anisarizki1705
Iklan
IDENTIFIKASIMASALAH DALAM BK
DisusunOleh :
Beni Turnado ( IV C )
Annisa Rizki ( IV D )
Eti Kurniati ( IV D )
UNIVERSITAS PANCASAKTI
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyusun makalah APTL 1 yang berjudul “IDENTIFIKASI MASALAH DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada ibu Sri Adi Nurhayati
S.Psi, MM selaku dosen pengampu mata kuliah APTL 1 dan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini dengan baik.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi orang lain yang
membacanya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna. Kesempurnaan manusia bukan hanya dari
segi fisik, akan tetapi manusia juga dianugerahi kesempurnaan akal. Akal manusia merupakan sesuatu
yang khas yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya. Kesempurnaan akal manusia ini
menyebabkan pengetahuan manusia terus berkembang dari waktu ke waktu. Rasa keingintahuan
manusia menuntutnya untuk mencari tahu hal-hal yang ingin diketahuinya. Sehingga manusia dapat
memperoleh hal yang ingin diketahuinya tersebut. Untuk hal-hal yang ingin diketahuinya tersebut,
manusia dapat melakukan dua jenis usaha. Usaha yang paling sering dilakukan adalah melalui penalaran
akal sehat (common sense). Akan tetapi tidak semua keingintahuan manusia bisa terjawab melalui
penalaran akal sehat. Apabila keingintahuan yang tidak bisa terjawab melalui mekanisme penalaran akal
sehat, maka alternatif lain yang dapat dilakukan adalah melalui penelitian ilmiah.
Manusia adalah sasaran pendidikan. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Peserta didik merupakan pribadi-pribadi yang
sedang berada dalam proses berkembang kearah kematangan. Masing-masing peserta didik memiliki
karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual diantara mereka, seperti
menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri.
Dalam dunia pendidikan, peserta didikpun tidak jarang mengalami masalah-masalah, sehingga tidak
jarang dari peserta didik yang menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku yang merentang dari
kategori ringan sampai dengan berat.
Berkenaan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, maka perlu adanya pendekatan-
pendekatan melalui pelaksanaan bimbingan dan konseling. Disini, guru memiliki perananan yang sangat
penting karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang keadaan siswa atau
pesrta didik. Di dalam melakukan bimbingan dan konseling, kerja sama konselor dengan personel lain di
sekolah merupakan suatu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Kerja sama ini akan menjamin
tersusunnya program bimbingan dan konseling yang komprehensif, memenuhi sasaran, serta realistik.
Sedangkan masalah ialah suatu yang menghambat, merintangi, mempersulit bagi orang dalam usahanya
mencapai suatu tujuan. Bentuk konkrit dari hambatan / rintangan itu dapat bermacam-macam, misalnya
godaan, gangguan dari dalam atau dari luar, tantangan yang ditimbulkan oleh situasi hidup. Dan masalah
yang timbul dalam kehidupan siswa di sekolah beraneka ragam.
RUMUSAN MASALAH
Menjelaskan tentang identifikasi masalah ?
TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Identifikasi
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan sebagai suatu usaha
untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian
rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang
diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.
Pengertian identifikasi menurut :
JP Chaplin yang diterjemahkan Kartini Kartono yang dikutip oleh Uttoro adalah proses pengenalan,
menempatkan obyek atau individu dalam suatu kelas sesuai dengan karakteristik tertentu.
Ahli psikoanalisis adalah suatu proses yang dilakukan seseorang, secara tidak sadar, seluruhnya atau
sebagian, atas dasar ikatan emosional dengan tokoh tertentu, sehingga ia berperilaku atau
membayangkan dirinya seakan-akan ia adalah tokoh tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa identifikasi adalah penempatan
atau penentu identitas seseorang atau benda pada suatu saat tertentu.Menurut pendapat kelompok
kami, pada langkah ini yang harus diperhatikan sebagai konselor adalah mengenal gejala-gejala awal dari
suatu masalah yang dihadapi siswa.
Pengertian Masalah
Irmansyah Efendi mengartikan Masalah adalah pelajaran saat anda sadar sebagai kesadaran
jiwa, anda dengan mudah dapat melihat kelemahan dan masalah anda.
Istijanto mengartikan Masalah merupakan bagian yang paling penting dalamproses riset, sebab
masalah memberi pedoman jenis informasi yang nantinya akan dicari.
v Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah
merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai
tujuan dengan hasil yang maksimal.
v Sedangkan masalah dalam bimbingan dan konseling adalah segala sesuatu yang menjadi kendala atau
hambatan yang harus dipecahkan dalam pencapaian dan terwujudnya tujuan bimbingan dan konseling.
v Identifikasi Masalah merupakan salah satu proses penelitian yang boleh dikatakan paling penting dan
paling utama diantara proses lain. Tanpa identifikasi masalah, suatu proses konseling akan menjadi sia-
sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa pun, suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan
siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan.
v Identifikasi masalah . adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara
proses lain.
Pembatasan masalah sangat penting agar yang diteliti tidak terlalu luas. Membatasi masalah memiliki
implikasi pada penyempitan teori dan variabel yang akan diteliti. Pembatasan masalah juga sangat
membantu peneliti dalam merumuskan instrumen penelitian.
Tujuan dan manfaat penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Isi dan
rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak
pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya,
sedangkan rumusan tujuan penelitian dituangkan dalam bentuk kalimat pernyataan.
Berdasarkan informasi dan data-data mengenai konselee konselor dapat memahami dan mengerti faktor
penyebab masalah.
Konselor dapat menentukan dan memberikan layanan yang sesuai dengan permasalahan konselee.
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran
proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang
lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Kesulitan Belajar Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara
lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru
dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis,
maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada
di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan
dari masing-masing pengertian tersebut.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu
karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar,
potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-
respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang
dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan
sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-
gemulai.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi
dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental,
gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh
yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain
bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun
prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan
sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya.
Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh
bahan yang harus dipelajari.
Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan
karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena
proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam
memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan
tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang
sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari
berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif
maupun afektif.
Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di
bawah potensi yang dimilikinya.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah
berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya
dari waktu yang disediakan.
Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan
sebagainya.
Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak
teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah,
tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah,
tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut
dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru
(criterion reference).
Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat
kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under
achiever.
Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi
kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum
matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar,
maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas
dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat
menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam
kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.
Identifikasi Permasalahan
Masalah yang muncul selama pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut :
Kurangnya motivasi siswa dalam menghadapi atau mengikuti pembelajaran.
Banyak siswa yang membolos atau semakin besarnya intensitas siswa yang membolos.
Penyebab :
Kurang seletifnya dalam menentukan kompetensi guru yang akan mengajar atau melakukan proses
Belajar mengajar di sekolah.
Variasi dalam memberikan materi pelajaran terkesan monoton atau bahkan tidak ada sama sekali.
Kurang maksimal dalam menggunakan setiap alat dan media pembelajaran yang lain sebagai pendukung
kegiatan belajar mengajar.
