Disusun Oleh :
Nurmaini Simangunsong
1. Adaptasi Fisiologis
Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan pada tubuh ibu dari kondisi hamil
kembali ke kondisi sebelum hamil, yang terjadi secara bertahap.1Perubahan ini juga
terjadi untuk dapat mendukung perubahan lain yang terjadi dalam tubuh ibu karena
kehamilan, salah satunya adalah proses laktasi, agar bayinya dapat ternutrisi dengan
nutrisi yang paling tepat yaitu ASI.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, misalnya tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, tenaga kesehatan dan asuhan yang diberikan,
maupun suami dan keluarga disekitar ibu nifas.2Adapun perubahan anatomi dan
fisiologi yang terjadi pada masa nifas antara lain perubahan yang terjadi pada organ
reproduksi, system pencernaan, system perkemihan, system musculoskeletal, system
endokrin dan lain sebagainya yang akan dijelaskan berikut ini.
Perubahan Pada Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina, serviks uteri, dan
endometrium.3-6
Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada kecenderungan
vagina mengalami bengkak dan memar serta nampak ada celah antara introitus vagina.
Tonus otot vagina akan kembali pada keadaan semula dengan tidak ada pembengkakan
dan celah vagina tidak lebar pada minggu 1-2 hari pertama postpartum. Pada minggu
ketiga posrpartum rugae vagina mulai pulih menyebabkan ukuran vagina menjadi lebih
kecil. Dinding vagina menjadi lebih lunak serta lebih besar dari biasanya sehingga ruang
vagina akan sedikit lebih besar dari keadaan sebelum melahirkan.7Vagina yang bengkak
atau memar dapat juga diakibatkan oleh trauma karena proses keluarnya kepala bayi
atau trauma persalinan lainnya jika menggunakan instrument seperti vakum atau
forceps.
Perineum pada saat proses persalinan ditekan oleh kepala janin, sehingga perineum
menjadi kendur dan teregang. Tonus otot perineum akan pulih pada hari kelima
postpartum mesipun masih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.
Meskipun perineum tetap intack/utuh tidak terjadi robekan saat melahirkan bayi, ibu
tetap merasa memar pada perineum dan vagina pada beberapa hari pertama persalinan.
Ibu mungkin merasa malu untuk membuka perineumnya untuk diperiksa oleh bidan,
kecuali jika ada indikasi klinis. Bidan harus memberikan asuhan dengan
memperhatikan teknik asepsis dan antisepsis, dan lakukan investigasi jika terdapat nyeri
perineum yang dialami. Perineum yang mengalami robekan atau di lakukan episiotomy
dan dijahit perlu di periksa keadaannya minimal satu minggu setelah persalinan.
Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan adalah menjadi sangat
lunak, kendur dan terbuka seperti corong. Korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks
uteri tidak berkontraksi sehingga seolah-olah terbentuk seperti cincin pada perbatasan
antara korpus uteri dan serviks uteri.
Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri ekstermun (OUE) biasanya
mengalami laserasi pada bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan
beberapa hari setelah persalinan ostium uteri hanya dapat dilalui oleh 2 jari. Pada akhir
minggu pertama, ostium uteri telah menyempit, serviks menebal dan kanalis servikalis
kembali terbentuk. Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak dapat
kembali pada bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan melebar, dan depresi
bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi
ciri khas servis pada wanita yang pernah melahirkan/para.
Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses involusio uteri yaitu kembalinya
uterus pada keadaan sebelum hamil baik ukuran, tonus dan posisinya.1Proses involusio
juga dijelaskan sebagai proses pengecilan ukuran uterus untuk kembali ke rongga
pelvis, sebagai tahapan berikutnya dari proses recovery pada masa nifas. Namun
demikian ukuran tersebut tidak akan pernah kembali seperti keadaan nullipara. Hal ini
disebabkan karena proses pagositosis biasanya tidak sempurna, sehingga masih
tertinggal sedikit jaringan elastis. Akibatnya ketika seorang perempuan pernah hamil,
uterusnya tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan nullipara.
Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang-kadang bergeser ke atas atau ke
kanan karena kandung kemih. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum mengkaji
tinggi fundus uteri (TFU) sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar dapat
memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat.
Uterus akan mengecil menjadi separuh dalam satu minggu, dan kembali ke ukuran
normal pada minggu kedelapan postpartum dengan berat sekitar 30 gram. Jika segera
setelah persalinan TFU akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, maka hal ini
perlu dikaji labih jauh, karena merupakan tanda dari atonia uteri disertai perdarahan
atau retensi bekual darah dan darah, serta distensi kandung kemih, tidak bisa berkemih.
Ukuran uterus dapat dievaluasi melalui pengukuran TFU yang dapat dilihat pada table
dan gambar berikut ini.
Sementara itu, tinggi fundus uteri dilaporkan menurun kira-kira 1 cm per hari, yang
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Iskemia: terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus, yang membatasi aliran darah ke
uterus
Phagositosis: proses penghancuran serat dan elastisitas jaringan
Autolisis: digestasi jaringan otot oleh ensim proteolitik
Semua buangan proses masuk ke peredaran darah dan dieliminasi melalui ginjal
Lapisan desidua uterus dikeluarkan melalui darah vagina (Lochia) dan endometrium
yang baru dibentuk selama 10 hari setelah persalinan dan selesai pada minggu ke 6
postpartum
Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan tindakan seksio sesarea,
demikian juga akan terlambat pada kondisi retensio plasenta atau gumpalan darah (stoll
cell) yang tertinggal biasanya berhubungan dengan infeksi, sereta keadaan lain
misalnya adanya mioma uteri.
Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua uterus. Lokia berisi
serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga berbagai debris dari hasil produksi
konsepsi. Secara Mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel
dan bakteri. Mikroorganime ditemukan pada lokia yang menumpuk di vagina dan pada
sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan jika keluaran /dischargediambil pada pada
rongga uterus. Jumlah total pengeluaran seluruh periode lokia rata-rata 240-270ml.
Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-8
pasca persalinan yaitu:
Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga /keempat mengandung cukup
banyak darah.
Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum, berwarna merah
kecoklatan dan berlendir.
Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, lekosit dan robekan/laserasi
plasenta.
Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna putih karena
banyak mengandung sel darah putih dan berkurangnya kandungan cairan.
Sumber lain mengatakan bahwa terdapat bermacam-macam variasi dari jumlah, warna
dan durasi pengeluaran lokia.1Oleh karena itu, teori tersebut diatas belum tentu dialami
oleh semua ibu nifas secara tepat.
Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C karena kelelahan
dan pengeluaran cairan yang cukup banyak. Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C
harus merupakan tanda adanya komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis
puerperalis.
Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi menandakan adanya infeksi
Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi meningkat, maka
akan meningkat pula frekuensi pernapasan ibu. Jika respirasi meningkat hingga
30kali/menit merupakan tanda-tanda shock.
Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam pertama postpartum
(<140/90 mmHg). Jika terus meningkat, merupakan tanda adanya preeklampsia.
Monitor tekanan darah secara teratur perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus
tinggi.
Pada ibu nifas (puerineum) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan lamaya 6 minggu. Terjadi banyak perubahan
fisiologis ibu dimulai saat hamil dan memasuki masa nifas. Perubahan alat-alat genital
baik interna maupun eksterna kembali seperti
semula seperti sebelum hamil disebut involusi.
Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami perubahan-
perubahan seperti:
1. Perubahan vulva, vagina dan perineum.
2. Perubahan pada serviks
3. Involusi uteri
4. Involusi tempat plasenta
5. Perubahan endometrium
6. Ligamen
7. Payudara
8. Lokia
a. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan
kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan
kecil dan dalam prosespembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas
bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan
saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan
episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
c. Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus
uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih
tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam
dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari
luar. Involusi uterus melibatkan pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta
penglupasan situs plasenta, sebagaimana di perlihatkan dalam pengurangan dalam
ukuran dan berat serta warna dan banyaknya lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan
involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian sejumlah preparat metergin dan lainya
dalam proses persalinan. Involusi tersebut dapat dipercepat proses bila ibu menyusui
bayinya.
Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran plasenta
dan membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan desidua parietalis.
Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai akibat invasi
leukosit. Suatu lapisan yang lambat laun akan manual neorco, suatu lapisan superfisial
yang akan dibuang sebagai bagian dari lokia yang akan di keluarkan melalui lapisan
dalam yang sehat dan fungsional yang berada di sebelah miometrium. Lapisan yang
terakhir ini terdiri atas sisa-sisa kelenjar endometrium basilar di dalam lapisan zona
basalis. Pembentukan kembali sepenuhnya endometrium pada situs plasenta skan
memakan waktu kira-kira 6 minggu.
Penyebarluasan epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs menuju
lapisan uterus di sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta, selanjutnya menuju
sisa kelenjar endometriummasilar di dalam desidua basalis. Penumbuhan endometrium
ini pada hakikatnya akan merusak pembuluh darah trombosa pada situs tersebut yang
menyebabkannya mengendap dan di buang bersama dangan caira lokianya.
Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil
sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg
sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya menjadi kurang lebih
500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram,
setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah
postpartum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan
terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta di lahirkan. Setiap
kali bila di timbulkan, fundus uteri berada di atas umbilikus, maka hal-hal yang perlu
di pertimbangkan adalah pengisian uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal
jam postpartum atau pergeseran letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap
saat setelah kelahiran.
Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel.
Sebaliknya, masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-sel
tersebut membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan. Bagaimana
proses ini dapat terjadi belum di ketahui sampai sekarang.
Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak di perlukan
lagi. Hal ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak mempunyai permukaan
yang luas dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan
menua kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan
hialin. Mereka dianggap telah di gantikan dangan pembuluh-pembuluh darah baru yang
lebih kecil.
1. Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali
ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera
setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a. Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi
relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b. Atrofijaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen
saat pelepasan plasenta.
c. Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum
hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
d. Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil
seperti sebelum hamil.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-
perubahannormal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:
Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Uterus Diameter Uterus
Uteri
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
2. Lochea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena
proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa
dan alba.
Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 Merah Terdiri dari sel desidua, verniks
hari kehitaman caseosa, rambut lanugo, sisa
mekoneum dan sisa darah
Sanguilenta 3-7 Putih Sisa darah bercampur lendir
hari bercampur
merah
Serosa 7-14 Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan lebih
hari kecoklatan banyak serum, juga terdiri
dari leukosit dan robekan
laserasi plasenta
Alba >14 Putih Mengandung leukosit,
hari selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
C. Anatomi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas
otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu
untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya
kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.
3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
Gambar 1. Anatomi payudara
Korpus
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel
Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah.
Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus.
Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap
payudara.
ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa
duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).
Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat
ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-
saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
Papilla
Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan
terbenam (inverted).
Kata Kunci
anatomi payudara, anatomi dan fisiologi payudara, anatomi fisiologi payudara,
gambar anatomi payudara, struktur payudara, anatomi, bagian
payudara, fisiologi payudara, bagian bagian payudara, bagian-bagian
payudara, anatomi payudara wanita, anatomi fisiologi, anatomi mammae, bentuk
puting payudara, Anfis Payudara, anatomi mamae, duktus laktiferus, anatomi payudara
dan fungsinya, anatomi payudarah, payudara adalah, kelenjar mammae, bentuk puting
susu, struktur payudara dan fisiologi laktasi, fisiologi, fungsi mammae.
D. Fisiologi Laktasi
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum
keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan
progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga
terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu
refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu
dikarenakan isapan bayi.
Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk
membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan
aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi.
Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum
maka estrogen dan progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting
susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai
reseptor mekanik.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah: melihat bayi, mendengarkan suara
bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti: keadaan
bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas.
3.2. Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan di atas.