SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang
permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga
SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk
kepadatan yang sama. (Shamsher Prakash, 1989).
Kepadatan relatif N
Very soft 2
Soft 2-4
Medium 4-8
Stif 8-15
Hard 15-30
dense ˃30
Tabel 2. Hubungan N dan Dr untuk tanah lempung
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya
dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Untuk mendapatkan
harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan
rumus Dunham (1962) sebagai berikut:
Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-
segi dengan gradiasi tidak seragam, mempunyai sudut sebesar:
Φ = √12𝑁 + 15
Φ = √12𝑁 + 50
Butiran pasir bersegi dengan gradiasi seragam, maka sudut gesernya adalah:
Φ = 0.3𝑁 + 27
Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan
relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel berikut:
2
Harga N < 10 10-30 30-50 > 50
Tanah tidak
Berat isi γ
kohesif 12-16 14-18 16-20 18-23
(kN/m3)
Harga N <4 4-15 16-25 > 25
Tanah
Berat isi γ
kohesif 14-18 16-18 16-20 > 20
(kN/m3)
Tabel 4. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono S., 1988)
2
K = konstanta = 3,5 - 6,5 kN/m nilai rata-rata konstanta,dan
𝑪𝒖 (𝒌𝑵⁄ 𝟐 ) = 𝟐𝟗𝑵𝟎.𝟕𝟗
𝒎
Dimana,
Cu = kekuatan geser tanah undrained, dan
3
Daya Dukung Pondasi Tiang Dengan Menggunakan Data SPT.
Kapasitas ultimit tiang dapat dihitung secara empiris dari nilai N hasil uji SPT. Untuk
tiang bore yang terletak di dalam tanah pasir jenuh, Meyerhof (1956) menyarankan persamaan
sebagai berikut:
𝟏
𝑸𝒖 = 𝟒(𝑵𝒃 𝑨𝒃 ) + ̅ 𝑨𝒔
𝑵
𝟓𝟎
Dimana,
Qu = kapasitas ultimit tiang (ton)
Nb = nilai N dari uji SPT pada tanah disekitar dasar tiang
2
As = luas selimut tiang (ft ) (dengan 1 ft = 30,48),dan
Ab= luas dari tiang (ft2).
Nilai maksimum N/50 dari suku ke-2 persamaan diatas 2.9), yaitu suku
persamaan yang menyatakan tahanan gesek dinding tiang pancang, disarankan sebesar
1,0 t/ft2 (1,08 kg/m2 = 107 kN/m2), persamaan diatas telah digunakan dengan aman
untuk perancangan tiang pancang pada lempung kaku, Bromham dan Styles, (1971).
Rumusan yang digunakan untuk memperkirakan daya dukung pondasi tiang
dengan menggunakan data SPT adalah sebagai berikut :
4
Terdapat beberapa pakar yang merekomendasikan besarnya koefisien -
koefisien m dan n diantaranya diperlihatkan pada tabel berikut :
Jenis tanah Jenis Tiang m n Batasan
1. Meyerhof
(1976)
Pasiran 40 0.2
Lempungan. - 0.5
2. Okahara
(1992).
Tiang
Pasiran 40 0.2 ≤ 10 t/m2
Pancang
Cor
12 0.5 ≤ 20 t/m2
Ditempat
“Inner
- 0.1 ≤ 5 t/m2
digging”
Tiang
Lempungan - 1 ≤ 15 t/m2
Pancang
Cor
- 1 ≤ 15 t/m2
Ditempat
“Inner
- 0.5 ≤ 10 t/m2
digging”
3. Takahashi
Tiang
Pasiran 30 0.2
Pancang
5
Sistem Penjatuhan Palu Jenis Palu
(Tombi)
(2 putaran) 130 mm
(Pilcon) (pilcon)
Standard)
(Pilcon) (pilcon)
katrol
(manual)
Standard)
(2 putaran) 200mm
Tabel 7. Hasil Pengukuran Energi pada Berbagai Sistem SPT (SKEMPTON, 1986;
Carter & Bentley, 1991)
6
Korelasi nilai N SPT dengan Kuat Geser Tanah ф
Gambar 1. N vs ф
Tanah Pasir:
Tanah pasir adalah tanah yang tidak berkohesi kuat gesernya (shear strength)
semata-mata ditentukan oleh parameter Sudut Geser Dalam (Angle of Internal
Friction), ф.
Grafik korelasi nilai N SPT vs ф yang sangat populer adalah grafik korelasi yang
diberikan oleh Peck, Hansen dan Thomburn (1974), sebagaimana disajikan pada
Gambar 12.
Nilai N yang digunakan disini adalah nilai N yang diperoleh dengan ala SPT ber-energi
efektif Er = 45 %.
Sebelum dipergunakan nilai N dari hasil uji perlu dikoreksi ke energi efektif 45% dan
tegangan vertikal efektif 1 kg/cm2 (N1.45).
