Anda di halaman 1dari 31

MODUL 9

ETIKA AKADEMIK

PENDAHULUAN

Anda tentu berbahagia dapat menjadi mahasiswa, mengalahkan banyak pesaing


dan masuk di Universitas Lampung (Unila) yang merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri
terbaik di Indonesia. Namun, ini baru merupakan langkah awal anda untuk menuju sukses.
Selanjutnya, sebagai insan akademik apakah tugas dan tanggungjawab anda sebagai bagian dari
civitas akademika Unila? Bagaimana peran anda sebagai mahasiswa untuk berpartisipasi dalam
membangun atmosfir akademik? Apakah anda paham tentang Plagiarisme dan upaya apa yang
harus anda lakukan untuk mencegahnya? Bagaimana pula pemahaman anda tentang sanksi
akademik apabila anda melakukan kecurangan akademik? Modul ini akan membahas tuntas
pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Namun, sebelum membahas tentang etika akademik dan unsur-unsur pembelajaran yang
terkacup di dalamnya, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian “Etika Akademik”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2008) ,
‘etika’ didefinisikan menjadi tiga pengertian, yaitu: 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, dan tentang hak serta kewajiban moral; 2) kumpulan asas atau nilai yang berkaitan
dengan akhlak; 3) asas perilaku yang menjadi pedoman. Sedangkan istilah 'akademik' atau
'akademis' menurut KBBI diartikan menjadi tiga istilah, yaitu 1) istilah 'akademis' yang
artinya mengenai atau berhubungan dengan akademi; bersifat ilmiah, bersifat ilmu
pengetahuan, bersifat teori; 2) istilah 'akademisi' yang berarti orang yang berpendidikan
tinggi, anggota akademi; 3) istilah 'akademi' mempunyai arti perkumpulan orang terkenal
yang dianggap arif bijaksana untuk memajukan ilmu, kesusasteraan atau bahasa. Atas
dasar pengertian tersebut di atas, maka istilah akademik atau akademis berarti hal-hal yang
berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan di perguruan tinggi. Dan dari pengertian
masing-masing istilah tersebut, maka secara sederhana ‘Etika Akademik’ dapat diartikan sebagai
apa yang seharusnya dilakukan oleh kalangan akademisi dalam kaitannya dengan ilmu
pengetahuan di pendidikan atau perguruan tinggi.
KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu memahami konsep peraturan akademik yang berlaku di Unila dan mampu
menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya untuk mendukung proses pembelajaran.

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tugas dan tanggungjawabnya sebagai civitas akademika
2. Mahasiswa mampu berperan serta dalam membangun atmosfir akademik
3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep plagiarisme dan upaya pencegahannya
4. Mahasiswa mampu memahami tentang sanksi akademik yang berlaku di Unila apabila
mereka melakukan pelanggaran atau kecurangan akademik.

KEGIATAN BELAJAR 1: TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB CIVITAS AKADEMIKA

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan


Tinggi, bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki
peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mamajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan memerhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan
pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Perguruan tinggi sebagai lembaga
pendidikan dengan tugas menyelenggarakan Thridharma Perguruan Tinggi yang meliputi
penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus dapat
berperan sebagai sebuah institusi yang menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas,
agar mampu berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan nasional dan memiliki daya
saing yang tinggi dalam persaingan global di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/ atau
seni. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan nasional,
maka perguruan tinggi harus dikelola dengan lebih baik. Salah satunya yaitu dengan
meningkatkan tugas dan tanggungjawab seluruh civitas akademika.

Civitas akademika yaitu seluruh masyarakat akademik yang berada di lingkungan


pendidikan atau perguruan tinggi yang turut berperan dalam menunjang keberlangsungan
proses belajar dan mengajar. Yang termasuk ke dalam lingkup civitas akademik adalah
masyarakat akademik yang terdiri dari dosen dan mahasiswa. Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui prndidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Sedangkan mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang
pendidikan tinggi (UU RI No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi).
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 pasal 12, dosen sebagai anggota civitas
akademika memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Mentransformasikan ilmu pengetahuan dan/ atau teknologi yang dikuasainya kepada
mahasiswa dengan mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran, sehingga mahasiswa
dapat berperan aktif mengembangkan potensinya;
2. Dosen sebagai ilmuwan memiliki tugas mengembangkan suatu cabang ilmu pengetauan
dan/atau teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta menyebarluaskannya;
3. Dosen secara perorangan atau berkelompok wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang
diterbitkan oleh perguruan tinggi, dan/ atau publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber
belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis
bagi seluruh civitas akademika.

Sedangkan tugas dan tanggung jawab mahasiswa yaitu:


1. Mahasiswa sebagai anggota civitas akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang
memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di perguruan tinggi untuk
menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, dan/atau profesional;
2. Mahasiswa memiliki tugas secara aktif untuk mengembangkan potensinya dengan
melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran ilmiah, dan/atau penguasaan, pengembangan,
dan pengamalan suatu cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk menjadi ilmuwan,
intelektual, praktisi, dan/atau profesional yang berbudaya;
3. Mahasiswa berkewajiban menjaga etika dan menaati norma pendidikan tinggi untuk
menjamin terlaksananya Tridharma dan pengembangan budaya akademik.

Menurut Ardianingsih dan Yunitarini (2012), agar penyelenggaraan pendidikan tinggi


semakin berkualitas, hendaknya anggota civitas akademika baik dosen dan mahasiswa selain
wajib untuk mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, juga harus senantiasa menjunjung tinggi
etika. Karena etika memiliki peran untuk menjamin kualitas jasa yang diberikan kepada
masyarakat akademik.

KEGIATAN BELAJAR 2: MEMBANGUN ATMOSFIR AKADEMIK

Suasana atau atmosfer akademik yaitu sejumlah sarana untuk memlihara interaksi antara
mahasiswa dan dosen baik untuk urusan akademik maupun non-akademik dalam rangka
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan akademik mahasiswa dan
profesionalisme dosen. Suasana akademik yang kondusif dalam kegiatan belajar dan mengajar
dipengaruhi terutama oleh unsur mahasiswa, dosen, pimpinan, dan staf pendukung lainnya yang
ikut berperan. Oleh sebab itu, keempat komponen tersebut didorong untuk saling berhubungan
secara efisien, dengan tetap harus saling memerhatikan etika hubungan antar manusia.

Hubungan antara dosen dan mahasiswa dapat dilakukan dalam bentuk perkuliahan tatap
muka, konsultasi mahasiswa, pembimbingan kerja praktek, tugas akhir, dan kegiatan sosial
bersama. Selain itu interaksi antar dosen dan mahasiwa terjadi pada saat perwalian, ataupun
konsultasi lainnya. Beberapa contoh cara yang dapat diterapkan antara dosen dan mahasiswa
untuk membangun atmosfer akademik yang kondusif yaitu:
1. Dosen memiliki waktu yang terbuka untuk melayani mahasiswa dalam melakukan
bimbingan dan konseling, baik yang bersifat akademik seperti konsultasi mengenai tugas
akhir, pemilihan tempat Praktek Umum (PU), pemilihan mata kuliah yang akan diambil, dan
lain-lain. Begitu juga untuk konsultasi mengenai masalah non akademik seperti masalah
keluarga, sosial, dan lain-lain;
2. Dosen menyediakan diri untuk mendampingi sebagai tutor pada pelatihan-pelatihan yang
dilakukan oleh mahasiswa;
3. Mengikutsertakan mahasiswa dalam berbagai kepanitiaan, seperti kerjasama dengan instansi
pemerintah maupun swasta, berbagai kegiatan seminar nasional, pameran hasil-hasil
penelitian, penelitian-penelitian, dan kegiatan pengabdian kepada masyarakat;
4. Melaksanakan kegiatan yang dapat membangun kebersamaan antara dosen, karyawan, dan
mahasiswa seperti olahraga bersama (senam) yang diatur secara terjadwal.