Beban guru yang harus dihadapi selain harus mengajar di sekolah juga harus mencari nafkah yang lain,
sehingga menjadi kurang fokus terhadap tugas nya sebagai guru.
Sarana untuk belajar yang tidak layak atau belum maksimal sebagai kelas yang ideal untuk belajar.
Biaya tinggi yang harus ditanggung oleh setiap siswa yang bersekolah di sebuah sekolah tertentu.
Tidak ada keinginan untuk berprestasi lebih baik dalam menjalani belajar di kelas.
Tidak ada reward atau penghargaan yang diberikan lepada siswa yang berprestasi baik di kelas maupun
secara paralel di sekolah.
Jumlah siswa yang terdapat di kelas melebihi atau kurang dari kemampuan daya tampung sebuah ruang
kelas yang ideal.
Komposisi siswa yang mempunyai tingkat pemahaman tidak dilakukan secara baik, sehingga keadaan
dari para siswa menjadi tidak terkontrol dengan baik pula.
Melihat masalah yang berkaitan dengan kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran atau
belajar di kelas, maka dapat dilakukan beberapa pendekatan sebagai berikut :
Pendekatan isntruksional
Pendekatan sosioemosional
Pendekatan kelompok.
Pelaksanaan
Maksud dari pendekatan ini sebagai suatu pemecahan masalah yang berkaitan dengan rendahnya
motivasi untuk berprestasi adalah dalam memberikan atau mengampu sebuah pembelajaran hendaknya
seorang guru mampu melakukan perintah lepada para siswanya untuk dapat belajar secara optimal. Atau
dengan kata lain perintah yang dimaksud adalah ketika tidak memenuhi sebuah kewajiban belajar maka
akan mendapat teguran, baik oleh sekolah maupun orang tua sebagai penanggung jawab pendidikan
seorang anak. Sedangkan pendekatan larangan yang dimaksud adalah dengan mensosialisasikan tata
tertib atau aturan yang mengikat kepada siswa agar dalam proses belajar mengajar dapat berlangsung
secara baik dan penyampaian materi dapat optimal. Kemudian ada bentuk lain dari pendekatan ini, yaitu
ketika siswa berada pada sebuah kelompok belajar, maka seorang siswa diharuskan atau dianjurkan
untuk dapat bekerjasama dengan anggota lain, dan dilarang untuk menonjolkan atau mementingkan
kebutuhan pribadi yang nantinya dapat menimbulkan kesenjangan.
Penerapan pendekatan jenis ini maksudnya adalah dalam setiap diri seorang siswa sebenarnya terdapat
berbagai potensi yang antara satu dengan lanilla tidak sama. Seperti yang dikenal yaitu dengan
kecerdasan majemuk, melalui pendekatan motivasi inilah dapat digunakan untuk mengungkapkan setiap
potensi tersebut. Agar seorang siswa ketika berada di sekolah tidak hanya berorientasi pada pencapaian
nilai akademis atau nilai raport yang tinggi melainkan ada aspek lain yang menjadi alasan bagi seseorang
untuk berangkat ke sekolah. Yaitu salah satunya ada beberapa materi yang menjadi hobi atau
kegemaran setiap anak tersebut. Selain itu juga dalam pendekatan ini harusnya setiap guru mampu
untuk mengenali setiap karakteristik dari para siswa, baik itu yang pandai, kurang pandai, yang pendiam,
yang hiperaktif, harus dapat dilihat oleh seorang guru, hal ini dimaksudkan agar dalam pemberian
motivasi juga tidak salah.
Pelaksanaan dari pendekatan ini adalah seorang siswa diajak untuk berfikir sekaligus melakukan sebuah
perencanaan tentang kehidupan masa mendatang yang akan dilalui atau dilaksanakan. Contohnya
adalah bahwa seorang guru dapat mengatakan, suatu saat siswanya akan mengalami sebuah zaman yang
ditandai dengan zaman komunikasi instan, kemudian disusul berturut-turut dengan dunia yang tidak
punya batas ekonomi sehingga seseorang dapat menjalin kerjasama ekonomi dengan negara manapun
tanpa terhalang oleh batas tertentu, semakin sulitnya dalam mencari pekerjaan ketika kualifikasi yang
dimiliki tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena ketika harapannya adalah ketika siswa
mendapat cerita yang semacam itu akan dapat termotivasi untuk belajar lebih giat dan mengembangkan
setiap potensi yang dimiliki agar dapat hidup lebih baik.
Pendekatan Instruksional
Dalam hal ini, seorang guru dapat melakukan beberapa langkah dibawah ini untuk menerapkan
pedekatan ini, yaitu :
Seorang guru memberikan ceramah kepada siswa, selanjutnya setelah 20 menit pertama memberikan
pertanyaan tentang materi yang diberikan. Dan mengatakan yang dapat menjawab akan mendapat
tambahan nilai.
Guru memberikan pertanyaan setelah 15 menit pertama, tetapi dengan cara menunjuk salah seorang
siswa, jadi terdapat kemungkinan siswa untuk mendapat pertanyaan.
Guru memerintahkan kepada siswa untuk mempelajari materi pelajaran yang akan dipelajari pada
pertemuan berikutnya. Dan pada pertemuan berikutnya semua siswa yang ditunjuk oleh guru wajib
memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi, dan selanjutnya guru juga menunjuk siswa lain
untuk menjawab pertanyaan, jadi semua siswa juga mendapat kemungkinan untuk menjawab maupun
memberikan pertanyaan. Dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator dan siswa dapat termotivasi untuk
dapat belajar.
Guru membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa siswa dengan karakteristik yang berbeda
dalam satu kelompok. Kemudian memberikan instruksi untuk setiap kelompok dapat mengenali setiap
anggotanya. Setelah itu guru mengajak semua siswa melakukan observasi atau belajar di luar kelas
tetapi masih dalam kelompok. Tujuannya adalah agar setiap kelompok dapat melakukan tugas yang
diberikan oleh guru dapat berlangsung secara maksimal dan tidak ada kesenjangan antar siwa.
Guru hendaknya menyiapkan rencana mengajar dalam satu jam pelajaran, yaitu ketika waktu belajar
dikelas dalam satu pertemuan adalah 90 menit, maka guru harus mampu membaginya kedalam
beberapa bagian agar penyampaian materi dapat lebih efektif dan efisien. Contohnya adalah, 20 menit
pertama untuk memberikan materi, kemudian dilanjutkan dengan 20 menit berikutnya dengan tugas
kelompok yaitu mendiskusikan materi yang diberikan, kemudian 35 menit untuk diskusi kelas, yaitu
antara satu kelompok dengan kelompok yang lain saling memberikan dan menjawab pertanyaan. 15
menit yang terakhir untuk mengevaluasi dan memberikan kesimpulan terhadap pemberian materi
pembelajaran.
