahn, 2010). 1
Injuri muskuloskeletal
Nyeri pada pelvic girdle, pinggul, atau ekstremitas bawah
mungkin lanjutan dari luka terpotong dari persalinan normal atau
tidak. MRI sering kurang informatif. Salah satu contoh adalah
hematoma m. pirirformis. Injuri dapat menghilang dengan
pemberian agen antiinflamasi dan fisioterapi. Mungkin juga terjadi
pyomyositis dengan abses m. iliopsoas namun kejadiannya jarang
(Nelson, 2010;Young, 2010). Separasi simfisis pubis atau salah
satu sinkondrosis sakroiliaka saat persalinan menimbulkan nyeri
dan nampak adanya gangguan pada gerakan. Perkiraan
frekuensinya bervariasi dari 1 pada 600 - 1 pada 30.000 persalinan
(Reis, 1932;Taylor, 1986). Onset nyeri sering terjadi secara akut
selama persalinan tetapi gejalanya sering muncul sebelum partus
atau 4 jam setelah partus (Snow, 1997). Terapi secara umum
adalah konservatif dengan cara istirahat pada posisi lateral
dekubitus dan appropriately memposisikan dengan tepat pelvic
binder. Operasi cukup diharuskan pada separasi simfisis yang lebih
dari 4 cm (Kharrazi, 1997). Resiko kekambuhan adalah > 50 %
pada kehamilan berikutnya. Culligan and associates (2002)
merekomendasikan untuk mempertimbangkan persalinan secara
SC.1
Imunisasi
Wanita dengan D- negatif yang tidak diimunisasi dan bayinya
memiliki D-positif diberikan 300 μg anti - D imunoglobulin segera
setelah persalinan. Wanita yang belum mendapat imunitas dari
rubella atau rubeola measles lebih baik untuk mendapatkan vaksin
kombinasi measles-mumps-rubella sebelum KRS.1
Kontrasepsi
Selama perawatan di rumah sakit, perlu dilakukan edukasi
kepada keluarga. Bermacam-macam kontrasepsi didiskusikan dan
juga prosedur sterilisasi. Wanita yang tidak menyusui akan
mengalami menstruasi kembali biasanya dalam waktu 6-8 minggu.
Secara klinis, sulit untuk menentukan tanggal spesifik periode
menstruasi pertama setelah persalinan. Pada minoritas wanita
mengalami perdarahan yang sedikit sampai sedang secara
intermiten dimulai segera setelah persalinan. Ovulasi terjadi rata-
rata 7 minggu tetapi rangesnya dari 5 - 11 minggu (Perez, 1972).
Dikatakan, ovulasi sebelum 28 hari telah dijelaskan (Hytten, 1995).
Konsepsi mungkin terjadi selama 6 minggu puerperium. Wanita
yang aktif secara seksual selama puerperium / nifas dan yang tidak
berkeinginan untuk hamil, harus memakai kontrasepsi. Kelly and
associates (2005) melaporkan pada bulan ketiga postpartum, 58%
orang dewasa kembali melakukan hubungan seksual, tetapi hanya
80% yang memakai kontrasepsi. Karena hal ini, direkomendasikan
kontrasepsi longacting yang reversibel — LARC (Baldwin, 2013).
Wanita yang menyusui mengalami ovulasi lebih sedikit frekuen
dibanding dengan yang tidak, namun terdapat variasi yang besar.
Waktu ovulasi bergantung pada variasi biologis individual
sebagaimana makin intens menyusui mungkin akan mengalami
menstruasi pertama pada 18 bulan setelah persalinan. Campbell
and Gray (1993) menganalisa spesimen urin harian untuk
membedakan waktu ovulasi pada 92 wanita yang menyusui.
Sebagaiman yang ditunjukkan pada gambar, wanita menyusui
secara umum mengalami ovulasi yang tertunda, meskipun telah
ditekankan, tidak selalu dapat dicegah. Pada studi yang lain
termasuk :1
1. Permulaan ovulasi secara frekuen ditandai oleh kembalinya
perdarahan menstruasi yang normal
2. Episode menyusi selama 15 menit selama 7 kali sehari menunda
mulainya ovulasi.
