Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA
DI BPPLU PAGAR DEWA PROVINSI BENGKULU

DI SUSUN OLEH :

HENDRA SAPUTRA S.kep


1426050043

Perseptor Co. perseptor

Ns. Ida Rahmawati S.kep Januar Tahmidi SKM

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDI SAKTI
BENGKULU
2014
LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA

A. TINJAUAN TEORITIS

B. Definisi
Glaukoma ditimbulkan oleh adanya penambahan tekanan dalam mata,
yang dapat akut maupun kronik. Glaukoma disebabkan oleh adanya cairan dalam
bilik anterior yang belum sempat disalurkan keluar sehingga tegangan yang
ditimbulkannya dapat menimbulkan tekAanan pada saraf optic yang lama
kelamaan dapat menghilangkan daya melihat pada mata. Glaukoma akut terjadi
secara mendadak dan disertai rasa sakit akut yang tidak tertahankan (Evelyn C.
Pearce, 2000).
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh TIO yang

meningkat mendadak sangat tinggi (Arif Mansjoer, 2000).

Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Di

perkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita glaukoma.

Diantara mereka hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan

hampir 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun

(Suzanne C. Smeltzer, 2001 hal, 2004 ).

Jadi, Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang
tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata
semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi
buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata
terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf
mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak
mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.
C. Etiologi

Primer : mata yang memiliki bakat bawaan (sudut bilik mata depan sempit

pada kedua mata) dan sekunder sebagai akibat penyakit mata lain, Pada bentuk

primer, faktornya berupa pemakaian obat-obat midriatik, berdiam lama ditempat

gelap dan gangguan emosional. Bentuk sekunder disebabkan oleh hifema, luksasi /

subluksasi lensa, katarak intumesen / katarak hipermatur, uveitis dengan

suklusio/oklusio pupil atau paska bedah intraokuler (Arif Mansjoer, 2000 ).

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan


oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil
Glaukoma primer

1. obat-obatan

2. herediter
3. berdiam diri di tempat gelap
4. gangguan emosional
Glaukoma sekunder
1. trauma
2. penyakit mata lainnya
3. pembedahan
(Suzanne C. Smeltzer, 2001)
D. Klasifikasi
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi
kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat.
Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif
jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan
saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan
diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.

- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)


Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan
iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan
cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala
yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat
berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal.
Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani
akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma .
Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut
.Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh
darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris,
keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
(Suzanne C. Smeltzer, 2001, hal, 2005-2006 ).

E. Patofisiologi
Pada bentuk primer, faktornya berupa pemakaian obat-obat midriatik,
berdiam lama ditempat gelap dan gangguan emosional. Bentuk sekunder
disebabkan oleh hifema, luksasi / subluksasi lensa, katarak intumesen / katarak
hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil atau pasca bedah intraokuler
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris maka
akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata depan yang dinamakan
hambatan pupil (papillary block). Hambatan ini dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan dibalik mata belakang.
Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudah sempit, dorongan ini
akan menyebabkan iris menutup jaringan trabekulum. Akibatnya akuos humor
tidak dapat atau sukar mencapai jaringan ini dan tidak dapat disalurkan keluar.
Terjadilah glaukoma akut sudut tertutup.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan pupil ini
ditemukan pada mata yang bersumbu pendek dan lensa yang secara fisiologis
terus membesar karena usia dan iris yang tebal merupakan faktor mempersempit
sudut bilik depan.
F. Manifestasi Klinis
1. Gejala-gejala termasuk nyeri, pandangan kosong, penglihatan kabur,
kemerahan dan perubahan dalam penampilan mata.
2. Nyeri okular yang disebabkan oleh peningkatan lop mendadak oleh inflamasi
atau efek samping akibat obat-obatan.
3. Nyeri okular hebat yang disertai mual, muntah, berkeringat atau bradikardia
(Arif Mansjoer, 2007).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, gonioskopi dan tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea
menghilang. Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri
menunjukan peningkatan . nilai di anggap mencurigakan bila berkisar antara 21-
25 mmHg dan di anggap patologik bila berada di atas 25 mmHg .Pada funduskopi
di temukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam , dinding cekungan
bergaung , warna memucat , dan terdapat perdarahan pada pupil . pemeriksaan
lapangan pandang menunjukan lapangan pandang menyempit , depresi bagian
nasal ,tangga ronne , atau skotoma busur . (Arif Mansjoer,2007 ).