Suasana atau atmosfir akademik di lingkungan Unila, khususnya program studi, akan tercipta
dan dapat dicapai serta ditingkatkan dengan cara sbb;

a. Tersedianya rancangan yang baik dan baku tentang strategi penciptaan dan pengelolaan
suasana akademik yang sehat dengan diserta oleh kepemilikan etos kerja dan etos belajar
yang tinggi.
b. Tersedianya kurikulum program studi yang bermutu tinggi
c. Tersedianya dosen mencukupi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif
d. Terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang bermutu, produktif, memiliki etos kerja
serta berdisiplin yang tinggi, yang mengutamakan prestasi ketimbang pristize
e. Terciptanya pengelolaan institusi secara transfaran dan sehat, dinamis, serta produktif,
yang berbasis kepada profesionalisme dan ketulusan serta perhatian yang bersifat
responsif yang tinggi terhadap berbagai permasalahan, terutama yang menyentuh
langsung dan dalam rangka terciptanya kegiatan pembelajaran yang kondusif dan
bermutu.
f. Terciptanya system hubungan dan Komunikasi, Interaksi, Edukasi serta Singkronisasi
(KIES ) yang sehat, baik hubunagan vetikal maupun hubungan horizontal diantara
cevitas akademik dilingkungan Untirta.
g. Terselenggara dan tercapainya susana layanan kegiatan pembelajaran yang kondusif,
bermutu, demokratis, dinamis dan produktif, baik bagi mahasiswa dan terutama lagi bagi
dosen dilingkungan Untirta
h. Tersedianya dan sekaligus dimanfaatkanya berbagai sarana dan prasarana pendukung
kegiatan pembelajaran yang mencukupi baik dari aspek kuantitatif maupun dari aspek
kualitatif .
i. Adanya perhatian dan tindakan yang responsive, tulus dan sungguh-sungguh dari pihak
pengelola Untirta terhadap pemenuhan berbagai kebutuhan layanan pendidikan yang baik
serta dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan ( mahasiswa dan dosen ) dilingkungan
Untirta.
j. Terciptanya kebebasan mimbar dan otonomi akademik yang santun, dan harmoni, yang
berlandaskan kepada nilai-nilai intlektualitas humanis, dan nilai-nilai human dignity
sesuai bidang keilmuan yang ditekuni.
k. Tersedianya jaringan global / networking yang mencukupi baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif.
l. Terciptanya hubungan dan komunikasi inter dan antarpersonal yang sehat
m. Terselenggaranya kegiatan eskur yang dinamis dan produktif yang berbasis kepada
bidang keilmuan yang ditekuni
n. Terselenggaranya kegiatan pengembangan diri mahasiswa yang berbasis kepada potensi
dan kompetensi yang dimiliki dengan mempertimbangkan berbagai masa depan lapangan
pekerjaan
o. Diperlukan adanya kegiatan monitoring dan evaluasi / supervise klinis terhadap kegiatan
pembelajaran yang sedang berlangsung,

Selain itu, institusi juga berperan untuk meningkatkan kondisi yang bernuansa pendidikan
dan berorientasi pada kebutuhan akan ilmu dan teknologi yaitu dengan mengirimkan dosen dan
karyawan untuk mengikuti pelatihan di bidang teknologi informasi dan manajemen untuk
selanjutnya disebarkan kepada mahasiswa. Dengan beberapa cara tersebut di atas, diharapkan
dapat tercipta atmosfer akademik yang harmonis antar civitas akademika di perguruan tinggi.

KEGIATAN BELAJAR 3: PLAGIARISME: DEFINISI, BENTUK DAN UPAYA


PENCEGAHANNYA

9.3.1 Definisi Plagiarisme

Pernyataan plagiarisme akhir-akhir ini semakin marak diperbincangkan yang masih


menimbulkan pertanyaan apakah seseorang dapat dinyatakan melakukan perbuatan plagiarisme
atau tidak, seperti perbuatan yang dilakukan oleh hampir 40 mahasiswa dicurigai melakukan
plagiarisme pada tulisan modul yang “sangat mirip” satu sama lainnya (Herqutanto, 2013).
Contoh lain, Asa Firda Nihaya, remaja asal Banyuwangi yang tulisannya viral di media sosial,
telah dianggap melakukan plagiat karena tulisannya memiliki kemiripan dengan tulisan yang
dibuat oleh Mita Handayani (pemilik akun facebook). Di sisi lain, Rhenald Kasali (Guru Besar
Universitas Indonesia) menyatakan bahwa plagiat atau tidak, ini hanya berlaku untuk karya
ilmiah. Sepanjang kata-kata atau tulisan merupakan pendapat umum, hal itu tidak bisa
dikategorikan sebagai plagiarisme, sehingga perbuatan Asa Firda dapat dikategorikan bukan
perbuatan plagiarisme (KOMPAS.com/Ira Rachmawati, diakses…..).
Contoh tersebut mencerminkan bahwa perbuatan plagiarisme sangat berkaitan dengan karya tulis
seseorang, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah sebuah karya tulis yang dibuat
mengandung perbuatan plagiarisme. Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya perlu
mengetahui dan memahami definisi plagiarisme terlebih dahulu.

Definisi Plagiarism dikembangkan dari berbagai versi, bahkan banyak peneliti mengungkapkan
bahwa istilah plagiarisme belum memiliki definisi yang disetujui secara universal, seperti
ungkapan Abukari (2016). Lebih lanjut, Abukari (2016) menyatakan bahwa setiap institusi
mengembangkan definisi sendiri dan kemudian dinterpretasikan secara berbeda oleh setiap
individu tentang hal-hal apa yang dikatakan plagiarisme atau yang tidak dikatakan plagiarism
(Neville, 2007; Colins, 2007: 28; Leask, 2006: 185 yang disitasi oleh Sentleng & King, 2012).
Berikut beberapa pemaparan definisi Plagiarisme yang dapat dikutip penulis dari aspek
etimologis, arti Bahasa kamus, dan versi peraturan perundang-undangan di dunia Pendidikan
khususnya.
Berdasarkan aspek etimologis, kata Plagiarisme berasal dari bahasa Inggris Plagiarism, yang
diadopsi dari kata Latin, yaitu Plagiarus yang berarti penculik atau penjiplak. Kemudian, dalam
Bahasa Indonesia diserap dan dikenal dengan istilah Plagiat. Oleh karena itu, Plagiat menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yaitu pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya)
orang lain dan menjadikannya seolah‐olah karangan (pendapat) sendiri.

Plagiarisme menurut Oxford American Dictionary (Claubaugh dan Rozycki, 2001) merupakan
perbuatan seseorang dengan cara mengambil dan menggunakan ide orang lain atau menulis atau
menyatakan temuan atau ide orang lain adalah karya atau idenya secara pribadi (“to take and use
another person’s ideas or writing or inventions as one’s own”).

Online Dictionary for Library and Information Science (http://www.abc‐


clio.com/ODLIS/odlis_p.aspx) menyebutkan bahwa Plagiarisme adalah “Copying or closely
imitating the work of another writer, composer etc. without permission and with the intention of
passing the result of as original work”, yang mengandung makna bahwa Plagiarime merupakan
tindakan mengkopi atau meniru karya orang lain, atau mencuri (gagasan/karya intelektual) orang
lain tanpa permisi, dan mengklaim atau mengumumkannya sebagai miliknya.

Sementara itu, menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Plagiarisme atau sering disebut Plagiat
adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan
menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak
pidana karena mencuri hak cipta orang lain (https://id.wikipedia.org/wiki/Plagiarisme)

Definisi Plagiarisme menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2010 adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba
memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh
karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan
sumber secara tepat dan memadai. Sedangkan pelaku plagiat dikatakan sebagai Plagiator, yang
dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2010, pada Pasal 3 bahwa Plagiator di Perguruan Tinggi adalah 1) satu atau lebih mahasiswa; 2)
satu atau lebih dosen/peneliti/tenaga pendidikan atau; 3) satu atau leboih dosen/peneliti/tenaga
kependidikan bersama satu atau lebih mahasiswa.