7
2.2. Kelebihan dan Kekurangan Standard Penetration Test (SPT)
Adapun kelebihan dan kekurangan dari uji penetrasi standar (SPT) adalah :
Ada beberapa langkah atau tahap cara kerja dari SPT, yaitu :
Setelah split spoon ini dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk
memasukkannya 12 in (30 cm) berikutnya.
Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N number or N value) dengan satuan pukulan per
kaki (blows per foot).
Setelah percobaan selesai, split spoon dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk
mengambil contoh tanah yang tertahan didalamnya.
Contoh ini dapat dipakai untuk percobaan klasifikasi semacam batas Atterberg dan
ukuran butir, tetapi kurang sesuai untuk percobaan lain karena diameter terlampau
kecil dan tidak dapat dianggap sungguh-sungguh asli.
Cara melakukan percobaan pada alat SPT sebagai berikut; Suatu alat yang
dinamakan “split spoon samper” dimasukkan kedalam tanah dasar lubang bor dengan
memakai beban penumbuk (drive weight) seberat 140 pound (63 kg) yang dijatuhkan
dari ketinggian 30 in (76 cm). Setelah “split spoon” dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah
8
pukulan ditentukan untuk memasukannya 12 in (30,5 cm) berikutnya. Jumlah pukulan
disebut N (N number or N value) dengan satuan pukulan/kaki (blow per foot).
Pemboran menunjukan “penolakan” dan pengujian diberhentikan apabila ; diperlukan
50 kali pukulan untuk setiap pertambahan 150 mm, atau telah mencapai 100 kali
pukulan, atau 10 pukulan berturut-turut tidak menunjukan kemajuan.
9
Gambar 3. Sekema Urutan Uji SPT
Bilamana ini juga tidak tercapai maka biasanya nilai N disebut dengan
menyatakan kedalaman penetrasi yang dapat tercapai (contoh: 70/100 artinya
diperlukan sejumlah 70 pukulan untuk mencapai penetrasi sebesar 100 mm.
Teknik pemboran yang baik merupakan salah satu prasyarat untuk mendapatkan
hasil uji SPT yang baik. Teknik pemboran yang umum digunakan adalah teknik bor bilas
(wash boring), teknik bor inti (core drilling) dan bor ulir (auger boring). Peralatan yang
digunakan pada masing-masing teknik pemboran harus mampu menghasilkan lubang bor
yang bersih untuk memastikan bahwa uji SPT dilakukan pada tanah yang relatif tidak
terganggu.
Bila digunakan teknik bor bilas maka mata bor yang digunakan harus mempunyai
jalan air melalui samping mata bor dan bukan melalui ujung mata bor. Apa bila air yang
dipompakan melalui batang pancang kedasar lubang keluar dari ujung mata bor maka
aliran air dari ujung mata bor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
pelunakan\ganguan pada dasar lubang bor, yang pada gilirannya akan menghasikkan nilai
N yang lebih rendah dari pada yang seharusnya.
11
2.5. Tabung Belah pada SPT
(a) (b)
Gambar 5. Proses Pengujian
ISSMFE merekomendasi tabung belah SPT harus terbuat dari baja yang
diperkeras (hardened steel) dengan kedua permukaan luar dan dalam yang halus.
Diameter luar berukuran 51+ 1 mm dan diameter dalamnya 31 + 1 mm. Panjangnya
minimal 457 mm. Ujung bawah tabung belah tersebut dilengkapi dengan sepatu pancang
(driving shoe) sepanjang 76 + 1 mm dengan diameter dalam dan diameter dalam dan
diameter luar yang sama dengan tabung belahnya. Sisi luar ujung sepatu pancang dibuat
memipih kearah dalam sepanjang 19 mm. Bahan sepatu pancang ini harus terbuat dari
bahan yang sama dengan bahan tabung belah. Bila sepatu pancang telah mulai aus atau
berubah bentuk maka sepatu pancang ini harus segera diganti.
Sepatu keranjang (Basket Shoe): Penahan contoh tanah ini berupa plat-plat baja tipis
yang fleksibel. Saat dipancang, contoh tanah dapat masuk relatif tanpa tahanan,
setelah contoh tanah berada dalam tabung SPT dan saat tabung SPT diangkat, plat-plat
baja tipis tersebut menutup. Biasanya alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh
tanah pasir.
Penahan contoh tanah pegas (Spring Sample Retainer): Cara kerja penahan contoh
tanah ini mirip dengan yang sebelumnya, hanya saja plat-plat penutup tidak serapat
sistem sepatu keranjang. Biasanya digunakan untuk membantu mengambil tanah
lempung keras atau kerikil halus.
12
Katup penjebak (Trap Valve): Penahan contoh tanah jenis ini dipergunakan untuk
mengambil contoh tanah yang berair atau lumpur. Katup akan membuka saat tabung
SPT ditekan dan akan menutup (kedap air) saat tabung ditarik keluar.