H. Komplikasi
Kebutaan (Arif Mansjoer, 2007).
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Tekanan intraokuler harus diturunkan secepatnya dengan memberikan
asetazolamid 500 mg dilanjutkan 4 x 250 mg, solusio gliserin 50% 4 x 100-
150 ml dalam air jeruk, penghambat beta adrenergik 0,25-0,5% 2 x 1 dan KCl
3 x 0,5 gr. Diberikan tetes mata kortikosteroid dan antibiotik untuk
mengurangi reaksi inflamasi.
Untuk bentuk yang primer, diberikan tetes mata pilokarpin 2% tiap ½-1
jam pada mata yang mendapat serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya.
Bila perlu diberikan analgesik dan antiemetik.
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi TIO dan
keadaan matanya. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera.
Sebelumnya diberikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila
jelas memantau TIO. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaan gonioskopi setelah pengobatan
medikamentosa. Sebagai pencegahan juga dilakukan iridektomi pada mata
sebelahnya.
Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati yang
sesuai. Dilakukan operasi hanya bila perlu dan jenisnya tergantung
penyebabnya. Misalnya pada hifema dilakukan parasentesis, pada kelainan
lensa dilakukan ekstraksi lensa dan pada uveitis dilakukan iridektomi atau
filtrasi (Arif Mansjoer, 2007).

2. Implikasi Keperawatan
Pasien memerlukan perawatan setelah pembedahan. Ambulasi progresif
diperkenankan, bergantung usia dan kondisi fisik pasien. Gerakan dan
aktivitas berat yang dapat mengakibatkan pasien mengalami keadaan yang
serupa dengan maneuver valsalva (dengan peningkatan TIO), seperti
mengejan, mengangkat beban dan membungkuk, hindari sampai satu minggu.
Pasien tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan selama 1 minggu. Mata
dibalut selama 24 jam atau lebih lama bila diperlukan dan mata tidak boleh
kemasukan air.
Tetes mata antibiotika spektrum luas dapat diberikan selama 4-5 hari,
dan kortikosteroid topical diberikan selama beberapa minggu untuk
mengurangi inflamasi dan jaringan parut. Kadang-kadang dapat diberikan
bahan antifibrinolitik atau anti inflamasi yang lebih kuat seperti 5-fluorourasil
(5-Fu) dan kortikosteroid oral, karena aspirin dapat mengakibatkan
perdarahan, pemakaiannya merupakan kontraindikasi dan nyeri biasanya
diatasi dengan asetaminofen. Membaca dapat menyebabkan gerakan mata
cepat mendadak maka sebaiknya dilarang sampai diperbolehkan dokter
(Suzanne C. Smeltzer, 2001).
J. WOC
Glaukoma primer Glaukoma sekunder

Trauma Penyakit mata lain Pembedahan


Hifema Luksasi
Obat-obat Herediter Berdiam lama Gangguan
/subluksasi Bilik mata depa
midriatik di tempat emosional Uveitis Katarak
Perforasi Prolaps lensa tidak cepat
gelap
kornea Iris membentuk
Usia yang Suklusio/
Leukoma oklusio pupil
menua
adheren
Lensa Sumbu
membesar pendek

Lensa terlalu dekat dengan iris

Sudut bilik mata depan jadi sempit


MK : Nyeri akut
Kemerahan pada mata Nyeri okuler hebat
mual muntah MK : Ketidak seimbangan Hambatan aliran akuas humor bilik
nutrisi kurang dari mata depan (hambatan pupil)
Pandangan kosong kebutuhan tubuh
Penekanan pada saraf Meningkatkan tekanan dibalik mata
Penglihatan kabur optik belakang