Definisi Plagiarisme tersebut di atas mengimplikasikan bahwa dalam dunia pendidikan tinggi
mahasiswa, dosen atau peneliti dalam membuat sebuah karya ilmiah dituntut kejujuran untuk
menyertakan sumber karangan dari pemilik asli sebuah karya. Jika tidak mencantumkan
sumbernya, berarti Plagiarisme yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen atau peneliti dianggap
melakukan kegiatan kecurangan akademik atau penipuan akademis. Sejalan dengan ini,
Kecurangan akademik menurut Peraturan Akademik Universitas Lampung Tahun 2016 pasal 36
berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Lampung No. 06 tahun 2016, merupakan suatu
perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai
nilai yang baik. Definisi ini sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Steven Dowshen
(2011, dikutif dari Ariska, 2015) berpendapat bahwa “Plagiarism is a form of cheating, but it’s a
little complicated so a kid might do it without understanding that it’s wrong ”, yang berarti bahwa
plagiarisme adalah salah satu bentuk kecurangan atau mencuri, tetapi hal ini agak sedikit
komplek, sehingga anak-anak bisa melakukannya tanpa memahami bahwa perbuatannya
sebenarnya adalah salah.

Dengan demikian tindakan plagiarisme dalam bentuk apapun tetap dikenai sanksi karena
merupakan tindakan penipuan akademis atau melanggar etika akademis. Lebih lanjut, undang-
undang nomor 19 tahun 2002 menyebutkan bahwa plagiarisme melanggar etika dalam
penerbitan suatu karya akan dikenakan sanksi.

9.3.2 Bentuk Plagarisme

Bentuk Plagiarisme bervariasi yang dapat dilihat dari berbagai aspek dan jenis plagiarism, seperti
yang dinyatakan oleh beberapa pendapat penulis berikut ini.

Bentuk Plagiarisme menurut Sastroasmoro (2007) diklasifikasikan dalam berbagai aspek, yaitu
a. Berdasarkan aspek yang dicuri, adalah:
 Plagiarisme ide : Mengambil ide yang sudah ada tanpa menyebut sumber dengan jelas.
 Plagiarisme isi (data penelitian): Mengambil data penelitian orang lain.
 Plagiarisme kata, kalimat, dan paragraph
 Plagiarisme total, merupakan perbuatan plagiasi yang dilakukan seseorang dengan
menyalin hasil karya orang lain secara seluruh dan mengakuinya sebagai karya sendiri, dan
biasanya penulis hanya mengganti nama penulis atau instansi penulis aslinya dengan nama
dan instansinya sendiri. Kemudian, penulis tersebut melakukan sedikit perubahan pada
tulisan yang ditiru dari sumber aslinya.
b. Berdasarkan aspek sengaja atau tidaknya plagiarism, adalah
 Plagiarisme yang disengaja dilakukan
 Plagiarisme yang tidak disengaja dilakukan

Bentuk Plagiarisme ini dilakukan dapat berupa menggunakan ide, kata, frase, kalimat, atau
paragraf orang lain tanpa menyebut sumber, baik disengaja atau pun tidak disengaja karena
ketidaktahuan. Plagiarisme tidak sengaja mungkin dapat terjadi sebagai akibat tanpa
sepengetahuan penulis bahwa ide atau karya penulis telah dibuat oleh penulis lain yang memiliki
ide atau karya yang sama.

c. Berdasarkan aspek proporsi atau persentasi kata, kalimat, paragraf yang dibajak
 Plagiarisme ringan : jumlah persentasi kata, kalimat, paragraf yang dibajak sebanyak
kurang dari 30%
 Plagiarisme sedang : jumlah persentasi kata, kalimat, paragraf yang dibajak sebanyak 30-
70%
 Plagiarisme berat: jumlah persentasi kata, kalimat, paragraf yang dibajak sebanyak lebih
dari 70%.

d. Berdasarkan pada aspek pola plagiarisme


 Plagiarisme kata demi kata (word for word plagiarizing): mengambil sebagian kecil
(kalimat) dapat satu paragraf, atau bahkan seluruh makalah tanpa digubah menurut aturan
penulisan dan tidak menyebutkan sumber.
 Plagiarisme mosaik: menyalin dengan menyisipkan kata, frase atau kalimat dari penulis
lain lalu menyambungkannya secara acak.

Selain itu masih dikenal pula istilah autoplagiarism atau self-plagiarism (vide infra), yaitu
memakai karya sendiri secara identik tanpa melampirkan sumber karya aslinya, seperti yang
dinyatakan dalam Soelistyo (2011). Lebih lanjut Soelistyo (2011) menyatakan bahwa plagiarisme
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu
1. Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism).
Pengarang menulis ulang kata-kata dari pengarang lain (tanpa perubahan
sedikitpun) tanpa menyebutkan sumbernya.
2. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source).
3. Pengarang memakai ide orang lain tanpa mencantumkan pengutipan yang jelas
(tanpa mengutip sumbernya secara rinci).
4. Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship).
Pengarang menyatakan diri sebagai pengarang dari karya orang lain.
5. Self Plagiarism.Pengarang yang mempublikasikan satu artikel tidak hanya di satu
redaksi saja, tetapi juga memasukkan karangan yang sama di redaksi publikasi
lain. Selain itu, suatu usaha dari pengarang untuk mendaur ulang karya dari orang
lain juga termasuk dalam jenis ini. Menurut The American Psycological
Association (2010, dalam Penerbit Deepublish, diakses dari
https://penerbitdeepublish.com) bahwa self-plagiarisme mengacu pada praktek
menyajikan kembali karyanya sendiri yang diterbitkan sebelumnya seolah-olah
baru. Sejalan dengan pemikiran ini, Roig (2006) menyatakan bahwa self-
plagiarism terjadi “ketika penulis menggunakan kembali tulisan yang telah
mereka kerjakan sebelumnya atau data dalam karya tulis ‘baru’ tanpa memberi
tahu pembaca bahwa bahan tersebut telah disajikan di tempat lain”.

Roig (2006) mengidentifikasi self-plagiarism menjadi tiga jenis, yaitu:


1. Mempublikasikan karya tulis yang sama yang telah diterbitkan di tempat lain tanpa
memberitahu pembaca atau penerbit jurnal.
2. Penerbitan sebuah studi yang signifikan sebagai studi yang lebih kecil untuk
meningkatkan jumlah publikasi daripada penerbitan satu studi besar.
3. Menggunakan kembali bagian dari suatu tulisan sebelumnya (baik teks yang diterbitkan
atau tidak diterbitkan).

Utorodewo, dkk (2007) menyatakan bahwa bentuk plagiarisme dalam berbagai jenis yaitu
o Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri
o Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
o Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
o Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri
o Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa
menyebutkan asal-usulnya
o Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan
sumbernya
o Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian
kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

