PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Istilah anestesia yang artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai
maupun yang tidak disertai hilang kesadaran. Obat yang digunakan dalam menimbulkan
anestesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik
umum dan anestetik lokal. Bergantung dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat
memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri, atau anestesi yaitu analgesia
yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal hanya dapat menimbulkan
efek analgesia. Anestetik umum bekerja di susunan saraf pusat sedangkan anestetik lokal
bekerja langsung pada serabut saraf di perifer (Setiabudy, 2008).
Anestetik yang pertama dikenal adalah gas N2O yang disintesis pada tahun 1776.
Beberapa puluh tahun kemudian ditemukan dietil eter yang juga berbentuk gas, tetapi
baru pada pertengahan abad ke-19 kedua zat ini digunakan pada manusia. Operasi
pertama yang menggunakan anestetik umum berlangsung di kamar bedah “ether dome”
RS Massachusset pada tahun 1846. William TG Morton seorang dokter gigi mencobanya
pada hewan dan pada dirinya sendiri, yakin bahwa eter lebih baik dari pada N2O
(Setiabudy, 2008).
2.2 Pemberian anestesi dalam pertolongan persalinan ataupun setelah persalinan
Tidak semua persalinan dilakukan tindakan pemberian anestesi. Pemberian anestesi
hanya diberikan apabila terjadi penyulit baik itu dalam persalinan ataupun setelah
persalinan. Tindakan pemberian anestesi ini, dilakukan apabila terjadi robekan. Baik itu
robekan jalan lahir spontan, robekan karena tindakan episiotomi ataupun operasi sesar.
Jadi pemberian anestesi ini dilakukan dalam tindakan pembedahan (menghilangkan rasa
nyeri dalam pembedahan baik dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar) serta penjahitan
(untuk mencegah terjadinya perdarahan yang semakin banyak).
Adapun penyulit dalam persalinan itu sendiri meliputi;
1. Terjadi gawat janin
2. Robekan jalan lahir
3. Lilitan tali pusat (setelah dilakukan pemeriksaan USG)
4. Plasenta Previa (tergantung pada letak implantasi plasenta)
5. Solusio plasenta (tergantung kondisi janin dan ibu dalam pengambilan keputusan
tindakan)
6. Preeklampsia
7. Serotinus (dilihat dari keadaan janin atau waspada dengan ketuban)
8. KPD (melihat kematangan serviks dan kondisi janin serta ibu)
9. Kehamilan dengan parut uterus (baik dilakukan SC pada persalinan sebelumnya, atau
operasi pada dinding rahim maupun rupture uteri)
10. Gemeli
11. Makrosomia
12. Persalinan lama
13. Malposisi, malpresentasi dan CPD
14. Penyakit penyerta kehamilan dll.
Seperti yang telah disebutkan di atas tentang penyulit dalam persalinan, semua
tindakan yang dilakukan dalam persalinan tidak harus menggunakan anestesi. Anestesi
hanya diberikan pada kehamilan penyulit baik itu dalam tindakan episotomi, robekan
jalan lahir spontan dan tindakan pembedahan sesar. Jadi apabila persalinan dalam
keadaan normal tidak memerlukan pemberian anestesi.
Dibawah ini akan dijelaskan tentang robekan jalan lahir spontan ataupun tidakan
episiotomi sesuai dengan wewenang yang wajib dilakukan oleh bidan. Karena untuk
tidakan pembedahan hanya dilakukan oleh dokter spesialis.
2.2.1 Robekan Jalan Lahir
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali (JNPK, 2007). Sehingga terjadi perdarahan di mana plasenta telah lahir
lengkap dan kontraksi rahim baik, bisa dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir (Hadijono, 2006). Laserasi terutama cenderung terjadi pada
perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis disepanjang aspek-aspek
posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut lateral
sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan (Hacker, 2001).