Iris menutup jaringan trabekulum


Kebutaan Atrofi saraf optik

Akuos humor tidak mampu mencapai


MK : Resiko jaringan dan tidak dapat disalurkan keluar
injuri
(sumber : Suzanne C. Smeltzer, 2001) glaukoma
MK : Gangguan persepsi
sensori : penglihatan
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

DASAR-DASAR PENGKAJIAN
A. . PENGKAJIAN
1) Data Pasien :
Nama :-
Tempat, Tanggal Lahir :-
Umur :-
Jenis kelamin :-
Agama :-
Suku :-
Pekerjaan :-
Status perkawinan :-
Status pendidikan :-
Diagnosa medis : Glaukoma

2) Riwayat penyakit :
Keluhan Utama :
Klien datang ke Rumah Sakit hari Senin, dengan keluhan orbita dextra terasa
sakit jika ditekan, penglihatan kabur padahal, sudah menggunakan kaca minus
3 pada mata dextra dan sinistra, dua bulan yang lalu, menderita kelainan
Thyroid
Riwayat Penyakit Sekarang :
KU lemah, hasil pemeriksaan TTV , Tanda-tanda vital saat ini TD : 150/100
mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 37oC , Pernapasan : 20x/menit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit atau riwayat masuk rumah sakit,
tetapi dua bulan yang lalu, menderita kelainan Thyroid.
Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit yang berhubungan dengan
saraf persepsi sensori

3) Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan
2. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah (glaukoma akut)
3. Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut). Perubahan
kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak)
Pupil menyempit dan merah / mata keras dengan kornea berawan
(glaukoma darurat) Peningkatan air mata
4. Nyeri/Kenyamanan:
Gejala : Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaukoma akut).
5. Penyuluhan /pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekaan vena),
ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma) Terpajan pada radiasi,
steroid/ toksistas fenotiazin Pertimbangan rencana pemulangan : DRG
menunjukkan rerata lama dirawat : 4,2 hati (biasanya dilakukan sebagai
prosedur pasien rawat jalan Memerlukan bantuan dengan transportasi,
penyediaan maknaan, perawatan diri, perawatan / pemeliharaan rumah

Pemeriksaan fisik pada pasien glaukoma adalah :


1. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan, bukan merupakan cara yang khusus
untuk glaukoma, tetapi tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik
misalnya 5/5 belum berarti tidak ada glaukoma. Pada glaukoma, kerusakan saraf
mata dimulai dari tepi lapang pandangan dan lambat laun meluas ketengah.
Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi makula) bertahan lama, walaupun
penglihatan perifer sudah tidak ada, sehingga penderita tersebut seolah-olah
melihat melalui teropong (tunnel vision).
2.Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik, karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang
dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan
pandang, sifat progresivitasnya, dan hubungannya dengan kelainan-kelainan
diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke daerah Byerrum lapang pandang di
15 derajat dari fiksasi menimbulkan skotoma arkuata. Daerah-daerah pengecilan
yang lebih parah di dalam daerah Byerrum dikenal sebagai skotoma Seidel.
Skotoma arkuata ganda di atas dan dibawah meridian horizontal sering disertai
oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut .
Ketajaman penglihatan sentral bukan merupakan indeks perkembangan penyakit
yang dapat diandalkan.
Pada penyakit stadium akhir, ketajaman sentral mungkin normal tetapi
hanya 5 derajat lapangan pandang di masing-masing mata. Pada glaukoma lanjut,
pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta.
3. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan dalam bola mata. Dikenal 3
macam tonometri, yaitu:
1. Cara palpasi
Dengan meletakkan kedua jari telunjuk diatas masing-masing bola mata
sambil penderita disuruh melihat kebawah. Tinggi rendah tekanan dicatat .
(N=normal;N+1/N+2,dst=meninggi;N-1/N-2,dst=menurun)
2. Tonometer Schiotz.
Dengan menggunakan anestesi lokal, tonometer diletakkan diatas kornea,
jarum tonometer akan bergerak pada skalanya. Normal tekanan intraokuler
berkisar antara 15-20 mmHg. Bila lebih dari 20 mmHg dicurigai adanya
glaukoma, jika lebih dari 25 mmHg dianggap menderita glaucoma.
3. Tonometer Aplanasi
Cara ini lebih cermat dan teliti daripada tonometer Schiotz, tapi kurang
praktis bagi mereka yang bukan ahli mata karena sulit menggunakannya dan
harganya mahal .
4. Gonioskopi
Gonioskopi merupakan suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik
mata depan. Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup atau
sudut terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer
kedepan(sinekhia anterior perifer). Dengan alat ini dapat pula diramalkan apakah
suatu sudut akan mudah tertutup dikemudian hari. Cara yang sederhana untuk
menentukan lebar sempitnya sudut bilik mata depan, dengan menyinari bilik
mata depan, dari samping memakai sebuah senter. Iris yang datar akan disinari
secara merata, ini berarti sudut bilik mata depannya terbuka. Tetapi bila yang
disinari hanya pada sisi lampu senter, sedang pada sisi yang lain terbentuk
bayangan, maka kemungkinan sudut bilik mata depan, depannya sempit atau
tertutup.
5. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi harus diperhatikan adalah papil yang mengalami perubahan
penggaungan (cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi). Yang mungkin
disebabkan beberapa faktor :
1. Peninggian tekanan intraokuler, mengakibatkan gangguan pendarahan
pada papil, sehingga terjadi degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil
saraf optik.
2. Tekanan intraokuler, menekan pada bagian tengah optik, yang
mempunyai daya tahan terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih
kuat dari bagian tengah, sehingga terjadi penggaungan pada papil ini.
Kita harus waspada terhadap adanya ekskavasio glaukoma bila :
1. terdapat penggaungan lebih dari 0,3 diameter papil, terutama bila
diameter vertikal lebih besar dari pada diameter horizontal
2. penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri
Pada stadium permulaan tentu sukar untuk menentukan apakah ekskavasi yang
terlihat itu glaukoma atau bukan. Ada baiknya, bila kita bandingkan kedua papil
dari mata kanan dan mata kiri. Kita gambarkan ekskavasinya, sehingga dapat
dibandingkan dengan keadaan pada pemeriksaan berikutnya.
Tanda Penggaungan (cupping).
Pinggir papil bagian temporal menipis. Ekskavasi melebar dan mendalam
tergaung, sehingga dari depan tampak ekskavasi melebar, diameter vertikal, lebih
besar dari pada diameter horizontal. Bagian pembuluh darah ditengah papil tidak
jelas, pembuluh darah seolah-olah menggantung dipinggir dan terdorong kearah
nasal. Jika tekanan cukup tinggi, akan terlihat pulsasi arteri. Tanda atrofi papil
warna pucat, batas tegas
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi (penumpukan cairan, trauma
pada mata, cidera, dll)
2. Gangguan persepsi-sensori penglihatan berhubungan dengan perubahan pada
struktur mata dan saraf mata.
3. Resiko injuri berhubungan dengan berkurangnya lapang pandang
(penglihatan).
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah (ketidakmampuan memasukkan makanan)
Diagnosa
No Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan  Observasi nyeri  Menilai nyeri
berhubungan asuhan keperawatan dengan menggunakan skala
dengan proses 3 x 24 jam klien menggunakan masih dalam batas
inflamasi mampu mengontrol skala nyeri 0-10 toleransi dan perlunya
nyeri dengan kriteria dengan (0-3 : memberikan
: ringan, 4-7 analgesik.
 Klien tidak gelisah sedang, 8-10  Nyeri dapat
/ tenang berat) mempengaruhi TTV
 Klien tampak rilek  Observasi TTV
 Skala nyeri  Agar klien mampu
berkurang mengontrol nyeri
 TTV stabil  Ajarkan klien
TD : 140 / 90 manajemen nyeri
mmHg  Analgesik dan
S : 37oC antibiotik dapat
R : 18 x / menit  Berikan analgesik mengurangi rasa nyeri
Nadi : 60 x / menit dan antibiotik
 Klien tidak sakit sesuai dengan  Mengetahui keadaan
kepala instruksi dokter selanjutnya