Terdapat 6 bentuk Plagiarisme jika merujuk pada “Harvard Guide to Using Sources” (Diakses
dari https://usingsources.fas.harvard.edu/Avoiding Plagiarims, yaitu
1. Plagiarisme Verbatim (Verbatim Plagiarism), terjadi jika penulis menulis ulang
kata per kata dari sumber tanpa perubahan sedikitpun dan tanpa memberikan
sitasi terhadap kata-kata tersebut.
2. Plagiarisme Mosaik (Mosaic Plagiarism), terjadi jika penulis menulis ulang
ide/informasi dari sumber (atau beberapa sumber sekaligus) dengan hanya
merubah satu atau beberapa kata acak menjadi sinonim-nya, bukan dengan
menggunakan kalimat sendiri, dan tanpa memberikan kutipan dengan jelas.
Plagiarisme mosaik sering kali dapat terjadi dengan tanpa disengaja oleh penulis.
3. Parafrase yang kurang memadai (Inadequate paraphrase), terjadi jika parafrase
dilakukan dengan hanya merubah beberapa kata atau menulis ulang dengan
bahasa sendiri, tetapi masih mirip dengan sumber, maka hal tersebut akan menjadi
kurang memadai dan berakhir dengan plagiat walaupun sitasi telah diberikan.
Setelah paraphrase berhasil dilakukan, sitasi terhadap sumber harus tetap
dilakukan dengan benar.
4. Parafrase yang tidak disitasi (Uncited Paraphrase), terjadi jika ide/informasi dari
sumber telah ditulis ulang dengan kata-kata dan cara yang baru yang dapat
dibedakan dengan jelas dengan sumber, dan dapat dikatakan ide tersebut tetap
bukan ide penulis sendiri, tetapi tetap tidak mencantumkan sumber.
5. Kutipan yang tidak di-sitasi (Uncited Quotation), terjadi jika dalam penulisan
ide/informasi dari sumber yang sudah diberi tanda kutip, tetapi tidak disitasi.
6. Menggunakan bahan/materi dari pekerjaan orang lain (Using material from
another student’s work), terjadi ketika ide/informasi muncul dalam suatu diskusi
bersama beberapa kolega/pelajar atau di dalam kelas, maka bentuk penghargaan
harus tetap dilakukan dalam bentuk catatan kaki. Atau jika pencetus ide dalam
diskusi dapat diidentifikasi, maka penulis wajib mencantumkan sumber pencetus
ide secara spesifik. Bila ide penulis muncul dalam suatu diskusi maka kredit
terhadap forum diskusi dapat dilakukan terhadap forum diskusi dalam bentuk
catatan kaki, missal: “saya berterima kasih kepada kelas 01 mata kuliah
antropologi 1 karena telah membuka pikiran saya

Beberapa bentuk Plagiarisme lain menurut Peraturan Akademik Universitas Lampung Tahun
2016 pasal 36, secara khusus dalam ayat 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 berdasarkan Surat Keputusan
Rektor Universitas Lampung No. 06 tahun 2016, antara lain berupa:
a. mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi
dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa
menyatakan sumber secara memadai;
b. mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data
dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan
dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai;
c. menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan
sumber secara memadai.
d. merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat sendiri dari sumber kata-kata dan/atau
kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara
memadai;
e. menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh
pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara memadai.

Kata Sumber yang dimaksud tersebut di atas mengandung makna bahwa orang perseorangan
atau kelompok orang masing-masing bertindak untuk diri sendiri atau kelompok atau untuk dan
atas nama suatu badan, atau anonim penghasil satu atau lebih karya dan/atau karya ilmiah yang
dibuat, diterbitkan, dipresentasikan, atau dimuat dalam bentuk tertulis baik cetak maupun
elektronik.

Karya dan/atau karya ilmiah yang dibuat dapat berupa komposisi musik; perangkat lunak
komputer; fotografi: lukisan; sketsa; patung; atau hasil karya dan/atau karya ilmiah sejenis
lainnya.

Karya dan/atau karya ilmiah yang diterbitkan dapat berupa a) buku yang dicetak dan diedarkan
oleh penerbit atau perguruan tinggi; b) artikel yang dimuat dalam berkala ilmiah, majalah, atau
surat kabar; c) kertas kerja atau makalah profesional dari organisasi tertentu; d) isi laman
elektronik; atau hasil karya dan/atau karya ilmiah lainnya.

Karya dan/atau karya ilmiah yang dipresentasikan dapat berupa a) presentasi di depan halayak
umum atau terbatas; b) presentasi melalui radio/televesi/vidieo/cakram padat/cakram vidieo
digital; atau c) bentuk atau cara lainnya tidak termasuk dalam poin a) dan b).

Karya dan/atau karya ilmiah yang dimuat dalam bentuk tertulis dapat berupa cetakan dan/atau
elektronik.

Pernyataan sumber dinyatakan memadai apabila dilakukan sesuai dengan tata cara pengacuan
dan pengutipan dalam gaya selingkung setiap bidang ilmu, teknologi, dan seni. Gaya selingkung
yang dimaksud sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang
tertuang dalam Pasal 1, merupakan pedoman tentang tata cara penulisan karya ilmiah yang
dianut oleh Perguruan Tinggi untuk setiap bidang ilmu, teknologi, dan seni.

9.3.3 Upaya Pencegahan Plagiarisme

Plagiarisme harus dapat dihindari dengan berbagai upaya. Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 terdapat dua (2) acara untuk menghindari Plagiarisme,
yaitu dengan cara pencegahan dan penanggulangan. Pencegahan Plagiarisme merupakan
tindakan preventif yang harus dilakukan pimpinan perguruan tinggi agar tidak terjadi Plagiarisme
di lingkungan Perguruan Tinggi. Penggulangan Plagiarisme merupakan tindakan represif yang
wajib dilakukan pimpinan Perguruan Tinggi dengan cara pemberian sanksi kepada pelaku
Plagiarisme yang bertujuan untuk mengembalikan kredibilitas akademik atau meningkatkan citra
akademik Perguruan Tinggi.

Berbagai bentuk pencegahan atas aktivitas plagiarisme yang dimuat dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di
Perguruan Tinggi, khususnya pada pasal 6, 7, 8, dan 9 yaitu antara lain pengawasan terhadap
penerapan kode etik dan pelaksanaan gaya selingkung oleh pimpinan perguruan tinggi;
perguruan tinggi secara berkala mendesiminasikan kode etik dan gaya selingkung kepada tenaga
pendidik (dosen), mahasiswa, peneliti, dan tenaga kependidikan agar tercipta budaya anti
Plagiarisme; setiap karya ilmiah yang dihasilkan di lingkungan Perguruan Tinggi, penulis karya
ilmiah wajib melampirkan surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa karya ilmiah tersebut
tidak mengandung unsur plagiarism, dan jika dikemudian hari terdapat plagiarism dalam karya
ilmiah tersebut maka penulis karya ilmiah tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku; Pimpinan Perguruan Tinggi berkewajiban mengunggah
semua karya ilmiah yang dihasilkan di lingkungan perguruan tingginya, seperti portal Garuda
atau portal lain yang ditetapkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi; semua karya ilmiah yang
digunakan untuk kenaikan jabatan akademik dan kepangkatan tenaga pendidik (dosen) wajib
dinilai oleh sejawat sebidang paling sedikit dua (2) orang dosen yang memiliki jabatan akademik
dan kualifikasi akademik yang setara atau lebih tinggi dari jabatan akademik dan kualifikasi
akademik dosen yang karya ilmiahnya akan dinilai.

Sementara itu, penggulangan atas tindakan plagiarisme yang dimuat dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesai No. 17 Tahun 2010, pada Pasal 10 dan 11 menyebutkan
antara lain bahwa jika mahasiswa diduga melakukan Plagiarisme, ketua
Jurusan/Departemen/Bagian membuat persandingan antara karya ilmiah mahasiswa dengan
karya ilmiah mahasiswa yang sumbernya tidak dicantumkan untuk mengaji lebih lanjut apakah
ada tindakan Plagiarisme; dan bilamana pelaku Plagiarism terbukti melakukan tindakan
Plagiarisme, maka yang bersangkutan dikenakan sanksi dari yang paling ringan dan yang paling
berat (Pasal 12).
Selain bentuk pencegahan menurut peraturan tersebut di atas, terdapat beberapa bentuk
pencegahan lainnya, yaitu antara lain:
a. Melakukan sosialisasi atas Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta
bahwa plagiarisme melanggar etika dalam penerbitan suatu karya, dan jika melanggar
undang-undang ini maka pelaku plagiarism akan dikenakan sanksi, selain sosialisas atas
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang Plagiarisme secara
intensif dalam berbagai forum ilmiah baik di tingkat Perguruan Tinggi sendiri maupun di
tingkat Nasional kepada seluruh masyarakat akademis.
b. Melakukan pengutipan, paraphrase, dan membuat ringkasan seperti yang dinyatakan
dalam http://writing.mit.edu/wcc/avoidingplagiarism.
a. Melakukan Pengutipan dengan cara: 1) Menggunakan dua tanda kutip, jika mengambil
langsung satu kalimat, dengan menyebutkan sumbernya; 2) Menuliskan daftar pustaka,
atas karya yang dirujuk, dengan baik dan benar. Yang dimaksud adalah sesuai panduan
yang ditetapkan masing-masing institusi dalam penulisan daftar pustaka.
b. Melakukan Paraphrase, sama halnya dengan saran Yamada (2003), dengan cara
mengungkapkan ide/gagasan orang lain dengan menggunakan kata-kata sendiri ke dalam
Bahasa yang lebih sederhana, tanpa merubah maksud atau makna ide/gagasan dengan
tetap menyebutkan sumbernya. Paraphrase sangat perlu dilakukan untuk memudahkan
pembaca dalam memahami isi tulisan.
Beberapa contoh melakukan Paraphrase, seperti yang dinyatakan dalam Istiana dan
Purwoko (2016), yaitu
Kalimat asli 1:
“There is now strong evidence that smoking cigarettes is linked to baldness in
young women”
Hasil Paraphrase:
Smoking has been linked to baldness in young women (Smith, 2004)
Kalimat asli 2:
The low self‐monitoring person is generally more attentive to his/her internal
attitudes and dispositions than to externally based information such as others’
reactions and expectations (Baxter, 1983, p. 29).
Hasil Paraphrase:
According to Baxter (1983), if a person has a low self‐monitor, then he/she tends
to pay more attention to his/her attitudes, rather than to the ways others might
expect him/ her to behave.