3. Ovulasi dapat terjadi tanpa perdarahan
4. Perdarahan dapat juga bukan ovulasi
5. Resiko kehamilan pada wanita menyusui sekitar 4% pertahun
Untuk wanita yang menyusui, kontrasepsi progestin only-
mini pills, depot medroxyprogesterone, atau implan progestin tidak
mempengaruhi kualitas atau kuantitas air susu ibu. Kontrasepsi
estrogen progestin sepertinya dapat mengurangi kuantitas air susu
ibu tetapi dalam keadaan sebenarnya, kontrasepsi tersebut juga
dapat digunakan oleh wanita menyusui. 1
H. Home Care
Koitus
Setelah 2 minggu, koitus mungkin bisa dimulai lagi
berdasarkan keinginan dan kenyamanan. Barrett and colleagues
(2000) melaporkan hampir 90 % dari 484 wanita primiparitas
resumed aktivitas seksual di 6 bulan. Dan sebanyak 65% hanya 15
% yang mendiskusikan permasalahan mereka pada penyedia
layanan kesehatan. Intercourse yang terlalu cepat mungkin tidak
menyenangkan, jika tidak ada nyeri, dikarenakan penyembuhan
yang belum sempurna pada episiotomi atau laserasi. Epitel vagina
tebal dan sangat sedikit lubrikasi pada stimulasi seksual. Hal ini
dikarenakan hypoestrogenic state setelah persalinan, sampai
terjadi ovulasi. Mungkin juga terjadi problem pada wanita menyusui
pada wanita hypoestrogenic selama beberapa bulan postpartum
(Palmer, 2003; Wisniewski, 1991). Untuk terapi, sejumlah kecil
esterogen krim topikal dapat diberikan sehari selama beberapa
minggu pada jaringan vulva. Sebagai tambahan, lubrikan vagina
dapat digunakan saat koitus.1
Morbiditas Maternal
Morbiditas maternal mayor dan minor secara mengejutkan
terjadi di dalam bulan saat persalinan tersebut terjadi (MacArthur,
1991). Pada survei 1249 para ibu di British diikuti selama 18 bulan,
3 % diperlukan hospital readmission dalam 8 minggu (Glazener,
1995; Thmpson, 2002). problem kesehatan yang lebih ringan
selama 8 minggu pertama dilaporkan sebanyak 87 %. Hampir 3/4
berlanjut pada problem yang bervariasi sampai 18 bulan. 1
Follow-Up Care
Setelah keluar dari rumah sakit, dengan tidak ada komplikasi
mendasar, ibu dapat melakukan banyak aktivitas, termasuk mandi,
berkendara, dan pekerjaan ibu rumah tangga lainnya. Segera
setelah persalinan, kebanyakan wanita sosial, tidak mengalami
pembatasan pada aktivitas kerjanya, dan sekitar 1/2 kembali
melakukan secara penuh aktivitas rutinnya dalam 2 minggu.
Wallace and coworkers (2013) melaporkan bahwa 80% wanita
yang bekerja selama hamil akan mulai bekerja kembali 1 tahun
setelah persalinan. Tulman and Fawcett (1988) melaporkan hanya
1/2 ibu yang mendapatkan kembali level energi seperti biasanya
dalam 6 minggu. Wanita yang mengalami persalinan secara
pervaginam memiliki dua kali level normal energi dibandingkan
dengan wanita dengan persalinan SC. The American Academy of
Pediatrics and the American College of Obstetricians and
Gynecologists (2012) merekomendasikan kunjungan postpartum
diantara 4 dan 6 minggu.1
BAB 4
KOMPLIKASI PUERPERAL
1. INFEKSI PUERPERAL
a) Demam Puerperal
b) Infeksi Uterine
Faktor Predisposis
Kelahiran Pervaginam
Mikrobiologi
Kultur Bakteri
Penatalaksanaan
Pemilihan Antimikrobial
Profilaksis Perioperatif
Wound Dehiscence
Gangguan luka atau dehiscence mengacu pada pemisahan
lapisan fascia. Ini adalah komplikasi yang serius dan memerlukan
penutupan sekunder sayatan di ruang operasi. McNeeley dan
rekan (1998) melaporkan tingkat dehiscence pada fascia sekitar 1
per 300 operasi di hampir 9000 wanita yang menjalani sesar.