2.2.2 Klasifikasi Klinis
a. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama, karena
akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin serta
melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa
sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginal (JNPK,2007).
b. Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina ini lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan
cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan
biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan. (Wiknjosastro, 2002).
c. Robekan serviks
Terkadang persalinan dapat mengakibatkan robekan pada serviks, sehingga
serviks seorang multipara berbeda dari pada primipara yang belum pernah
melahirkan pervaginam. Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping
serviks bahkan kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka
parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah
yang besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini
biasanya terjadi pada persalinan buatan seperti; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi
pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi, dan kranioklasi
terutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap ( dilakukan pimpinan
persalinan pada saat pembukaan masih belum lengkap atau ibu meneran sebelum
waktuya) (Sastrawinata, 2004).
d. Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,
yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah
uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan
tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan
kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan antara ruptura uteri dan
kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut
robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika tidak disebut ruptura uteri
inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau
membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Menurut cara terjadinya
ruptura uteri terbagi atas;
1) Ruptur uteri spontan,
2) Ruptur uteri traumatik,
3) Ruptur uteri pada parut uterus (Wiknjosastro, 2002).
2.2.3 Derajat robekan
a) Derajat I : Ruptur terjadi hanya pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum.
c) Derajat III : Ruptur mengenai pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, dan otot spingter ani.
2. BENZODIAZEPIN
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anastesia ialah diazepam, lorazepam,
dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anastesia, kelompok obat ini
menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd,
tetapi tidak berefek analgesik, efek pada SSP ini bisa di atasi dengan antagonisnya,
flumazenil.
Benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi untuk tindakan yang
tidak memerlukan analgesia seperti endoskopi, kateterisasi, kardioversi, atau
tindakan radiodiagnostik.
3. OPIOID
Fentanil, sulfentanil, dan remifentanil adalah opioid yang lebih banyak
digunakan dibanding morfin karena menimbulkan analgesia anastesia yang lebih
kuat dengan depresi napas yang lebih ringan. Walaupun dosisnya besar kesadaran
tidak sepenuhnya hilang dan amnesia pasca bedahnya tidak lengkap. Biasanya
digunakan pada pembedahan jantung atau pada pasien yang cadangan sirkulasinya
terbatas. Opioid juga digunakan sebagai tambahan pada anastesia dengan anastetik
inhalasi atau anastetik intravena lainnya sehingga dosis anastetik lain ini dapat lebih
kecil. Bila opioid diberikan dengan dosis besar atau berulang selama pembedahan,
sedasi dan depresi napas dapat di atasi dengan nalokson.
2.3.7 Anestesi Intravena Lainnya
1. Ketamin
Ketamin ialah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman (batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestik, dan
kataleptik dengan kerja singkat. Anastesia dengan ketamin di awali dengan
terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai halusisnasi.
Keadaan ini dikenal dengan anastesia disosiatif. Kesadaran segera pulih setelah
10 -15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia
berlangsung sampai 1-2 jam. Ketamin adalah satu – satunya anastetik intravena
yang merangsang kardiovaskular karena efek perangsangannya pada pusat saraf
simpatis, dan mungkin juga karena hambatan ambilan norepinefrin. Tekanan
darah, frekuensi nadi, dan curah jantung naik sampai kurang lebih 25%, sehingga
ketamin bermanfaat untuk pasien dengan resiko hipotensi dan asma.
2. Etomidat
Etomidat ialah sedatif kerja sangat singkat nonbarbiturat yang terutama
digunakan untuk induksi anastesia. Obat ini tidak berefek analgesik tetapi dapat
digunakan untuk anastesia dengan tekhnik anastesia berimbang. Etomidat
mempunyai efek minimal terhadap sistem kardiovaskular dan pernapasan.
Dengan dosis induksi kesadaran hilang beberapa detik tanpa efek ke jantung,
dengan tekanan darah yang sedikit turun dan frekuensi apnea yang rendah.
3. PROPOFOL
Secara kimiawi propofol tidak ada hubungannya dengan anastetik IV lain.