c. Yamada (2003) juga menyarankan bahwa untuk menghindari Plagiarisme, penulis perlu
menekankan pada peran pemikiran inferensial untuk menstrukturkan kembali kalimat-
kalimat dari beberapa sumber.
d. Membuat ringkasan dengan cara menempatkan ide-ide penting dalam suatu paragraph
dengan menggunakan Bahasa sendiri.

Istiana (2013) menyebutkan bahwa upaya mencegah plagiat dapat juga dilakukan dengan cara
mendeteksi hasil karya tulis melalui aplikasi software pendukung antiplagiarisme baik yang
berbayar maupun yang tidak berbayar, seperti antara lain:
1. Untuk aplikasi berbayar dapat menggunakan aplikasi Turnitin dan dapat diakses melalui situs
www.turnitin.com.
2. Untuk aplikasi tidak berbayar dapat menggunakan aplikasi: a) Wcopyfind yang dapat diakses
di situs www.plagiarism.phys.virginia.edu; b) Viper yang dapat diakses melalui
www.scanmyessay.com; c) Article Checker, yang dapat dikases pada situs
www.articlechecker.com

Kemudian, Istiana dan Purwoko (2016) menyebutkan beberapa tip bagi penulis agar terhindar
dari Plagiarisme, yaitu
1. Menentukan jenis buku yang hendak dibaca.
2. Meneyediakan beberapa kertas kecil (seukuran saku) dan menyatukannya dengan penjepit.
3. Menuliskan judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, tempat terbit, jumlah halaman
pada kertas kecil paling depan
4., Menyalin ide utama yang anda dapatkan pada kertas‐kertas kecil tersebut, bersamaan
dengan membaca buku.
5. Memfokuskan pada hasil catatan setelah selesai membaca buku.
6. Jika ingin menyitir atau menyitasi
dari buku yang telah dibaca, fokuslah pada kertas catatan.
7. Mengembangkan kalimat sendiri dari catatan yang telah dibuat.
8. Jangan lupa selalu menulisakn sumber kutipan.
9. Untuk lebih meyakinkan bahwa tulisan tidak mengandung unsur plagiarisme, sebaliknya
penulis dapat menggunakan aplikasi/software untuk mengecek tingkat plagiarisme tinggi,
seperti aplikasi Turnitin, Wcopyfind, vyper, plagiarism‐detect, AiMOS.
10. Untuk mengelola sitasi dan daftar pustaka, penulis dapat menggunakan aplikasi Zotero,
Mendeley, dan Endnote.

Mayangsari dan Endah (2015) mengusulkan 6 upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari
Plagiarisme, yaitu
1. Semua ide/informasi yang didapat dari sumber diberi kutipan
2. Penulis wajib melakukan parafrase kutipan-kutipan tersebut, dengan tanpa melihat
kutipan tersebut (hapus kutipan dari teks).
3. Penulis wajib mengecek kembali paraphrase dengan kutipan yang dibuat. Jika parafrase
yang dibuat terlalu mirip dengan kutipan maka coba parafrase lagi dengan cara yang lain.
4. Jika parafrase terlalu sulit dilakukan, maka penulis lebih baik membiarkan ide/informasi
dalam bentuk kutipan.
5. Kutipan maupun paraphrase yang dibuat harus selalu disitasi. Lebih tepatnya, semua
tulisan yang tidak berasal dari pemikirin sendiri harus selalu disitasi.
6. Diskusikan selalu dengan pembimbing atau para ahli yang relevan.

Upaya yang dilakukan untuk menghindari Plagiarisme jika merujuk pada “Harvard Guide to
Using Sources” dikutif dari https://usingsources.fas.harvard.edu, yaitu
1. Plagiarisme Verbatim (Verbatim Plagiarism) dapat dihindari dengan memberikan
sitasi dengan benar (mencantumkan halaman sumber) dan memberi tanda kutip
atau menulis miring kata-kata yang berasal dari sumber. Walau
sebelum/sesudah/diantara kalimat sumber telah ditambahkan kata-kata yang
berasal dari penulis sendiri, sitasi dan tanda kutip atau penulisan miring terhadap
kata-kata yang berasal dari sumber tetap harus dilakukan sehingga pembaca tau
bahwa ide/informasi tersebut bukan milik penulis.
2. Plagiarisme Mosaik (Mosaic Plagiarism) dapat dihindari dengan menunjukkan
kutipan dan sitasi, sehingga kebingungan penulis terhadap ide dari sumber dengan
ide dari penulis sendiri dapat dihindari. Penulis dapat juga memparafrase
ide/informasi tersebut dan tetap memberikan sitasi.
3. Parafrase yang kurang memadai (Inadequate paraphrase) dapat dihindari dengan
cara menjauhi sumber sehingga penulis akan terpacu untuk menulis ulang
ide/informasi dengan kata-kata dan cara yang baru. Setelah selesai penulis dapat
meninjau kembali sumber untuk memastikan plagiat tidak terjadi.Setelah
paraphrase berhasil dilakukan, sitasi terhadap sumber harus tetap dilakukan
dengan benar.
4. Parafrase yang tidak disitasi (Uncited Paraphrase) dapat dihindari dengan tetap
harus memberikan sitasi, sehingga pembaca tahu dan dapat menelusuri sumber.
Inti dari sitasi adalah selama ide atau informasi bukan milik penulis maka sitasi
harus dilakukan sebagai bentuk penghargaan penulis terhadap hasil pemikiran
sumber.
5. Kutipan yang tidak disitasi (Uncited Quotation) dapat dihindari dengan harus
tetap memberikan kutipan yang disitasi bersumber dari pemiliki aslinya. Dengan
sitasi, pembaca akan tahu siapa pemilik ide/informasi tersebut dan dapat
menelusuri sumber.
6. Menggunakan bahan/materi dari pekerjaan orang lain (Using material from
another student’s work) dapat dihindari dengan cara memberikan penghargaan
kepada pencetus ide dalam suatu forum diskusi yang dicatat dalam bentuk catatan
kaki, atau dengan mencantumkan sumber pencetus ide. Contoh, “saya berterima
kasih kepada sumber pencetus ide (bias dalam bentuk nama, atau asosiasi…..)
yang telah memberikan ide atau masukan, sehingga menambah cakrawala tulisan
ini menjadi lebih baik dan bermanfaat.

