net/publication/282121300
CITATIONS READS
0 13,069
1 author:
Shabarni Gaffar
Universitas Padjadjaran
27 PUBLICATIONS 95 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
ktivitas Antikanker Ekstrak Etanolbuah Ranti Hitam (Solanum blumei Nees ex Blume) Terhadap Sel Leukimia L1210 View project
All content following this page was uploaded by Shabarni Gaffar on 24 September 2015.
UNPAD PRESS
ii
Produksi Protein Rekombinan
dalam Sistem Ekspresi
Pichia pastoris
iii
SHABARNI GAFFAR
UNPAD PRESS
iv
TIM PENGARAH
Ganjar Kurnia
Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno
Memed Sueb
TIM EDITOR
Wilson Nadeak (Koordinator), Tuhpawana P. Sendjaja,
Fatimah Djajasudarma, Benito A. Kurnani,
Denie Heriyadi, Wahya, Cece Sobarna,
Dian Indira
UNPAD PRESS
Copyright © 2010
ISBN 978-602-8743-23-5
v
PENGANTAR
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
GLOSARI x
BAB I
Produksi Protein Rekombinan 1
BAB II
Perbandingan Sistem Ekspresi E. coli, S. cerevisiae dan P.
pastoris 9
1. Sistem ekspresi E. coli 9
2. Sistem ekspresi Saccaromyces cerevisiae 13
3. Sistem ekspresi P. pastoris 17
BAB III
Pichia pastoris Sebagai Organisme Eksperimen 23
1. Metabolisme metanol pada P. pastoris 26
2. Sel dengan densitas tinggi dapat tumbuh pada kultur
fermentor 31
BAB IV
Konstruksi galur ekspresi 35
1. Galur-galur ekspresi P. pastoris 35
Fenotipe berdasarkan penggunaan methanol 36
Galur inang defisien protease 38
+ s
Pengaruh fenotip Mut dan Mut 39
2. Vektor ekspresi untuk P. pastoris 41
3. Transformasi/Integrasi ke genom P. pastoris 51
4. Pemilihan promotor 56
Promotor GAP 58
Promotor FLDI 60
viii
Promotor PEX8 dan YPT1 61
Promotor DHAS 62
5. Pemilihan kodon dan transkripsi terpotong 63
6. Integrasi gen multikopi 65
7. Ekspresi intraselular 70
8. Pemilihan kondisi kultur untuk ekspresi 71
BAB V
Transformasi Pichia pastoris 77
1. Metoda umum 78
2. Pergantian gen 79
3. Prosedur kerja 82
Larutan-larutan 82
Metoda 85
Persiapan DNA 85
Prosedur speroplas 86
Prosedur elektroporasi 91
Prosedur PEG 94
Prosedur kation alkali 96
BAB VI
Modifikasi Pascatranslasi dari Protein yang
Disekresikan 99
1. Jalur sekresi protein 99
Jalur sekresi protein pada P. pastoris 101
2. Peptida sinyal 102
Seleksi peptida sinyal 106
Pemrosesan -MF pre-pro leader sekuen 114
Peran perulangan Glu-Ala dan sisi pemotongan Kex2 115
3. Pelipatan protein 118
Protein Disulfida Isomerase 120
ix
Peranan PDI pada sekresi protein 125
4. Glikosilasi 128
Sequon 132
Lokasi struktur tersier 133
Jumlah unit manosa dan tipe oligosakarida 136
Termostabilitas 139
Oligosakarida ikatan-O 143
Imunogenisitas 146
Kondisi kultur untuk mencegah glikosilasi 147
De-glikosilasi melalui enzim atau SDM 148
Gel shift assay 150
BAB VII
Penutup 153
Daftar Pustaka 154
Indeks 160
x
GLOSARI
xii
Kodon: kelompok tiga nukleotida pada gen yang mengode satu
asam amino spesifik.
Lokus gen: lokasi spesifik dari gen
MCS (Multiple cloning site): (polylinker), bagian pendek dari
DNA dalam plasmid/vektor hasil rekayasa yang mengandung
sisi pengenal enzim restriksi untuk menyisipkan gen asing pada
vektor.
ORF (Open reading frame): sekelompok urutan nukleotida
pada genom yang mengode protein
Peroksisom: organel yang terdapat pada sel eukariota.
Peroksisom merupakan tempat metabolisme asam lemak. Pada
organisme metilotropik, metabolisme metanol juga terjadi
dalam peroksisom
Peptida sinyal: peptida pendek (3-60 asam amino) pada sisi N
terminal protein, yang mengarahkan translokasi protein.
Poliadenilasi: tambahan ekor poli-A pada molekul RNA
eukariota.
PCR (Polymerase Chain Reaction): metoda rutin yang
digunakan untuk perbanyakan fragmen DNA. Metoda PCR
menggunakan prinsip perubahan temperatur untuk
mendenaturasi DNA, menempelkan primer oligonukleotida dan
polimerisasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase
termostabil.
Promotor gen: urutan nukleotida pada awal gen yang
memfasilitasi transkripsi gen tertentu. Urutan promotor
dikenali oleh enzim RNA polimerase untuk memulai proses
transkripsi gen.
Protein heterolog: protein yang diproduksi dalam organisme
yang berbeda dengan asal protein tersebut.
xiii
Proteolisis: degradasi atau pemotongan protein oleh enzim
protease dalam sel, atau melalui penghancuran dalam molekul.
Pustaka genom: populasi sejumlah sel inang yang membawa
molekul DNA yang disisipkan pada vektor kloning. Sehingga
merupakan koleksi molekul DNA hasil kloning yang
menggambarkan keseluruan genom dari organisme tertentu.
Pyrogen: Substansi yang menyebabkan penyakit.
Protein terapeutik: protein yang digunakan untuk terapi
pengobatan manusia.
Prototropi: Galur organisme yang memiliki kemampuan
metabolisme, dan kebutuhan nutrisi yang sama dengan galur
wild type.
Ragi metilotrop: Sekelompok mikroorganisme yang dapat
menggunakan senyawa satu karbon seperti metanol dan metana
sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya.
Re-folding: proses pelipatan ulang protein
Reading frame: pola pembacaan kodon yang berdekatan yang
tidak saling bertindihan, pada gen. Terdapat tiga kemungkinan
reading frame pada mRNA dan enam kemungkinan pada rantai
DNA untai ganda.
Rekombinasi homolog: tipe rekombinasi genetik dimana
urutan nukleotida berpindah tempat antara dua untai DNA yang
identik.
Single cell protein (SCP): Sumber campuran protein yang
diekstrak dari kultur murni atau kultur campuran dari alga,
ragi, jamur atau bakteri (yang ditumbuhkan pada limbah
pertanian) dan digunakan sebagai makanan pengganti yang
kaya protein untuk makanan manusia maupun ternak.
xiv
Shuttle vektor: vektor (biasanya plasmid) yang dikonstruksi
sehingga dapat berpropagasi dalam dua jenis inang yang
berbeda. Sehingga DNA yang disisipkan ke shuttle vektor
dapat di uji dan dimanipulasi dalam dua tipe inang.
Southern blotting: Metode rutin yang digunakan dalam biologi
molekuler untuk mendeteksi urutan DNA spesifik dalam
sampel DNA. Pada metoda Southern blotting, fragmen-
fragmen DNA yang telah dipisahkan dengan elektroforesis,
didenaturasi dan ditransfer ke menbran nilon dan kemudian
dihibridisasi dengan urutan DNA spesifik (disebut probe).
Metode ini dinamai sesuai penemunya, Edwin Southern.
Speroplas: bentuk sel yang bagian dindingnya telah dibuang.
Vaksin: preparat biologi yang meningkatkan kekebalan
terhadap penyakit tertentu. Vaksin bisa berupa
virus/bakteri/toksin yang dilemahkan atau dimatikan.
Vaksin rekombinan: (vaksin subunit), vaksin yang dibuat
dengan teknologi DNA rekombinan, hanya mengandung
bagian protein yang bersifat virulen.
Vektor: mulekul DNA yang digunakan sebagai pembawa gen
asing ke dalam sel inang.
Vektor ekspresi: vektor yang mengandung urutan untuk
mengekspresikan gen asing, yaitu promotor dan terminator,
sehingga gen asing akan diekspresikan menghasilkan protein
oleh perangkat transkripsi dan translasi sel inang.
Unfolding: lawan dari folding.
Wild type: Tipe liar/awal
xv
1
Produksi Protein Rekombinan
1
Protein yang digunakan untuk bidang farmasi dan
kedokteran (protein terapeutik dan vaksin) juga telah
diproduksi secara rekombinan. Biopharmaceutical
diistilahkan untuk obat-obatan yang merupakan protein
rekombinan, vaksin rekombinan dan antibodi
monoklonal. Protein yang digunakan untuk kepentingan
pengobatan dan terapi ini disyaratkan mempunyai
kemurnian yang tinggi. Teknologi DNA rekombinan juga
telah menyediakan berbagai strategi untuk meningkatkan
produksi dan mempermudah pemurnian protein.
Salah satu contoh penggunaan teknologi produksi
enzim rekombinan adalah produksi enzim detergen
Lipolase oleh Novo Nordisk A/S, yang mempercepat
pembuangan lemak yang tertinggal pada kain. Enzim ini
pertama kali diidentifikasi pada jamur Humicola
languinosa dengan jumlah yang tidak cukup untuk
produksi komersial. Fragmen DNA dari gen pengode
enzim ini dikloning dalam jamur Aspergillus oryzae
sehingga dapat diproduksi secara komersial. Enzim ini
terbukti efisien pada berbagai kondisi pencucian pakaian.
Enzim ini juga stabil pada beberapa variasi suhu dan pH,
serta resistan terhadap proteolisis (Smith, J.E., 1996).
2
diekspresikan oleh sel inang dan diproduksi dalam jumlah
banyak. Ekspresi protein asing biasanya dirancang supaya
terjadi dalam jumlah besar sehingga diistilahkan
overekspresi.
3
Konstruksi sistem ekspresi protein heterolog
menggunakan strategi biologi molekul penting dilakukan
untuk investigasi rekayasa protein dan enzimologi. Hal ini
terutama menjadi masalah bila protein tersebut jarang dan
sulit didapatkan dalam jumlah yang cukup untuk
penelitian fisikokimia atau bila sejumlah protein yang
diinginkan akan dimutagenesis untuk keperluan penelitian
ataupun komersial. Untuk memperoleh protein yang
diinginkan dalam jumlah besar, maka sistem ekspresi
yang sesuai dan kondisi optimum untuk ekspresi harus
ditentukan (Koganesawa et al., 2001).
4
sehingga dapat digunakan oleh manusia atau binatang
dengan jumlah yang banyak dan stabil; aktif secara
biologi untuk studi biokimia, biofisik, dan struktur; dan
protein yang digunakan untuk proses industri.
Selanjutnya, protein manusia yang ditujukan untuk
penggunaan medis harus identik sifatnya dengan protein
natif.
5
memproduksi protein asing dalam jumlah banyak, baik
intraselular maupun ekstraselular; (4) P. pastoris
merupakan eukariota sehingga memiliki kemampuan
untuk melakukan modifikasi pasca-translasi seperti yang
terjadi pada kebanyakan protein eukariota, seperti
glikosilasi, pembentukan ikatan disulfida dan pemrosesan
proteolisis; dan (5) tersedianya sistem ekspresi secara
komersial, sehingga memungkinkan untuk memproduksi
sejumlah besar protein target dengan teknik yang relatif
mudah dan dengan biaya yang rendah dibandingkan
sistem eukariota lain (De Schutter et al., 2009; Glick dan
Pasternak, 2003).
6
yang berbeda-beda. Walaupun hasil akhir protein
rekombinan sangat dipengaruhi oleh sifat protein tersebut,
namun hasil dapat ditingkatkan dengan memanipulasi
beberapa faktor yang memengaruhi ekspresi gen dan
stabilitas protein.
Beberapa protein terapi yang diproduksi dalam P.
pastoris, baik yang tidak terglikosilasi (seperti serum
albumin manusia) (Watanabe et al., 2001) atau protein
yang memerlukan glikosilasi untuk pelipatan (seperti
beberapa vaksin) (Hardy et al., 2000) sudah beredar di
pasaran. Penemuan penting baru-baru ini telah
mengembangkan galur P. pastoris dengan tipe N-
glikosilasi seperti protein-protein manusia. Galur ini
selanjutnya akan meningkatkan peran P. pastoris untuk
memproduksi protein terapi (biopharmaceuticals)
manusia. Protein yang diproduksi dengan sistem ini akan
bergerak ke arah pengembangan klinis (Ratner, 2009).
Sehingga antibodi monoklonal dapat dibuat mencapai
skala gram per liter oleh galur dengan glikosilasi
homogen tersebut (Potgieter et al., 2008).
7
2
Perbandingan Sistem Ekspresi E. coli,
S. cerevisiae dan P. pastoris
11
Gambar 2.1. Beberapa contoh oligosakarida ikatan-O dan
ikatan-N pada ragi (A), serangga (B) dan mamalia (C). T
adalah threonin, S (serin), N (asparagin) dan X (sembarang
asam amino). Monosakarida/oligosakarida yang berbeda
dilambangkan oleh bentuk yang berbeda.
14
rekombinan akan memperoleh residu asam amino yang
benar pada posisi N terminal (Glick & Pasternak, 2003).
16
merupakan satu-satunya sistem yang menggabungkan
keuntungan penggunaan E. coli (tingkat ekspresi tinggi,
mudah dilakukan peningkatan skala produksi, dan murah)
dan sistem ekspresi eukariota (adanya komponen
pelipatan protein dan modifikasi pasca-translasi).
Fleksibilitas sistem ekspresi P. pastoris menjadikannya
alat yang ideal untuk riset laboratorium yang ditujukan
untuk aplikasi industri (Glick dan Pasternak, 2003).
Sejumlah protein yang tidak dapat diekspresikan
E. coli, telah berhasil diekspresikan dalam ragi
metilotropik P. pastoris (Monsalve et al., 1999). Sebagai
contoh adalah studi komparatif yang dilakukan oleh
Leuking et al (2000) di mana vektor ekspresi untuk E.
coli dan P. pastoris dikonstruksi dan diuji dengan
mengkloning sejumlah cDNA dari pustaka genom otak
janin manusia. Dari 29 klon cDNA yang berbeda, yang
memiliki reading frame yang benar, semuanya diperoleh
dalam bentuk protein terlarut dalam P. pastoris. Namun
dalam sistem ekspresi E. coli, hanya sembilan klon yang
menghasilkan protein terlarut, 15 klon terdeteksi
membentuk badan inklusi dan 5 protein tidak
diekspresikan sama sekali. Hasil ini tidak diragukan lagi
karena perbedaan lingkungan folding protein dan
ketidakmampuan E. coli untuk melakukan modifikasi
pasca-translasi (Leuking et al., 2000). Protein-protein
lain, yang dihasilkan dalam bentuk pelipatan yang salah
17
(miss-fold) dan badan inklusi dalam E. coli, diperoleh
dalam bentuk terlarut dan mengalami pelipatan dengan
benar bila diekspresikan di P. pastoris, contohnya antigen
5 (Ag5) dari spesies yellow-jacket, paper-wasp dan white-
face hornet (Monsalve et al., 1999; King et al., 1995),
protein herring antifreeze (Li et al., 2001), prourokinase
(Holmes et al., 1985) dan transferring manusia
(Hershberger et al., 1991; Mason et al., 1996).
Oleh karena itu sistem ekspresi P. pastoris
memiliki kelebihan dibanding sistem ekspresi E. coli
untuk memproduksi sejumlah protein heterolog yang
berasal dari eukariota. Seperti dijabarkan di atas, P.
pastoris cocok digunakan untuk protein target yang
memiliki banyak ikatan disulfida atau protein yang
membutuhkan glikosilasi, fosforilasi, penghilangan amino
terminal metionin atau protein yang tidak memerlukan
pembentukan oligomer untuk perakitan dan pematangan
protein. Di samping sistem ekspresi P. pastoris
memungkinkan untuk menyekresikan protein autentik
yang terlarut, sistem ini juga mampu memproduksi
protein rekombinan dalam jumlah besar (Daly & Hearn,
2004).
Berbagai jenis protein (termasuk enzim, protease,
inhibitor protease, reseptor, antibodi rantai tunggal, dan
protein regulator) telah berhasil diproduksi dengan sistem
ekspresi P. pastoris dengan tingkat ekspresi hingga
18
mencapai hasil dalam besaran gram per liter (Tabel 2.2)
(Invitrogen, 2006). Lin-Cereghino (2006) melaporkan
lebih dari 550 protein heterolog yang berasal dari bakteri,
ragi, protista, tumbuhan, invertebrata, manusia dan virus
telah berhasil disintesis dan diproduksi dalam ragi ini
(http://faculty.kgi.edu/cregg/index.htm).
19
Tabel 2.2. Protein rekombinan yang diproduksi oleh sistem
ekspresi P. pastoris (Invitrogen, 2006).
Protein bakteri:
Toksin tetanus fragmen C 12000
-amilase 2500
T2A peroksidase 2470
Fragmen neurotoxin C. botulinum 78
Protein Ragi:
Catalase L 2300
Glukoamilase 400
Lipase 60
Protein tumbuhan:
Hidroksinitril liase 22000
Aeroallergen 720
Wheat lipid transfer protein 60
Protein mamalia:
Mouse gelatin 14000
Human tumor necrosis factor 10000
Human IGF-1 600
Human CD-38 455
Informasi tentang genom P. pastoris juga telah
berhasil dielusidasi baru-baru ini, yang bermanfaat untuk
merekayasa galur. De Schutter et al (2009) telah berhasil
menentukan urutan nukleotida genom salah satu galur
Pichia pastoris yang biasa digunakan untuk produksi
protein rekombinan. Galur tersebut, yaitu GS115
mempunyai genom dengan ukuran 9,43 Mpb (Mega
pasang basa) yang terdapat pada empat kromosom, dan
20
memiliki 5.313 gen pengode protein. Informasi yang
tersedia dengan adanya urutan genom P. pastoris akan
mempercepat pengembangan P. pastoris sebagai inang
ekspresi protein, membangun kapasitas natural P. pastoris
untuk produksi protein heterolog yang dapat digunakan
untuk kepentingan biofarmasi.
21
3
Pichia pastoris Sebagai Organisme
Eksperimen
22
turun. Sehingga nilai ekonomi produksi SCP dari metanol
terlalu tinggi.
24
yang efisien untuk integrasi vektor ke lokus genom
(Cregg & Madden, 1988). Penggantian gen terjadi pada
frekuensi yang rendah dibandingkan yang terjadi pada S.
cerevisiae dan membutuhkan urutan ujung yang lebih
panjang untuk terjadinya integrasi langsung yang efisien.
P. pastoris merupakan ragi homotallus
ascomycetes yang dapat juga dimanipulasi dengan metode
genetika klasik. Tidak seperti galur S. cerevisiae
homotallus yang merupakan diploid, P. pastoris tetap
berbentuk haploid sampai dipaksa untuk kawin. Galur
dengan marker komplemen dapat juga kawin dengan
menempatkannya pada medium yang minim nitrogen.