Propofol dapat digunakan dalam “day surgery”. Nyeri kadang terasa di tempat
suntikan tetapi jarang disertai flebitis atau trombosis.
2.3.8 Pemilihan Sediaan
4. Mekanisme kerja
Anastetik lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempatnya
terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana
diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas)
permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada membran.
Dengan semakin bertambahnya efek anastesi lokal di dalam saraf, maka ambang
rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial
aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety factor)
konduksi saraf juga berkurang.
Hasil penelitian membuktikan bahwa anastetik lokal menghambat hantaran
saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi
ringan.
Dapat dikatakan bahwa cara kerja utama obat anastetik lokal ialah bergabung
dengan reseptor spesifik dan terdapat pada kanal Na sehingga mengakibatkan
terjadinya blokade pada kanal tersebut dan hal ini akan mengakibatkan hambatan
gerakan ion, melalui membran.
5. Pengaruh pH
Dalam bentuk basa bebas, anastetik lokal hanya sedikit larut dan tidak stabil
dalam bentuk larutan. Anastetik lokal diperdangangkan dalam bentuk garam yang
mudah larut dalam air, biasanya garam hidroklorid. Anastetik lokal merupakan basa
lemah, tetapi larutan garamnya bersifat agak asam, hal ini menguntungkan karena
menambah stabilitas anastetik lokal tersebut. Anastetik lokal yang biasanya
digunakan mempunyai pH antara 8-9, sehingga pada pH jaringan tubuh hanya
didapati 5-20% dalam bentuk basa bebas.
Penambahan epinefrin pada larutan anastetik lokal akan memperpanjang dan
memperkuat kerja anastetik lokal. Dalam klinik, larutan suntik anastetik lokal niasanyan
mengandung epinefrin (1 dalam 200.000 bagian), norepinefrin (1 dalam 100.000 bagian)
Atan fenilefrin. Epinefrin mengurangi kecepatan absorpsi anastetik lokal sehingga akan
mengurangi juga toksisitas sistemiknya.
6. Farmakodinamik
Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, anastetik lokal juga mempunyai
efek penting pada SSP, ganglia otonom, sambungan saraf otot dan semua jenis
serabut otot.
7. Susunan saraf pusat
Semua pusat anastetik lokal merangsang SSP, menyebabkan kegelisahan dan
tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik. Secara umum, makin kuat
suatu anastetik makin mudah menimbulkan kejang. Perangsangan ini akan diikuti
depresi, dan kematian biasanya terjadi karena kelumpuhan napas. Dalam hal ini
pemberian diazepam IV merupakan obat terpilih, untuk mencegah maupun untuk
menghentikan kejang.
8. Sambungan saraf otot dan ganglion
Anastetik lokal dapat mempengaruhi transmisi di sambungan saraf otot, yaitu
menyebabkan berkurangnya respons otot atas rangsngan saraf atau suntikan
asetikolin intra arteri, sedangkan perangsangan listrik langsung pada otot masih
menyebabkan kontraksi. Prokain dapat mengurangi produksi asetikolin.
9. Sistem kardiovaskuler
Pengaruh utama anastetik lokal pada miokard ialah menyebabkan penurunan
eksitabilitas. Efek anastetik lokal terhadap sistem kardiovaskular biasanya baru
terlihat sesudah tercapai sistemik kadar obat yang tinggi dan sesudah menimbulkan
efek pada SSP.
10. Otot polos
Efek spasmolitik ini mungkin disebabkan oleh depresi langsung pada otot
polos, depresi pada reseptor sensorik sehingga menyebabkan hilangnya tonus otot
setempat.
11. Alergi
Serangan asma atau anafilaktik yang fatal dapat timbul akibat anastetik lokal.
Reaksi alergi ini terutama terjadi pada penggunaan obat anastetik lokal golongan
ester, yang pada hidrolisis dihasilkan asam aminobenzoat (PABA) dan PABA inilah
yang diduga dapat menimbulkan reaksi alergi tersebut.