Nafiah (2016, dalam Maqin dan Nafiah 2016) menjelaskan bahwa upaya menghindari
Plagiarisme dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu antara lain:
1. Mengenalkan dan memacu Budaya Menulis dan Kesadaran Literasi sangat penting dilakukan
sejak dini, dimulai dari anak-anak mengenyam Pendidikan anak usia dini (PAUD) atau taman
kanak-kanak. Selain memacu budaya menulis, institusi pendidikan perlu juga
membangkitkan semangat kesadaran literasi yang baik, sehingga diharapkan akan muncul
kesadaran untuk menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber tulisan sesuai
pedoman yang ada.
2. Mensosialisasikan tentang bahaya melakukan Plagiarisme, khususnya tentang apa dan
bagaimana plagiarisme, serta konsekuensinya jika melakukan Plagiarisme, dengan
memasukan upaya pencegahan dan penangulangan Plagiarisme kepada seluruh khalayak
masyarakat umumnya, dan masyarakat akademis khususnya terutama di sekolah dan
perguruan tinggi. Pemerintah dapat bekerjasama dengan pihak sekolah dan universitas
sebagai lingkungan yang mencetak para akademisi untuk memahami etika dan pedoman
penulisan yang baik bagi para siswa dan mahasiswa serta para tenaga pendidik, peneliti dan
tenaga Pendidikan.
3. Sekolah dan Perguruan Tinggi harus menciptakan iklim akademik yang sehat agar mampu
mencegah timbulnya teknik menulis dengan plagiarisme akademik melalui mekanisme chek
& re-check terhadap suatu karya tulis melalui pemanfaatan perkembangan teknologi seperti
piranti lunak pemindai plagiasi.
4. Memberikan sanksi yang tegas serta memberi efek jera bagi Plagiator. Pemberian sanksi
harus dilakukan secara adil tanpa memihak, sehingga diharapkan kesadaran akan pentingnya
pertanggungjawaban dalam menulis sebuah karya akademik tercipta, serta kesadaran dan
komitmen penulis untuk mendapat karya tulisan bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan
sebagai syarat kelulusan atau akreditasi dapat terealisasi.

KEGIATAN BELAJAR 4: SANKSI AKADEMIK

Sanksi bagi pelaku plagiarisme dan atau melakukan kecurangan akademik dapat dilakukan
dalam beberapa jenis jika ditinjau dari aspek hukum yang berlaku dengan merujuk pada
beberapa peraturan yang berlaku. Setiap institusi terkait khususnya Institusi Pendidikan akan
memberi Sanksi akademik bagi pelaku plagiarisme dan atau kecurangan akademik, seperti
beberapa jenis sanksi berikut ini.
Bagi mahasiswa yang melakukan perbuatan Plagiarisme, sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi pada Pasal 12 ayat 1, akan dikenakan sanksi sesuai
dengan urutan sanksi dari yang paling ringan sampai yang paling berat berupa:
o Teguran;
o Peringatan tertulis;
o Penundaan pemberian hak sebagai mahasiswa;
o Pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa;
o Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa;
o Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa, atau;
o Pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program.

Sanksi yang diberikan bagi dosen/peneliti/tenaga kependidikan berdasarkan Peraturan Menteri


Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi pada Pasal 12 ayat 2, dapat berupa:
o Teguran;
o Peringatan tertulis;
o Penundaan pemberian hak dosen/peneliti/tenaga kependidikan;
o Penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional;
o Pencabutan hak untuk diusulkan sebagi guru besar/profesor/ahli peneliti utama
bagi yagn memenuhi syarat;
o Pemberhentian dengan hormat dari status sebgai dosen/peneliti/tenaga
kependidikan;
o Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga
kependidikan, atau;
o Pembatalan ijazah dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

Sanksi bagi dosen yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 17 tahun 2010 Pasal 12 ayat 2 telah diimplementasikan pada seorang Profesor
muda dengan bidang ilmu Hubungan Internasional (HI) di salah satu PTS terkemuka Bandung di
tahun 2010 (Diakses dari http://ndaho-algaelovia.blogspot.co.id/2013/11/definisi-jenis-dan-
contoh-kasus.html#). Profesor tersebut melakukan plagiat dari artikel yang terbit di jurnal ilmiah
Australia. Tulisan plagiat oleh Profesor tersebut sebelumnya dimuat dalam koran The Jakarta
Post yang kemudian ditarik kembali oleh The Jakarta Post setelah menerima laporan adanya
plagiarisme. Teridentifikasi bahwa selain tulisan yang dimuat di The Jakarta Post, Profesor
tersebut disinyalir telah melakukan plagiat pada empat tulisan lain yang juga telah dimuat di
majalah populer lainnya. Atas perbuatannya tersebut sanksi yang diterima cukup berat yaitu
pemberhentian tidak hormat dari PTS tempatnya bekerja dan dicabutnya gelar profesor.

Contoh lain, Profesor Anggito Abimanyu dituding melakukan Plagiarisme degnan menjiplak tulisan
Hotbonar Sinaga di harian Kompas, sehingga Profesor Anggito Abimanyu `mengambil langkah mundur
sebagai dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada pada Senin, 17 Februari 2014. Anggito
mengaku keliru mencantumkan referensi dalam karya tulisnya, walaupun ia menyangkal telah menjiplak
tulisan Hotbonar Sinaga di harian Kompas (TEMPO.CO, Jakarta – Selasa, 18 Februari 2014 | 18:18 WIB,
Diakses dari https://m.tempo.co/read/news/2014/02/18/078555420/8-kasus-plagiat-yang-
menghebohkan-indonesia)

Peraturan Akademik Univeristas Lampung tahun 2017 pada Pasal 37 ayat (1), berdasarkan Surat
Keputusan Rektor No. 06, tahun 2016 memberikan beberapa jenis sanksi akademik bagi pelaku
kecurangan akademik dan atau Plagiarime, yaitu:
a. Pemberian huruf mutu E untuk mata kuliah yang dicurangi;
b. Pemberian huruf mutu E untuk semua mata kuliah dalam satu semester yang bersangkutan
dengan terjadinya kecurangan tersebut;
c. Pemberian huruf mutu E untuk semua mata kuliah dalam semester yang bersangkutan dan
mahasiswa yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengikuti kegiatan akademik pada
satu semester berikutnya;
d. hukuman bersyarat berupa ancaman hukuman putus studi jika mahasiswa yang bersangkutan
melakukan kembali kecurangan akademik dalam kurun waktu tertentu setelah diberikan
sanksi pada pelanggaran pertama dilakukan;
e. Putus studi;
f. Pembatalan ijazah dan pencabutan gelar akademik, terutama khususnya bagi pelanggaran
yang melakukan perbuatan Plagiarisme, bersesuaian dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 17 tahnu 2010.

Kemudian, Peraturan Akademik Univeristas Lampung tahun 2017 pada Pasal 37 ayat (2) dan (3)
menyebutkan bahwa Sanksi akademik yang tercantum pada ayat (1) huruf b dan c tersebut
diperhitungkan dalam perhitungan masa studi; dan Mahasiswa tertuduh berhak melakukan
pembelaan dalam sidang pemeriksaan.

Sanksi akademik atas perbuatan melakukan Plagiarisme tidak hanya berlaku bagi mahasiswa
tetapi berlaku untuk seluruh civitas akademika di Universitas Lampung, termasuk untuk
mahasiswa, tenaga pendidik (dosen) dan tenaga kependidikan.