Setelah satu hari pada medium ini, sel dipindahkan ke
medium minimal standar dengan nutrien yang didesain
untuk menyeleksi sel-sel yang membentuk komplemen
diploid (bukan sel yang kawin sendiri atau induk sel yang
tidak kawin). Diploid yang diperoleh stabil selama sel
tidak ditempatkan pada nutrisi yang menyebabkan stres.
Untuk memperoleh produk spora, diploid dikembalikan
ke medium dengan nitrogen terbatas, yang akan
merangsang sel untuk melakukan miosis dan sporulasi.
Produk spora dapat diperlakukan dengan teknik acak
dibandingkan teknik mikro-manipulasi, karena P. pastoris
asci berukuran kecil dan sulit untuk dipotong. Selanjutnya
metode strandar manipulasi genetika klasik dapat
dilakukan, termasuk: isolasi mutan, analisis
25
komplementasi, backcrossing, konstruksi galur, dan
analisis spora (Cereghino & Cregg, 2000).
30
peroksisom seperti AOX diperkirakan mengalami
pergantian yang cepat. Pergantian ini dikombinasi dengan
afinitas enzim yang rendah terhadap O2, sehingga jumlah
protein AOX dapat menjadi tinggi, mencapai 30 persen
dari TCP (total cell protein), dan ukuran peroksisom
dapat mencapai 80 persen dari volume sel bila P. pastoris
ditumbuhkan dengan metanol sebagai sumber karbon
(Gambar 3.3). Karena FMDH dan DAS dibutuhkan untuk
penggunaan metanol, levelnya dapat mencapai 20 persen
TCP (Gellissen et al., 1992; Cereghino & Cregg, 1999).
31
medium secara kasar sebanding dengan konsentrasi sel
pada kultur (Cereghino & Cregg, 2000).
32
maksimal, sehingga ekspresi protein asing akan
dihentikan bila oksigen terbatas. Hanya pada fermentasi
dengan lingkungan yang terkontrol level oksigen dapat
diatur pada kultur medium. Tanda dari sistem P. pastoris
adalah kemudahan galur ekspresi untuk ditingkatkan
(scale-up) dari kultur pada labu (shake-flask) sampai
kultur fermentor dengan densitas tinggi.
34
4
38
untuk induksi dapat dikurangi 35x dibandingkan dengan
galur Muts (Clare et al., 1991).
39
Pengaruh fenotipe Mut+ dan Muts
40
A2 diekspresikan dengan level yang lebih tinggi
dibandingkan galur Mut +, tapi ekspresi Mut + meningkat
bila konsentrasi metanol dinaikkan (Reverter et al., 1998).
Galur Mut+ kurang disukai karena diracuni metanol
dibandingkan Muts tapi lebih disukai karena tidak terlalu
memerlukan oksigen (Romanos, 1995). Sel dengan
fenotipe Muts juga cenderung untuk memproduksi protein
dalam jumlah yang sama dengan galur Mut + dalam kultur
pengocok-labu, kemungkinan karena labu menyuplai
oksigen lebih sedikit dan fenotipe Mut+ tumbuh terbatas
(Cregg et al., 1993). Ilustrasi dari ketergantungan ini
merupakan hasil dari ekspresi invertase, -galaktosidase
dan antigen permukaan hepatitis B menggunakan P.
pastoris (Tschopp et al., 1987; Cregg et al., 1989).
41
Vektor ekspresi P. pastoris pada umumnya
memiliki format yang sama. Semua vektor ekspresi telah
didisain sebagai shuttle vektor E. Coli/P. pastoris, yang
mengandung titik awal replikasi untuk mempertahankan
plasmid di E. coli dan marker fungsional di satu atau
kedua organisme. Replikasi plasmid dalam P. pastoris
membutuhkan tambahan urutan P. pastoris-specific
autonomous replication sequence (PARS) (Cregg et al.,
1985). PARS akan mempertahankan vektor sebagai
elemen sirkular dengan jumlah kopi sekitar 10/sel.
Dibandingkan dengan S. cerevisiae, P. pastoris memiliki
kecenderungan rekombinasi, walaupun terdapat PARS.
Vektor yang mengandung lebih dari sekitar 0,5 kb urutan
DNA P. pastoris akan terintegrasi ke genom P. pastoris
pada beberapa titik selama 100 generasi pertama setelah
transformasi.
Kebanyakan vektor ekspresi memiliki kaset
ekspresi yang terdiri dari 0,9 kb fragmen AOX1 yang
mengandung urutan promotor 5’ dan urutan pendek
fragmen AOX1 yang mengandung urutan yang dibutuhkan
untuk terminasi transkripsi. Di antara urutan promotor dan
terminator terdapat multiple cloning site (MCS) untuk
insersi urutan pengode gen asing. Diagram umum vektor
ekspresi P. pastoris diperlihatkan pada Gambar 4.1, dan
MCS vektor pPICZA diperlihatkan pada Gambar 4.2.
42
Gambar 4.1. Diagram umum vektor ekspresi P. pastoris.
YFG, ‘Your Faforite Gene’
43
Gambar 4.2. Urutan multiple cloning site (MCS) pada vektor
pPICZA (Invitrogen, 2006).
44
Tabel 4.2. Komponen umum yang terdapat pada vektor untuk
ekspresi protein dalam P. pastoris.
45
Gambar 4.3. Diagram vektor pHIL-D2 dan pPIC9
46
Gambar 4.4. Diagram vektor pPIC9K
48
istimewa pada vektor ekspresi pPICZA serta
keuntungannya.
49
Terminasi transkripsi Terminasi transkripsi natif dan
AOX1 (TT). sinyal poliadenilasi dari gen AOX1
(~260 pb) yang memungkinkan
proses efisiensi 3′ mRNA, termasuk
poliadenilasi, untuk meningkatkan
stabilitas mRNA.
50
SacI Sisi restriksi yang unik yang dapat
melinearkan vektor pada lokus
PmeI AOX1 untuk integrasi yang efisien
kedalam genom Pichia.
BstX I
53
Integrasi ke genom dapat terjadi melalui proses
rekombinasi homolog bila vektor/ kaset ekspresi
mengandung daerah yang homolog dengan genom P.
pastoris sehingga integrasi dapat terjadi melalui insersi
gen atau pergantian gen (Gambar 4.7A-C). Integrasi
melalui insersi gen dapat menghasilkan integrasi multi-
tandem karena terjadinya peristiwa rekombinasi berulang
dengan laju 1-10 persen dari transforman (Romanos,
1995).
Integrasi dapat dilakukan dengan dua cara. Cara
yang paling sederhana adalah dengan memotong vektor
pada sisi yang unik dalam gen penanda (seperti HIS4)
atau pada fragmen promotor AOX1 dan kemudian
mentransformasinya ke mutan auksotropi yang tepat.
Ujung DNA bebas akan menstimulasi rekombinasi
homolog yang menghasilkan integrasi tipe single
crossover (Gambar 4.7A dan B) ke lokus ini dengan
frekuensi tinggi (50 persen-80 persen dari transforman
His+). Sisa transforman akan mengalami konversi gen,
dimana hanya gen marker dari vektor yang terintegrasi ke
lokus inang mutan, sedang urutan vektor yang lain tidak
terintegrasi.
54
Gambar 4.7A. Insersi gen pada lokus his4
55
transforman hasil pergantian gen biasanya lebih stabil
(Romanos et al., 1992; Clare et al., 1991). Pergantian gen
dicapai melalui pemotongan vektor ekspresi yang ujung 5′
dan 3′ dari vektor merupakan ujung 5′ dan 3′ AOX1 pada
lokus AOX kromosom. Vektor ekspresi dipotong
sedemikian rupa sehingga kaset ekspresi dan gen marker
dibebaskan, diapit oleh urutan 5′ dan 3′ AOX1. Sekitar 10-
20 persen peristiwa transformasi adalah merupakan hasil
dari peristiwa pertukaran gen (gene replacement) bahwa
gen AOX1 didelesi dan digantikan oleh kaset ekspresi dan
gen marker (Gambar 4.7C) (Romanos, 1995).
56
Perusakan gen AOX1 akan memaksa galur ini
untuk bergantung pada gen AOX2 yang ditranskripsi
dengan lemah untuk tumbuh pada metanol, sehingga
hasilnya galur ini memiliki fenotipe Muts (Cregg et al.,
1987). Galur dengan penggantian gen akan mudah
diidentifikasi di antara koloni transforman dengan cara
mereplikanya pada media yang mengandung metanol dan
menyeleksi koloni yang sulit tumbuh pada metanol.
Manfaat utama dari galur Mut s adalah mengonsumsi
sedikit metanol dan kadang-kadang mengekspresikan
protein asing dengan jumlah tinggi dibandingkan wild tipe
(galur Mut+) terutama pada kultur shake-flask.
57
akhir-akhir ini semakin popular dan dapat digunakan
untuk vektor resistan zeocin. Metode ini membutuhkan
beberapa step dan risiko kontaminasi sedikit. Pengalaman
di laboratorium memperlihatkan bahwa sistem ekspresi
yang sangat efisien dapat dikonstruksi melalui strategi ini,
sehingga sejumlah protein fungsional dengan folding yang
tepat dapat disiapkan dan dipurifikasi, terutama bila
protein tersebut mengandung tag-peptide, seperti
heksahistidin pada posisi N atau C terminal. Contohnya,
prosedur ini telah digunakan untuk persiapan sejumlah
protein mutan reseptor aktivin ActRIa/b dan ActRIIa/b
(Beall & Pearce, 2001).
4. Pemilihan promotor
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, enzim AOX1
mempunyai afinitas yang rendah terhadap oksigen,
sehingga sebagai kompensasinya P. pastoris
meningkatkan regulasi promotor AOX1 untuk
menjalankan ekspresi gen AOX1 dan memproduksi
sejumlah besar enzim AOX. Kenyataannya, melimpahnya
enzim AOX bisa mencapai 30 persen total protein sel, bila
sel ditumbuhkan pada metanol sebagai satu-satunya
sumber karbon (Gellissen, 2000; Cregg et al., 1993).
Sehingga promotor yang kuat ini dapat digunakan untuk
menjalankan ekspresi protein rekombinan dengan level
yang tinggi walaupun hanya terjadi integrasi satu kopi
58
dari kaset ekspresi. Manfaat lain dari promotor ini adalah
dapat di-off-kan, sehingga sejumlah terbatas sumber
karbon seperti gliserol dan glukosa merepresi promotor
AOX1 pada level transkripsi dan meminimalkan
kemungkinan untuk menyeleksi mutan non-ekspresi atau
kontaminan selama pembentukan biomassa. (Inan &
Meager, 2001; Cregg et al., 1993; Cereghino & Cregg,
2000). Karakteristik ini juga memungkinkan produksi
protein yang toksik terhadap P. pastoris, seperti anti-sel T
immunotoxin (Woo et al., 2002) dengan menumbuhkan
sel pertama-tama dalam media represif dan kemudian
menginduksi ekspresi protein bila biomassa sudah cukup
banyak.
59
trehalosa atau alanin. Semua sumber karbon ini diketahui
mendukung pertumbuhan selama fasa produksi tanpa
merepresi induksi AOX (Sreekrishna et al., 1997; Inan &
Meager, 2001). Sreekrishna et al. (1997) juga
menggunakan sorbitol untuk mendukung pretumbuhan
dalam kultur semi kontinu.
Promotor GAP
Waterham dan kolega (1997) mengisolasi gen
gliseraldehid 3-fosfat dehidrogenase dari P. pastoris
melalui pelacakan pustaka genom P. pastoris dengan gen
GAPDH S. cerevisieae. Daerah promotor dari gen ini
selanjutnya diklon dan digunakan pada vektor ekspresi
untuk menjalankan produksi protein rekombinan secara
konstitutif. Promotor gen untuk gliseraldehid 3-fosfat
dehidrogenase (GAP) P. pastoris menyediakan ekspresi
konstitutif yang kuat pada medium glukosa dengan level
yang sebanding dengan yang diamati pada promotor
AOX1. Pendekatan ini memungkinkan sel ditumbuhkan
tanpa menggunakan metanol sebagai penginduksi dan
terutama baik digunakan untuk produksi protein untuk
fermentor skala besar. Sejumlah sumber karbon telah
digunakan pada produksi protein dengan promotor GAP,
seperti glukosa, gliserol, asam oleat dan metanol, dan
glukosa ditemukan menghasilkan ekspresi yang paling
tinggi. Level aktivitas promotor GAP pada sel yang
ditumbuhkan dengan gliserol dan metanol kira-kira dua
per tiga dan satu per tiga dibanding dengan bila
ditumbuhkan dengan glukosa. Manfaat menggunakan
promotor GAP adalah metanol tidak dibutuhkan untuk
61
induksi, dan juga tidak dibutuhkan pemindahan kultur
dari satu sumber karbon ke yang lain, sehingga galur
tumbuh lebih cepat. Perbandingan tingkat ekspresi B-
laktamase P. pastoris menggunakan promotor AOX1 dan
GAP (integrasi satu kopi pada HIS4) memperlihatkan
bahwa protein diproduksi dengan level tinggi di bawah
kontrol promotor GAP (yang ditumbuhkan dalam
glukosa) dibandingkan promotor AOX (ditumbuhkan
dalam metanol). Namun, karena promotor GAP
diekspresikan secara konstitutif, maka promotor ini tidak
bagus digunakan untuk produksi protein yang bersifat
racun terhadap ragi (Waterham et al., 1997).
Promotor FLD1
62
tertentu sebagai sumber nitrogen dan metanol sebagai
sumber karbon. Promotor FLD1 dapat diinduksi dengan
metanol sebagai sumber karbon (dan ammonium sulfat
sebagai sumber nitrogen) atau metilamin sebagai sumber
nitrogen (dan glukosa sebagai sumber karbon). Setelah
induksi dengan metanol atau metilamin, promotor FLD1
dapat mengekspresikan sejumlah gen reporter L-
laktamase dengan jumlah yang sama dengan yang
diperoleh pada induksi dengan metanol pada promotor
AOX1. Promotor FLD1 memberikan fleksibilitas untuk
induksi ekspresi tinggi dengan menggunakan metanol
atau metilamin (sumber nitrogen yang tidak mahal dan
tidak beracun).
63
matriks peroksisom yang penting untuk biogenesis
peroksisom. Gen ini diekspresikan pada level rendah
namun cukup signifikan dalam glukosa dan promotor ini
diinduksi dengan sedang bila sel dipindahkan ke metanol.
Promotor lain yang telah sukses digunakan dalam sistem
ekspresi P. pastoris adalah promotor konstitutif YPT1,
yang dikonstruksi dari produk gen GTPase yang terlibat
dalam jalur sekresi (Segev et al., 1988).
Promotor DHAS
Tschopp et al (1987) telah mengekspresikan -
galaktosidase menggunakan promotor AOX dan promotor
dihidroksiaseton sintase (DHAS). Protein DHAS sendiri
digunakan pada jalur asimilasi metanol dan dapat
mencapai lebih dari 20 persen total protein sel bila
ditumbuhkan dalam metanol (Gellissen, 2000; Tschopp et
al., 1987). Produksi -galaktosidase diinduksi dengan
metanol pada penggunaan kedua promotor ini. Hasilnya
produksi -galaktosidase dengan promotor AOX lima kali
lebih besar dibandingkan promotor DHAS bila sel
ditumbuhkan dalam metanol. Perbedaan tingkat ekspresi
induksi dari dua promotor ini mungkin bisa dijelaskan
karena protein peroksisom (AOX) mempunyai laju turn
over lebih cepat dibandingkan protein sitoplasma DHAS.
Kekurangan glukosa juga ditemukan menghasilkan
induksi promotor AOX (ekspresi protein AOX ) dan juga
protein rekombinan yang dikontrol promotor AOX1.
Peningkatan jumlah -galaktosidase yang diproduksi di
bawah kontrol promotor AOX, juga telah ditemukan pada
saat kekurangan glukosa. Namun tidak ada pengaruh
induksi -galaktosedase menggunakan promotor DHAS
pada saat kelaparan glukosa. Sehingga promotor DHAS
65
tidak diaktivasi oleh kekurangan karbon. Hasil ini
menyarankan bahwa kedua promotor ini mempunyai
mekanisme regulasi yang berbeda (Tschopp et al., 1987).
68
mungkin tidak akan berkontribusi terhadap jumlah total
protein yang diekspresikan (Eckart & Bussineau, 1996).
Integrasi multi kopi terjadi relatif jarang dengan
laju 1-10 persen (Chen et al., 2000). Jumlah kopi integran
kaset ekspresi dapat memengaruhi jumlah protein yang
diekspresikan oleh P. pastoris. Contohnya peningkatan
jumlah integran kaset ekspresi (jumlah kopi) dari 1-14
untuk protein fragmen C toksin tetanus meningkatkan
level ekspresi protein 6 kali (Clare et al., 1991). Dengan
cara yang sama 20 kopi integrasi dari tumor necrosis
factor (TNF- ) menghasilkan peningkatan ekspresi
sampai 200 kali (Sreekrishna et al., 1989), 19 kopi
integran dari mEGF meningkatkan level protein 13 kali
dan level protein antigen permukaan hepatitis B
dilaporkan meningkat 11,5 kali dengan 8 kopi integran
(Vassileva et al., 2001).
Lebih penting lagi, walaupun dengan dosis gen
tinggi, tidak terdapat bukti terjadinya kejenuhan jalur
sekresi (Clare et al., 1991), dengan masing-masing
peristiwa integrasi ditemukan berkontribusi sebanding
dengan jumlah protein yang diekspresikan. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terjadinya kompetisi pada
setiap vektor (Vassileva et al., 2001), dan menyarankan
bahwa multi-integrasi mempunyai sedikit pengaruh
terhadap ekspresi dan sekresi protein dalam P. pastoris.
69
Tiga pendekatan dilakukan untuk mendapatkan
galur P. pastoris multikopi. Pendekatan pertama
melibatkan konstruksi vektor dengan multi-head-to-tail
dari kaset ekspresi (Brierley, 1998). Kunci untuk
mendapatkan konstruksi ini adalah vektor yang memiliki
kaset ekspresi yang diapit oleh sisi restriksi yang memiliki
ujung komplemen (seperti kombinasi BamH1-BglII, Sal1-
XhoI). Proses pengulangan pemotongan dan re-insersi
akan menghasilkan sejumlah vektor yang mengandung
peningkatan jumlah kaset ekspresi. Manfaat dari metode
ini adalah terutama pada produksi produk farmasi untuk
manusia, di mana jumlah kaset ekspresi diketahui dengan
tepat dan dapat ditentukan kembali untuk verifikasi
melalui penentuan urutan DNA.
70
koloni harus dianalisis jumlah kopi dan level ekspresinya.
Dengan pendekatan ini galur yang membawa lebih dari 30
kopi kaset ekspresi telah diisolasi (Clare et al., 1991).
7. Ekspresi intraselular
Bila mengekspresikan protein rekombinan dalam
ragi, perlu dipertimbangkan apakah protein tersebut akan
diekspresikan intraselular atau sekresi ekstraselular.