Kebanyakan gangguan dimanifestasikan pada sekitar hari kelima
pasca operasi dan disertai dengan keluarnya cairan
serosanguineous. Dua pertiga dari 27 dehiscences fascia
diidentifikasi dalam studi ini dikaitkan dengan infeksi fascia
bersamaan dan nekrosis jaringan.1
Necrotizing Fasciitis
Infeksi luka berat berhubungan dengan angka kematian
yang tinggi. Dalam bidang kebidanan, necrotizing fasciitis mungkin
melibatkan sayatan perut, atau mungkin mempersulit episiotomi
atau laserasi perineum lainnya. Seperti namanya, ada nekrosis
jaringan yang signifikan. Faktor risiko untuk fasciitis dirangkum oleh
Owen dan Andrews (1994), tiga dari-diabetes, obesitas, dan
hipertensi-relatif sering terjadi pada wanita hamil. Seperti infeksi
panggul, komplikasi luka biasanya polymicrobial dan disebabkan
oleh organisme yang membentuk flora normal vagina. Dalam
beberapa kasus, infeksi disebabkan oleh spesies bakteri tunggal
virulen seperti streptokokus β-hemolitikus grup A. Kadang-kadang,
infeksi necrotizing disebabkan oleh patogen yang jarang ditemui
(Swartz, 2004).1
Goepfert dan rekan kerja (1997) mengulas pengalaman
mereka dengan necrotizing fasciitis di University of Alabama
Birmingham Hospital. Sembilan kasus rumit lebih dari 5000
kelahiran sesar-frekuensi 1,8 per 1000. Dalam dua perempuan,
terjadi infeksi fatal. Dalam sebuah laporan dari Brigham and
Women’s and Massachusetts General Hospitals, Schorge dan
rekan (1998), terdapat lima wanita dengan fasciitis setelah sesar.
Tak satu pun dari wanita ini memiliki predisposisi faktor risiko, dan
tidak mati.1
Infeksi mungkin melibatkan kulit, superfisial dan jaringan
subkutan yang dalam, dan salah satu lapisan fascia
abdominopelvic. Dalam beberapa kasus, otot juga terlibat-
myofasciitis. Meskipun beberapa infeksi mematikan, misalnya, dari
streptokokus β-hemolitikus grup A, berkembang pada postpartum
awal, sebagian besar infeksi necrotizing tidak menimbulkan gejala
sampai 3-5 hari setelah melahirkan. Temuan klinis bervariasi dan
sering sulit untuk membedakan infeksi luka yang dangkal lebih
berbahaya dari satu fasia dalam. Sebuah indeks kecurigaan yang
tinggi, dengan eksplorasi bedah jika diagnosis tidak pasti, mungkin
menyelamatkan nyawa. Eksplorasi awal harus segera dilakukan.
Tentu saja, jika myofasciitis berlangsung, wanita mungkin menjadi
sakit karena keracunan darah. Hemokonsentrasi yang mendalam
dari kebocoran kapiler dengan kegagalan sirkulasi umum terjadi
dan kematian dapat segera menyusul.1
(G
Diagnosis dini meliputi debridement, antimikroba, dan
perawatan intensif adalah hal yang terpenting untuk keberhasilan
mengobati infeksi necrotizing jaringan lunak (Gallup, 2004; Urschel,
1999). Tindakan bedah meliputi debridement luas dari semua
jaringan yang terinfeksi, meninggalkan margin luas jaringan
perdarahan sehat. Ini mungkin termasuk debridement perut atau
vulva yang luas dengan unroofing dan eksisi perut, paha, atau
fascia bokong. Kematian hampir secara universal terjadi tanpa
pengobatan bedah dan mendekati 50% bahkan jika debridement
ekstensif dilakukan. Dengan reseksi luas, serat sintetis pada
akhirnya diperlukan nantinya untuk menutup sayatan fascia
(Gallup, 2004; McNeeley, 1998).1
e) Parametrial Phlegmon
Infeksi ini mulai dipikirkan ketika terjadi demam yang menetap lebih
dari 72 jam meskipun sudah mendapat terapi antimikroba intravena. 1
Phlegmon biasanya unilateral dan sering hanya terbatas pada
parametrium di dasar broad ligament. Bentuk ekstensi yang paling umum
adalah lateral di sepanjang broad ligament, dengan kecenderungan untuk
meluas ke dinding samping pelvis. Kadang-kadang, ekstensi posterior
mungkin melibatkan septum rektovaginal, menghasilkan massa posterior
yang kuat pada cervix. Biasanya, demam sembuh dalam 5 sampai 7 hari,
namun dalam beberapa kasus, bisa berlangsung lama. 1
g) Infeksi Perineal
Manifestasi Klinis
Pengobatan
2. INFEKSI PAYUDARA
Penyebab : 2
Penatalaksanaan : 2
b) Payudara Bengkak
Penyebab : 3
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui
dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada system duktus
yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak
ini sering terjadi pada hari ketiga atau ke empat sesudah
melahirkan. Statia pada pembuluh darah dan limfe akan
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakaudal, yang akan
memengaruhi segmen pada payudara, sehingga tekanan pada
seluruh payudara meningkat. Akibatnya, payudara sering terasa
penuh, tegang, serta nyeri. Kemudian di ikuti oleh penurunan
produksi ASI dan penurunan let down. Penggunaan bra yang ketat
juga bisa menyebabkan segmental engorgement, demikian pula
putinh yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada
duktus.