Beberapa tindakan dan perilaku mahasiswa dapat dikategorikan dalam perbuatan Kecurangan
Akademik, antara lain berupa:
a. menyontek yaitu menyalin tulisan mahasiswa lain dalam ujian, bekerja sama dengan cara
berkomunikasi dengan mahasiswa lain dalam ruang ujian, dan membawa informasi
terlarang termasuk informasi dalam alat-alat elektronik ke dalam ruang ujian;
b. kolusi yaitu membantu mahasiswa lain untuk membuatkan suatu tugas padahal dia tahu
bahwa mahasiswa yang dibantu itu akan menyerahkan tugas tersebut sebagai miliknya
sendiri atau menyerahkan tugas yang dikerjakan orang lain sebagai miliknya sendiri;
c. pemalsuan data;
d. perjokian yakni mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menggantikan sebagai
peserta ujian atau menggantikan tugas mahasiswa;
e. pemalsuan rencana studi/hasil studi;
f. pemalsuan nilai dalam transkrip akademik;
g. pemalsuan berkas ujian;
h. pemalsuan paraf/tandatangan;
i. perubahan atau pengisian nilai secara melawan hukum.
Lebih lanjut, Peraturan Akademik Univeristas Lampung tahun 2017 pada Pasal 38 menyebutkan
bahwa Tata Cara Pemberian Sanksi Akademik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
(1) Setiap perbuatan curang dilaporkan kepada dekan/direktur disertai dengan berita acara.
(2) Dekan/direktur mengadakan sidang pemeriksaan yang dihadiri oleh
a. mahasiswa tertuduh;
b. pembimbing akademik mahasiswa;
c. pembimbing, jika kecurangan menyangkut kertas kerja/desain/esai seni,
skripsi/laporan tugas akhir, tesis, atau disertasi;
d. dosen penanggung jawab mata kuliah, jika kecurangan menyangkut mata kuliah;
e. ketua jurusan/bagian yang relevan;
f. ketua progam studi yang relevan;
g. wakil dekan bidang akademik dan kerjasama dan wakil dekan bidang kemahasiswaan
dan alumni, atau wakil direktur bidang akademik, kemahasiswaan, dan alumni.
h. pengawas ujian, jika kecurangan menyangkut ujian.
(3) Jika dekan/direktur merupakan pembimbing akademik dan/atau pembimbing skripsi
dan/atau dosen mata kuliah yang dicurangi, sidang pemeriksaan dipimpin oleh wakil dekan
bidang akademik dan kerjasama, atau wakil direktur bidang akademik, kemahasiswaan, dan
alumni.
(4) Wakil dekan bidang kemahasiswaan dan alumni membuat berita acara pemeriksaan yang
akan ditandatangani oleh mahasiswa dan semua yang hadir.
(5) Tata tertib pemeriksaan:
a. wakil dekan bidang akademik dan kerjasama, atau wakil direktur bidang akademik,
kemahasiswaan, dan alumni melaporkan peristiwa kecurangan;
b. jika wakil dekan bidang akademik dan kerjasama, atau wakil direktur bidang akademik,
kemahasiswaan, dan alumni berhalangan, tugas itu digantikan oleh ketua
jurusan/bagian/program studi yang relevan;
c. setelah laporan dibacakan, dekan/direktur meminta mahasiswa tertuduh untuk
menanggapi laporan tersebut;
d. setelah mahasiswa selesai menanggapi, dekan/direktur memberi kesempatan kepada
peserta sidang untuk meminta penjelasan dari mahasiswa, wakil dekan bidang
akademik dan kerjasama, atau wakil direktur bidang akademik, kemahasiswaan, dan
alumni dan dosen yang menemukan kecurangan tersebut;
e. dekan/direktur meminta mahasiswa meninggalkan ruang sidang dan menunggu di luar
ruang sidang, jika tidak ada lagi yang menanggapi atau memberikan pertanyaan;
f. dekan/direktur memimpin sidang pemeriksaan untuk mengambil keputusan;
g. berita acara pemeriksaan disusun oleh wakil dekan bidang kemahasiswaan dan alumni,
atau wakil direktur bidang akademik, kemahasiswaan, dan alumni dan mahasiswa
tertuduh dipanggil ke dalam ruang sidang untuk mendengarkan keputusan dan
menandatangani berita acara;
h. sanksi akademik dijatuhkan oleh dekan;
i. setelah penandatanganan berita acara, dekan/direktur memberitahu hak mahasiswa
untuk naik banding kepada rektor;
j. wakil dekan bidang akademik dan kerjasama, atau wakil direktur bidang akademik,
kemahasiswaan, dan alumni menyiapkan surat keputusan dan dalam waktu selambat-
lambatnya tiga hari setelah persidangan untuk ditandatangani dekan/direktur;
k. wakil dekan bidang kemahasiswaan dan alumni, atau wakil direktur bidang akademik,
kemahasiswaan, dan alumni dapat membantu mahasiswa untuk membuat surat
permohonan banding kepada rektor disertai dengan hal-hal yang meringankan
mahasiswa tertuduh;
l. permohonan banding kepada rektor sudah harus disampaikan selambat-lambatnya satu
minggu setelah surat keputusan dekan/direktur terbit.
m. jika permohonan banding sebagaimana pada huruf k tidak diajukan, keputusan
dekan/direktur merupakan keputusan terakhir;
n. jika permohonan banding diajukan, rektor memerintahkan Badan Penyelesaian
Pelanggaran Tata Tertib Mahasiswa (BPPTTM) untuk melaksanakan pemeriksaan
selambat-lambatnya tiga hari setelah tanggal banding diterima rektor;
o. BPPTTM menyampaikan laporan kepada rektor selambat-lambatnya dua hari setelah
persidangan berakhir;
p. laporan BPPTTM digunakan sebagai bahan bagi rektor untuk mengambil keputusan;
q. dalam waktu tujuh hari setelah laporan BPPTTM disampaikan, Keputusan Rektor
sudah diterbitkan dan disampaikan kepada mahasiswa, dekan/direktur, dan ketua
jurusan/bagian/program studi terkait;
r. Keputusan Rektor sebagaimana dimaksud pada huruf p merupakan putusan terakhir;
s. BPPTTM dibentuk berdasarkan Keputusan Rektor.

Jika merujuk pada Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Ciptau Plagiarisme dapat
dipersamakan dengan pengambilalihan hak cipta atau hasil karya pencipta awal (sumber awal),
maka pelaku Plagiarisme dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang ini, khususnya
pada Pasal 72 ayat (1), yang menyebutkan bahwa
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”
Dimana di dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa:
“Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.

Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa bagi Lulusan Perguruan Tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan, maka
diberlakukan sanksi berupa:
5. Pencabutan gelar (Pasal 25 ayat 2).
6. Dipidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak 200 juta
rupiah (Pasal 70).

RINGKASAN
Etika Akademik secara umum dapat diartikan sebagai ketentuan yang menyatakan perilaku baik
atau buruk dari para masyarakat akademis, yang dikenal juga sebagai anggota sivitas akademika
di perguruan tinggi. Penegakan etika akademik akan mengarahkan pada terciptanya suasana
akademik yang kondusif demi terciptanya standar mutu akademik yang lebih baik, sehingga
penciptaan kualitas akademik secara berkelanjutan dapat terjamin (quality continuous
improvement)

Etika akademik berarti membicarakan persoalan perilaku baik-buruk, benar-salah dan adanya
penyimpangan ataupun pelanggaran praktek tidak lagi disebabkan oleh faktor yang bersifat
diluar kendali manusia (force majeur), tetapi lebih diakibatkan oleh semakin kurangnya pemahan
etika-moral yang melandasi perilaku manusia, khususnya masyarakat akademik.

Perguruan tinggi sebagai masyarakat akademis dengan ciri khasnya menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran ilmiah. Perilaku segenap sivitas akademikanya dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya akan selalu terikat pada etika-moral. Artinya segala tindakan-tindakan mereka
dalam proses pembelajaran, harus selalu mempertimbangkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran
yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat pada umumnya. Salah satu nilai kebaikan dan
kebenaran yang perlu dijunjung tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan khususnya oleh
masyarakat kampus adalah menciptakan suasana akademik.