Pendekatan Sosioemosional
Bentuk pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengajak para siswa untuk melakukan pembelajaran di
luar kelas. Atau lebih dikhususkan pada kehidupan manusia. Yaitu contohnya di panti-panti asuhan yang
ada beberapa orang anak tidak dapat bersekolah, karena sudah ditinggalkan atau ditelantarkan oleh
orang tuanya, yang tidak memiliki biaya cukup untuk hidup. Sehingga ketika melihat fenomena tersebut
setiap siswa dapat mempelajari bagaimana sebaiknya dirinya bersikap menghadapi masa depan yang
semakin berat, dan tidak terkendali. Lantas dari pembelajaran tersebut, guru selanjutnya memberikan
tugas untuk melihat bagaimana keadaan atau kondisi lingkungan tempat setiap siswa tinggal, lantas
mencatat dan memberikan laporan. Atas apa yang dilihat serta bagaimana langkah agar dapat
menghadapainya atau memecahkan fenomena tersebut.
Pendekatan Kelompok
Sebenarnya hampir sama dengan jenis nomor 4 dan 5. Hanya saja pada bagian ini lebih ditekankan pada
bagaimana pola interaksi seorang siswa ketika berada dalam sebuah kelompok. Hal ini dapat dilakukan
oleh siswa dengan cara aktif didalam organisasi yang berada disekolah. Organisasi di sekolah bukan
semata-mata dilakukan untuk pengembangan diri dan kemampuan siswa semata, tetapi organisasi dapat
dijadikan sebagai sarana untuk belajar dan mempelajari sebuah miniatur kehidupan yang akan dilalui.
Dapat dijumpai seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain harus saling memahami dan menghargai
orang lain, lantas diberikan pembelajaran tentang bagaimana sebaiknya menyusun sebuah rencana
kehidupan yang baik.
Dari pelaksanaan beberapa pendekatan diatas, maka dapat dilihat bahwa ada beberapa pendekatan
yang dapat berjalan secara optiml, yaitu pendekatan pemberian motivasi, pendekatan akal sehat, dan
pendekatan instruksional. Hal ini disebabkan karena dalam pemberian motivasi maka seorang guru
dapat berhadapan langsung dengan siswanya, dan mempengaruhi keyakinan dan diri setiap siswa
sehingga dengan cara yang seperti itu seorang siswa dapat diajak untuk berfikir tentang masa depan
yang akan ia lalui. Harapannya adalah ketika sudah memiliki motivasi dan kemampuan berfikir kritis
maka dapat diaktulisasikan dalam sebuah sikap yang nyata dengan guru sebagai fasilitator. Selain itu cara
tiga pendekatan dianggap lebih baik karena tidak ada unsur paksaan seorang siswa sehingga seorang
siswa akan dengan bijaksana menerima apa yang diberikan
Optimalisasi dari setiap pendekatan dapat dilakukan dengan cara pihak pendidik dapat melihat semua
potensi yang dimiliki oleh siswanya. Jadi dalam hal ini kegiatan belajar siswa tidak terbatas pada guru
yang ceramah memberikan materi. Melainkan ada unsur keaktifan dari para siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Salah satu langkah nyatanya adalah dalam menyusun rencana pengajaran, maka tidak
hanya pembagian waktu untuk materi semata, tetapi juga kesempatan para siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Selain itu kelas juga sebaiknya jangan terlalu formal dengan letak meja guru yang selalu di
depan, tetapi seorang guru dapat melakukan variasi dalam menggunakan media sarana dan prasaran
yang diberikan oleh sekolah. Sehingga siswa mempunyai semangat yang tinggi untuk meraih prestasi
sebab kondisi belajar juga sangat mendukung
Masalah Pribadi
Pengertian Masalah
Pribadi Masalah pribadi adalah suatu kendala atau problematika yang dialami oleh seorang individu
sehingga menyebabkan perubahan baik secara fisik maupun perubahan secara psikis.Masalah
pribadi(personal problem) dialami individu yang mempunyai pandangan salah tentang dirinya .Dari
antara mereka ada yang dihinggapi rasa rendah diri .
Frustasi adalah rasa kecewa atas kegagalan yang terus menerus dialami oleh individu sehingga individu
tersebut merasa putus asa dan merasa segala perbuatannya sia sia semata.
Stres adalah perasaan tidak nyaman baik secara fisik maupun secara psikis atas diri dan lingkungannya.
Depresi adalah yang terkuat faktor risiko tunggal untuk keluhan memori pada semua kelompok umur.
Setelah hanya satu faktor risiko meningkat secara signifikan frekuensi keluhan memori, tanpa
memandang usia, atau latihan yang tidak memadai, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan individu-
individu dari segala usia untuk mengalami masalah memori.
Stres dapat berakibat positif (kearah yang lebih baik) dan berakibat negatif (kearah yang cenderung
mundur).
Masalah adaptasi adalah dimana individu tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya secara wajar
sehingga ia cenderung untuk melakukan penyesuaian diri yang menyimpang.
Ada 9 Faktor Pribadi Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi
sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi,
potensi, bakat, atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan,
atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi. 1. Seorang anak bisa
bertingkah laku tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang
baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya
terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan
tegang, tertekan, dan tidak bahagia. Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan
tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti
berikut ini:
Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang
dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti:
“Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas” atau “Saya tidak mengharap anak saya mendapat
angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa.
Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang
tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya belum siap
untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak
di bawah umur.
Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan
pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan
bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus
bersekolah di dua tempat.
di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa
daripada di sekolah biasa.
Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang
tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil
memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada
penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar,
prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut
dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang. 2. Seorang anak
bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-
nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya
(misalnya ada kekurangan atau cacat).
Masalah umum adalah masalah yang terjadi di lingkungan sosial atau masyarakat,yang mengalaminya
adalah masyarakat banyak. Masalah umum menuntut suatu penyelesaian. Jika tidak dipecahkan atau
diselesaikan, masyarakat akan resah, takut dan merasa tidak aman.
Masalah Pribadi
Masalah pribadi adalah masalah-masalah yang dialami dan dihadapi oleh manusia sebagai individu
(pribadi).dan individu yang mengalami masalah tersebut tidak ingin masalahnya diketahui oleh orang
banyak dan berusaha untuk menutupinya karena ia akan merasa malu jika masalahnya diketahui oleh
orang lain.
MASALAH UMUM
CEMAS UJIAN
KEMACETAN
MUSIM KEMARAU
KEMISKINAN
KEBAKARAN HUTAN
KEHUJANAN
SAMPAH
BANJIR
GEMPA
PENCEMARAN LINGKUNGAN
KEPADATAN PENDUDUK
PEMBUNUHAN
PENCURIAN
PEMBOROSAN ENERGI
MASALAH PRIBADI
BROKEN HOME
HUTANG
MENGIDAP AIDS
MENCURI
DIJAUHI TEMAN-TEMAN
SELINGKUH
MEMPERKOSA
MALAS
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah
dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada
dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut
terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian. Untuk mengumpulkan data dari suatu
sampel penelitian, dapat dilakukan dengan tehnik-tehnik tertentu sesuai dengan tujuannya. Dalam
proses pengumpulan data, tentu diperlukan sebuah alat pengumpul yang dapat dibedakan dalam dua
metode, yaitu dengan menggunakan metode tes dan metode non-tes.