Bagian atas tabung belah dilengkapi dengan kopler (coupler) atau penyambung
yang menghubungkan tabung dengan batang pancang. Bagian dalam kopler dilengkapi
dengan bola baja yang berfungsi sebagai katup. Pada saat pemukulan dilakukan dan
contoh tanah masuk ke dalam tabung belah, air dan udara dapat keluar melalui bola
katup ini. Sebaliknya pada saat tabung belah ditarik keluar lubang, bola katup akan
menutup bagian atas tabung belah sehingga air tidak dapat masuk kembali ke dalam
tabung belah.
13
2.6. Kesukaran Mereproduksi Nilai ‘N’ pada Uji Penetrasi Standar (SPT)
Sejak tahun 1956 uji spt distandarisaikan dalam ASTM D 1586 dengan judul
“Standard Method for Penetration Test and Spilt-Barrel Sampling of Soil”. Meskipun
demikian, ternyata uji yang relatif sederhana ini sulit untuk menghasilkan nilai ‘N’ yang
sama, sekalipun dilakukan pada jarak yang berdekatan. Dalam istilah teknisnya ‘sukar
direproduksi’.
Kesulitan ini berakibat parameter nilai N SPT yg diperoleh sukar digunakan untuk
perencanaan, terutama bila diperlukan perbandingan dengan nilai SPT dari tempat lain
dan korelasi dgn parameter tanah lain yang diperlukan untuk perencanaan.
2.7. Faktor – Faktor Kesukaran Mereproduksi Nilai ‘N’ pada Uji Penetrasi Standar
(SPT)
5. Kegagalan menempatkan tabung belah pada dasar lubang bor yg tidak terganggu.
7. Muka air atau lumpur bor (drilling fluid) dalam lubang bor lebih rendah dari MAT.
Akibatnya dasar lubang bor dapat mengalami pelunakan atau membubur (quick).
10. Efek tekanan tanah (overburden pressure). Tanah dengan pedatan sama akan
memberikan nilai N yang lebih rendah bila berada dekat dengan permukaan tanah.
Dengan menggunakan tipe hammer yang berbeda, ternyata mentransfer energy yang
berbeda.
Dengan tipe panjang tabung (rod) yang berbeda, akan menyebabkan pengaruh energi
yang ditransfer ke batang juga berbeda.
14
Dengan tinggi jatuh yang berbeda akan mempengaruhi besarnya energi hammer yang
berbeda yang ditransfer ke batang.
Tali yang telah lapuk dapat mengurangi kelancaran terjadinya tinggi jatuh bebas.
Penggunaan tali hammer yang berbeda mempengaruhi perlawanan SPT.
Walaupun sudah distandarisasi, ternyata bahwa uji yang relatif sederhana ini sulit
untuk menghasilkan nilai N yang sama, sekalipun dilakukan pada jarak yang berdekatan.
Dalam istilah teknisnya, uji SPT dikatakan sukar direproduksi. Padahal reproduksi dan
ketepatan hasil uji merupakan persyaratan penting dalam segala macam metoda pengujian
di lapangan. Kesulitan mengakibatkan parameter nilai N SPT yang didapat sukar
digunakan untuk perencanaan, terutama bila diperlukan perbandingan dengan nilai SPT
dari tempat lain dan korelasi dengan parameter tanah lainnya yang diperlukan untuk
perencanaan.
Kegunaan hasil dari SPT adalah untuk menentukan kedalaman dan tebal masing-
masing lapisan tanah, contoh tanah terganggu dapat diperoleh untuk identifikasi jenis
tanah, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah dapat diperoleh dan dapat
dilakukan pada semua jenis tanah. Kelebihan penyelidikan SPT ini antara lain test ini
dapat dilakukan dengan cepat dan operasinya relatif sederhana, biaya relatif murah.
Kekurangan penyelidikan SPT ini antara lain hasil yang didapat contoh tanah terganggu,
interpretasi hasil SPT bersifat empiris dan ketergantungan pada operator dalam
menghitung.
Interpretasi hasil SPT bersifat empiris. Untuk tanah pasir, maka nilai N-SPT
mencerminkan kepadatannya yang dapat pula diprediksi besar sudut geser dalam (φ) dan
berat isi tanah (γ), kapasitas daya dukung pondasi dan penurunan pondasi. Sedangkan
pada tanah lempung, hasil SPT dapat menentukan secara empiris konsistensi tanah,
kapasitas daya dukung pondasi dan penurunan pondasi. Hasil SPT pada tanah lempung
ini tidak begitu dapat diandalkan karena umumnya tanah lempung mempunyai butiran
halus dengan penetrasi yang rendah, sehingga pada tanah lempung ditentukan
berdasarkan kekuatan gesernya yang dapat diperoleh dari uji tekan bebas (Unconfined
Compression Test).
15