Suasana akademik merupakan suasana yang selalu dipelihara melalui interaksi antara
mahasiswa dan dosen baik untuk urusan akademik maupun non-akademik dalam rangka
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan akademik mahasiswa dan
profesionalisme dosen. Bentuk interaksi antara dosen dan mahasiswa dapat tercipta melalui
berbagai aktivitas perkuliahan tatap muka, konsultasi mahasiswa, pembimbingan kerja praktek,
tugas akhir, melakukan kegiatan sosial atau pengabdian kepada masyarakat bersama,
melakukan penelitian bersama, dan terlibat dalam diskusi dan dalam forum seminar atau
konferensi bersama. Melalui interkasi antar dosen dan mahasiwa, dan tidak kalah penting juga
tenaga kependidikan terlibat dalam interaksi diantara mereka, maka interaksi yang terjadi
diharapkan menciptakan suasana akademik yang bermutu dan selalu berkomitmen menjunjung
tinggi untuk menciptakan nilai-nilai etika moral ke arah yang lebih baik dan bertindak pada
aktivitas yang positif, yaitu minimal tidak melakukan tindakan Plagiarisme.
Suatu karya mengandung unsur Plagiarisme atau tidak merupakan suatu aktivitas yang tidak
mudah, karena bentuk atau jenis Plagiarisme yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk
menghindari perbuatan plagiarisme, baik disengaja maupun yang tidak disengaja, setiap pembuat
naskah tulisan atau bentuk karya lain harus mengetahui dan memahami definisi, bentuk, upaya
pencegahan dan penaggulangan plagiarism, serta sanksi yang dikenakan bagi pelaku Plagiarisme.
Plagiarisme secara substansi merupakan perbuatan yang tidak jujur, mencontek, menjiplak, atau
meniru tulisan atau karya orang lain dengan tidak memberi penghargaan kepada orang tersebut
sebagai sumber pembuat karya awal, sehingga pelaku Plagiarisme perlu diberi sanksi.

Secara khusus, Sastroasmoro (2007) mengenalkan bentuk Plagiarisme dari beberapa aspek, yaitu
aspek yang dicuri, aspek kesengajaan atau tidaknya plagiarism, aspek proporsi atau persentasi
kata, kalimat, paragraf yang dibajak, dan aspek pola plagiarism. Atas perbuatan Plagiarisme,
pelaku daiberi sanksi dari sanksi yang paling ringan dan yang paling berat baik khsususnay bagi
pelaku masyarakat akademik (mahasiswa, dosen, peneliti, dan tenaga kependidikan), dengan
sanksi terberat berupa pencabutan Ijazah dan Gelar atau jabatan akademik yang diperoleh atau
disandang, seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penggulangan Plagiat pada Perguruan
Tinggi Pasal 12 ayat (1) dan (2).

LATIHAN

A. Pertanyaan Uraian:
1. Apa tugas dan kewajiban anda sebagai civitas akademika?
2. Berikan gambaran yang jelas mengenai upaya dan kegiatan untuk menciptakan suasana
akademik yang kondusif di lingkungan Program Studi!
3. Jelaskan bagaimana hubungan yang harmonis antara dosen dan mahasiswa dalam
pengembangan tridharma agar dapat berkontribusi terhadap pencapaian visi misi program
studi.
4. Jelaskan, hal-hal apa yang membuat perbuatan Plagiarime dapat terjadi?
5. Menurut anda, apakah lebih baik melakukan upaya penanggulangan atau pencegahan
Plagiarisme, berikan masing-masing contoh salah satu bentuk upaya penanggulangan dan
pencegahan Plagiarisme?
B. Studi Kasus:

Gambar 9.1 berikut memaparkan dua bentuk Karya Tulis di mana karya Tulis di bagian sebelah
kiri adalah karya tulis yang dibuat oleh seorang mahasiswa di suatu perguruan tinggi, sedangkan
karya tulis yang tertera di bagian sebelah kanan merupakan karya tulis orang lain. Sebelum
menjawab pertanyaan kasus yang tercantum pada gambar berikut, anda diminta untuk
mengidentifikasi dan mamahami isi uraian naskah tulisan yang tertera pada gambar berikut.

Tugas anda sebagai mahasiswa diminta untuk menjelaskan:


1. Apakah mahasiswa yang menulis karya tulisnya melakukan perbuatan Plagiarisme?
2. Diantara penulis karya tulis yang tertera dalam gambar tersebut, siapakah yang
dinyatakan sebagai pelaku Plagiarisme, apakah pemilik karya tulis di facebook yang
bernama Kahfi Fauzialdy Prayogo (berada pada posisi kolom kanan) atau mahasiswa
penulis karya ilmiah yang berada di sisi kolom kiri?.
3. Bentuk Plagiarisme seperti apa yang dilakukan oleh penulis yang melakukan
Plagiarisme?.
Gambar 9.1 Contoh Kasus Plagiarisme, Dikutif dari blogspot alimansyahnurdin (2014), diakses
dari http://alimansyahnurdin.blogspot.co.id/2014/03/skripsi-buram-kampus-
remang-remang.html
UMPAN BALIK

DAFTAR PUSTAKA
Abukari, Zakaria (2016), “Awareness and Incidence of Plagiarism among Students of Higher
Education: A Case Study of Narh-Bita College”, Laporan Disertasi, University of Ghana, Legon,
Department of Information Studies, Juli 2016.

Ardianingsih, A. dan S. Yunitarini. 2012. Etika, profesi dosen dan perguruan tinggi: Sebuah
Kajian Konseptual. Jurnal Ekonomi dan Bisnis 10(1): 38-46.

Ariska, Iis (2015), “Pemahaman Mengenai Plagiat”, Artikel Diakses dari


http://kun.ilearning.me/2015/06/14/pemahaman-mengenai-plagiat/

Claubaugh, G.K. & Rozycki, E.G. (2001). The Plagiarism Book: A Student’s Manual.

Herqutanto (2013), “Plagiarisme, Runtuhnya Tembok Kejujuran Akademik”, Departemen Ilmu


Kedokteran Komunitas, Volume 1, No1, April 2013, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.

Istiana, Purwani dan Purwoko (2016), “Panduan Anti Plagiarisme”, Diakses dari
http://lib.ugm.ac.id

Mayangsari, Tirta Rona dan Endah, Yohana Kurnia (2015), “Plagiarisme”, Diakses dari
http://cisak.perpika.kr/2015/plagiarisme.

Maqin, Khairul dan Nafiah, Ulin (2016), Pedoman Menulis Buku Tanpa Plagiarisme, Penerbit
Deepublish, Editor Beniardi Nurdiansyah.

Roig M. (2002), “Avoiding plagiarism, self-plagiarism, and other questionable writing practices:
A guide to ethical writing”, Tersedia: http://ori.dhhs.gov/education/products/plagiarism/

Sastroasmoro S., Sudigdo (2007). Beberapa Catatan tentang Plagiarisme. Majalah Kedokteran
Indonesia. 57, (8), 239-255.

Soelistyo, H. (2011). Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

Utorodewo, Felicia, dkk. 2007. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI.

Yamada, Kyoko (2003), “What prevents ESL/EFL writers from avoiding plagiarism?: Analyses
of 10 North-American college websites”, System Vol. 31, pp. 247–258, available at
www.elsevier.com/locate/system

_____________, Avoiding Plagiarism. http://writing.mit.edu/wcc/avoidingplagiarism


_____________, Harvard Guide to Using Sources, A Publication of the Harvard College Writing
Program, Diakses dari https://usingsources.fas.harvard.edu/Avoiding Plagiarims.

_____________, Peraturan Akademik Universitas Lampung Tahun 2016, Berdasarkan Surat


Keputusan Rektor No.06 Tahun 2016, Penerbit Universitas Lampung. 60 hlm.

_____________, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang


Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi

_____________, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

_____________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang


Perguruan Tinggi 97 hlm.

_____________, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamur Besar Bahasa Indonesia.
Pusat Bahasa. Jakarta. 1490 hlm.

_____________, 6 Ways to Avoid Plagiarism in Research Papers, Diakses dari


http://en.writecheck.com/ways-to-avoid-plagiarism.

_____________, Preventing Plagiarism When Writing, Diakses dari


http://www.plagiarism.org/plagiarism-101/prevention

_____________, Definisi, Jenis, dan Contoh Kasus Plagiarisme , Artikel diposting pada November 19,
2013 , Diakses dari http://ndaho-algaelovia.blogspot.co.id/2013/11/definisi-jenis-dan-contoh-
kasus.html#).

Ardianingsih, A. dan S. Yunitarini. 2012. Etika, profesi dosen dan perguruan


tinggi: Sebuah Kajian Konseptual. Jurnal Ekonomi dan Bisnis 10(1): 38-
46

Anda mungkin juga menyukai