Gejala : 3
Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat
sulit di susui oleh bayi, karena kalang payudara lebih menonjol,
puting lebih datar dan sulit di hisap oleh bayi, kulit pada payudara
nampak lebih mengkilap, ibu merasa demam, dan payudara terasa
nyeri. Oleh karena itu, sebelum di susukan pada bayi, ASI harus
diperas dengan tangan atau pompa terlebih dahulu agar payudara
lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusu.
Penatalaksanaan : 3
Masase payudara dan ASI di peras dengan tangan sebelum
menyusui.
Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah
vena dan mengurangi rasa nyeri. Bisa dilakukan selang-
seling dengan kompres panas untuk melancarkan pembuluh
darah.
Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang
terkena untuk melancarkan aliran ASI dan menurunkan
tegangan payudara.
Pencegahan : 3
Apabila memungkinkan, susukan bayi segera setelah lahir.
Susukan bayi tanpa jadwal.
Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI
melebihi kebutuhan bayi.
Melakukan perawatan pasca persalinan secara teratur.
c) Mastitis
Mastitis adalah radang
pada payudara.1
Penyebab :1
Payudara
bengkak yang
tidak disusui secara
adekuat,
akhirnya terjadi mastitis.
Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental
engorgement, jika tidak disusui dengan adekuat, maka bisa
terjadi mastitis.
Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan
mudah terkena infeksi.
Gejala : 1
Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri lokal.
Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal.
Payudara keras dan berbenjol-benjol.
Panas badan dan rasa sakit umum.
d) Abses Payudara
Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara
merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini di sebabkan karena
meluasnya peradangan dalam payudara tersebut. 1
Gejala : 1
Ibu tampak lebih parah sakitnya.
Payudara lebih merah dan mengkilap.
Benjolan lebh lunak karena berisi nanah, sehingga perlu di
inisiasi untuk mengeluarkan nanah tersebut.
Penatalaksanaan : 1
Tekhnik menyusui yang benar.
Kompresi air hangat dan dingin.
Terus menyusui pada mastitis.
Susukan dari yang sehat.
Senam laktasi.
Rujuk.
Pengeluaran nanah dan pemberian antibiotik bila abses
bertambah.
Bila terjadi abses, menyusui dihentikan, tetapi ASI tetap
dikeluarkan.
1. Cunningham, F.G et al. 2014. William Obstetrics 24th edition. New York:
Mc Graw Hill Medical Publising Division.
2. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta :
EGC.
3. Ari Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan : Konsep Dasar
Nifas. Yogyakarta : Andi Jogjakarta.
4. Suhemi. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.
5. Mochtar R. 2011. Masa Nifas : Sinopsis Obstetri, edisi ke-3, Jakarta : EGC
6. Sastrawinata S. 1983. Masa Nifas dalam Obstetri Fisiologi bagian Obstetri
dan Ginekologi, Bandung : FK UNPAD
7. Baker PN, Kenny LC. 2011. Obstetrics by Ten Teachers. 19th ed. London :
Hodder Arnold
8. Dutta DC. 2015. Textbooks of Obstetrics including Perinatology and
Contraception. 8th ed. New Delhi : Jaypee the Health Sciences Publisher.
9. Edmonds K. 2012. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynecology. 8th
ed. Oxfors : Wiley Blackwell.
10. Dahlen H. 2015. Perineal Care and Repair. In : Paiman S, Pincombe J,
Thorogood C, Tracy S, editors. Midwifery : Preparation for Practice. 3 rd ed.
Sydney, NSW : Churchill Livingstone.
11. Zadech AJ et al. 1969. Emotional and Cognitive Changes in Pregnancy
Early Puerperium. Brit. F. Psychiat.