Pilihan akan tergantung pada protein yang akan
diekspresikan. Jika target protein tidak disekresikan
menggunakan sistem natif, maka induksi protein melewati
sistem sekresi mungkin akan menghasilkan protein yang
telah diubah oleh glikosilasi atau protein yang kekurangan
modifikasi pasca-translasi yang mungkin sangat
diperlukan. Sehingga ekspresi intraselular merupakan
pilihan lain dari sekresi dan biasanya tidak menghasilkan
glikosilasi, yang dalam beberapa kasus menyediakan
beberapa metode yang lebih disukai. Namun purifikasi
protein hasil ekspresi intraselular dapat menjadi lebih sulit
dibanding protein yang disekresikan, karena protein target
73
biasanya hanya mencapai 1 persen dari total protein
intraselular (Rees et al., 1999).
Manfaat dari ekspresi protein rekombinan
intraselular dalam P. pastoris adalah tidak seperti protein
yang diekspresikan E. coli, umumnya residu amino
terminal metionin dipotong oleh metionin amino-
peptidase (Romanos et al., 1992). Efisiensi pemotongan
ini meningkat bila asam amino kedua adalah prolin, valin
atau cystein (Sreekrishna et al., 1989). Amino terminal
dari asam amino protein yang diekspresikan dalam P.
pastoris juga dapat di-asilasi oleh N-asetil-transferase
(Romanos et al., 1992; Rees et al., 1999).
Banyak protein yang telah sukses diproduksi
dalam P. pastoris menggunakan sistem ekspresi
intraselular, terutama protein membran seperti antigen
permukaan hepatitis B (Vassileva et al., 2001). Fosforilasi
residu serin, treonin atau tirosin merupakan modifikasi
pasca-translasi yang penting untuk beberapa protein.
Sistem ekspresi P. pastoris sebagai eukariota diketahui
memfosforilasi beberapa protein yang memiliki sisi
fosforilasi. (Zanchin & McCarthy (1995) menemukan
bahwa walaupun ekspresi dari fosfoprotein eukariota
yaitu faktor inisiasi 4E dalam S. cerevisiae menghasilkan
fosforilasi pada sisi yang berbeda dengan protein natif
(Zanchin & McCarthy, 1995), fosforilasi sering terjadi
pada residu tertentu, terutama pada struktur -turn (Li et
74
al., 2001). Pelipatan protein dengan benar yang biasanya
terjadi pada sistem ekspresi ragi ini diharapkan
menghasilkan fosforilasi bentuk natif. Penggunaan P.
pastoris untuk ekspresi fosfoprotein telah cukup banyak
dipelajari, sehingga sistem ini dapat digunakan untuk
ekspresi fosfo-protein di masa yang akan datang.
76
Tipe labu kultur yang digunakan pada studi
ekspresi skala kecil ini juga penting dalam desain
eksperimen, dan khususnya labu pada shake flask dapat
digunakan untuk meningkatkan transfer oksigen.
Beberapa tipe bentuk labu telah diuji untuk ekspresi
sejumlah protein reseptor activin dan domain ekstraselular
dari reseptornya (Gambar 4.9), di mana ditemukan bahwa
labu tipe 3 sangat meningkatkan produksi biomassa
dibandingkan dengan labu desain lain. Seperti yang
dipelajari oleh Vilatte et al (2001) walaupun hasil
pengukuran level oksigen memperlihatkan bahwa semua
labu (tipe 2-5) menghasilkan level oksigen yang sama,
ekspresi protein rekombinan ditemukan beberapa ribu kali
lebih baik menggunakan labu tipe 2, 3, 5 dibandingkan
dengan labu tipe lain. Observasi ini menunjukkan bahwa
keterbatasan oksigen dalam shake-flask tidak selalu
merupakan faktor penentu untuk memperoleh ekspresi
protein dengan level tinggi.
Komponen dan pH media juga dapat
menyebabkan perbedaan tingkat ekspresi. Bila media di
buffer menjadi pH antara 3 dan 6, maka jumlah proteolisis
dari protein rekombinan akan berkurang (Sreekrishna et
al., 1997; Cregg et al., 1993). Jumlah proteolisis juga
direduksi jika menggunakan media yang menggunakan
pepton dan ekstrak ragi. Cara lain untuk mengurangi
proteolisis adalah dengan menambahkan asam kasamino 1
persen (Clare et al., 1991). Penambahan L-arginin-
77
hydroklorida atau ion ammonium (dalam bentuk
ammonium fosfat) juga telah digunakan untuk
mengurangi proteolisis. Ion ammonium, sepertinya
memberikan pengaruh yang paling besar untuk
mengurangi proteolisis (Tsujikawa et al., 1996).
78
perbaharui beberapa kali tanpa menurunkan level ekspresi
protein rekombinan (Daly & Hearn, 2004).
Peneliti lain juga telah mengobservasi
kecenderungan yang sama (Sreekrishna et al., 1997; Barr
et al., 1992). Antigen permukaan hepatitis B diproduksi
menggunakan promotor GAP, dengan membuang 70
persen media kultur dan menggantinya dengan media
baru untuk mempertahankan sel pada fasa mid-log
(Vassileva et al., 2001). Lisozim juga sukses
diekspresikan dengan metode semi-kontinu dengan
mengganti media secara periodik (Digan et al., 1989).
Protein rekombinan yang diekspresikan dalam
sistem ekspresi P. pastoris juga ditemukan dengan cepat
didegradasi jika protein tersebut mengandung urutan
PEST. Urutan ini, termasuk motif XFXRQ atau QRXFX
yang diketahui didegradasi dalam lisosom (Sreekrishna et
al., 1989). Aditif lain seperti adanya EDTA 5 mM, juga
dapat menstabilkan protein rekombinan yang
diekspresikan sehingga meningkatkan hasil ekspresi.
Temperatur pada fasa induksi juga ditemukan
memengaruhi, tidak hanya pada jumlah proteolisis juga
pada jumlah protein yang diekspresikan. Sebagai contoh
level ekspresi galaktosidase A yang diproduksi dalam P.
pastoris meningkat bila temperatur diturunkan menjadi 25
C (Chen et al., 2000). Ekspresi protein fusi reseptor m-
opioid manusia diuji pada berbagai temperatur di mana
79
ditemukan bahwa protein yang paling fungsional
diproduksi pada 15-20 C dengan level ekspresi 2 kali
lebih tinggi dibanding pada suhu 25 C dan 4 kali lebih
besar dibanding pada suhu 30 C (Sarramegna et al.,
2002). Produksi protein herring anti-freeze juga
dibandingkan antara suhu 30 C dan 23 C dan sekali lagi
ditemukan bahwa 10 kali peningkatan protein yang
diproduksi pada temperatur rendah (23 C). Jumlah
proteolisis yang terjadi setelah 2 hari induksi juga
berkurang pada 23 C dibanding pada 30 C. Observasi
ini berhubungan dengan kultur pada 23 C memiliki
fiabilitas sel yang lebih tinggi dibanding dengan kultur
pada 30 C, walaupun biomassa pada kedua kultur adalah
sebanding (Li et al., 2001).
Temperatur yang lebih rendah juga dapat
menstabilkan membran sel dan mengurangi jumlah
protease yang dibebaskan dari sel ke supernatan (Li et al.,
2001). Pengaruh penurunan temperatur pada fasa induksi
juga telah dilaporkan pada studi yang lain (Brake et al.,
1984).
80
5
Transformasi Pichia pastoris
2. Pergantian gen
Frekuensi pergantian gen pada P. pastoris sangat
tergantung pada panjang dari fragmen terminal yang
83
bertanggung jawab untuk penargetan vektor pergantian
gen. Frekuensi pergantian gen bisa lebih besar dari 50
persen dari total populasi transforman bila fragmen yang
ditargetkan lebih besar dari 1 kb, namun akan rendah dari
0,1 persen bila total panjang fragment DNA kurang dari
0,5 kb. Pergantian gen dapat juga terjadi pada vektor
linear yang hanya mengandung satu terminal fragmen
penarget dan fragmen penarget lain berada di bagian
dalam, walaupun frekuensi pergantian akan berkurang.
Pergantian gen juga telah dilakukan dengan
menggunakan vektor linear yang tidak memiliki gen
marker penyeleksi melalui ko-transformasi (Cregg et al.,
1989). Cara ini bermanfaat bila sejumlah manipulasi
genetik pada genom ingin dilakukan, dan lebih banyak
daripada jumlah marker penyeleksi yang tersedia pada
galur inang. Untuk ko-transformasi, sel P. pastoris
ditransformasi dengan campuran dua DNA vektor, yaitu:
vektor yang mengandung titik awal replikasi dan
mengandung marker penyeleksi, dan sekitar 10x atau
lebih vektor pergantian gen. Transforman diseleksi
berdasarkan fenotipe gen marker dan kemudian dilakukan
skrining terhadap transforman yang menerima vektor
pergantian gen. Biasanya kurang dari 1 persen
transforman akan mengalami pergantian gen, frekuensi ini
cukup untuk mengidentifikasi ko-transformasi melalui
perubahan fenotipe yang disebabkan peristiwa pergantian
84
gen. Setelah mengidentifikasi ko-transforman yang cocok,
vektor autonom dibuang dari galur dengan menumbuhkan
pada medium non-selektif.
Metode yang berdasarkan PCR lebih memudahkan
konstruksi galur pergantian gen pada ragi, karena tidak
terjadi tahap rekombinasi DNA yang dibutuhkan pada
konstruksi fragmen pergantian gen. Prosedur umumnya
adalah dengan menyediakan fragmen DNA (atau plasmid
yang mengandung fragmen DNA), yang mengandung gen
marker penyeleksi dan sejumlah oligonikleotida yang
akan memperbanyak fragmen marker penyeleksi dan
sekaligus menambah urutan nukleotida (sepanjang 50 pb
atau lebih) pada urutan terminal fragmen gen marker yang
komplemen dengan ujung 5’ dan 3’ daerah gen yang ingin
didelesi. Produk PCR kemudian ditransformasi ke dalam
galur inang yang cocok, pada umumnya melalui
elektorporasi. Pada P. pastoris, karena frekuensi
rekombinasi dengan daerah komplemen yang relatif
pendek ini lebih rendah dibanding S. cerevisiae, maka
harus diusahakan trik untuk meningkatkan frekuensi
pergantian dengan metode PCR ini. Trik pertama adalah
dengan melakukan transformasi pergantian gen
menggunakan galur P. pastoris diploid dan kemudian
populasi transforman diarahkan untuk mengalami
sporulasi sehingga menjadi haploid. Produk spora haploid
kemudian ditapis untuk mencari fenotipe hasil knock-out.
85
Untuk alasan yang tidak diketahui, frekuensi pergantian
gen lebih tinggi dengan menggunakan inang diploid
dibandingkan haploid. Trik kedua adalah dengan
melakukan PCR ronde kedua pada fragmen pergantian
gen untuk memperpanjang terminal 5’ dan 3’ yang
komplemen menjadi sekitar 100 sampai 200 pasang basa.
Fragmen dengan daerah komplemen yang diperpanjang
ini kemudian ditransformasi ke dalam galur inang haploid
yang cocok dan ditapis terhadap fenotipe hasil pergantian
gen (Johnson et al., 2001; Snyder et al., 1999).
3. Prosedur Kerja
Sebelum semua prosedur transformasi, galur P.
pastoris dikultur dalam medium YPD ( ekstrak ragi 1
persen, pepton 2 persen, dan dekstrosa 2 persen).
Tumbuhkan P. pastoris dalam medium cair dan pada
medium agar padat pada suhu 30 C.
Larutan-Larutan:
Prosedur Speroplas
Siapkan larutan berikut dan sterilisasi dengan autoclave:
1. 1L H2O
2. Sorbitol 2M (2L)
3. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) 250 mM (pH 8,0
(100 mL)
4. Tris-HCl 1M (pH 7,5) (100 mL)
86
5. CaCl2 100 mM (100 mL)
6. Yeast nitrogen base (YNB) tanpa asam amino 10x (6,7
g/100 mL)
7. Glukosa 20% (100 mL)
8. Agar regenerasi: 55 g sorbitol, 6 g agar bakto, dan 240
mL H2O
87
4. Polietilen glycol (PEG)-CaT: PEG 20%, CaCl2 10
mM, dan Tris-HCL 10 mM, pH 7,5 (100 mL)
5. SOS: sorbitol 1M, medium YPD 0,3x, dan CaCl 2 10
mM (20 mL)
6. SED: sorbitol 1M, EDTA 25 mM (pH 8,0) dan DTT
50 mM (10 mL). Persiapkan larutan segar dan simpan
dalam es sebelum digunakan
7. Medium agar regenerasi: 240 mL agar regenerasi (dari
stok yang dilarutkan kembali dengan autoklave,
mikrowave, atau didihkan dalam bak air panas), 30 mL
YNB 10x, dan 30 mL glukosa 20 persen. Biarkan pada
bak air panas 45 C sebelum digunakan. Persiapkan
larutan segar pada hari dilakukannya transformasi.
Prosedur Elektroporasi
1. H2O (1L)
2. Sorbitol 1M (100 mL)
3. Medium YND agar: 0,67% YNB, glukosa 2%, dan
bakto agar 2% (0,5 L/ 25 petri)
4. DTT 1M (2,5 mL)
5. Medium YPD (100 mL) dengan 20 mL buffer HEPES
1M (pH 8,0)
6. Peralatan elektroporasi ( contohnya: BTX Electro Cell
Manipulator 600, BTX, San Diego, CA; Bio Rad Gene
Pulser, Bio Rad, Hercules, CA; Electroporator II,
Invitrogen, San Diego, CA)
88
7. Kuvet elektroporasi steril
Semua larutan sebaiknya di-autoclave, kecuali larutan
DTT dan HEPES yang harus difilter.
Heat-shock cepat/Elektroporasi
1. Larutan BEDS (9 mL): bicine-NaOH 10 mM (pH 8,3),
etilen glikol 3%, dan dimetil sulfoksida 5% (DMSO)
2. Sorbitol 1M yang disuplemen dengan 1 mL) DTT
1,0M
Metode
Persiapan DNA
Untuk mendapatkan frekuensi transformasi yang
tinggi, shuttle vektor DNA harus dalam keadaan murni
dan dilarutkan dalam air atau buffer Tris-EDTA (TE).
Kebanyakan prosedur standar untuk purifikasi DNA
plasmid, seperti prosedur yang melibatkan sentrifugasi
CsCl etidium bromida atau kit preparasi plasmid
komersial (seperti QIAGEN; Hilden, Jerman) dapat
digunakan. Walaupun plasmid yang disiapkan dengan
prosedur “mini-prep” seperti metode lisis alkali
menghasilkan frekuensi transformasi yang lebih rendah,
namun pada umumnya sudah mencukupi.
Untuk konstruksi penargetan gen dan pergantian
gen, vektor sebaiknya dipotong dengan enzim restriksi
yang memotong pada urutan DNA P. pastoris dalam
vektor, minimal 200 pasang basa DNA P. pastoris
terdapat pada masing-masing terminal untuk
90
mengarahkan integrasi. Tepat sebelum transformasi,
vektor linear sebaiknya diekstraksi dengan fenol-
kloroform-isoamil alkohol (25:24:1), presipitasi alkohol
dan dilarutkan dalam air atau buffer TE. Pada umumnya,
tidak diperlukan tahap pemisahan fragmen pergantian gen
dari fragmen yang tidak tertransformasi. Bagaimanapun
fragmen vektor yang dimurnikan dari gel agarosa, melalui
prosedur elektroelusi standar atau kit komersial yang
tersedia (seperti QIAEX gel extraction kit; QIAGEN,
Hilden, Jerman) dapat ditransformasi ke P. pastoris.
Prosedur Speroplas
Prosedur ini merupakan modifikasi dari prosedur
yang dituliskan oleh Hinnen et al. (1978) dan Cregg et al.
(1985). Karakteristik umum dari metode disimpulkan
pada tabel 5.1.
Persiapan speroplas.
1. Inokulasi 10 mL medium YPD dengan koloni tunggal
P. pastoris galur yang akan ditransformasi yang
diambil dari medium padat segar dan tumbuhkan
semalam dengan pengocokan. Kultur ini dapat
disimpan pada 4 C selama beberapa hari.
2. Inokulasi tiga medium YPD 200 mL dalam labu buffle
500 mL dengan 5, 10 dan 20 μL kultur di atas dan
inkubasi semalam dengan pengocokan.
91
3. Pada pagi harinya, pilih kultur yang memiliki OD600
antara 0,2 dan 0,3
4. Cuci kultur dengan sentrifugasi pada 2000g dalam
tabung conical 50-mL pada suhu ruang satu kali
dengan 10 mL air, satu kali dengan 10 mL SED yang
disiapkan segar, satu kali dengan 10 mL sorbitol 1M
dan satu kali denan 10 mL SCE.
5. Tambahkan antara 1 dan 10 μL Zymolase T100 dan
inkubasi pada 30 C tanpa pengocokan. Untuk
memonitor pembentukan speroplas, ambil 100 μL
aliquot sel sebelum penambahan Zimolase dan pada
waktu 5, 10, 15, 20, 30, dan 45 menit setelah
penambahan enzim, dan larutkan dalam sejumlah
tabung gelas yang berisi 900 μL sodium dodesil sulfat
(SDS) 1%. Setelah penambahan masing-masing
sample ke larutan SDS 1%, kocok dan uji secara visual
tingkat lisis sel dengan memperhatikan penurunan
turbiditas dan peningkatan viskositas. Waktu optimum
pembentukan speroplas adalah antara 15 dan 30 menit.
Lanjutkan ke tahap berikut prosedur, segera setelah
speroplas terbentuk.
Transformasi.
1. Cuci speroplas dengan sentrifugasi pada 1500g selama
10 menit satu kali dengan 10 mL sorbitol 1M dan satu
kali dengan 10 mL CaS. Speroplas sangat mudah
92
rusak, dekantasi supernatan dengan hati-hati dan
resuspensi dengan pemipetan (lakukan dengan hati-
hati).
2. Sentrifugasidan resuspensi speroplas dalam 1 mL CaS.
3. Bagi 100 μL aliquot speroplas ke dalam tabung
polipropilen Falcon (atau tabung yang sama).
Tambahkan DNA ke masing-masing tabung dan
inkubasi pada suhu ruang selama 20 menit.
4. Tambahkan 1 mL PEG-CaT ke masing-masing tabung
dan inkubasi lagi selama 15 menit pada suhu ruang.
5. Sentrifugasi sampel pada 1500g selama 10 menit,
dengan hati-hati dekantasi PEG-CaT, dan resuspensi
speroplas dalam 200 μL SOS. Inkubasi sampel pada
suhu ruang selama 30 menit dan kemudian tambahkan
800 μL sorbitol 1M.
93
agar menjadi beku ( 10 menit) inkubasi petri pada 30
C selama 4-7 hari.
3. Monitor kualitas speroplas yang disiapkan dan kondisi
regenerasi seperti berikut. Pisahkan 10 μL aliquot dari
satu sampel transformasi dan tambahkan ke tabung
yang mengandung 990 μL sorbitol 1M (pengenceran
10-2). Aduk, buang 10 μL sampel dari pengencera 10 -2
dan larutkan lagi dengan menambahkan ke tabung
kedua yang mengandung 990 μL sorbitol 1M
(pengenceran 10-4). Sebarkan 100 μL masing-masing
pengenceran pada cawan petri YPD untuk menentukan
konsentrasi sel utuh yang tersisa (tidak membentuk
speroplas). Untuk menentukan konsentrasi speroplas
dengan potensi untuk mengalami regenerasi menjadi
sel yang fiabel, tambahkan 100 μL aliquot kedua ke
masing-masing pengenceran ke dalam tabung yang
berisi 10 mL medium agar regenerasi yang disuplemen
dengan 50 μg/mL nutrien yang dihilangkan (misalnya
histidin). Kocok dengan hati-hati dan tuang ke medium
agar. Inkubasi petri control ini dengan petri
transforman seperti dijelaskan pada tahap 2. Persiapan
speroplas dan reagen regenerasi yang bagus akan
menghasilkan lebih dari 1 x 107 koloni/mL (>100
koloni pada petri 10 -4 regenerasi speroplas) dan kurang
dari 1 x 104 koloni/mL sel utuh yang tidak membentuk
speroplas (<10 koloni pada 10 -2 petri sel utuh).
94
Cara mendapatkan transforman kembali
Koloni transforman akan terbenam dalam agar
bagian atas. Untuk memperoleh masing-masing
transforman kembali, dilakukan dengan mencongkel
menggunakan loop inokulasi dan kemudian disebarkan
pada permukaan medium agar selektif. Untuk
mendapatkan sejumlah koloni yang terbenam dalam agar
untuk analisis lebih lanjut (misalnya untuk menapis
koloni yang mengalami pergantian gen) maka dapat
dilakukan prosedur berikut:
1. Kikis permukaan agar bagian atas, yang mengandung
koloni dan masukkan ke dalam tabung sentrifugasi 50
mL steril menggunakan spatula. Tambahkan 20 mL air
steril dan aduk untuk menghancurkan agar dan
membebaskan sel yang terbenam.
2. Saring suspensi 4x menggunakan kain steril. Cuci sel
dari sisa agar dengan menambahkan sekitar 20 mL air
ke agar. Sentrifugasi filtrat pada 2000g selama 5 menit
dan dekantasi.
3. Suspensi sel dalam 5 mL air steril dan vortex untuk
mendispersikan sel.
4. Sebarkan hasil pengenceran sel pada petri medium
agar pada konsentrasi yang akan menghasilkan 100-
500 koloni per petri dan inkubasi selama 2-3 hari.
5. Buat replika transforman dalam medium agar yang
cocok untuk identifikasi transforman yang mengalami
pergantian gen. Sebagai contoh, jika mencari
95
transforman yang mengalami pergantian gen pada
AOX1, sebagai hasilnya akan memperoleh fenotipe
metanol utilization slow (Muts), replika koloni dari
medium YND kedua jenis petri, satu yang
mengandung YNB plus metanol dan petri lain
mengandung YND. Setelah 1 atau 2 hari inkubasi,
bandingkan kedua petri tersebut dan pilih koloni dari
petri YND yang tidak tumbuh subur pada petri YNB
plus metanol.
Elektroporasi
Prosedur ini merupakan modifikasi dari prosedur
yang dituliskan oleh Becker dan Guarente (1991).
Parameter elektroporasi menggunakan empat jenis
peralatan diperlihatkan pada Tabel 5.2.
96
1. Inokulasi 10 mL mediumYPD dengan koloni tunggal
P. pastoris galur yang akan ditransformasi dan
tumbuhkan semalam dengan pengocokan.
2. Pada pagi harinya, gunakan kultur ini untuk
menginokulasi 500 mL mediumYPD dalam labu
Fernback 2,8 L, dengan OD600 awal 0,1 dan
tumbuhkan sampai OD600 1,0.
3. Panen kultur dengan sentrifugasi kecepatan 2000g
pada 4 C dan suspensikan sel dalam 100 mL medium
YPD plus HEPES.
4. Tambahkan 2,5 mL DTT 1M dan kocok dengan hati-
hati.
5. Inokulasi pada 30 C selama 15 menit.
6. Cukupkan volume menjadi 500 mL dengan
penambahan air dingin. Cuci dengan sentrifugasi pada
4 C satu kali dengan 250 mL air dingin, satu kali
dengan 20 mL sorbitol 1M dingin, dan resuspensi
dalam 0,5 mL sorbitol 1M (volume akhir termasuk sel
akan menjadi sekitar 1-1,5 mL)
7. Untuk mendapatkan frekuensi yang tinggi,
transformasi sel langsung tanpa proses pembekuan.
8. Untuk membekukan sel, bagi sel dalam 40 μL aliquot
dan simpan di -70 C.
Heat-Shock cepat/Elektroporasi
1. Tumbuhkan kultur 5 mL P. pastoris dalam
medium YPD semalam dengan pengocokan.
97
2. Pada pagi berikutnya encerkan kultur hingga
mencapai OD600 0,15-0,2 dalam 50 mL medium
YPD dalam labu yang memberikan cukup aerasi.
3. Tumbuhkan hingga mencapai OD600 0,8-1,0
dengan pengocokan (4-5 jam).
4. Sentrifugasi sel pada 500g selama 5 menit pada
suhu ruang kemudian dekantasi supernatant
5. Suspensikan sel dalam 9 mL larutan BEDS dingin
yang diberi suplemen DTT.
6. Inkubasi suspensi sel selama 5 menit dengan
pengocokan pada suhu 30 C.
7. Sentrifugasi sel pada 500g selama 5 menit pada
suhu ruang dan resuspensi dalam 1 mL BEDS
(tanpa DTT).
8. Segera lakukan elektroporasi atau bekukan sel
dalam aliquot kecil pada -80 C.
Elektroporasi
1. Campurkan 10 μg DNA (volume 5 μL) ke dalam
tabung yang telah berisi 40 μL sel kompeten dan
pindahkan ke kuvet elektroporasi, tempatkan
kuvet dalam es.
2. Lakukan elektroporasi sesuai parameter peralatan
yang digunakan (Tabel 5.2)
3. Segera tambahkan 1 mL sorbitol 1M dingin dan
pindahkan isi kuvet ke dalam tabung mikro steril
98
4. Sebarkan aliquot sel pada medium agar yang
mengandung YND atau medium selektif lain dan
inkubasi selama 2 sampai 4 hari.
Prosedur PEG
Prosedur ini merupakan modifikasi dari prosedur
Klebe et al (1983).
99
Transformasi
1. Tambahkan 50 μg sampel DNA atau lebih (dalam
volume 20 μL) langsung ke tabung sel kompeten yang
masih beku. DNA pembawa (40 μg DNA sperma
salmon yang sudah didenaturasi dan sonikasi)
sebaiknya langsung dicampur dengan sampel untuk
mendapatkan frekuensi maksimum.
2. Inkubasi sampel pada bak air 37 C selama 5 menit.
Aduk sampel satu atau dua kali selama inkubasi.
3. Keluarkan tabung dari bak air dan tambahkan 1,5 mL
buffer B ke masing-masing tabung, aduk.
4. Inkubasi tabung pada bak air 30 C selama 1 jam
5. Sentrifugasi tabung sampel pada 2000g selama 10
menit pada suhu ruang dan resuspensi sel dengan hati-
hati dalam 1,5 mL buffer C
6. Sentrifugasi sampel untuk kedua kalinya dan
resuspensi sel dengan hati-hati dalam 0,2 mL buffer C.
7. Sebarkan masing-masing isi tabung pada petri agar
yang mengandung medium pertumbuhan selektif dan
inkubasi petri selama 3-4 hari.
100
dengan metode ini sangat rendah untuk vektor sirkular
yang mengandung PARS maupun tidak.
101
Transformasi
1. Untuk masing-masing sel transformasi, tambahkan ke
tabung 1,5 mL: 0,1 mL sel kompeten, 0,1-20 μg DNA
vektor dalam volume tidak lebih dari 20 μL. Untuk
memperoleh frekuensi transformasi yang tinggi,
tambahkan 10 μg DNA pembawa (DNA sperma
salmon yang sudah didenaturasi dan sonikasi).
2. Inkubasi sampel pada 30 C selama 30 menit
3. Tambahkan 0,7 mL larutan PEG +LiCl dan vortex
sebentar untuk mencampur
4. Heat-shock pada 37 C selama 5 menit.
5. Sentrifugasi sampel pada 2000g dan resuspesi dalam
0,1 mL H2O
6. Sebarkan sampel pada petri dengan medium selektif
dan inkubasi selama 3 hari.
102
6
104
Gambar 6.1. Jalur sekresi protein (Tuite & Freedman, 1994)
Jalur sekresi protein pada P. pastoris
Pada produksi protein menggunakan sistem
ekspresi P. pastoris, sekresi protein heterolog pada
umumnya lebih disukai dibandingkan akumulasi protein
sitoplasma. Sehingga sistem sekresi ragi menjadi target
rekayasa yang penting untuk mendapatkan galur yang
dapat melakukan folding dan pemprosesan protein
rekombinan dalam jumlah besar. Dengan ditentukannya
urutan genom P. pastoris, De Schutter et al (2009),
berhasil mengarakterisasi jalur sekresi protein pada P.
pastoris. Protein yang baru disintesis ditranslokasikan ke
RE oleh kompleks Sec61 (protein translokator), dan sisi
N-glikosilasi mengalami glikosilasi dengan dolichol yang
berikatan dengan prekursor oligosakarida
105
Glc3man9GlcNAc2 oleh kompleks OST. Setelah
mengalami pemprosesan peptida sinyal, protein
mengalami folding dengan bantuan chaperone.
Pemprosesan N-glikan menghasilkan glikan tipe
Man8GlcNAc2. Glikosilasi ikatan-O juga dimulai dalam
RE oleh protein-O-manosiltransferase. Setelah ditranspor
ke perangkat Golgi, N-glikan diproses menjadi glikan tipe
hipermanosil khas ragi. Pada galur dengan jalur
glikosilasi humanisasi, 4-6 hipermanosilasi ditiadakan dan
glikan diproses menjadi Gal2GlcNAc2Man3GlcNAc2.
Setelah pemprosesan pro-domain, protein disekresikan ke
medium, di mana protein akan menjadi substrat dari
protease (Gambar 6.2).
106
Gambar 6.2. Jalur sekresi protein pada P. pastoris (De
Schutter et al., 2009).
2. Peptida sinyal
Protein-protein eukariota yang akan disekresikan,
integrasi ke plasma membran atau bergabung dengan
lisosom, akan mengalami tahapan yang sama yang
dimulai di RE. Protein-protein ini memiliki urutan sinyal
(peptida sinyal) yang fungsinya pertama kali ditemukan
oleh Gunter Blobel dan kolega pada tahun 1970. Peptida
sinyal berfungsi mengarahkan translokasi protein ke
tujuan akhirnya di dalam sel. Pada beberapa protein,
peptida sinyal dipotong dari protein selama dalam
perjalanan atau setelah protein sampai di tujuan akhir
(Nelson and Cox, 2000).
Peptida sinyal yang berada pada ujung N
polipeptida yang baru disintesis merupakan urutan yang
berfungsi mengarahkan translokasi protein melewati
membran menuju lumen RE. Panjang urutan sinyal
bervariasi antara 13-36 residu asam amino dan pada
umumnya mengandung 9-12 residu hidrofobik. Satu atau
lebih residu asam amino yang bermuatan positif yang
biasanya berada sebelum daerah hidrofobik, dan urutan
pendek yang relatif polar pada ujung C (dekat sisi
107
pemotongan) yang mengandung asam amino dengan
rantai samping yang pendek (terutama Alanin) pada posisi
yang paling dekat dengan sisi pemotongan.
110
dikontrol oleh interaksi antara urutan sinyal dan
translokon (Rutkowski et al., 2003).
113
Gambar 6.4. Jalur sekresi protein pada S. cerevisiae.
Terlihat sisi pemotongan pre-region oleh signal peptidase, pro-
region oleh endoprotease Kex2, dan spacer peptida oleh
peptidil endopeptidase (Ste13) (Ostergaard et al., 2000).
114
sarcin (untuk inaktivasi ribosom) dari Aspergilus
giganteus. Solusi yang lebih drastis adalah dengan
merancang urutan leader prepro yang semuanya sintetik.
Untuk ekspresi insulin manusia, ditemukan bahwa leader
sintetik dan urutan spacer sintetik dapat meningkatkan
sekresi dan jumlah protein yang dihasilkan (Kjeldsen et
al., 1999).
Pemilihan ini dapat dilakukan berdasarkan sinyal
sekresi natif (jika ada), urutan pemula pre-pro -mating
factor S. cerevisiae ( -MF), urutan sinyal asam fosfatase
(PHO) atau urutan sinyal invertase (SUC2) (Li et al.,
2001). Urutan sinyal yang paling sering digunakan pada
sistem sekresi P. pastoris adalah urutan pemula pre-pro
-mating factor ( -MF). Urutan sinyal ini terdiri dari 19
asam amino peptida sinyal (pre-sekuen), diikuti oleh 60
asam amino daerah pro. Biasanya daerah pro akan
dipotong oleh endopeptidase. Ketika translasi sedang
berlangsung, urutan sinyal akan dibuang oleh sinyal
peptidase dan sisi pemotongan daerah pro dikenali oleh
protease ragi yaitu kex2, sehingga akan menghasilkan
pembebasan protein matang yang sudah diproses
(Raemaekers et al., 1999). Sisi pemotongan kex2p dapat
juga mengandung dua perulangan Glu-Ala pada bagian C
terminal sisi pemotongan untuk meningkatkan aktivitas
kex2p. Perulangan Glu-Ala kemudian dapat dibuang dari
115
mature protein oleh diaminopeptidase yang merupakan
produk gen ste 13.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ragi seperti S.
cerevisiae mempunyai kebutuhan akan kespesifikan yang
rendah terhadap pengenalan urutan sinyal, dan begitu juga
dengan P. pastoris. Banyak protein rekombinan yang
telah sukses diekspresikan dalam P. pastoris
menggunakan urutan sinyal natif. Sebagai contoh,
ekspresi dan sekresi domain ekstraselular reseptor activin
dalam P. pastoris telah sukses dilakukan menggunakan
urutan sinyal natif dan -MF; namun, produk dari
ekspresi menggunakan urutan sinyal natif ditemukan lebih
aktif secara biologi (Daly et al., 2004). Sehingga tidak
ada cara yang pasti untuk menentukan apakah urutan
sinyal natif akan menghasilkan sekresi karena tingkat
keberhasilannya sangat bervariasi (Sleep et al., 1990;
Tuite et al., 1999; Zsebo et al., 1986).
Ekspresi dan sekresi phytohaemagglutinin (PHA)
merupakan salah satu contoh di mana peptida sinyal natif
(PHA-E) menghasilkan protein yang disekresikan, dengan
folding yang tepat dan asam amino terminal yang diproses
dengan tepat (Raemaekers et al., 1999). Bila
dibandingkan dengan sekresi PHA dengan menggunakan
peptida sinyal -MF, maka penggunaan peptida sinyal
PHA-E hanya menghasilkan sekresi sedikit protein
sementara dengan peptida sinyal -MF terjadi
116
pemprosesan amino terminal yang berbeda (Leuking et
al., 2000). Signal peptida hasil rekayasa yang kaya leucin
(CLY-L8) yang dirancang berdasarkan urutan peptida
sinyal natif (CLY) telah digunakan untuk menghasilkan
level ekspresi sekresi lisozim manusia 2 kali lebih tinggi
dibandingkan peptida sinyal CLY natif (Yamamato et al.,
1987). Kedua peptida sinyal ini telah digunakan untuk
mengekspresikan dan menyekresikan lisozim manusia
dalam P. pastoris dan dibandingkan dengan pola sekresi
yang diperoleh bila menggunakan -MF. -MF
ditemukan menyekresikan 20 kali lebih tinggi
dibandingkan peptida sinyal CLY atau CLY-L8 (yang
menghasilkan sekresi kurang lebih sama besar) (Oka et
al., 1999).
Studi ekspresi lisozim yang lain menemukan
bahwa peptida sinyal natif lisozim ulat sutra
menyekresikan lebih tinggi dibandingkan peptida sinyal
natif lisozim manusia dalam P. pastoris. Sehingga
peptida sinyal natif lisozim ulat sutra dihipotesiskan
meningkatkan sekresi lisozim manusia dalam P. pastoris.
Namun, ditemukan tidak terjadi peningkatan level sekresi.
Berlawanan dengan penggunaan peptida sinyal lain,
urutan pre-pro peptida sinyal -MF telah digunakan
secara ekstensif dalam sistem ekspresi P. pastoris dengan
tingkat keberhasilan yang tinggi. Beberapa protein
117
rekombinan yang telah diproduksi menggunakan sistem
ini disimpulkan pada Tabel 6.1.
Sebelumnya, peptida sinyal SUC2 telah digunakan
untuk ekspresi protein hibrida interferon manusia (Chang
et al., 1986). Studi yang membandingkan kemampuan
sinyal natif dan peptida sinyal SUC2 untuk
menyekresikan -amilase ditemukan bahwa sinyal SUC2
menyekresikan dengan lebih efisien (level sekresi 95
persen) dibandingkan peptida sinyal natif (level sekresi 75
persen) dari protein yang ditranslasi (Paifer et al., 1994).
Signal peptida SUC2 juga telah digunakan untuk studi
sekresi -1-antitripsin, tapi hanya 20 persen dari protein
yang disekresikan (Moir et al., 1987).
Protein Referensi
Reseptor aktivin ACTRIIa/b domain Daly et al., 2004
ekstraselular
Antigen SAG1 Toxoplasma gondii Biemans et al., 1998
Protein ghilanten antikoagulan- Brankamp et al., 1995
antimetastatik
Chicken Cystatin Jiang et al., 2002
Ovine follicle stimulating hormone Fidler et al., 1998
a-Lactalbumin Saito et al., 2002
rat mast cell protease 7 Lawson et al., 2002
human lewis fucosiltransferase Gallet et al., 1998
Olive pollen allergen Ole e Huecas et al., 1999
118
HLA-DR2 mulekul Kalandadze et al., 1996
Human type III procolagen Keizer-Gunnink et al.,2000
Beta- lactoglobulin Kim et al., 1997
Insulin Kjeldsen et al., 1999
Trichoderma reesei 1,2-a-D-mannosidase Maras et al., 2000
Influenza neuraminidase Martinet et al., 1997
Aplysia ADP-ribosyl cyclase Munshi & Lee, 1997
Murine antibody Ogunjimi et al., 1999
Marsupial growth factor Fidler et al., 2002
Soybean root nodule fosfat Penheiter et al., 1998
Human fibroblast kolagen Rosenfeld et al., 1996
Beta subunit of bovine follicle Samaddar et al., 1997
Human MU-opioid receptor Talmont et al., 1996
Bovine enterokinase catalitik subunit Vozza et al., 1996
Alfa-N-asetilgalaktosaminidase Zhu et al., 1996
120
disintesis sebagai pre-proenzim (Powner et al., 1998)
yang membutuhkan aktivasi untuk mematangkan enzim
melalui autokatalisis (Davey et al., 1998). Kex2p
mengenali pasangan residu asam amino basa seperti Lys-
Arg atau Arg-Arg (Davey et al., 1998; Smeekens, 1993;
Henkel, 1999). Selanjutnya terjadi juga pemotongan
amino terminal yaitu perulangan residu Glu-Ala di dalam
Golgi oleh produk gen ste 13 (ste13p). Ste13p berlokasi
pada tempat yang sama dengan Kex2p yaitu di late Golgi
dan merupakan dipeptidil aminopeptidase tipe IV (Li et
al., 2001; Davey et al., 1998).
121
berbeda karena tidak mampu-nya ste3p untuk memproses
sejumlah besar protein rekombinan yang diproduksi
(Brake et al., 1984). Contoh sejumlah protein rekombinan
yang telah diekspresikan dengan perpanjangan amino-
terminal Glu-Ala terdapat pada tabel 6.2.
Protein Referensi
Phaseolus vulgaris agglutinin Raemaekers et al., 1999
Lisozin insek Koganesawa et al., 2001
Venom allergen antigen 5 Monsalve et al., 1999
Herring antifreeze protein Li et al., 2001
Antifungal protein Psd1 Almeida et al., 2001
Bovine beta-laktoglobulin Kim et al., 1997
Phytohaemagglutinin Raemaekers et al., 1999
123
menjadi sisi imunogenik yang dominan (Monsalve et al.,
1999).
3. Pelipatan Protein
Pelipatan suatu polipeptida menjadi suatu protein
fungsional melibatkan beberapa protein (disebut juga
komponen pelipatan protein) di dalam sel yang membantu
pelipatan protein. Protein tersebut adalah chaperone
(misalnya, BiP/Kar70), protein disulfida isomerase (PDI)
dan peptidyl-prolyl isomerase (PPI).
125
sinyal natif protein rekombinan dapat menghasilkan
sistem ekspresi yang menyekresikan protein dengan
sukses (Hershberger et al., 1991; Romanos et al., 1992;
Sleep et al., 1990). Penggunaan urutan sinyal natif juga
sukses digunakan dengan sistem ekspresi P. pastoris.
Selanjutnya, bila folding dari protein rekombinan tertentu
berjalan lambat, dan merupakan penentu laju proses,
maka penggunaan galur Mut s untuk ekspresi lebih disukai
karena laju induksi protein lebih rendah sehingga dapat
menghasilkan produk lebih banyak (Romanos, 1995).
126
Pembentukan ikatan disulfida merupakan
modifikasi kovalen dan merupakan modifikasi pasca
translasi yang dialami oleh protein yang memasuki jalur
sekresi. Pembentukan ikatan disulfida natif merupakan
aspek integral dari jalur pelipatan protein, dan berperan
penting pada perakitan protein, di mana kebanyakan
protein sekresi (contohnya, antibodi, prokolagen)
merupakan oligomer dari dua atau lebih rantai polipeptida
yang digabung bersama oleh rantai ikatan disulfida. Pada
sel-sel sekresi mamalia, jumlah PDI relatif melimpah,
sedang pada ragi jumlah PDI <0,05 persen dari total
protein sel, yang mungkin menggambarkan rendahnya
jumlah protein endogen dengan ikatan disulfida yang
disekresikan oleh eukariota sederhana ini (Tuite &
Freedman, 1994).
127
Pada eukariota, modifikasi pasca-translasi ini
terjadi dalam retikulum endoplasma (RE) di mana
terdapat sejumlah enzim yang mengkatalisis pembentukan
ikatan disulfida yang tepat. Pada ragi dan sel mamalia,
ekivalen oksidasi untuk pembentukan ikatan disulfida
pada prinsipnya dilakukan oleh Ero1p (endoplasmic
reticulum oxidoreductin 1 protein). Disulfida ini
kemudian diberikan ke protein disulfida isomerase
(PDI1), yang merupakan katalis folding yang penting
dalam RE (Gambar 5.5) (Xiao et al., 2004).
128
diisomerisasi menjadi natif. Protein yang tidak memiliki ikatan
disulfida natif akan didegradasi (Woycechowsky & Raines,
2000).
131
modifikasi pasca-translasi dan dalam beberapa kasus
dirakit menjadi oligomer yang fungsional. Kemudian,
protein tersebut akan meninggalkan RE, dan masuk ke
jalur sekresi.
Tahapan penentu utama sekresi protein
rekombinan dari sel eukariota terjadi pada pengeluaran
protein dari lumen RE ke Golgi. Sehingga, protein yang
mengalami kesalahan pelipatan atau kesalahan
modifikasi, atau protein yang dirakit menjadi protein non-
natif, serta agregat dengan berat molekul tinggi akan
dihalangi meninggalkan RE dan dihancurkan oleh sistem
proteolisis. “Protein sampah” ini akan menjadi masalah
bila kita ingin merekayasa sel untuk menyekresikan
protein heterolog dengan level yang tinggi. Protein
heterolog tersebut mungkin akan cenderung mengalami
pelipatan yang salah karena jumlah dari faktor pelipatan
atau modifikasi pasca-translasi terlalu rendah untuk
menanggulangi semua protein yang akan disekresikan.
Selain itu, protein mungkin tidak mengalami pelipatan
dengan benar, karena satu atau lebih faktor yang
dibutuhkan untuk modifikasi pasca-translasi hilang. Hal
ini akan menjadi masalah bila kita mencoba untuk
menyekresikan protein mamalia dari ragi, di mana protein
RE yang dibutuhkan untuk pelipatan protein mamalia
mungkin tidak ada, atau terlalu sedikit jumlahnya dalam
RE ragi (Tuite & Freedman, 1994).
132
Tidak diragukan lagi S. cerevisiae dapat
menyekresikan sejumlah protein mamalia yang memiliki
ikatan disulfida dengan efisien. Contohnya, serum
albumin manusia (HSA) dengan pelipatan yang benar
dapat disekresikan oleh S. cerevisiae dalam jumlah yang
cukup besar. Beberapa publikasi mendemonstrasikan
bahwa overekspresi PDI dalam S. cerevisiae dapat
meningkatkan level sekresi sejumlah protein heterolog
yang memiliki ikatan disulfida yang biasanya
disekresikan dengan level rendah. Pada satu publikasi
dilaporkan sekresi dari protein antikoagulasi antistasin
(protein lintah yang mempunyai sepuluh ikatan disulfida)
meningkat sebanyak 3x bila PDI manusia di-
koekspresikan dalam sel yang sama (Schultz et al., 1994)
dan koekspresi dari PDI ragi menghasilkan hampir 25x
peningkatan level sekresi (Tuite & Freedman, 1994).
Pada studi yang sama, Robinson et al. (1994)
memperlihatkan bahwa overekspresi PDI ragi dalam ragi
menghasilkan peningkatan 10x level sekresi human
platelet-derived growth factor (PDGF) dan peningkatan
4x level sekresi phosphatase asam dari
Schizosaccharomyces pombe. Lebih menarik lagi, dua
dari delapan jembatan disulfida yang terdapat dalam
PDGF homodimer yang disekresikan merupakan ikatan
disulfida dalam rantai. Robinson et al. (1994) juga
melaporkan bahwa overekspresi PDI tidak meningkatkan
133
sekresi semua protein heterolog yang dicobakan;
contohnya sekresi dari granulocytecolony stimulating
factor (GCSF) manusia tidak berubah. Bagaimanapun,
dua penelitian ini memberikan bukti bahwa galur ragi
yang meng-overekspresikan PDI mungkin merupakan
inang yang lebih baik untuk menyekresikan protein
heterolog yang memiliki ikatan disulfida.
Selanjutnya dilaporkan bahwa fragmen antibodi
untai tunggal (scFv) dapat ditingkatkan dengan kombinasi
overekspresi PDI di S. cerevisiae (Shusta et al., 1998).
Penelitian Natalia et al. (2001-2003) juga melaporkan
peningkatan level ekspresi dari protein membran
peritrofik PM48 dan PM95 dengan ko-ekspresi PDI
dalam S. cerevisiae. Sedangkan Vad et al. (2004)
melaporkan bahwa ekspresi hormon parathyroid manusia
dalam P. pastoris meningkat sangat signifikan melalui ko-
ekspresi PDI. Baru-baru ini Powers et al. (2007)
melaporkan bahwa PDI juga berperan sebagai chaperone
karena ko-ekspresi PDI meningatkan sekresi -
glukosidase Pyrococcus furius yang hanya memiliki satu
cystein dan tidak memiliki ikatan disulfida dalam S.
cerevisiae.
4. Glikosilasi
Sistem Pichia pastoris untuk ekspresi protein
rekombinan telah banyak digunakan karena memberikan
134
hasil pretein dengan folding yang benar dalam jumlah
besar, sehingga memudahkan persiapan untuk fermentasi
skala besar. Manfaat lain dari sistem ini berpusat pada
tipe glikosilasi yang dihasilkan, pada umumnya
menghasilkan protein yang terikat ke oligosakarida yang
jauh lebih pendek dibanding yang ditemukan pada S.
cerevisiae.
Ragi dapat melakukan glikosilasi pada nitrogen
amida dari residu asparagin pada protein bila ditemukan
dengan urutan konsensus Asn-Xaa-Thr/Ser, sehingga
menghasilkan glikosilasi ikatan-N. Selain itu juga,
glikosilasi pada gugus hidroksil dari threonin dan atau
residu serin pada protein terjadi juga pada ragi,
menghasilkan tipe glikosilasi ikatan-O.
Glikosilasi merupakan modifikasi pasca-translasi
yang paling umum untuk terjadinya sekresi protein. Kira-
kira 0,5-1,0 persen protein yang ditranslasi genom
eukariota merupakan glikoprotein. Glikosilasi terjadi di
dalam lumen retikulum endoplasma setelah translasi
protein. Tahapan awal glikosilasi-Asn adalah transfer
unit Glc3Man9GlcNAc2 (glukosa(3x)-Manosa(9x)-N-
asetilglukosamin(2x) yang baru dirakit dari
dolichylpyrofosfat ke gugus amida dari residu asparagin
yang tepat pada rantai polipeptida yang sedang tumbuh,
dalam lumen RE pada peristiwa ko-translasi oleh enzim
UDP-GlcNAc:dolichol PGlcNAc-transferase (Dennis et
135
al., 1999; Lis & Sharon, 1993; Herscovics & Orlean,
1993). Tahapan glikosilasi ini terjadi pada ragi dan sel
mamalia. Namun terdapat perbedaan pada pemprosesan
selanjutnya dari protein yang baru diglikosilasi pada ragi
dibanding dengan sel eukariota tingkat tinggi (tumbuhan,
insek dan hewan tingkat tinggi). Pada jalur sekresi,
selanjutnya terjadi pembuangan tiga residu glukosa dari
oligosakarida oleh glukosidase II dan I. Residu manosa
ikatan -1,2 juga dibuang oleh -1,2-manosidase untuk
menghasilkan Man8GlcNAc2 (Gambar 6.6).
Glikoprotein kemudian dipindahkan ke cis-Golgi
yang selanjutnya terjadi pemprosesan lebih lanjut (Dennis
et al., 1999). Pada sistem mamalia pemprosesan tambahan
ini termasuk pembuangan residu manosa dan penambahan
fucosa (fuc), galaktosa (gal), N-asetil-neuraminic acid
(NeuAc), N-glycolylneuraminic acid (NeuGc), N-asetil-
galaktosamin (Gal-NAc), N-asetil glukosamin (GlcNAc)
dan asam sialat oleh enzim Golgi seperti fukosil-
transferase dan N-asetil-glukosaminil-transferase,
galaktosil-transferase dan sialil-transferase (Khandekar et
al., 2001). Pada tahap ini gugus fosfat juga digabungkan
ke struktur oligosakarida dalam bentuk manosa-1-fosfat
untuk menghasilkan ikatan fosfodiester (Martinet et al.,
1998; Kobayashi et al., 1986).
136
Gambar 6.6. Struktur inti oligosakarida ikatan-Asn. Titik
percabangan di mana oligosakarida selanjutnya ditambahkan
diberi tanda bintang.
137
dari keheterogenan ini diakibatkan oleh ekspresi jaringan
tertentu dari enzim glikosilasi Golgi (Dennis et al., 1999).
Pada sel, dua molekul protein hasil translasi yang sama
mungkin memiliki oligosakarida yang berbeda, walaupun
protein tersebut telah diekspos terhadap enzim yang sama
dan mesin glikosilasi yang sama. Sehingga beberapa dari
keheterogenan ini membuat protein target menjadi
spesifik dan karena keistimewaan dalam pengenalan
urutan oleh sejumlah enzim glikosilasi (Yan et al., 1999).
Keheterogenan glikosilasi disebabkan oleh
perbedaan tipe, panjang, jumlah dan identitas
oligosakarida dalam populasi oligosakarida-protein pada
sequon tertentu sehingga menghasilkan sejumlah populasi
yang memiliki sifat mikro sedikit berbeda. Glikosilasi
mungkin juga bervariasi dalam hal pemilikan sequon, di
mana mungkin terdapat populasi yang memiliki sequon
yang diisi dan yang tidak diisi (Lis & Sharon, 1993).
Panjang rantai oligosakarida dapat tergantung pada residu
sekeliling di mana residu hidrofilik mungkin
menghasilkan sequon yang memiliki oligosakarida yang
lebih panjang. Selanjutnya, untuk sequon Asn-Xaa-
Ser/Yhr, jika Xaa adalah prolin, maka glikosilasi akan
dihambat. Prolin mungkin juga menghambat glikosilasi
jika berada pada C terminal sequon (Shelikoff et al.,
1996). Residu Xaa merupakan residu yang penting,
contohnya jika merupakan residu hidrofobik seperti
138
triptofan (Yan et al., 1999) atau fenilalanin (Shakin-
Eshleman et al.,1996) maka tahap awal penambahan
Glc3Man9GlcNAc2 akan dihambat. Asam amino yang
bermuatan negatif seperti asam glutamat dan asam
aspartat secara parsial juga menghambat pengisian,
sementara asam amino yang bermuatan positif seperti
lisin, histidin dan arginin akan memicu glikosilasi dan
meningkatkan level pengisian (Yan et al., 1999).
Sequon
Sequon pengenalan glikosilasi pada P. pastoris,
sama seperti sistem eukariota lain adalah ...Asn-Xaa-
Ser/Thr... (Yan et al., 1999). Gikosilasi lebih mudah
terjadi jika sequon adalah Asn-Xaa-Yhr dibanding Asn-
Xaa-Ser. Bause et al (1981), telah memperlihatkan bahwa
terdapat 10 kali penurunan Km glikosiltransferase
terhadap heksapeptida dengan urutan ...Asn-Xaa-Ser...
sehingga menurunkan efisiensi glikosilasi pada sisi ini
(Bause et al., 1981). Penemuan bahwa karboksipeptidase
Y memiliki 70 persen sequon glikosilasi jika sequon
adalah ... Asn-Xaa-Thr... dan hanya 25 persen glikosilasi
jika sequon adalah ...Asn-Xaa-Ser... telah memvalidisasi
hasil observasi ini (Holst et al., 1996).
139
Lokasi struktur tersier
Disposisi sequon pada struktur tersier protein
merupakan hal yang penting. Terdapat kompetisi antara
folding dan glikosilasi pada RE. Ketika translasi sedang
berlangsung, protein mulai mengalami folding dan jika
sequon terbenam di bagian dalam protein, maka mesin
glikosilasi mungkin tidak mempunyai waktu yang cukup
untuk meng-glikosilasi sequon sebelum sequon tersebut
tersembunyi (Shelikoff et al., 1996).
143
pertama mungkin secara sterik menghindari glikosilasi
pada sisi kedua (Yan et al., 1999).
Termostabilitas.
Termostabilitas beberapa protein terlihat
meningkat dengan glikosilasi dibanding de-glikosilasi.
Contohnya ekspresi glikosilat -amilase Bacillus
licheniformis. Bila yang bentuk glikosilat dan de-
glikosilat dipanaskan sampai 52 C dan kemudian 68 C
dan akhirnya pada 85 C secara periodik, ditemukan
bahwa bentuk glikosilat -amilase mempertahankan
aktivitasnya lebih lama dibandingkan bentuk de-glikosilat
(Tull et al., 2001). Wang et al (2000) menemukan bahwa
T1/2 dari urokinase plasminogen activator (pro-UK) de-
glikosilat adalah 30 jam pada suhu ruang, sementara
147
dengan waktu pemaparan yang sama dari glikosilat pro-
UK hanya memiliki aktivitas 80 persen.
148
2001). Cystatin rekombinan ayam (naturalnya tidak
memiliki sequon glikosilasi) dimutasi untuk memiliki sisi
glikosilasi Asn dan ekspresi di P. pastoris. Ditemukan
bahwa mutan cystatin glikosilat lebih termostabil
dibandingkan cystatin non-mutasi, dan dapat bertahan
dengan aktivitas yang hampir penuh setelah siklus beku
cair yang berulang (Jiang et al., 2002).
Protein lain seperti CBM kelompok 2a tidak
memperlihatkan perubahan termostabilitas bila
terglikosilasi (Boraston et al., 2001). Posisi oligosakarida
pada struktur protein juga penting untuk termostabilitas
dibandingkan jumlah atau panjang gugus (Olsen &
Thomsen, 1991). Peningkatan termostabilitas yang
ditemukan pada beberapa protein karena glikosilasi dapat
dihubungkan dengan kontribusi oligosakarida terhadap
kestabilan struktur protein secara keseluruhan (Olden et
al., 1985).
Bila diekspresikan pada sistem ekspresi bakteri,
maka glikoprotein cytokine mungkin masih
mempertahankan aktivitas tanpa memiliki glikosilasi.
Sehingga glikosilasi mungkin tidak dibutuhkan untuk
fungsionalitas (Khandekar et al., 2001) tapi terjadi
sebagai konsekuensi kebutuhan sekresi protein.
Kenyataannya, banyak protein memperlihatkan
penurunan aktivitas fungsional bila tidak ter-glikosilasi
(Querol et al., 1999). Bagaimanapun kestabilan struktur
149
mungkin dipengaruhi oleh glikosilasi melalui penurunan
proteolisis atau dengan memperlambat unfolding (Jenkins
et al., 1996). Seperti telah dicatat sebelumnya, contoh
EPO yang diekspresikan di E. coli (tidak ter-glikosilasi)
yang kurang resistan terhadap unfolding dibandingkan
EPO terglikosilasi yang diekspresikan di sel mamalia
(Narhi et al., 1991).
Sebaliknya, studi yang menganalisis laju unfolding
dari glikosilat dan de-glikosilat RNase memperlihatkan
bahwa RNase pankreas sapi (glikosilat) mengalami
unfolding lebih lambat dibandingkan bentuk de-glikosilat.
Namun RNase porcine mengalami unfolding dengan laju
yang sama dengan tanpa glikosilasi (Meldgaard &
Svendsen, 1994; Grafl et al., 1987). Hal yang sama
ditemukan pada angiotensin-converting enzyme yang
diproduksi di sel HeLa tidak mengalami glikosilasi dan
tidak aktif secara enzimatik, namun bila diproduksi dalam
P. pastoris maka protein tersebut mengalami glikosilasi
dan aktif. Sehingga tahapan pasca-translasi yang terlibat
pada folding dan glikosilasi dalam ragi tidak ekivalen
dengan eukariota yang lebih tinggi (Sadhukhan et al.,
1996).
Pada beberapa situasi, reseptor membutuhkan
glikosilasi untuk memperoleh folding dan konformasi
yang tepat (Lis & Sharon, 1993). Hal ini terjadi pada
beberapa reseptor termasuk reseptor -adrenergic dan
150
subunit reseptor asetilkolin otot manusia (Psaridi-
Linardaki et al., 2002). Reseptor lain seperti reseptor
TGF tipe II dan reseptor hormon pertumbuhan manusia
(Fuh et al., 1990) memiliki aktivitas yang sama dalam
bentuk terglikosilasi dan bentuk de-glikosilasi, sehingga
glikosilasi tidak dibutuhkan untuk kestabilan struktur.
Data baru-baru ini (Daly et al., 2004; Daly & Hearn,
2004) juga menunjukkan bahwa domain ekstraselular
reseptor aktivin, ActR1a/b dan ActRIIa/b, bila
diekspresikan dalam P. pastoris, menunjukkan sedikit
perbedaan afinitas terhadap ligan fisiologinya yang
tergantung pada tingkat glikosilasi. Selain itu juga, pada
beberapa kasus diperlihatkan bahwa glikosilasi mencegah
proteolisis (Yan et al., 1999). Dengan sistem ekspresi P.
pastoris, urutan di sekitar sisi glikosilasi ikatan-Asn dari
streptokinase (Pratap et al., 2000) dan prourokinase
(Wang et al., 2000) memperlihatkan lebih resistan
terhadap degradasi oleh protease. Stabilitas terhadap
serangan proteolisis mungkin disebabkan karena efek
sterik yang dimiliki oligosakarida untuk mencegah
protease dari permukaan protein.
Oligosakarida ikatan-O
Glikosilasi ikatan-O terjadi pada mamalia dan
ragi, tapi dapat terjadi pada sisi pengenalan yang berbeda
(Jenkins et al., 1996). Oligosakarida ditambahkan pada
151
gugus hidroksil dari residu serin atau treonin pada protein
(Li et al., 2001; Dennis et al., 1999). Glikosilasi ikatan-O
mamalia disusun oleh N-asetilgalaktosamin, galaktosa
dan asam sialat (Cregg & Higgins, 1995). Pada ragi
seperti S. cerevisiae, oligosakarida ikatan-O biasanya
terdiri dari satu sampai lima unit residu manosa berikatan
-1,2 (Gambar 6.7) (Duman et al., 1998). Walaupun tidak
ada konsensus sequon yang pasti untuk glikosilasi ikatan-
O, kemungkinan glikosilasi O-link diperbesar bila
terdapat residu serin/treonin yang sangat melimpah
(Orlean et al., 1991) atau bila terdapat residu prolin di
samping residu serin/treonin (Herscovics & Orlean,
1993).
153
Diperolehnya bentuk/ukuran molekul yang spesifik
menyarankan bahwa beberapa pola glikosilasi ikatan-O
(panjang manosa) lebih umum terjadi. Perbedaan ukuran
keseluruhan antara bentuk mulekul yang paling panjang
(60 kDa) dan bentuk de-glikosilat (29 kDa) menunjukkan
bahwa 185 unit heksosa ditambahkan per mulekul protein
(Letourneur et al., 2001).
Immunogenisitas
Walaupun sistem ekspresi ragi seperti S.
cerevisiae dan P. pastoris memiliki kelebihan jalur
folding eukariota, namun pola glikosilasinya berbeda
dibandingkan manusia dan sistem mamalia lain. Hal ini
mungkin akan menjadi masalah tergantung protein target
dan penggunaan protein tersebut. Sebagai contoh, gugus
karbohidrat tertentu bersifat antigen dan sekarang Food
and Drug Administration (FDA) mensyaratkan
karakterisasi semua karbohidrat dilakukan jika akan
diaplikasikan untuk farmasi (Jenkins et al., 1996; Liu,
1992), karena glikosilasi mungkin dapat mengubah fungsi
dan karakteristik protein rekombinan (Eckart &
Bussineau, 1996).
Sistem ekspresi ragi, terutama S. cerevisiae,
melakukan hiperglikosilat dengan oligosakarida tipe high-
manosa dan karena itu protein rekombinan dapat dikenali
dengan reseptor manosa bila diinjeksikan ke spesies
154
mamalia (Cregg et al., 1993; Cregg & Higgins, 1995;
Eckart & Bussineau, 1996). Glikosilasi S. cerevisiae
memiliki residu manosa terminal dengan ikatan -1,3
yang diperkirakan bersifat antigen. P. pastoris tidak
memiliki terminal dengan ikatan ini (Cregg et al., 1993;
Scorer et al., 1993), karena aktivitas -1,3
manosiltransferase P. pastoris tidak terdeteksi (Cregg &
Higgins, 1995), namun karena bukan merupakan tipe
glikosilasi pada manusia, maka mungkin menyebabkan
respons sistem imun manusia (Cregg et al., 1993; Eckart
& Bussineau, 1996; Dennis et al., 1999; Lis & Sharon,
1993; Gooche et al., 1991). Glikoprotein Bm86 kutu sapi
yang diekspresikan dalam P. pastoris ditemukan
mengalami hiperglikosilasi dan membentuk partikel
imunogenik (Romanos, 1995; Rodriguez et al., 1994).
De-sialat glikoprotein pada umumnya mengalami
penghancuran dengan cepat dari serum kelinci melalui
reseptor asialoglikoprotein hepatic (Lis & Sharon, 1993).
Sehingga glikosilasi mungkin mempunyai efek terhadap
laju penghancuran protein (Jenkins et al., 1996;
Tsujikawa et al., 1996; Khandekar et al., 2001).
155
(Boraston et al., 2001; Elbein, 1984). Tunicamycin
merupakan analog gula yang strukturnya mirip dengan
UDP-GlcNAc dan tidak digabungkan ke oligosakarida,
tunicamycin merupakan inhibitor kompetitif UDP-
GlcNAc dolichol P-GlcNAc transferase (Villatte et al.,
2001). Ekspresi non-glikosilat dapat juga dicapai dengan
melakukan ekspresi dengan adanya N-benzoil-Asn-Leu-
Thr-N-metilamida yang akan berkompetisi dengan sequon
protein yang diekspresikan untuk membentuk glikosilasi
ikatan-Asn. (Huylebroek et al., 1990).
Cara lain untuk mencegah atau mengurangi
jumlah glikosilasi adalah menggunakan sel ekspresi
mutan, yang tidak memiliki gen yang mengode beberapa
mesin glikosilasi. Contohnya galur mnn9 S. cerevisiae
yang defisien glikosilasi. Galur ini digunakan untuk
mengekspresikan protein pembungkus HIV-1, yang
mengalami hiperglikosilasi (>600 kDa) dalam sel ekspresi
normal tapi berukuran 120 kDa dalam S. cerevisiae mnn9.
(Scorer et al., 1993).
Gel-shift assay
159
Tabel 6.3. Hasil analisis N-glikosilasi pada gel shift assay
dengan menggunakan enzim endo H atau PNGase F.
160
7
PENUTUP
161
dengan pelipatan yang tepat dan mengalami modifikasi
pasca-translasi yang tepat.
162
DAFTAR PUSTAKA
163
Boraston, A.B., McLean, B.W., Guarna, M.M., Amandaron-Akow, E.,
Kilburn, D.G. 2001. A family 2a carbohydratebinding module suitable
as an affinity tag for proteins produced in Pichia pastoris. Protein
Express. Purif. 21: 417–423.
Boettner, M., Prinz, B., Holz, C., Stahl, U., Lang, C. 2002. High-throughput
screening for expression of heterologous proteins in the yeast Pichia
pastoris. J. Biotechnol. 99: 51–62.
Boraston, A.B., Warren, R.A.J., Kilburn, D.G. 2001. Glycosylation by Pichia
pastoris decreases the affinity of a family 2a carbohydrate- binding
module from Cellulomonas fimi: a functional and mutational analysis.
Biochem. J. 358: 423–430.
Brake, A.J., Merryweather, J.P., Coit, D.G., Heberlein, U.A., Masiarz, F.R.,
Mullenbach, G.T., Urdea, M.S., Valenzuela, P., Barr, P.J. 1984. Alpha-
factor-directed synthesis and secretion of mature foreign proteins in
Saccharomyces cerevisiae. Proc Natl Acad. of Sci. USA 81: 4642–
4646.
Brankamp, R.G., Sreekrishna, K., Smith, P.L., Blankenship, D.T., Cardin,
A.D. 1995. Expression of a synthetic gene encoding the anticoagulant-
antimetastatic protein ghilanten by the methylotrophic yeast Pichia
pastoris. Protein Express. Purif. 6: 813–820.
Bretthauer, R.K., Castellino, F.J. 1999. Glycosylation of Pichia pastoris-
derived proteins. Biotechnol. Appl. Biochem. 30: 193–200.
Brierley, R.A. 1998. Secretion of recombinant human insulin-like growth
factor I (IGF-1). Methods Mol. Biol. 103, 149-177.
Cereghino, G.P.L., Cregg, J.M. 1999. Applications of yeast in biotechnology:
protein production and genetic analysis. Curr. Opin. Biotechnol. 10:
422–427.
Cereghino, J.L., Cregg, J.M. 2000. Heterologous protein expression in the
methylotrophic yeast Pichia pastoris. FEMS Microbiol. Rev. 24: 45–
66.
Chaudhuri, T.K., Horii, K., Yoda, T., Arai, M., Nagata, S., Terada, T.P.,
Uchiyama, H., Ikura, T., Tsumoto, K., Kataoka, H., Matsushima, M.,
Kuwajima K., Kumagai, I. 1999. Effect of the extra N-terminal
methionine residue on the stability and folding of recombinant alpha-
lactalbumin expressed in Escherichia coli. J. Mol. Biol. 285: 1179–
1194.
164
Chang, C.N., Matteucci, M., Perry, J., Wulf, J.J., Chen, C.Y., Hitzeman, R.A.
1986. Saccharomyces cerevisiae secretes and correctly processes
human interferon hybrid proteins containing yeast invertase signal
peptides. Mol. Cell. Biol. 6: 1812–1819.
Chen, Y.S., Jin, M., Egborge, T., Coppola, G., Andre, J., Calhoun, D.H.
2000. Expression and characterization of glycosylated and catalytically
active recombinant human alpha-galactosidase a produced in Pichia
pastoris. Protein Express. Purif. 20: 472–484.
Clare, J.J., Rayment, F.B., Ballantine, S.P., Sreekrishna, K., Romanos, M.A.
1991. High-level expression of tetanus toxin fragment C in Pichia
pastoris strains containing multiple tandem integrations of the gene.
BioTechnology: 9: 455–460.
Clare, J.J., Romanos, M.A., Rayment, F.B., Rowedder, J.E., Smith, M.A.,
Payne, M.M., Sreekrishna, K., Henwood. C.A. 1991. Production of
mouse epidermal growth factor in yeast high level secretion using
Pichia-pastoris strains containing multiple gene copies. Gene 105:
205–212.
Cole, P.A. 1996. Chaperone-assisted protein expression. Structure 4: 239–
242.
Couderc, R., Baratti, J. 1980. Oxidation of methanol by the yeast, Pichia
pastoris strain IFP206: purification and properties of the alcohol
oxidase (EC 1.1.3.13). Agric. Biol. Chem. 44: 2279–2290.
Cregg, J.M., Madden, K.R., Barringer, K.J., Thill, G.P., Stillman, C.A. 1989.
Functional characterization of the two alcohol oxidase genes from the
yeast Pichia pastoris. Mol. Cell. Biol. 9: 1316–1323.
Cregg, J.M., Barringer, K.J., Hessler, A.Y., Madden, K.R. 1985. Pichia
pastoris as a host system for transformations. Mol. Cell. Biol. 5: 3376–
3385.
Cregg, J.M. and Madden, K.R. 1988. Development of the methylotrophic
yeast Pichia pastoris, as a host system for the production of foreign
proteins. Dev. Ind. Microbiol. 29, 33-41.
Cregg, J.M., Vedvick, T.S., Raschke, W.C. 1993. Recent advances in the
expression of foreign genes in Pichia pastoris. BioTechnology 11: 905–
910.
Cregg, J.M., Higgins, D.R. 1995. Production of foreign proteins in the yeast
Pichia pastoris. Can. J. Bot. 73: 891–897.
165
Davey, J., Davis, K., Hughes, M., Ladds, G., Powner, D. 1998. The
processing of yeast pheromones. Sem. Cell Dev. Biol. 9: 19–30.
Daly, R. & Hearn, M.T.W. 2004. Expression fo heterologous proteins in
Pichia pastoris: a useful experimental tool in protein engineering and
production. J. Mol. Recognit. 18: 119-138.
Daly R, & Hearn, M.T.W. 2004. Expression and characterization of the
Activin type IIA receptor extracellular domain in Pichia pastoris (in
press).
Daly, R., Wilson, K., Phillips, D.J., Hearn, M.T.W. 2004. Comparison of
native versus yeast signal sequences in the bioactivity of activin
receptor extracellular domains expressed in Pichia pastoris (in press).
De Schutter, K., Yao-Cheng, L., P. Tiels, A., Van Hecke, S., Glinka, J.,
Weber-Lehmann, P., Rouze, Y., Van de Peer & Callewaert, N. 2009.
Genome sequence of the recombinant protein production host Pichia
pastoris. Nat. Biotechnol. 27: 561-569.
Dennis, J.W., Granovsky, M., Warren, C.E. 1999. Protein glycosylation in
development and disease. Bioessays 21: 412–421.
Digan, M.E., Lair, S.V., Brierley, R.A., Siegel, R.S., Williams, M.E., Ellis,
S.B., Kellaris, P.A., Provow, S.A,, Craig, W.S., Velicelebi, G.,
Harpold, M.M., Thill, G.P. 1989. Continuous production of a novel
lysozyme via secretion from the yeast, Pichia pastoris. BioTechnology.
7: 160–164.
Doud, S. K., Chou, M. M., and Kendall, D. A. 1993. Titration of protein
transport by incremental changes in signal peptide hydrophobicity.
Biochemistry 32:1251–1256
Doyon, Y., Home, W., Daull, P., LeBel, D. 2002. Effect of C domain N-
glycosylation and deletion on rat pancreatic alpha-amylase secretion
and activity. Biochem. J. 362: 259–264.
Duman, J.G., Miele, R.G., Liang, H., Grella, D.K., Sim, K.L., Castellino,
F.J., Bretthauer, R.K. 1998. O-mannosylation of Pichia pastoris
cellular and recombinant proteins. Biotechnol. Appl. Biochem. 28: 39–
45.
Eckart, M.R., Bussineau, C.M. 1996. Quality and authenticity of
heterologous proteins synthesized in yeast. Curr. Opin. Biotechnol. 7:
525–530.
166
Egea, P. F., Stroud, R. M. & Walter, P. 2005. Targeting proteins to
membranes: structure of the signal regocnition particle. Current
Opinion in Structural Biology. 15: 213-220.
Elbein, A.D. 1984. Inhibitors of the biosynthesis and processing of N-linked
oligosaccharides. CRC Crit. Rev. Biochem. 16: 21–49.
Fekkes, P., & Driessen, A. J. M. 1999. Protein targeting to the bacterial
cytoplasmic membrane. Microbiol. & Mol. Biol. Rev. 63: 161-173.
Fidler, A.E., Lun, S., Young, W., McNatty, K.P. 1998. Expression and
secretion of a biologically active glycoprotein hormone, ovine follicle
stimulating hormone, by Pichia Pastoris. J. Mol. Endocrinol. 21: 327–
336.
Fidler, A.E., Western, A.H., Griffith, N., Selwood, L., Stent, V., McNatty,
K.P. 2002. Production of a biologically active recombinant marsupial
growth factor using the methylotrophic yeast Pichia pastoris. Reprod.
Fertil. Dev. 14: 327–332.
Frand, A.R., and Kaiser, C.A. 1999. Ero1p oxidizes protein disulfide
isomerase in a pathway for disulfide bond formation in the endoplasmic
reticulum. Molecular Cell 4, 469–477.
Fuh G, MG, M., Bass, S., McFarland, N., Brochier, M., Bourell, J.H., Light,
D.R., Wells, J.A. 1990. The human growth hormone receptor. Secretion
from Escherichia coli and disulfide bonding pattern of the extracellular
binding domain. J. Biol. Chem. 265: 3111–3115.
Gallet, P.F., Vaujour, H., Petit, J.M., Maftah, A., Oulmouden, A., Oriol, R.,
Lenarvor, C., Guilloton, M., Julien, R. 1998. Heterologous expression
of an engineered truncated form of human lewis fucosyltransferase
(FUC-TIII) by the methylotrophic yeast Pichia pastoris. Glycobiology
8: 919–925.
Gellissen, G., Melber, K., Janowic, Z.A., Dahlems, U.M., Weydemann, U.,
Piontek, M., Strasser, A.W.M., Hollenberg, C.P. 1992. Heterologous
protein production in yeast. Antonie Leeuwenhoek 62: 79–93.
Gellissen, G. 2000. Heterologous protein production in methylotrophic
yeasts. Appl. Microbiol. Biotechnol. 54: 741–750.
Glick, B.R., Pasternak, J.J. 2003. Molecular biotechnology, principles and
applications of recombinant DNA. ASM Press (Washington DC). 163-
173.
167
Goochee, C.F., Gramer, M.J., Andersen, D.C., Bahr, J.B., Rasmussen, J.R.
1991. The oligosaccharides of glycoproteins: bioprocess factors
effecting oligosaccharide structure and their effect on glycoprotein
properties. Bio Technology 9: 1347–1355.
Grafl, R., Lang, K., Vogl, H., Schmidt, F.X. 1987. The mechanism of folding
of pancreatic ribonucleases is independent of the presence of covalently
linked carbohydrate. J. Biol. Chem. 262: 10624–10629.
Hayter, P.M., Curling, E.M.A., Baines, A.J. 1992. Glucose-limited chemostat
culture of Chinese Hamster Ovary cells producing recombinant human
interferon-gamma. Biotechnol. Bioengng 39: 327–335.
Hardy, E., Martínez, E., Diago, D., Díaz R., González, D., and Herrera L.
2000. Large-scale production of recombinant hepatitis B surface
antigen from Pichia pastoris. J. Biotechnol. 77, 157–167.
Hershberger, C.L., Larson, J.L., Arnold, B., Rosteck, P.R. Jr., Williams, P.,
DeHoff, B., Dunn, P., O’Neal, K.L., Riemen, M.W., Tice, P.A. 1991. A
cloned gene for human transferrin. Ann. NY Acad. Sci. 646: 140–154.
Henkel, M.K., Pott, G., Henkel, A.W., Juliano, L., Kam, C.M., Powers, J.C.,
Franzusoff ,A. 1999. Endocytic delivery of intramolecularly quenched
substrates and inhibitors to the intracellular yeast Kex2 protease.
Biochem. J. 341: 445–452.
Herscovics, A., Orlean, P. 1993. Glycoprotein biosynthesis in yeast. FASEB
J. 7: 540–550.
Higgins, D.R., Busser, K., Comiskey, J., Whittier, P.S., Purcell, T.J. and
Hoeffler, J.P. 1998. Small vectors for expression based on dominant
drug resistance with direct multicopy selection. Methods Mol. Biol.
103, 41-53.
Hinnen, A., Hicks, J. B., and Fink, G. R. 1978. Transformation of yeast.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA 75, 1929–1934.
Hitzeman, R.A., Chen, C.Y., Dowbenko, D.J., Renz, M.E., Lui Pai, R.,
Simpson, N.J., Kohr, W.J., Singh, A., Chisholm, H. R., Chang, C.N.
1990. Use of heterologous and homologous signal sequences for
secretion of heterologous proteins in yeast. Meth. in Enzymol. 185:
421–440.
Hlodan, R., Hartl, U.F. 1994. How the protein folds in the cell. In
mechanisms of protein folding, Pain RH (ed.). Oxford University Press:
New York; 194–228.
168
Holst, B., Bruun, A.W., Kiellandbrandt, M.C., Winther, J.R. 1996.
Competition between folding and glycosylation in the endoplasmic
reticulum. EMBO J. 15: 3538–3546.
Holmes, W.E., Pennica, D., Blader, M., Rey, M.W., Guenzler, W.A.,
Steffens, G.J., Heyneker, H.L. 1985. Cloning and expression of the
gene for pro-urokinase in Escherichia-coli. BioTechnology 3: 923–929.
http://faculty.kgi.edu/cregg/
Huecas, S., Villalba, M., Gonzalez, E., Martinez-Ruiz, A., Rodriguez, R.
1999. Production and detailed characterization of biologically active
olive pollen allergen Ole e 1 secreted by the yeast Pichia pastoris. Eur.
J. Biochem. 261: 539–545.
Inan, M., Meagher, M.M. 2001. Non-repressing carbon sources for alcohol
oxidase (AOX1) promoter of Pichia pastoris. J. Biosci. Bioengng 92:
585–589.
Ina, M., Meagher, M.M. 2001. The effect of ethanol and acetate on protein
expression in Pichia pastoris. J. Biosci. Bioengng 92: 337–341.
Invitrogen, A manual of methods for expresion of recombinant proteins in
Pichia Pastoris, 2006. California. 7-10.
Ito, H., Fukuda, Y., Murata, K., and Kimura, A. 1983. Transformation of
intact yeast cells treated with alkali cations. J. Bacteriol. 153, 163–168.
Jenkins, N, Parekh, R.B., James, D.C. 1996. Getting the glycosylation right-
implications for the biotechnology industry. Nat. Biotechnol. 14: 975–
981.
Jiang, S.T., Chen, G.H., Tang, S.J., Chen, C.S. 2002. Effect of glycosylation
modification (N-Q-I-108!N-Q-T-108) on the freezing stability of
recombinant chicken cystatin overexpressed in Pichia pastoris X-33. J.
Agric. Food Chem. 50: 5313–5317.
Johnson, M. A., Snyder,W. B., Lin-Cereghino, J.,Veenhuis, M., Subramani,
S., and Cregg, J. M. 2001. Pichia pastoris Pex14p, a phosphorylated
peroxisomal membrane protein, is part of a PTS-receptor docking
complex and interacts with many peroxins. Yeast 18, 621–641.
Julius, D., Brake, A., Blair, L., Kunisawa, R., Thorner, J. 1984. Isolation of
the putative structural gene for the Lysine–Arginine-cleaving
endopeptidase required for processing of the yeast prepro-alpha-factor.
Cell 37: 1075–1090.
Katakura, Y., Zhang, W.H., Zhuang, G.Q., Omasa, T., Kishimoto, M., Goto,
W., Suga, K.I. 1998. Effect of methanol concentration on the
169
production of human beta(2)-glycoprotein I domain V by a
recombinant Pichia pastoris: a simple system for the control of
methanol concentration using a semiconductor gas sensor. J. Ferment.
Bioengng 86: 482–487.
Kalandadze, A., Galleno, M., Foncerrada, L., Strominger, J.L.,
Wucherpfennig, K.W. 1996. Expression of recombinant HLA-DR2
molecules—replacement of the hydrophobic transmembrane region by
a leucine zipper dimerisation motif allows the assembly and secretion
of soluble DR alpha-beta heterodimers. J. Biol. Chem. 271: 20156–
20162.
Keizer-Gunnink, I., Vuorela, A., Myllyharju, J., Pihlajaniemi, T., Kivirikko,
K.I., Veenhuis ,M. 2000. Accumulation of properly folded human type
III procollagen molecules in specific intracellular membranous
compartments in the yeast Pichia pastoris. Matrix Biol. 19: 29–36.
Khandekar, S.S., Silverman, C., Wells-Marani, J., Bacon, A.M., Birrell, H.,
Brigham-Burke, M., DeMarini, D.J., Jonak, Z.L., Camilleri, P.,
Fishman-Lobell, J. 2001. Determination of carbohydrate structures N-
linked to soluble CD154 and characterization of the interactions of
CD40 with CD154 expressed in Pichia pastoris and Chinese hamster
ovary cells. Protein Express. Purif. 23: 301–310.
King Te, P., Kochoumian, L., Lu, G. 1995. Murine T and B cell responses to
natural and recombinant hornet venom allergen Dol m 5.02 and its
recombinant fragments. J. Immunol. 154: 577–584.
Kim, T.R., Goto, Y., Hirota, N., Kuwata, K., Denton, H., Wu, S.Y., Sawyer,
L., Batt, C.A. 1997. High-level expression of bovine beta-lactoglobulin
in Pichia pastoris and characterization of its physical properties.
Protein Eng. 10: 1339–1345.
Kjeldsen, T, Pettersson, A.F., Hach, M. 1999. Secretory expression and
characterization of insulin in Pichia pastoris. Biotechnol. Appl.
Biochem. 29: 79–86.
Klebe, R. J., Harriss, J. V., Sharp, Z. D., and Douglas, M. G. 1983. A general
method for polyethylene-glycol-induced genetic transformation of
bacteria and yeast. Gene 25, 333–341.
Kobayashi, H., Shibata, N., Suzuki, S. 1986. Acetolysis of Pichia pastoris
IFO 0948 strain mannan containing alpha- 1,2 and beta-1,2 linkages
170
using acetolysis medium of low sulfuric acid concentration. Arch.
Biochem. Biophys. 245: 494–503.
Koganesawa, N., Aizawa, T., Masaki, K., Matsuura, A., Nimori, T., Bando,
H., Kawan,o K., Nitta, K. 2001. Construction of an expression system
of insect lysozyme lacking thermal stability: the effect of selection of
signal sequence on level of expression in the Pichia pastoris expression
system. Protein Engng 14: 705–710.
Kulp, M.S., Frickel, E.M., Ellgaard, L., Waissman, J.S. 2006. Domain
architecture of protein-disulfide isomerase facilitates its dual role as an
oxidase and an isomerase in Ero1p-mediated disulfide formation. The
Journal of Biologycal Chemistry. 281. 2. 876-884.
Lawson, C., Walker, C., Awford, J., Biffen, M., Mallinder, P., Jackson, A.
2002. Purification and characterization of recombinant rat mast cell
protease 7 expressed in Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 25:
256–262.
Laroche, Y., Storme, V., Demeutter, J., Messen,s J., Lauwerey,s M. 1994.
High-level secretion and very efficient isotopic labeling of the tick
anticoagulant peptide (TAP) expressed in the methylotrophic yeast,
Pichia pastoris. BioTechnology 12: 1119–1124.
Letourneur, O., Gervas, G., Gaia, S., Pages, J., Watelet, B., Jolivet, M. 2001.
Characterization of Toxoplasma gondii surface antigen I (SAGI)
secreted from Pichia pastoris: evidence of hyper O-glycosylation.
Biotechnol. Appl. Biochem. 33: 35–45.
Li, Z.J., Xiong, F., Lin, Q.S., d’Anjo, M., Daugulis, A.J,. Yang, D.S.C., Hew,
C.L. 2001. Low-temperature increases the yield of biologically active
herring antifreeze protein in Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 21:
438–445.
Li, P.Z., Go, X.G., Arellano, R.O., Renugopalakrishnan, V. 2001.
Glycosylated and phosphorylated proteins—expression in yeast and
oocytes of Xenopus: prospects and challenges—relevance to expression
of thermostable proteins. Protein Express. Purif. 22: 369–380.
Lin-Cereghino, G.P., Godfrey, L., de la Cruz, B.J., Johnson, S.,
Khuongsathiene, S., Tolstorukov, I., Yan, M., Lin-Cereghino, J.,
Veenhuis, M., Subramani, S., and Cregg, J.M. 2006. Mxr1p, a key
regulator of the methanol utilization pathway and peroxisomal genes in
Pichia pastoris. Mol. Cel. Biol. 26. 883-897.
171
Lis, H., Sharon, N. 1993. Protein glycosylation—structural and functional
aspects. Eur. J. Biochem. 218: 1–27.
Liu, D.T.Y. 1992. Glycoprotein pharmaceuticals—scientific and regulatory
considerations, and the United-States Orphan Drug-Act. Trends
Biotechnol. 10: 114–120.
Lueking, A., Holz, C., Gotthold, C., Lehrach, H., Cahill, D. 2000. A system
for dual protein expression in Pichia pastoris and Escherichia coli.
Protein Express. Purif. 20: 372–378.
Maras, M., Callewaert, N., Piens, K., Claeyssens, M., Martinet, W., Dewaele,
S., Contreras, H., Dewerte, I., Penttila, M., Contreras, R. 2000.
Molecular cloning and enzymatic characterization of a Trichoderma
reesei 1,2-alpha-D-mannosidase. J. Biotechnol. 77: 255–263.
Martinet, W., Saelens, X., Deroo, T., Neirynck, S., Contreras, R., Jou, W.M.,
Fiers, W. 1997. Protection of mice against a letal influenza challenge
by immunization with yeast-derived recombinant influenza
neuraminidase. Eur. J. Biochem. 247: 332–338.
Makrides, S.C. 1996. Strategies for achieving high-level expression of genes
in Escherichia coli. Microbiol. Rev.60: 512ff.
Martinez-Ruiz, A., Martinez del Pozo, A., Lacadena, J., Mancheno, J.M.,
Onaderra, M., Lopez-Otin, C. and Gavilanes, J.G. 1998. Secretion of
recombinant pro- and mature fungal K-sarcin ribotoxin by the
methylotrophic yeast Pichia pastoris: the Lys-Arg motif is required for
maturation. Protein Expr. Purif. 12, 315-322.
Martinet, W., Maras, M., Saelens, X., Jou, W.M., Contreras, R. 1998.
Modification of the protein glycosylation pathway in the
methylotrophic yeast Pichia pastoris. Biotechnol. Lett. 20: 1171–1177.
Majerle, A, Kidric, J, Jerala, R. 1999. Expression and refolding of functional
fragments of the human lipopolysaccharide receptor CD14 in
Escherichia coli and Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 17: 96–
104.
Mason, A.B, Woodworth, R.C., Olive, R.W.A., Green, B.N., Lin, L.N.,
Brandts, J.F., Tam, B.M., Maxwel, A., Macgillivray, R.T.A. 1996.
Production and isolation of the recombinant N-lobe of human
transferrin from the methylotrophic yeast Pichia pastoris. Protein
Express. Purif. 8: 119–125.
172
Meldgaard, M., Svendsen, I. 1994. Different effects of n-glycosylation on the
thermostability of highly homologous bacterial (1,3-1,4)-beta-
glucanases secreted from yeast. Microbiology 140: 159–166.
Minning, S., Serrano, A., Ferrer, P., Sola, C., Schmid, R.D., Valero, F. 2001.
Optimization of the high-level production of Rhizopus oryzae lipase in
Pichia pastoris. J. Biotechnol. 86: 59–70.
Moir, D.T., Dumais, D.R. 1987. Glycosylation and secretion of human alpha-
1-antitrypsin by yeast. Gene 56: 209–217.
Monsalve, R.I., Lu, G., King, T.P. 1999. Expressions of recombinant venom
allergen, antigen 5 of yellow jacket (Vespula vulgaris) and paper wasp
(Polistes annularis), in bacteria or yeast. Protein Express. Purif. 16:
410–416.
Montesino, R., Nimtz, M., Quintero, O., Garcia, R., Falcon, V., Cremata, J.A.
1999. Characterization of the oligosaccharides assembled on the Pichia
pastoris-expressed recombinant aspartic protease. Glycobiology 9:
1037–1043.
Murasugi, A., Tohma-Aiba, Y. 2001. Comparison of three signals for
secretory expression of recombinant human midkine in Pichia pastoris.
Biosci. Biotechnol. Biochem. 65: 2291–2293.
Munshi, C., Lee, H.C. 1997. High-level expression of recombinant aplysia
ADP-ribosyl cyclase in Pichia pastoris by fermentation. Protein
Express. Purif. 11: 104–110.
Narhi, L.O., Arakawa, T., Aoki, K.H., Elmore, R., Rohde, M.F., Boone, T.,
Strickland, T.W. 1991. The effect of carbohydrate on the structure and
stability of erythropoietin. J. Biol. Chem. 266: 23022–23026.
Natalia, D., Masduki, F. F., Muharsini, S. 2003. Produksi vaksin hama ternak
lalat screw wormfly: overekspresi protein membran peritrofik PM48
dan PM95, serta overekspresi protein disulfida isomerase (PDI) pada S.
cerevisiae. Laporan RUT VIII. Kementrian Riset Dan Teknologi.
Nebes, V.L., Jones, E.W. 1991. Activation of the proteinase B precursor of
the yeast Saccharomyces cerevisiae by autocatalysis and by an internal
sequence. J. Biol. Chem. 266: 22851–22857.
Nelson, D.L. and Cox, M.M. Lehninger principles of biochemistry. 4 th ed.
Wh Freeman. 1068-1070.
Odonohue, M.J., Boissy, G., Huet, J.C., Nespoulous, C., Brunie, S., Pernollet,
J.C. 1996. Overexpression in Pichia pastoris and crystallization of an
173
elicitor protein secreted by the phytopathogenic fungis, Phytophthora
cryptogea. Protein Express. Purif. 8: 254–261.
Ogata, K., Nishikawa, H. and Ohsugi, M. 1969. A yeast capable of utilizing
methanol. Agric. Biol. Chem. 33, 1519-1520.
Ogunjimi, A.A., Chandler, J.M., Gooding, C.M., Recinos, A., Choudary,
P.V. 1999. High-level secretory expression of immunologically active
intact antibody from the yeast Pichia pastoris. Biotechnol. Lett. 21:
561–567.
Oka, C., Tanaka, M., Muraki, M., Harata, K., Suzuki, K., Jigami, Y. 1999.
Human lysozyme secretion increased by alpha-factor pro-sequence in
Pichia pastoris. Biosci. Biotechnol. Biochem. 63: 1977–1983.
Olden, K., Bernard, B.A., Humphries, M.J., Yeo, T.K., Yeo, K.T., White,
S.L., Newton, S.A., Bauer, H.C., Parent, J.B. 1985. Function of
glycoprotein glycans. Trends Biochem. Sci. 8: 16–82.
Orlean, P., Kuranda, M.J., Albright, C.F. 1991. Analysis of glycoproteins
from Saccharomyces cerevisiae. Meth. Enzymol. 194: 682–697.
Olsen, O., Thomsen, K.K., Weber, J., Duus, J.O., Svendsen, I., Wegener, C.,
Vonwettstein, D. 1996. Transplanting two unique beta-glucanase
catalytic activities into one multienzyme, which forms glucose.
BioTechnology 14: 71–76.
Olsen, O., Thomsen, K.K. 1991. Improvement of bacterial beta glucanase
thermostability by glycosylation. J. Gen. Microbiol. 137: 579–586.
Ostergaard, S., Olsson, L., Nielsen, J. 2000. Metabolic engineering of
Saccaromyces cerevisiae. Microbiol. and Mol. Biol. Rev. 64. 34-50.
Paifer, E., Margolles, E., Cremata, J., Montesino, R., Herrera, L., Delgado,
J.M. 1994. Efficient expression and secretion of recombinant alpha
amylase in Pichia pastoris using two different signal sequences. Yeast
10: 1415–1419.
Paramasivam, M., Saravanan, K., Uma, K., Sharma, S., Singh, T.P.,
Srinivasan, A. 2002. Expression purification, and characterization of
equine lactoferrin in Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 26: 28–34.
Pakkanen, O., Hamalainen, E.J., Kivirikko, K.I., Myllyharju, J. 2003.
Assembly of stable human type I and III collagen molecules from
hydroxylated recombinant chains in the yeast Pichia pastoris. J. Biol.
Chem. 278: 32478–32483.
174
Payne, W.E., Gannon, P.M., Kaiser, C.A. 1995. An inducible acid
phosphatase from the yeast Pichia pastoris—characterization of the
gene and its product. Gene 163: 19–26.
Penheiter, A.R., Klucas, R.V., Sarath, G. 1998. Purification and
characterization of a soybean root nodule phosphatase expressed in
Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 14: 125–130.
Pless, D.D., Lennarz, W.J. 1977. Enzymatic conversion of proteins to
glycoproteins. Proc. Natl Acad. Sci. USA 74: 134–138.
Potgieter, T.I., M. Cukan, J. E. Drummond, N. R. Houston-Cummings, Y.
Jiang, F. Li, H. Lynaugh, M. Mallem, T. W. McKelvey, T. Mitchell, A.
Nylen, A. Rittenhour, T. A. Stadheim, D. Zha and M. d’Anjou. 2008.
Production of monoclonal antibodies by glycoengineered Pichia
pastoris. J. Biotechnol. 139, 318–325.
Powers, S.L., Robinson, A.S. 2007. PDI improves secretion of redox-inactive
beta-glucosidase. Biotechnol Proq. 23 (2). 364-369.
Powner, D., Davey, J. 1998. Activation of the kexin from
Schizosaccharomyces pombe requires internal cleavage of its initially
cleaved prosequence. Mol. Cell. Biol. 18: 400–408.
Pratap, J., Rajamohan, G., Dikshit, K.L. 2000. Characteristics of glycosylated
streptokinase secreted from Pichia pastoris: enhanced resistance of SK
to proteolysis by glycosylation. Appl. Microbiol. Biotechnol. 53: 469–
475.
Psaridi-Linardaki, L., Mamalaki, A., Remoundos, M., Tzartos, S.J. 2002.
Expression of soluble ligand- and antibody-binding extracellular
domain of human muscle acetylcholine receptor alpha subunit in yeast
Pichia pastoris—role of glycosylation in alpha-bungarotoxin binding.
J. Biol. Chem. 277: 26980–26986.
Querol, S., Cancelas, J.A., Amat, L., Capmany, G., Garcia, I. 1999. Effect of
glycosylation of recombinant human granulocytic colony-stimulating
factor on expansion cultures of umbilical cord blood CD34(þ) cells.
Haematology 84: 493–498.
Raemaekers, R.J.M., de Muro, L., Gatehouse, J.A., Fordham-Skelton, A.P.
1999. Functional phytohemagglutinin (PHA) and Galanthus nivalis
agglutinin (GNA) expressed in Pichia pastoris—correct N-terminal
processing and secretion of heterologous proteins expressed using the
PHA-E signal peptide. Eur. J. Biochem. 265: 394–403.
175
Reverter, D., Ventura, S., Villegas, V., Vendrell, J., Aviles, F.X. 1998.
Overexpression of human procarboxypeptidase A2 in Pichia pastoris
and detailed characterization of its activiation pathway. J. Biol. Chem.
273: 3535–3541.
Reddy, S.T., Dahms, N.M. 2002. High-level expression and characterization
of a secreted recombinant cation-dependent mannose 6-phosphate
receptor in Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 26: 290–300.