12. Biotransformasi
Toksisitas suatu anastetik lokal sebagian besar tergantung dari keseimbangan
antara kecepatan absorpsi dan kecepatan dekstruksinya. Kecepatan absorpsi dapat
diperlambat oleh vasokonstriktor, maka kecepatan destruksinya yang berbeda – beda
merupakan faktor utama yang menentukan aman atau tidaknya suatu anastetik lokal.
Sebagian besar anastetik lokal merupakan ester dan biasanya toksisitasnya hilang
setelah mengalami hidrolisis di hati dan plasma. Anastetik golongan amina misalkan
lidokain, akan mengalami destruksi di dalam retikulum endoplasma hati, mula –
mula terjadi proses N-dealkilasi yang disusul dengan hidrolisis. Sebaiknya prilokain
mula – mula mengalami hidrolisis yang menghasilkan metabolit o-toluidin yang
dapat menyebabkan methemoglobinemia. Anastetik lokal yang dirusak didalam hati
secara lambat, sebagian akan dikeluarkan bersama urin.
2.3.10. Macam Anestesi Lokal
1. Kokain
Kokain atau benzoimetilegonin di dapat dari daun erythroxylon coca dan
spesies erythroxylon lain, yaitu pohon yang tumbuh di Peru dan bolivia dimana
selama berabda –abad lamanya daun tersebut di kunyah oleh penduduk asli untuk
menambah daya tahan kelelahan.
Farmakodinamik
Efek kokain paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila dikenakan
secara lokal. Efek sistemiknya yang paling mencolok yaitu rangsangan SSP.
Susunan saraf pusat
Kokain merupakan perangsang korteks yang sangat kuat. Pada manusia zat ini
menyebabkan banyak bicara, gelisah, dan euforia. Efek kokain pada batang otak
menyebabkan peningkatan frekuensi nafas, sedangkan dalamnya pernapasan tidak
dipengaruhi.
Sistem kardiovaskular
Kokain dosis kecil memperlambat denyut jantung akibat perangsangan pusat
vagu, pada dosis sedang denyut jantung bertambah karena perangsangan pusat
simpatis dan efek langsung pada sistem saraf simpatis. Pemberian kokain IV dosis
besar menyebabkan kematian mendadak karena payah jantung sebagai akibat efek
toksik langsung pada otot jantung. Pemberian kokain sistemik umumnya akan
menyebabkan penurunan tekanan darah walaupun mula – mula terjadi kenaikan
akibat vasokonstriksi dan takikardi. Vasokonstriksi ini disebabkan oleh
perangsangan vasomotor secara sentral.
Otot skelet
Tidak ada bukti bahwa kokain dapat menambah kekuatan kontraksi otot.
Hilangnya kelelahan disebabkan oleh perangsangan sentral.
Suhu badan
Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan suhu badan disebabkan oleh
3 faktor yaitu : penambahan aktivitas otot akan meninggikan produksi panas,
vasokonstriksi menyebabkan berkurangnya kehilangan panas, efek langsung pada
pusat pengatur suhu, pada keracunan kokain dapat terjadi pereksia.
Sistem saraf simpatis
Pada organ yang mendapat persarafan simpatis, kokain mengadakan potensiasi
terhadap norepinefrin, epinefrin dan perangsangan saraf simpatis. Kokain tidak
merangsang organ tersebut secara langsung, tetapi mengadakan sensitisasi, karena
menghambat pengambilan kembali norepinefrin dari celah sinaptik, kedalam saraf,
akibatnya neurohumor tersebut akan menetap di sekitar reseptor organ dalam kadar
tinggi untuk waktu lama.
Efek anastetik lokal
Efek lokal kokain terpenting yaitu kemampuan untuk memblokade konduksi
saraf. Tetapi kokain ini dapat mengakibatkan terkelupasnya epitel kornea.
Farmakokinetik
Walaupun vasokonstriksi lokal dapat menghambat absorpsi kokain, kecepatan
absorpsi masih melebihi kecepatan detoksikasi dan ekskresinya sehingga kokain
sangat toksik. Kokain di absorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada
pemberian oral kokain tidak efektif karena didalam usus sebagian besar mengalami
hidrolisis. Sebagian besar kokain mengalami detoksikasi di hati dan sebagian kecil
di eksresi di dalam urin dalam bentuk utuh.
Intoksikasi
Kokain sering menyebabkan keracunan akut, diperkirakan besarnya dosis fatal
adalah 1,2 gram, tetapi keracunan hebat dengan dosis 20 mg pernah dilaporkan.
Refleks meningkat disertai sakit kepala, nadi cepat, napas tidak teratur dan suhu
badan naik. Juga terjadi midriasis, eksoftalmus, mual, muntah, sakit perut dan
kesemutan
2.3.11. Anestesi Lokal Sintetik
1. Prokain
Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang
novokain selama lebih dari 50 tahun. Sebagai anastesi lokal , prokain pernah
digunakan untuk anastesia infiltrasi, anestesi blok saraf (nerve block anastesia),
anastesia spinal, anastesia epidural, dan anastesia kaudal, namun karena potensinya
rendah, mula kerja lambat serta masa kerjanya pendek, maka penggunaannya
sekarang ini hanya terbatas untuk anastesia infiltrasi dan kadang – kadang untuk
anastesia blok saraf. Di dalam tubuh prokain di hidrolisis menjadi PABA, yang
dapat menghambat kerja sulfonamid.
2. Lidokain
Farmakodinamik. Lidokain (xilokain) adalah anastetik lokal kuat yang
digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anastesia terjadi
lebih cepat, lebih kuat, dan lebih eksensif dari pada yang di timbulkan oleh prokain
pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan
merupakan prototip dari anastetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5%
digunakan untuk anastesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anastesia
blok dan topikal. Anastetik ini efektif bila digunakan tanpa vaso konstriktor, tetapi
kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek.
Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anastetik
lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan
0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1:50.000 sampai 1: 200.000).
Farmakokinetik
Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cerna dan saluran
pernapasan, serta dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus
dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami
dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk
monoetilglisin xiidid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih
lanjut menjadi monoxilidid dan xilidid ternyata masih memiliki efek anastetik
lokal. Pada manusia 75% dari xilidid akan di ekskresi bersama urin dalam bentuk
metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin.
Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,
misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma dan
bangkitan.
Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk suntikan infiltrasi, blokade
saraf, anastesi spinal, anastesi epidural ataupun anastesi kaudal, dan secara
setempat untuk anastesi selaput lendir. Pada anastesi infiltrasi biasanya digunakan
larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak
boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh
melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi,
biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin. Untuk anastesia infiltrasi
dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira – kira 1 jam dibutuhkan dosis dan
masa kerja kira – kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Lidokain dapat pula
digunakan untuk anastesia permukaan.
Aritmia jantung. Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu
juga digunakan sebagai anti aritmia.
3. Bupivakain
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin adalah
butil piperidin. Merupakan anastetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang,
dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini
bupivakain lebih populer digunakan untuk memperpanjang analgesia selama
persalinan dan masa pasca pembedahan. Lidokain dan bupivakain keduanya
menghambat saluran Na+ jantung selama sistolik.
2.3.12 Anestesi Lokal Sintetik Lainnya
Anastetik lokal yang diberikan secara suntikan merupakan anastetik lokal yang paling
kuat, paling toksik, dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan
prokain, dibukain kira-kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali
lebih panjang. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1%.
1. Mepivakain HCL
Anastetik lokal golongan amida ini sifat farmakologi mirirp lidokain.
Mepivakain ini digunakan untuk anastesia infiltrasi, blokade saraf regional dan
anastesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1;1,5 dan 2%. Mula
kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar
20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anastetik topikal.