Secara operasional tes dapat didefinisikan sejumlah tugas yang harus dikerjakan oleh yang dites
(Joni,1984:6). Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang
berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran
(measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Dilihat dari aspek yang diukur tes dapat dibagi menjadi dua bagian: tes psikologis dan tes non psikologis,
nama tes psikologis dibedakan menjadi dua macam: Pertama, Tes psikologis yang tertuju pada aspek
efektif (non intelektual). Tes yang dirancang untuk tujuan ini umumnya dikenal dengan tes
kepribadian.Walaupun beberapa psikolog menggunkan dengan istilah kepribadian untuk pengertian yang
lebih luas, yaitu mengacu pada seluruh individu (Anastasia,1982:17). Dalam terminologi pengukuran
psikologi, nama tes kepribadian hanya digunakan untuk mengukur aspek afektif individu, seperti
pernyatan emosional, hubungan interpersonal,persepsi, sikap, motivasi, dan minat.
Jenis kedua dari tes psikologis adalah tes yang direspon didasarkan pada kemampuan intelektual. Oleh
sebab itu, jenis tes ini sering disebut tes kemampuan(ability test)yang mencakup tes bakat dan tes
kemahiran. Tes prestasi bealajar temasuk dalam kategori tes kemahiran. Dalam literatur berbahasa
inggris tentang pengukuran dan penilaian pendidikan, biasanya dibicarakan dua jenis tes yang dikenal
dengan tes baku dan tes buatan guru. Dalam kegiatan penelitian, jenis tes yang disebut belakangan bisa
disenut tes buatan peneliti. Kedua jenis tes ini penting dipehatikan dalam proses pengumpulan data
karena erat hubungannya dengan data yang diperoleh.Tes baku mepersyaratkan adanya kesamaan
kondisi pelaksanaan (petunjuk, waktu, alat-alat yang digunkan) bagi oarang yang mengambilnya. Tanpa
adanya kesamaan kondisi antara pelaksanaan dan yang dipersyaratkan, maka norma-norma serta
validitas dan reliabilitas yang dicantumkan dalam pedoman pemakaian (manual) menjadi kecil
manfaatnya.
Ditinjau dari sasaran atau subjek yang akan diukur, maka dibedakan adanya beberapa macam tes dan
alat ukur.
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan potensi
untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test;
Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah
kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi
tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih
terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus
yang diteliti itu mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-
sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari
pengalaman belajar dibidang itu.
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan
membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of
Vocational Interest).
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter,
sifat temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain,
serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri.
Tes Proyektif (Projective Test)
Tes proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorang melalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah,
suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan
menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap,
bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu. Kelemahan Tes Proyektif hanya
diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam
menafsirkannya.
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak akan memangku
suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan
dan ciri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta
mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes semacam ini
meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia
pekerjaan (career maturity).
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis data yang dapat diambil
menggunakan tes prestasi /hasil belajar (Achievement Test) ini adalah taraf prestasi dalam belajar.
Klien adalah siswa SMKN 4 Semarang ,yang saat ini duduk di kelas X-AV 2/II merupakan anak pertama
dari 3 bersaudara.Adiknya bersekolah di SMP dan SD.Kondisi sosial ekonomi orang tua tergolong
cukup.Klien sekolah mengendarai sepeda motor.Klien termasuk anak yangg terbuka ,ceria dan
cenderung banyak cerita dengan orang lain.Klien mudah akrab dengan lingkungan yang barun.Klien
sering punya keinginan yang has dipenuhi dan akan merasa kecewa jika tidak terpenuhi.Prestasi belajar
sisa di sekolah memprihatinkan,tahun kemarin klien tidak naik ke kelas
Semeter ini laporan presentasi klien tercatat klien tidak massuk tanpa keterangan (A) sebanyak 45 kali
dalam satu semester .Banyak nilai-nilai yang kosong atau belum tuntas,yaitu Komputer,Bahasa
Indonesia,Fisika dan Matematika.Klien belum berusaha menemui guru yang bersangkutan.
Seorang siswa SMA kelas III-IPS,laki-laki menunjukkan gejala jarang masuk sekolah,sering melanggar tata
tertib sekolah,dan prestasi belajarnya rendah.Siswa tersebut sering bolos,terutama kalau akan
mengadapi mata pelajaran matematika.Pada akhir tahun yang lalu yang bersangkutan termasuk salah
seorang siswa yang dipermasahkan untuk kenaikan kelasnya.Di rumah,siswa tersebut tidak mempunyai
tempat belajar sendiri,dia belajar di tempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga
seringkali terlambat masuk sekolah.Dalam lain menunjukkan bahwa siswa yan bersangkutan adalah anak
keenam dari sebelas bersaudara.Tiga orang saudaranya sudah berada di perguruan tinggi,dan salah
seorang adinya juga di kelas III bagian IPA di sekolah yang sama.
Rudi adalah seorang anak yang memiliki kecerdasan kurang dibanding dengan teman – temannya yang
lain. Ia tergolong anak yang lembat dalam penerimaan mata pelajaran ketika guru sedang menjelaskan
didepan kelas. Walapun dia selalu memperhatikan dengan khusu akan tetapi pada akhirnya ia merasa
sulit untuk menerima apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Pada akhirnya Rudi selalu mendapat
nilai paling rendah ketika ada ulangan dikelas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari identifikasi ini kita dapat mengetahui bahwa identifikasi masalah itu sangat penting dalam proses
konseling. Karena dengan identifikasi masalah kita dapat menentukan tahap selanjutnya. Masalah adalah
suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan
antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai tujuan dengan hasil yang
maksimal. Yang perlu diselesaikan dengan pendekatan – pendekatan konseling agar masalah ini tidak
menjadi beban dalam fikiran dan mengganggu perkenbangan siswa. Oleh karena itu identifikasi masalah
ini sangat memerlukan data sebagai bahan untuk penyelesaian masalah,dalam memperoleh data perlu
adanya metode yang dilakukan oleh konselor agar data yang diterima atau diperoleh menjadi akurat dan
tepat sesuai dengan kebutuhan siswa. Data yang diperlukan dalam identifikasi masalah yaitu data pribadi
dan data kelompok. Masalah belajar adalah masalah yang banyak terjadi kerana perkembangan zaman
yang sudah semakin maju ini menjadi siswa mudah terpengaruh oleh dunia luar, kurangnya minat dalam
diri , terjadi konflik dengan pihak lain oleh sebab itu identifikasi masalah menjadi bagian sangat penting
dalam proses konseling dan perlu adanya pendekatan – pendekatan konseling setelah diidentifikasi
masalah .