 Evaluasi status
nyeri
2 Gangguan Setelah dilakukan  Pastikan  Mempengaruhi
persepsi asuhan keperawatan derajat/tipe harapan masa depan,
sensori : 3 x 24 jam, kehilangan klien dan pilihan
penglihatan gangguan persepsi- penglihatan intervensi
berhubungan sensori : penglihatan  Intervensi dini
dengan dapat diatasi dengan mencegah kebutaan,
perubahan kriteria :  Dorong klien menghadapi
struktur mata  Klien tidak lemah mengekspresikan kemungkinan atau
dan saraf mata  Nyeri, merah perasaan tentang pengalaman
bengkak pada mata kehilangan/ kehilangan
berkurang kemungkinan penglihatan sebagai
 TIO normal : 15- kehilangan atau total. Meskipun
25 mmHg penglihatan kehilangan
 TTV stabil : penglihatan telah
TD : 140/90 terjadi tidak dapat
mmHg diperbaiki (meskipun
S : 37oC dengan pengobatan)
R : 18 x / menit kehilangan lanjut
Nadi : 60 x / menit dapat dicegah.
 Mempertahankan  Nyeri dapat
lapang penglihatan  Observasi TTV mempengaruhi TTV
tanpa kehilangan
lebih lanjut  Mengontrol TIO,
 Tunjukkan mencegah kehilangan
pemberian tetes penglihatan lebih
mata, contoh lanjut.
menghitung
tetesan, mengikuti  Menurunkan bahaya
jadwal dan keamanan sehubungan
memperhatikan dengan perubahan
dosis. lapang pandang/
 Lakukan tindakan kehilangan
untuk membantu penglihatan dan
klien menangani akomodasi pupil
keterbatasan terhadap sinar
penglihatan, lingkungan.
contoh : kurang
kekacauan, atur
perabot, mengatur  Membuat kontraksi
penerangan. otot sfingter iris,
mendalamkan bilik
Kolaborasi : anterior dan
 Miotik (sampai mendilatasi pembuluh
pupil keluar traktus selama
dikontriksikan) serangan akut /
sebelum pembedahan.
 Menurunkan sekresi
akuos humor dan
menurunkan TIO.

 Inhibitor karbonik  Digunakan untuk


anhidrase contoh : menurunkan sirkulasi
asetazolamid volume cairan dimana
(diamox) akan menurunkan
produksi akuos humor
jika pengobatan lain
 Agen belum berhasil.
hiperosmotik,  Serangan akut
contoh : mannitol glaukoma
(osmitrol), gliserin berhubungan dengan
nyeri tiba-tiba yang
dapat mencetuskan
ancietas, selanjutnya
meningkatkan TIO
 Berikan sodasi,
analgesik sesuai
kebutuhan.

3 Resiko injuri Setelah dilakukan  Kaji tingkat  Untuk mengurangi


berhubungan asuhan keperawatan lapang pandang resiko jatuh dan
dengan 3 x 24 jam klien (penglihatan) cedera
berkurangnya hanya berdiam diri
lapang dengan kriteria :  Berikan informasi  Memberikan
pandang  Klien tampak yang akurat. kesempatan klien
(penglihatan) rileks/ tenang Diskusikan menerima situasi
 Klien dapat kemungkinan nyata, mengklarifikasi
mengurangi resiko bahwa salah konsepsi dan
jatuh pengawasan dan pemecahan masalah
pengobatan dapat
mencegah
kehilangan
penglihatan
tambahan

 Dorong klien  Memberikan


untuk mengakui keyakinan bahwa
masalah dan klien tidak sendiri
mengekspresikan dalam menghadapi
perasaan masalah
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI.

Pearce, Evelyn, C. 2000. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :


Gramedia.

Smetlzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.
Marilynn E. Doenges . 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai