Di susun oleh:
Kelompok 5
Damayanti 11151040000005
Eka Widyawati 11151040000004
Nita Rahmawati` 11151040000014
Dwi Murtiningsih 11151040000015
Sisca Ardya Cahyani 11151040000022
Nurfika Mustika Dewi 11151040000027
Septiara 11151040000040
Rifqiyani Audah 11151040000041
Nida Fadhilah Haq 11151040000042
Vigur Guevara 11151040000048
Anisah Puteri Ashara 11151040000052
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dimana terjadi interaksi antara anak
dan orang tuanya. Keluarga berasal dari bahasa sansekerta kulu dan warga atau
kuluwarga yang berarti anggota kelompok kerabat (Padila, 2012).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari suami, istri, dan anak, yang saling berinteraksi dan memiliki hubungan
yang erat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Interaksi yang baik antara anak dan
orang tua merupakan hal penting dalam masa perkembangan anak. Interaksi yang baik
ditentukan oleh kualitas pemahaman dari anak dan orang tua untuk mencapai kebutuhan
keluarga (Soetjiningsih, 2012).
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu
rumah.
3. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah
memisahkan diri.
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak
terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi
pada wanita.
Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah,
seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi
biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan)
7. Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai
tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota
keluarga pad saat ”weekend”
8. Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam
satu rumah.
9. Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan
saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar
mandi, televisi, telepon,dll)
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak
dari perkawinan sebelumnya.
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau
perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)
2.2.2 Non-Tradisional
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa
nikah
3. Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang
hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa alasan
tertentu
7. Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang
saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu
termasuk sexsual dan membesarkan anak.
Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain
dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan
bertanggung jawab membesarkan anaknya
9. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu
sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena
krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
11. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan
emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
Menurut Kamanto Sunarto , keluarga dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu:
f. Berdasarkan keutuhan, terdiri atas keluarga utuh, keluarga pecah atau bercerai,
dan keluarga pecah semu.
Bila dilihat dari kaca mata Islam, terbentuknya keluarga bermula dari terciptanya
jalinan antara lelaki dan perempuan melalui pernikahan yang halal, memenuhi rukun dan
syarat-syarat yang sah, yang bertujuan untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka
mendirikan dan membina keluarga yang harmonis, sejahtera serta bahagia di dunia dan
akhirat. Hal ini berdasarkan firman Allah:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Harmoni maksudnya dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, dan
sejahtera disebabkan terpenuhinya ketenangan lahir dan batin sehingga timbullah
kebahagiaan yakni kasih sayang antar anggota. Selain itu pembentukan keluarga adalah
untuk memenuhi naluri manusiawi antara lain berupa keperluan biologis.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak, dari emas dan perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik”.
Al-Quran juga melukiskan keduanya sebagai pakaian satu sama lain,
alBaqarah ayat 187. Selain itu pembentukan keluarga juga untuk menyalurkan rasa
kasih sayang secara harmonis dan tanggung jawab baik terhadap pasangan maupun
anak (keluarga).
c. Memenuhi panggilan agama untuk memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
Ketenangan hidup, cinta serta kasih sayang keluarga dapat ditunjukkan
melalui pembentukan keluarga dengan jalan pernikahan (Ar-Ruum 21). Karena
manusia mempunyai nafsu yang cenderung mengajak pada perbuatan yang tidak baik
(Yusuf: 53). dengan adanya pernikahan, nafsu (yang biologis) dapat tersalurkan dan
lebih dapat terjaga. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW.
“Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah sanggup menikah maka
hendaklah menikah, karena sesungguhnya hal itu bisa menundukkan pandangan, serta
memelihara kehormatan. Dan barang siapa tidak sanggup melakukannya, hendaklah
ia puasa, karena puasa itu merupakan perisai baginya”.
d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban,
juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta secara halal.
Dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan orang yang belum berkeluarga
tindakannya masih sering dipengaruhi emosi sehingga kurang mantap dan
bertanggung jawab.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada (QS. Al-Nisa’: 34)”
e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar
cinta dan kasih sayang.
Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan ketentraman untuk
mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan masyarakan dapat dicapai dengan adanya
ketentraman anggota keluarga dalam keluarga. Karena keluarga merupakan bagian
masyarakat, keberadaannya menjadi faktor terpenting dalam penentuan ketenangan
dan ketentraman masyarakat.
Ketenangan dan ketentraman keluarga tergantung dari keberhasilan
pembinaan yang harmonis antara suami istri dalam keluarga. Keharmonisan
diciptakan oleh adanya kesadaran anggota keluarga dalam menggunakan hak dan
memenuhi kewajiban. Allah menjadikan unit keluarga yang dibina dengan pernikahan
dalam rangka membentuk ketenangan dan ketentraman serta mengembangkan cinta
dan kasih sayang sesama warganya.
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya, dia
menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya”.
Adapun jalinan perekat bagi bangunan keluarga adalah hak dan kewajiban
yang disyariatkan Allah terhadap ayah, Ibu, suami dan istri serta anak-anak. Semua
kewajiban itu tujuannya adalah untuk menciptakan suasana aman, bahagia dan
sejahtera bagi seluruh masyarakat bangsa.
Keluarga adalah tempat pertama mencetak dan membentuk pribadi umat, baik
laki-laki ataupun perempuan. Bila tempat atau sumber ini baik, jernih, bersih dari
kotoran maka akan selamatlah pembentukan umat dari segala kotoran yang merusak.
Keluarga adalah jiwa serta tulang punggung masyarakat. Kesejahteraan lahir
dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan
keterbelakangannya adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada
masyarakat bangsa tersebut.
Dalam konteks sosial manusia merupakan anak masyarakat yang memiliki ciri
khas dan nilai-nilai tersendiri secara riil dan konkret sebagaimana dihayati oleh orang
tua. Sedang dari konteks sejarah manusia, pada awal eksisitensinya merupakan anak
sejarah karena masyarakat yang melahirkan merupakan salah satu rantai dari tradisi
yang sudah hidup dari generasi ke generasi yang ditiangi unit-unit keluarga. Dengan
kata lain, keluarga merupakan simbol-simbol dari tali sejarah manusia dari generasi
ke generasi yang lain.
Kembali kepada interaksi antara status kesehatan keluarga dan anggotanya, keluarga
adalah sumber utama konsep sehat sakit dan perilaku sehat. Penelitian di bidang
kesehatan secara jelas menunjukkan bahwa keluarganya (Campbell, 2000). Dari satu sisi
atau lebih, keluarga cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan dan proses terapi
pada setiap tahapan sehat dan sakit anggota kelurga, dari keadaan sejahtera (saat promosi
kesehatan dan strategi pencegahan diajarkan) hingga tahap diagnosis, terapi dan
pemulihan (Doherty, 1992). Proses menjadi seorang “pasien” dan penerima layanan
kesehatan terdiri atas serangkaian keputusan dan peristiwa yang melibatkan interaksi
sejumlah individu, termasuk keluarga, teman, dan penyedia pelayanan kesehatan
profesional. Selain itu, peran yang dimainkan keluarga dalam proses ini berbeda-beda
setiap saat, bergantung pada kesehatan individu, tipe masalah kesehatan (mis., apakah
masalahnya akut, kronik, berat), dan tingkat perhatian serta keterlibatan keluarga.
Enam tahapan sehat/sakit dan interaksi keluarga disajikan (Tabel 1-1) untuk
mengambarkan secara lebih lanjut mengenai hubungan ketergantungan antara keluarga
dan status kesehatan anggotannya. Enam tahap yang dijelaskan berikut menggunakan
lima tahap penyakit dan perawatan medis menurut Suchman (1965) dan lima tahap siklus
sehat dan sakit keluarga menurut Doherty dan Campbell (1988). Tahapan ini juga
menampilkan rangakaian pengalaman keluarga yang sifatnya sementara terhadap
penyakit/disabilitas.
TABEL 2-1
ENAM TAHAP SEHAT/SAKIT DAN INTERAKSI KELUARGA
Tahap 1 Upaya Keluarga dalam Promosi Kesehatan
Tahap 2 Penilaian Keluarga terhadap Gejala
Tahap 3 Mencari Perawatan
Tahap 4 Merujuk dan Mendapatkan Perawatan
Tahap 5 Respon Akut Klien dan Keluarga terhadap penyakit
Tahap 6 Adaptasi terhadap Penyakit dan Pemulihan
Keluarga tidak hanya memberikan definisi dasar sehat, tetapi anggota keluarga
juga dapat menekan seorang anggota keluarganya untuk mencapai tahap ini jika
keluarga beranggapan bahwa anggota keluarga tidak memberikan reaksi
semestinya. Proses ini mungkin akan menjadi hal yang sangat sulit bagi keluarga,
terutama jika yang menjadi masalah utama adalah gangguan psikiatri (Pederson,
Braguns, Lonner, dan Trimble, 1996). Hal ini dapat terjadi karena dibeberapa
budaya, penyakit jiwa sering kali dipandang sebagai kondisi yang memalukan bagi
seluruh keluarga. Selain itu, keluarga harus menjuluki insividu tersebut sakit jiwa
dan mengungkapkan masalah ke masyarakan dan/ atau mengakui rasa bersalah dan
malu yang mereka rasakan. Masalah akan menjadi semakin rumit ketika individu
yang mengalami gangguan jiwa tersebut menyangkal gangguan yang dialaminya
atau menyalahkan keluarga (Gavazzi & Schock, 2000).
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar dari pembinaan
keluarga, dan beberapa sanak keluarga yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan suami astir.
Ciri-ciri keluarga ;
3. Berbentuk monogram
4. Bertanggug jawab
5. Pengambil keputusan
1. Daerah pedesaan
a. Tradisional
b. Agraris
c. Tenang
d. Sederhana
e. Akrab
2. Daerah perkotaan
a. Dinamis
b. Rasional
c. Konsumtif
d. Demokratif
e. Individualis
Patriakal, yang dominant dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dipihak
ayah.
Matriakal, yang dominant dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dipihak
ibu.
Equalitarian, yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.
2. Fungsi Psikologis
3. Fungsi Sosialisasi
4. Fungsi Ekonomi
5. Fungsi Pendidikan
2.7.2 Perceraian