Saran
Dalam setiap permasalahan di harapkan kita sebagai calon konselor dapat mengidentifasi masalah yang
ada pada diri klien sehingga konselor dapat memberikan treatmen yang tepat dan mencapai perubahan
tingkah laku yang di harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://nelsonsihombing.blogspot.com/2013/07/makalah-identifikasi.html
(http://eprints.uny.ac.id/7723/3/BAB%202%20-%2008601244012.pdf
https://id.answers.yahoo.com/(di
http://www.rpp-silabus.com/2012/06/masalah-masalah-yang-sering-ditemui.html(diunduk
http://www.bmj.com/content/326/7384/328(di
http://www.infodiknas.com/masalah-msalah-dalam-belajar-dan-cara-mengatasinya.html
http://prabowosetiyobudi.blogspot.com/(di
http://yantiajiyan.blogspot.com/2012/07/makalah-aptl.html(di
http://konselorfrisca.blogspot.com
http://boetarboetarzz.blogspot.com/2013/03/tehnik-pengumpulan-data.html(di
http://pokoe-mimpiku.blogspot.com/2013/05/teknik-pengumpulan-data-tes-
technical.html#.UzPJEpg0t0s
Iklan
anisarizki1794
Iklan
fadil. M. Kons
Pengertian
Penelitian Tindakan dalam Bimbingan dan Konseling dalam pengertian ini diorientasikan pada penelitian
tindakan kelas (PTK). Oleh karena itu sebelumnya perlu diketahui apakah itu PTK. Berikut akan dijelaskan
pengertian PTK, karakteristik PTK, perbedaan PTK dibandingkan dengan penelitian konvensional, serta
alur PTK
Suhardjono (dalam Arikunto, dkk, 2006) PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan
tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktek pembelajaran
Menurut Soedarsono (1997) PTK merupakan suatu proses dimana melalui proses ini
guru dan murid menginginkan terjadinya perbaikan, peningkatan, dan perubahan pembelajaran yang
lebih baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dari pengertian tersebut tampak
jelas bahwa penekanan PTK adalah pada bidang pembelajaran, dimaksudkan untuk perbaikan,
peningkatan, perubahan ke arah yang lebih baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara
optimal
Karakteristik PTK
1. Situasional, artinya berkaitan langsung dengan permasalahan konkret yang dihadapi guru dan siswa di
kelas
2. Kontekstual, artinya upaya pemecahan yang berupa model atau prosedur tindakan tidak lepas dari
konteksnya, mungkin konteks budaya, sosial politik, dan ekonomi dimana proses pembelajaran
berlangsung.
3. Kolaboratif, adalah kolaborasi antara guru dengan peneliti dalam pemahaman, kesepakatan tentang
permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tindakan.
4. Self-reflective dan self-evaluative. Pelaksana, pelaku tindakan, serta objek yang dikenai tindakan
melakukan refleksi dan evaluasidiri terhadap hasil atau kemajuan yang dicapai. Modifikasi perubahan
yang dilakukan didasarkan pada hasil refleksi dan evaluasi yang mereka lakukan.
5. Fleksibel dalam arti memberikan sedikit kelonggaran dalam pelaksanaan tanpa melanggar kaidah
metodologi ilmiah. Misalnya, tidak perlu ada prosedur sampling, alat pengumpul data yang lebih
informal, sekalipundimungkinkan dipakainya instrumen formal swbagaimana dalam penelitian
eksperimental.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas berikut disajikan perbedaan antara PTK dengan
Penelitian Konvensional
ASPEK
PENELITIAN KONVENSIONAL
1. Masalah
Masalah dirasakan dan dihadapi peneliti (calon) dalam melaksanakan tugas pekerjaan
2. Tujuan
Melakukan perbaikan, peningkatan, dan atau perubahan ke arah yang lebih baik
Menguji hipotesis,
3. Manfaat/kegunaan
Langsung terlihat dan dapat dinikmati oleh konsumen serta objek penelitiannya
4. Teori
Dipakai sebagai dasar memilih dan menentukan aksi atau solusi tindakan
pertanyaan penelitian
5. Metodologi/desain
Bersifat lebih fleksibel sesuai konteks tanpa mengorbankan asas ilmiah metodologi. Langkah kerja
bersifat siklik (ada siklus) dan setiap siklus ada empat tahapan. Analisis terjadi dalam proses setiap siklus
Menuntut paradigma penelitian yang jelas. Langkah kerja cenderung linear. Analisis dilakukan sesudah
data terkumpul khususnya dalam penelitian kuantitatif
Tujuan PTK
1. Melakukan Tindakan perbaikan, peningkatan, dan perubahan ke arah yang lebih baik sebagai upaya
pemecahan masalah
2. Menentukan model dan prosedur tindakan yang memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan
masalah yang mirip atau sama, dengan melakukan modifikasi atau penyesuaian seperlunya
1. Masalah tsb. menunjukkan suatu kesenjangan antara teori dan fakta empirik yang dirasakan
dalam proses pembelajaran atau keseharian dosen
2. Adanya kemungkinan untuk dicarikan alternatif solusinya melalui tindakan konkret yang dapat
dilakukan dosen dan mahasiswa
3. Masalah tersebut menungkinkan dicari dan diidentifikasi hal-hal atau faktor yang menimbulkannya.
Faktor-faktor penentu tsb merupakan dasar atau landasan untuk merumuskan alternatif doludi terhadap
masalah yang dipilih
Apakah ada masalah lain yang terkait dengan massalah yang akan dipecahkan? Jika ya apakah menentut
pemecahan segera, dan apakah telah terumuskan secara spesifik dan jelas?
Apakah ada bukti empirik yang memperlihatkan nilai berharga untuk perbaikan praktik dan perbaikan
pembelajaran?
Memformulasi Masalah
aspek formulasi
aspek teknis
Kaji ulang/evaluasi setiap alternatif pemecahan yang diusulkan dari segi bentuk tindakan dan
prosedurnya, segi kelaikan, kemudahan, kepraktisan dan optimalisasi hasil, serta cara penilaiannya.
Pilih alternatif tindakan dan prosedur yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal dan dapat dilakukan
oleh dosen dalam kondisi dan situasinya.
Tentukan langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan serta cara-cara untuk mengetahui hasilnya.
Tentukan cara untuk menguji hipotesis tindakan guna membuktikan bahwa dengan tindakan yang
dilakukan telah terjadi perubahan, perbaikan, atau peningkatan yang meyakinkan.
Kemampuan mahasiswa baik dari segi fisik, psikologis, maupun sosial budaya dan etik.
Iklim belajar di kelas apakah cukup mendukung terwujudnya tindakan sesuai dengan desain.
Iklim kerja diprogram studi apakah ada dukungan dari ketua prodi dan teman sejawat.
ALUR DALAM PTK
Belum Terselesaikan
Terslesaikan
Terselesaikan
Ke Siklus selanjutnya
Pertama kita merasakan adanya masalah dalam tugas kita sehari-hari. Kemudian kita pikirkan apa
rencana tindakan kita untuk memecahkan masalah tersebut. Selanjutnya kita laksanakan rencana
tindakan kita tersebut dalam tindakan nyata, tindakan memecahkan masalah (memberikan perlakuan).
Selama kita memberikan perlakuan dalam rangka pemecahan masalah kita lakukan observasi secara
menyeluruh , sehingga data secara memadai dapat terkumpulkan. Selanjutnya data dianalisis. Hasil
analisis akan menunjukkan kepada kita di mana posisi kita dalam upaya memecahkan masalah yang telah
kita lakukan, artinya kita melakukan evaluasi. Hasilnya akan menjadi bahan refleksi kepada kita apakah
upaya kita memecahkan masalah tersebut telah berhasil atau belum. Dalam hal belum berhasil, hasil
evaluasi dan refleksi tersebut merupakan bahan pertimbangan untuk menentukan masalah dan
merencanakan tindakan perlakukan pada tahap berikutnya (siklus berikutnya). Selanjutnya kita
laksanakan, kita lakukan observasi dalam selama kita lakukan intervensi tersebut, terkumpullah data
yang kita perlukan, kita analisis, hasilnya seperti apa, selanjutnya menjadi bahan refleksi. Dalam hal
masalahnya belum terselesaikan, kita akan teruskan tindakan dengan prosedur yang sama, artinya kita
masuk ke siklus berikutnya.
PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING (PTBK)
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, PTBK dalam pengertian ini diorientasikan kepada PTK. Pengertian
kelas dalam PTK menunjuk pada kekhususan penelitian tindakan, yaitu penelitian tindakan yang
dilakukan di kelas. PTK merupakan salah satu bagian dari penelitian tindakan dengan tujuan yang
spesifik yang berkaitan dengan kelas. PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan
tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktek pembelajaran (Suhardjono, 2006). PTBK dalam
pengertian ini dimaksudkan untuk meningkatkan program layanan BK, sehingga menjadi lebih baik. PTBK
dilakukan oleh guru BK sendiri. Oleh karena itu masalah yang akan dipecahkan dalam rangka
peningkatan layanan BK untuk menjadi lebih baik tersebut adalah masalah yang dirasakan dan dihadapi
oleh guru BK sendiri. Jadi masalah yang dihadapi oleh guru kelas dan oleh guru BK pada dasarnya adalah
sama, yaitu masalah yang dirasakan dan sedang dihdapi oleh mereka dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari. Bedanya, yang dihadapi oleh guru adalah masalah pembelajaran, sedang yang dihadapi oleh
guru BK adalah masalah layanan bimbingan dan konseling. Perbedaannya terletak pada spesifikasi
bidang kerja dan layanan mereka. Adapun mengenai prosedurnya, baik PTK maupun PTBK adalah sama.
Hariastuti (2008) menyatakan ada 6 bidang pelayanan BK, 9 jenis pelayanan BK, dan 5 kegiatan
pendukung pelayanan BK. Masing-masing adalah sebagai berikut.
Adapun jenis layanan BK mencakup 9 layanan, ialah: a) layanan orientasi, b) layanan informasi, c)
layanan penempatan dan penyaluran, d) layanan penguasaan konten, e) layanan konseling perorangan, f)
layanan bimbingan kelompok, g) layanan konseling kelompok, h) layanan konsultasi, dan i) layanan
mediasi.
Sedangkan kegiatan pendukung layanan BK, mencakup: a) aplikasi instrumentasi, b) himpunan data, c)
konferensi kasus, d) kunjungan rumah, dan e) alih tangan kasus.
Program pelayanan BK ini telah disempurnakan, mencakup: pelayanan dasar, pelayanan responsif,
perencanaan individual, dan dukungan sistem. Pelayanan dasar meliputi: bimbingan kelas, pelayanan
orientasi, pelayanan informasi, bimbingan kelompok, dan pelayanan pengumpulan data. Pelayanan
responsif meliputi: konseling individual dan kelompok, referal, kolaborasi dengan guru mata pelajaran
atau wali kelas, kolaborasi dengan orang tua, kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar
sekolah/madrasah, konsultasi, bimbingan teman sebaya, konferensi kasus, dan kunjungan rumah.
Perencanaan individual, maksudnya konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan
kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian
tugas-tugas perkembangan, atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Dukungan sistem
meliputi: pengembangan profesi, manajemen program, riset dan pengembangan. (Depdiknas, 2007)
Dalam keseluruhan kegiatan penelitian, proposal mempunyai kedudukan yang sangat penting. Ibarat
orang mau menempuh sebuah perjalanan, proposal adalah peta yang menggambarkan letak, arah, serta
alur perjalanan yang harus dilalui untuk menuju tempat yang akan dituju.
Laporan penelitian merupakan manifestasi dari kegiatan seorang peneliti yang sudah mencoba
melakukan kegiatan penelitiannya berdasar proposal yang telah dipersiapkannya. Proposal penelitian
berisi apa yang akan dilakukan oleh peneliti, sedangkan laporan penelitian berisi apa yang sudah
dilakukan oleh peneliti
Untuk memperjelas bagaimana menyusun proposal atau laporan penelitian, berikut disajikan gambaran
komponen serta isi proposal dan atau laporan penelitian PTBK dalam bentuk matriks (Nursalim, 2008)
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
Pendahuluan
Metode Penelitian
BAB I Pendahuluan, berisi amatan selintas peneliti terhadap suatu gejala di lapangan . Atas dasar kondisi
lapangan tersebut muncullah masalah, dan untuk memperjelas permasalahannya dirumuskanlah
pertanyaan penelitian.
BAB II Kerangka Teori dan Kerangkan Berpikir, berisi analisis ilmiah terhadap masalah dan kemungkinan
pemecahannya. Tinjauan teoretik pertanyaan penelitian dan kemungkinan menjawabnya. Semuanya
seyogyanya didukung oleh hasil amatan ilmuwan tentang gejala di lapangan yang relevan
BAB III Metode Penelitian, berisi rancangan pemecahan masalah, rancangan cara menjawab pertanyaan
penelitian, rancangan kerja peneliti untuk melaksanakan pengamatan ilmiah
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi pemecahan masalah dan hasilnya, kegiatan mencari dan
menyususn jawaban pertanyaan penelitian. Ini semua berdasarkan pada kerja pengamatan ilmiah
peneliti di lapangan dan hasil pengamatannya.
BAB V Simpulan dan Saran, berisi simpulan dan saran berdasar hasil pemecahan masalah berupa
jawaban terhadap masalah yang telah diajukan. Semuanya harus berdasar atas hasil pengamatan di
lapangan dan olahan yang telah dilakukan.
Penyusunan Proposal
Untuk memperjelas pemahaman, berikut disampaikan petunjuk singkat bagaimana menyusun proposal
PTBK (Nursalim, 2008).
Judul Penelitian: singkat, spesifik, jelas mewakili gambaran tentang masalahyang akan diteliti dan
tindakan yang dipilih untuk menyelesaikan masalah
Contoh:
Bidang Kajian: bidang kajian bimbingan konseling, misalnya: masalah belajar siswa, teknik dan strategi
bimbingan konseling, pengembangan dan penggunaan alat bantu bimbingan konseling, evaluasi
bimbingan dan konseling, mproses bimbingan dan konseling, dansebagainya
Pendahuluan: analisis situasi lapangan terkait dengan pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah yang
ditangani oleh guru BK. Bagian ini berisi uraian tentang hal-hal mengenai konsep (bimbingan konseling)
maupun fakta di lapangan (yang memungkinkan diberikannya layanan bimbingan konseling) sehinga
memunculkan masalah. Masalah akan muncul apabila terjadi kesenjangan antara konsep dan fakta.
Bagian ini berisi uraian sebagai berikut: a) analisis kesenjangan (berbasis data) sehingga muncul
masalah, b) masalahnya nyata dirasakan dan dihadapi oleh guru BK, c) masalahnya sendiri harus jelas, d)
mendesak untuk segera diatasi, e) fisibel untuk dilaksanakan (waktu, biaya, data dukung yang lain).
a. Perumusan Masalah: seyogyanya dalam bentuk kalimat tanya, jelas, spesifik, dan mengggambarkan
alternatif tindakan.
Misal: Apakah dengan pemberian LKS partisipasi siswa dalam layanan informasi
dapat meningkat?
b. Pemecahan Masalah: uraikan pendekatan/konsep yang akan digunakan untuk memecahkan masalah.
Tunjukkan pada baian ini akar penyebab masalah
Tujuan Penelitian: nyatakan secara spesifik dan operasional, dan harus sesuai dengan masalah yang telah
dirumuskan.
Manfaat Penelitian: jelaskan apa manfaatnya bagi siswa, guru, dan sekolah, juga nyatakan inovasi apa
yang diharapkan akan dihasilkan
Tinjauan Pustaka: Tuliskan kajian teori atau hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai acua dalam
menentukan tindakan agar permasalahan dapat dipecahkan. Deskripsikan semua variabel penelitian
sampai diperoleh indikator. Akhiri kajian teori in dengan memunculkan hipotesis tindakan
Contoh: Dengan memberikan LKS pada siswa maka partisipasi siswa dalam layanan
informasi dapat meningkat
Metode Penelitian: Kemukakan objek, latar, waktu, dan lokasi penelitian. Uraikan secara jelas prosedur
penelitian yang akan dilakukan, mencakup: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Tunjukkan
siklus-siklus dan kriteria keberhasilannya. Tunjukkan cara pengumpulan data dan alat yang akan
digunakannya
Jadwal Penelitian: buat bar chart, uraikan aktivitas apa yang akan dilakukan secara rinci, rincian aktivitas
harus relevan dengan metode penelitian. Waktu maksimal 4 bulan
Anggaran Penelitian: Kemukakan besarnya biaya penelian secara rinci dengan mengacu kepada kegiatan
penelitian.
SUMBER
Arikunto, Suharsimi, dkk., 2007. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara. Jakarta
Hariastuti, Retno Tri, 2008. Spektrum Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Makalah disajikan
dalam Pelatihan Guru BK Tentang Penelitian Tindakan dalam Bimbingan dan Konseling, tanggal 31 Mei –
7 Juni 2008 di Jurusan PPB FIP UNESA
Kartadinata, Sunaryo, dkk., 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan
Konseling Dalam alur Pendidikan Formal. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Nursalim, M. 2008. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Makalah disajikan dalam Pelatihan
Guru BK Tentang Penelitian Tindakan dalam Bimbingan dan Konseling tanggal 31 Mei-7Juni 2008 di
Jurusan PPB FIP UNESA
Soedarsono, Fx., 1997. Rencana, Desain dan Implementasi Dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
BP3SD, Dirjen Dikti, Depdikbud, Jakarta
fadil. M. Kons di 02.14
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
Mengenai Saya
fadil. M. Kons
RIFQI FRDS
Setiap proses meneliti harus memiliki masalah penelitian untuk dipecahkan. Perumusan masalah
penelitian merupakan langkah kerja yang tidak mudah, termasuk para peneliti yang sudah
berpengalaman sekalipun. Padahal, apabila dicermati, masalah itu selalu ada di lingkungan sekeliling
kita. Pemecahan yang dirumuskan dalam penelitian, sangat berguna untuk membersihkan kebingungan
kita terhadap berbagai hal atau fenomena, untuk mengatasi rintangan ataupun untuk menutupi celah
antar kegiatan atau fenomena. Oleh karena itu, peneliti harus dapat memilih suatu masalah bagi
penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap masalah tersebut. Perumusan
masalah merupakan hal yang paling penting dari penelitian, dan merupakan langkah awal yang penting
sekaligus sebagai pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah. Masalah dalam dapat terjadi secara
individual maupun secara kelompok dihadapi oleh guru sehingga dalam penetapan masalah penelitian
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Masalah tersebut harus menunjukkan adanya kesenjangan antara teori dan praktik yang dihadapi
guru dalam menjalankan tugas kesehariaannya.
2. Masalah tersebut memungkinkan untuk dicarikan Alternative solusi melalui tindakan yang konkrit
Formulasi masalah merupakan upaya untuk mengungkap berbagai hal berkaitan dengan masalah yang
akan dijawab atau dipecahkan setelah tindakan dilakukan. formulasi masalah merupakan titik tolak
hipotesis yang akan dikemas menjadi judul penelitian, sehingga harus jelas, padat dan tidak bertele-tele
serta berisi implikasi menunjukkan adanya data untuk memecahkan masalah. Dalam formulasi masalah
ini, hendaknya peneliti menghindari rumusan masalah yang terlalu umum atau terlalu sempit, bersifat
local atau terlalu argumentative.
Masalah yang telah dipilih perlu diformulasikan secara komprehensif, jelas, spesifik dan operasional,
sehingga memungkinkan peneliti untuk memilih tindakan yang tepat. formulasi masalah dapat dilakukan
dalam kalimat pernyataan, pertanyaan atau menggabungkan keduanya. Sebagai pedoman dalam
memformasikan masalah.
Dilihat dari segi isi (content) rumusan masalah, ataupun dari kondisi penunjang yang diperlukan dalam
pemecahan masalah yang telah dipilih. Apabila dikalsifikasikan, setidaknya ada tiga ciri masalah yang
baik, sebagai berikut:
· Dapat diuji
· Waktu
· Biaya dan hasil harus balance
Lebih lanjut herawati mengemukakan beberapa petunjuk yang dapat dipakai sebagai pertimbangan
dalam memformulasikan masalah sebagai berikut:
1. Masalah hendaknya diformulasikan secara jelas, artinya tidak mempunyai makna ganda.
3. Formulasi masalah umumnya menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih.
4. Formulasi masalah hendaknya dapat diuji secara empiris. Maksudnya, dengan formulasi maslah itu
memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
5. Formulasi masalah menunjukkan secara jelas subjek dan atau lokasi penelitian.
1. Aspek substansi
2. Aspek formulasi
3. Aspek teknis.
Dari sisi aspek substansi atau isi yang terkandung, perlu dilihat dari bobot atau nilai kegunaan manfaat
pemecahan masalah melalui tindakan seperti nilai aplikatifnya untuk memecahkan masalah serupa/mirip
yang dihadapi guru, kegunaan metodologik dengan diketemukannya model tindakan dan prosedurnya,
serta kegunaan teoritik dalam memperkaya atau mengoreksi teori pembelajaran yang berlaku. Sedang
dari sisi orisinalitas, apakah pemecahan dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru yang
belum pernah dilakukan guru sebelumnya. Jika sudah pernah berarti hanya merupakan pengulangan
atau replikasi saja.
Pada aspek formulasi, seyogyanya masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat interogatif (pertanyaan),
meskipun tidak dilarang dirumuskan dalam bentuk deklaratif (pernyataan). Hendaknya dalam rumusan
masalah tidak terkandung masalah dalam masalah, tetapi lugas menyatakan secara eksplisit dan spesifik
tentang apa yang dipermasalahkan.
Dan aspek teknis, menyangkut kemampuan dan kelayakan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap
masalah yang dipilih. Pertimbangan yang dapat diajukan seperti kemampuan teoritik dan metodologik
pembelajaran, penguasaan materi ajar, kemampuan metodologi penelitian tindakan, kemampuan
fasilitas untuk melakukan penelitian seperti dana, waktu, tenaga, dan perhatian terhadap masalah yang
akan dipecahkan. Oleh karena itu, disarankan untuk berangkat dari permasalahan sederhana tetapi
bermakna, guru dapat melakukan di kelasnya dan tidak memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang
besar.
Pemilihan dan penetapan masalah penelitian merupakan langkah awal yang paling krusial dan penting
dalam suatu penelitian karena masalah penelitian mempengaruhi strategi yang akan diterapkan dalam
pemecahan masalah. Dalam mengidentifikasi dan memformulasikan masalah haruslah tepat dan
memenuhi karakteristik sebagai berikut (Ishariwi, 2008):
2. Formulasi masalah dirumuskan secara baik dan benar serta jelas agar peneliti dapat dengan mudah
meletakkan dasar teori atau kerangka konseptual dalam pemecahan masalah dan alternative solusi
tindakan yang tepat.
3. Formulasi masalah dan tindakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi akan
memudahkan peneliti dalam menyusun hipotesis tindakan dan mengumpulkan data penelitian.
4. Formulasi tindakan harus mencerminkan kesesuaian dengn masalah yang diteliti dan menunjukkan
perubahan atau peningkatan yang lebih baik.
5. Masalah dalam penelitian tindakan berbeda dengan masalah penelitian pada umumnya
(konvensional) karena dalam peneliti terlibat langsung.
6. Pemilihan masalah memenuhi kriteria : (a) untuk melakukan perubahan, peningkatan atau
perbaikan proses kinerja (proses pembelajaran); (b) memiliki dampak langsung terhadap peneliti yaitu
menumbuhkan sikap dn kemauan untuk selalu melakukan upaya perbaikan dan (c) menumbuhkan
budaya meneliti dan menjadikan guru seorang peneliti.
Sebagaimana yang ditulis oleh Sukajati (2008), bahwa pada intinya, rumusan masalah seharusnya
mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Dalam merumuskan
masalah, ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan yang disarikan dari Suyanto (1997)
dan Sukarnyana (1997). Beberapa petunjuk tersebut antara lain:
1. Masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai makna ganda dan pada
umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya;
2. Formulasi masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan dan hubungannya
dengan variabel lain;
3. Formulasi masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan rumusan masalah itu
memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut (operasional).
Selain itu, Wardhani, dkk (2007) mengingatkan bahwa Formulasi Masalah harus dirumuskan secara
operasional sehingga perbaikan pembelajaran saat dilaksanakan dapat terarah. Wiriatmadja (2008)
menyarankan agar terhapus keraguan bahwa guru telah benar-benar memfokuskan permasalahan untuk
diteliti, ada baiknya guru melakukan diskusi dengan guru teman sejawat, atau meminta bantuan dosen
yang telah terbiasa menggunakan model penelitian tindakan ini.
Masalah perlu dirumuskan secara jelas dan spesifik. Apabila ditentukan beberapa macam masalah, maka
harus dipilih masalah yang dihadapi sebagian besar siswa, masalah yang dapat dipecahkan, masalah
yang apabila dipecahkan akan memberikan manfaat yang banyak. Dengan pembatasan masalah secara
jelas akan memungkinkan untuk merumuskannya dengan benar sehingga dapat diidentifikasi (diagnosis)
dengan seksama faktor-faktor penyebabnya sehingga tindakan atau treatment/ terapi untuk
memecahkan masalah tersebut dapat disusun dengan tepat dan mudah. Jika dieksplorasi secara cermat,
sebenarnya banyak sekali permasalahan yang berada di lingkungan sekitar kita. Namun persoalannya
kemudian adalah keterbatasan kemampuan peneliti dalam mengidentifikasi berbagai persoalan yang
harus dipecahkan.
3. Bacaan/referensi
6. diskusi ilmiah
1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentrasfer ketrampilan dari satu mata pelajaran satu ke
mata pelajaran lain?
2. Apakah siswa dapat mentransfer ketrampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai?
4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran
multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dapat kelas mata pelajaran tunggal?
Formulasi masalah ditulis untuk menspesifikasikan masalah yang akan dibahas dalam karangan. Masalah
yang diformulasikan harus merupakan hasil penspesifikasian atau pengkhususan masalah utama yang
harus dijawab pada bab kesimpulan. Jawabannya diperoleh dari hasil analisis data.
Menurut Nasir (1999:133-134) tujuan dari pemilihan serta perumusan masalah adalah untuk:
3. Melatakkan dasar untuk memecahkan penemuan penelitian sebelumnya ataupun dasar untuk
penelitian selanjutnya.
Tersedia:http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-rumusan-masalah.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/diana-rahmawati-msi/penelitian-tindakan-kelas.pdf
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
1 komentar:
http://sitespy.id/
Balas
A. Pengertian Formulasi Masalah Setiap proses meneliti harus memiliki masalah penelitian untuk
dipecahkan. Perumusan masalah peneli...
Media Penyimpanan
PENDAHULUAN Penyimpanan berbagai dokumen dalam volume yang sangat besar, dapat dikerjakan
menjadi lebih ekonomis sejak penemuan teknologi...
Halaman
Beranda
Mengenai Saya
Foto saya
rifqi firdaus
Blog Archive
► 2017 (6)
▼ 2016 (7)
▼ November (3)
PROPOSAL
► Oktober (2)
► April (1)
► Maret (1)
► 2015 (18)
► 2014 (7)
Laporkan Penyalahgunaan
Movie Category 1
Movie Category 2
Movie Category 3
Movie Category 4
Movie Category 5
Universitas Gunadarma
Universitas Gunadarma
Gunadarma University
Gunadarma University
Universitas Gunadarma
Blogger Widgets
My Widget
Test Footer 2
Template Information
Template Information