Rees, G.S., Gee, C.K., Ward, H.L., Ball, C., Tarrant, G.M., Poole, S.,
Bristow, A.F. 1999. Rat tumour necrosis factor-alpha: expression in
recombinant Pichia pastoris purification, characterization and
development of a novel ELISA. Eur. Cytokine Netw. 10: 383–392.
Romanos, M.A., Scorer, C.A., Clare, J.J. 1992. Foreign gene expression in
yeast: a review. Yeast 8: 423–488.
Romanos, M.A. 1995. Advances in the use of Pichia pastoris for high-level
gene expression. Curr. Opin. Biotechnol. 6: 527–533.
Rosenfeld, S.A., Ross, O.H., Hillman, M.C., Corman, J.I., Dowling, R.L.
1996. Production and purifiction of human fibroblast collagenase
(MMP-1) expressed in the methylotrophic yeast Pichia pastoris.
Protein Express. Purif. 7: 423–430.
Rockwell, N.C., Fuller, R. S. 1998. Interplay between S, 1 and S, 4 subsites
in Kex2 protease: Kex2 exhibits dual specificity for the P4 side chain.
Biochemistry 37: 3386–3391.
Robinson, A. S., Hines, V., Wittrup, K. D. 1994. Protein disulphide
isomerase overexpression increases secretion of foreign proteins in
Saccharomyces cerevisiae. Bio/Technology. 12, 381-384
Rodriguez, M., Rubiera, R., Penichet, M., Montesinos, R., Cremata, J.,
Falcon, V., Sanchez, G., Bringas, R., Cordoves, C. 1994. High level
expression of the B. microplus Bm86 antigenin the yeast Pichia
pastoris forming highly immunogenic particles for cattle. J. Biotechnol.
33: 135–146.
Ruitenberg, K.M., Gilkerson, J.R., Wellington, J.E., Love, D.N., Whalley,
J.M. 2001. Equine herpesvirus 1 glycoprotein D expressed in Pichia
pastoris is hyperglycosylated and elicits a protective immune response
in the mouse model of EHV-1 disease. Virus Res. 79: 125–135.
176
Rutkowski, D.T., Ott, C.M., Polansky, J.R., and Lingappa, V.R. 2003. Signal
sequences initiate the pathway of maturation in the endoplasmic
reticulum lumen. J. Biol. Chem. 278, 30365-30372.
Sadhukhan, R., Sen, G.C., Sen, I. 1996. Synthesis and cleavage- secretion of
enzymatically active rabbit angiotensinconverting enzyme in Pichia
pastoris. J. Biol. Chem. 271: 18310–18313.
Saito, A., Usui, M., Song, Y., Azakami, H., Kato, A. 2002. Secretion of
glycosylated alpha-lactalbumin in yeast Pichia pastoris. J. Biochem.
132: 77–82.
Samaddar, M., Catterall, J.F., Dighe, R.R. 1997. Expression of biologically
active beta subunit of bovine follicule-stimulating hormone in the
methylotrophic yeast Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 10: 345–
355.
Sarramegna, V., Demange, P., Milon, A., Talmont, F. 2002. Optimizing
functional versus total expression of the human mu-opioid receptor in
Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 24: 212–220.
Scorer, C.A., Buckholz, R.G., Clare, J.J., Romanos, M.A. 1993. The
intracellular production and secretion of HIV-1 envelope protein in the
methylotrophic yeast Pichia pastoris. Gene 136: 111–119
Scorer, C.A., Clare, J.J., McCombie, W.R., Romanos, M.A. and Sreekrishna,
K. 1994. Rapid selection using G418 of high copy number
transformants of Pichia pastoris for high-level foreign gene
expression. Biotechnology (NY) 12, 181-184.
Schultz, L. D., Markus, H. Z., Hofmann, K. J., Montgomery, D. L.,
Dunwiddier, C. T., Kniskern, P. J., Freedman, R. B., Ellis, R. W., Tuite,
M. F. 1994. Using molecular genetic to improve the production of
recombinant proteins by the yeast Saccharomyces cerevisiae. Ann. N.
Y. Acad. Sci. 721, 148-157
Sears, I.B., Oconnor, J., Rossanese, O.W., Glick, B.S. 1998. A versatile set of
vectors for constitutive and regulated gene expression in Pichia
pastoris. Yeast 14: 783–790.
Segev, N., Mulholland, J., Botstein, D. 1988. The yeast gtp binding ypt1
protein and a mammalian counterpart are associated with the secretion
machinery. Cell 52: 915–924.
177
Shelikoff, M., Sinskey, A.J., Stephanopoulos, G. 1996. A modeling
framework for the study of protein glycosylation. Biotechnol. Bioengng
50: 73–90.
Shakin-Eshleman, S.H., Spitalnik, S.L., Kasturi, L. 1996. The amino acid at
the X position of an Asn-X-Ser sequon is an important determinant of
N-linked core-glycosylation efficiency. J. Biol. Chem. 271: 6363–6366.
Shusta, E. V., Raines, R. T., Pluckthun, A., Wittrup, K. D. 1998. Increasing
the secretory capacity of Saccharomyces cerevisiae for production of
single chain antibody fragment. Nature Biotechnol., 16, 773-777.
Sinclair, G., Choy, F.Y.M. 2002. Synonymous codon usage bias and the
expression of human glucocerebrosidase in the methylotrophic yeast,
Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 26: 96–105.
Simons, J.F., Forro-Novick, S., Rose, M.D., Helenius, A. 1995. Bip/Kar2p
serves as a molecular chaperone during carboxypeptidase Y folding in
yeast. J. Cell. Biol. 130: 41–49.
Sleep, D., Belfield, G.P., Goodey, A.R. 1990. The secretion of human serum
albumin from the yeast Saccharomyces cerevisiae using five different
leader sequences. BioTechnology 8: 42–46.
Smith, J.E., 1996. Biotechnology. Cambridge University Press. 68-83.
Smeekens, S.P. 1993. Processing of protein precursors by a novel family of
subtilisin-related mammalian endoproteases. BioTechnology 11: 182–
186.
Snyder, W. B., Koller, A., Choy, A. J.1999. Pex17p is required for import of
both peroxisome membrane and lumenal proteins and interacts with
Pex19p and the peroxisomal targeting signal-receptor docking complex
in Pichia pastoris. Mol. Biol. Cell 10, 4005–4019.
Sreekrishna, K., Brankamp, R.G., Kropp, K.E., Blankenship, D.T., Tsay, J.T.,
Smith, P.L., Wierschke, J.D., Subramaniam, A., Birkenberger, L.A.
1997. Strategies for optimal synthesis and secretion of heterologous
proteins in the methylotrophic yeast Pichia pastoris. Gene 190: 55–62.
Sreekrishna, K., Nelles, L., Potenz, R., Cruze, J., Mazzaferro, P., Fish, W.,
Fuke, M., Holden, K., Phelps, D. 1989. High-level expression
purification and characterization of recombinant human tumor necrosis
factor synthetized in the methylotrophic yeast Pichia-pastoris.
Biochemistry 28: 4117–4125.
178
Steiner, D.F., Smeekens, S.P., Ohagi, S., Chan, S.J. 1992. The new
enzymology of precursor processing endoproteases. J. Biol. Chem. 267:
23435–23438.
Stratton, J., Chiruvolu, V. and Meagher, M. 1998. High cell-density
fermentation. Methods Mol. Biol. 103, 107^120.
Takano, K., Tsuchimori, K., Yamagata, Y., Yutani, K. 1999. Effect of foreign
N-terminal residues on the conformational stability of human
lysozyme. Eur. J. Biochem. 266: 675–682.
Talmont, F., Sidobre, S., Demange, P., Milon, A., Emorine, L.J. 1996.
Expression and pharmacological characterization of the human MU-
opoid receptor in the methylotrophic yeast Pichia pastoris. FEBS Lett.
394: 268–272.
Thiry, M., Cingolani, D. 2002. Optimizing scale-up fermentation processes.
Trends Biotechnol. 20: 103–105.
Tschopp, J.F., Brust, P.F., Cregg, J.M., Stillman, C.A., Gingeras, T.R. 1987.
Expression of the lacZ gene from two methanol regulated promoters in
Pichia pastoris. Nucl. Acids Res. 15: 3859–3876.
Tsujikawa, M., Okabayashi, K., Morita, M., Tanabe, T. 1996. Secretion of a
variant of human single-chain urokinasetype plasminogen activator
without an N-glycosylation site in the methylotrophic yeast, Pichia
pastoris and characterisation of the secreted product. Yeast 12: 541–
553.
Tull, D., Gottschalk, T.E., Svendsen, I., Kramhoft, B., Phillipson, B.A.,
Bisgard-Frantzen, H., Olsen, O., Svensson, B. 2001. Extensive N-
glycosylation reduces the thermal stability of a recombinant
alkalophilic Bacillus alpha-amylase produced in Pichia pastoris.
Protein Express. Purif. 21: 13–23.
Tu, B.P., Ho-Schleyer, S.C., Travers, K.J., Weissman, J.S. 2000.
Biochemical Basis of Oxidative Protein Folding in the Endoplasmic
Reticulum, Science, 290, 1571-1574.
Tuite, M.F., Clare, J.J., Romanos, M.A. 1999. Expressing cloned genes in the
yeasts Saccharomyces cerevisiae and Pichia pastoris. Protein Express.
Pract. Approach 202: 61–100.
Tuite, M.F and Freedman, R.B. 1994, Improving secretion of recombinant
prteins from yeast and mammalian cells; rational of empirical design?
Trends in Biotechnology.
179
Vad, R., Nafstad, E., Dahl, L.A., Gabrielsen. O.S. 2005. Engineering of a
Pichia pastoris expression system for secretion of high amounts of
intact human parathyroid hormone. J. Biotechnol. 116 (3). 251-260.
Valent, Q. A., Kendall, D. A., High, S., Kusters, R., Oudega, B., and Luirink,
J. 1995. Early events in preprotein recognition in E. coli: interaction of
SRP and trigger factor with nascent polypeptides. EMBO J. 14:5494-
5505.
Vassileva, A., Chugh, D.A., Swaminathan, S., Khanna, N. 2001. Expression
of hepatitis B surface antigen in the methylotrophic yeast Pichia
pastoris using the GAP promoter. J. Biotechnol. 88: 21–35.
Vassileva, A., Chugh, D.A., Swaminathan, S., Khanna, N. 2001. Effect of
copy number on the expression levels of hepatitis B surface antigen in
the methylotrophic yeast Pichia pastoris. Protein Express. Purif. 21:
71–80.
Villatte, F., Hussein, A.S., Bachmann, T.T., Schmid, R.D. 2001. Expression
level of heterologous proteins in Pichia pastoris is influenced by flask
design. Appl. Microbiol. Biotechnol. 55: 463–465.
Vozza, L.A., Wittwer, L., Higgins, D.R., Purcell, T.J., Bergseid, M.,
Collinsracie, L.A., Lavallie, E.R., Hoeffler, J.P. 1996. Production of a
recombinant bovine enterokinase catalytic subunit in the
methylotrophic yeast Pichia pastoris. BioTechnology 14: 77–81.
Wang, P., Zhang, J., Sun, Z.Y., Chen, Y.H., Liu, J.N. 2000. Glycosylation of
prourokinase produced by Pichia pastoris impairs enzymatic activity
but not secretion. Protein Express. Purif. 20: 179–185.
Waterham, H.R., Digan, M.E., Koutz, P.J., Lair, S.V., Cregg, J.M. 1997.
Isolation of the Pichia pastoris glyceraldehyde-3- phosphate
dehydrogenase gene and regulation and use of its promoter. Gene 186:
37–44.
Watanabe, H., Yamasaki, K., Kragh-Hansen, U., Tanase, S., Harada, K.,
Suenaga, A., Otagiri, M. 2001. In vitro and in vivo properties of
recombinant human serum albumin from Pichia pastoris purified by a
method of short processing time. Pharm. Res. 18, 1775–1781.
White, C.E., Kempi, N.M., Komives, E.A. 1994. Expression of highly
disulfide-bonded proteins in Pichia pastoris. Structure 2: 1003–1005.
Woo, J.H., Liu, Y.Y., Mathias, A., Stavrou, S., Wang, Z.R., Thompson, J.,
Neville, D.M. 2002. Gene optimization is necessary to express a
180
bivalent anti-human anti-T cell immunotoxin in Pichia pastoris.
Protein Express. Purif. 25: 270–282.
Woycechowsky, K.J. and Raines, R.T. 2000. Native disulfide bond formation
in proteins. Current Opinion in Chemical Biology. 4:533-539.
Wu, S., Fallon, R.D., Payne, M.S. 1999. Engineering Pichia pastoris for
stereoselective nitrile hydrolysis by coproducing three heterologous
proteins. Appl. Microbiol. & Biotechnol. 52: 186–190.
Xiao, R., Wilkinson, B., Solovyov, A., Winther, J.R., Holmgren, A.,
Lundstrom-Ljung, J., Gilbert, H.F. 2004. The contributions of protein
disulfide isomerase and its homologues to oxidative protein folding in
the yeast endoplasmic reticulum. The Journal of Biological Chemistry.
279. 48. 49780-49786.
Yamamoto, Y., Taniyama, Y., Kikuchi, M., Ikehara, M. 1987. Engineering of
the hydrophobic segment of the signal sequence for efficient secretion
of human lysozyme by Saccharomyces cerevisiae. Biochem. Biophys.
Res. Communun. 149: 431–436.
Yan, B.X., Zhang, W.Y., Ding, J.P., Gao, P.J. 1999. Sequence pattern for the
occurrence of N-glycosylation in proteins. J Protein Chem. 18: 511–
521.
Yoshimasu, M.A., Ahn, J.K., Tanaka, T., Yada, R.Y. 2002. Soluble
expression and purification of porcine pepsinogen from Pichia pastoris.
Protein Express. Purif. 25: 229–236.
Zanchin, N.I.T., McCarthy, J.E.G. 1995. Characterisation of the in vivo
phosphorylation sites of the MRUA-cap-binding complex proteins
eukaryotic initiation factor-4E and P20 in Saccharomyces cerevisiae. J.
Biol. Chem. 270: 26505–26510.
Zhu, A., Monahan, C., Wang, Z.K., Goldstein, J. 1996. Expression,
purification and characterization of recombinant alpha-N-
acetylgalactosaminidase produced in the yeast Pichia pastoris. Protein
Express. Purif. 8: 456–462.
Zsebo, K., Lu, H.S., Fieschko, J., Goldstein, L., Davis, J., Duker, K., Suggs,
S., Lai, P.H., Bitter, G. 1986. Protein secretion from Saccharomyces
cerivisiae directed by the prepro-alpha factor leader region. J. Biol.
Chem. 261: 5858–5865.
181
INDEKS
A
-mating factor ( -MF), 44, 45, 47, 65, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116,
117,
Adenovirus, 3
alkohol oksidase, 6, 19, 24, 27, 28, 29, 30
amino asil tRNA, 63,
AOX1, 6, 19, 29, 33, 36, 37, 38, 42, 43, 46, 47, 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 56,
58, 59, 60, 61, 63, 68, 91
asimilasi metanol, 5
Asam kasamino, 74
Auksotropi, 35, 52
B
Biomassa, 31, 33, 57, 72, 73, 76
Biotin, 34,
Badan inklusi, 10, 11, 18
Biopharmaceutical, 2, 7
Baculovirus, 3,
Bakteriofaga, 3,
C
CBM (carbohydrate binding module), 135, 138, 141,
Chaperone, 10, 99, 101, 118, 128
cDNA, 4, 15, 18, 50, 64, 145
D
DsbB, 121,
DsbA, 121
De novo, 123,
DTT (ditrioteitol), 83, 84, 92, 123, 133, 134
disimilasi metanol, 60
Diploid, 25, 26, 81
DNA artificial
E
Ero1p, 122, 123, 124
182
Ekspresi konstitutif, 59
Epitop, 48, 118
Elektroporasi, 25, 55, 79, 83, 84, 91, 93, 94
F
FAD-binding protein, 123
Furin, 97, 119
Folding 10, 12, 15, 18, 40, 56, 99, 101, 107, 111, 118, 119, 120, 121, 122,
123, 124, 125, 128, 133, 142, 146
Un-folding, 11, 142
Re-folding, 12, 99, 149
Miss-fold
Fosforilasi, 10, 18, 71,
G
Glikoprotein, 11, 73, 129, 130, 136, 138, 139, 141, 145, 147, 150, 151
Glutation, 28, 60, 118
Genotipe 35, 36
Gen heterolog, 33
GRAS (generally recognized as safe)
H
Heme, 123
Hibridisasi, 55
Hidrogen peroksida (H2O2), 27
Haploid, 26, 81
Hiperglikosilasi, 16, 134, 137, 138, 139, 147, 148
I
Inhibitor kompetitif, 125, 147
In frame, 107
Insersi gen (gene insertion), 41, 52, 53, 68, 153
Integrasi multikopi, 39, 45, 65, 69, 79
Inang 1, 2, 3, 9, 13, 14, 17, 21, 37, 38, 53, 81, 107, 127, 136, 147
Immunogenisitas, 118, 146
Isomerisasi, 10, 119, 122, 124
K
Kex2, 108, 109, 110, 115
kodon bias, 64, 65
183
Kaset ekspresi, 37, 39, 42, 45, 49, 50, 51, 52, 54, 55, 56, 65, 66, 67, 68, 107
Katalase, 27, 28
L
Late Golgi, 115
Lisosom, 75, 102
Lokus gen, 25
Litium klorida, 25, 55
Lipidasi, 10
O
ORF (Open Reading Frame) 43
Overekspresi 3, 126, 127, 136
P
Peroksisom 5, 27, 28, 29, 30, 31, 32
Biogenesis 30
Proliferasi 5
Peptide-N glikosidase F (PNGase F) 149, 150, 151
PPI (peptidil prolil isomerase) 118
Prototropi 67
Probe 55
plasmid episom 51
Polietilen glikol 78, 82, 84
Pustaka genom 18, 58
Protein terapeutik 2, 14
protein heterolog 4, 5, 6, 13, 18, 19, 21, 24, 33, 34
pyrogen 4, 34
Plasmid 2um 13
Proteolisis 2, 6, 11, 39, 74, 75, 76
R
Replica-plating 67
RNA poly A 29
Reading frame 18
Rekombinansi homolog 25
Retrovirus 3,
Ragi metilotropik 5, 17
184
S
Sequon 131, 132, 133, 134, 135, 136
Signal peptidase 105, 107, 109, 115
Ste13 108, 109, 114, 115
SR (SRP-receptor) 105
SRP (signal recognition particle) 83, 105
Sorbitol 40, 57, 58
Southern blot 55, 69
Single crossover 52
Shuttle vektor 41
SCP (single cell protein) 23
Struktur genom 17
Sulfasi 10
T
Tunamycin 125
Translokon 105, 106
Translokase 103
Trehalose 73
Trace element 34
TCP (total cell protein) 31
U
Ubiquinon 121, 123
V
Vaksin 2, 7, 14,
Vektor ekspresi 2, 6, 13, 17, 35, 41, 42, 43, 45, 46, 48, 50, 54, 59, 67, 69, 153
Vaksin rekombinan 2
W
Wild type 16, 36, 37, 39
X
Xylulosa 5-monofosfat 28, 29
Z
Zimolase 55, 87
Zeocin 47, 49, 50, 55, 68, 69, 70
185
TENTANG PENULIS
186