2. Tetrakain
Obat ini digunakan untuk segala macam anastesia; untuk pemakaian topikal
pada mata digunakan larutan tetrakain 0,5%, untuk hidung dan tenggorokan larutan
2%. Pada anastesia spinal, dosis total 10-20 mg. Sejak diperkenalkannya
bupivakain, tetrakain jarang digunakan untuk blokade saraf perifer, sebab
diperlukan dosis yang besar yang mula kerjanya lambat, serta dimetabolisme
lambat, sehingga berpotensi toksik. Namun, bila diperlukan masa kerja yang
panjang pada anastesia spinal, digunakan tetrakain.
3. Prilokain HCL
Anastetik golongan amida ini efek dan farmakologiknya mirip lidokain tetapi
mula kerja dan masa kerjanya lebih lama dari lidokain. Toksisitasnya terhadap SSP
lebih ringan, sehingga lebih aman dalam penggunaan intravena blokade regional.
Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah
prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia. Methemoglobinemia ini
umumnya terjadi pada pemberian dosis total melebihi 8mg/kgBB. Efek samping ini
membatasi penggunaannya pada neonatus dan pada anastesia obstetrik.
Methemoglobinemia lebih mudah terjadi pada neonatus karena penurunan
resistensi hemoglobin fetus terhadap stress oksidasi dan unsur yang menguraikan
methemoglobin belum berfungsi sempurna. Walaupun Methemoglobinemia ini
mudah di atasi dengan pemberian biru metilen IV dengan dosis 1-2mg/kgBB
larutan 1% dalam waktu 5 menit, namun efek terapeutiknya hanya berlangsung
sebentar.
2.3.13 Teknik Pemberian Annestesi Lokal
1. Anastetik permukaan
Larutan garam anastetik lokal tidak dapat menembus kulit sehat. Larutan
lidokain 2% dalam karboksimetilselulosa digunakan untuk menghilangkan nyeri di
selaput lendir mulut, faring d an esofagus.
2. Anestesia infiltrasi
Cara anastesia infiltrasi yang sering digunakan yaitu blokade lingkar (ring
block). Dengan obat disuntikkan SK mengelilingi daerah yang akan dioperasi,
terjadi blokade saraf sensorik secara efektif di daerah yang akan di operasi.
3. Anestesia blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diasnogtik dan terapi.
4. Anastetik spinal
Anastetik spinal (blokade subarakhnoid atau intratekal) merupakan anastetik
blok yang luas. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit
tungkai bawah. Setelah anastesia selesai, pemulihan terjadi dengan urutan yang
sebaliknya,. Yaitu fungsi motoris yang pertamakali pulih kembali.
Lamanya anastesia
Anastesia dengan prokain berlangsung rata-rata 60 menit, dengan tetrakain 120
menit, dan dengan dibukain 180 menit. Lamanya anastesia dapat diperpanjang dengan
meninggikan kadar obat yang disuntikkan, menambahkan vasokonstriktor misalnya
epinefrin 0,2-0,5 mg atau fenilefrin 3-10 mg; atau menggunakan anastesia spinal
kontinu.
Derajat anestesia
Obat anastetik lokal disuntikkan kedalam ruang subarakhnoid antara L2 dan
L5 dan biasanya antara L3 dan L4. Tergantung pada banyak faktor, antara lain posisi
pasien, dan berat jenis obat.
Berat jenis
Berat jenis (BJ) suatu larutan anastetik lokal dapat di ubah – ubah dengan
menukar komposisinya. BJ normal cairan serebrospinal adalah 1,007. Larutan
anastetik lokal dengan BJ yang lebih besar dari 1,007 disebut larutan hiperbarik, hal
ini dapat dicapai dengan jalan menambah glukosa kedalam larutan; sebaliknya bila
anastetik lokal dilarutkan kedalam larutan NaCl hipotonis atau air suling akan di dapat
larutan hipobarik.
Posisi pasien
Distribusi anestesia dapat diatur dengan mengatur posisi pasien dan dengan
memperhatikan berat jenis obat yang digunakan. Misalnya, bila diperlukan anastesia
bagian bawah tubuh, pasien harus dalam sikap duduk selama proses penyuntikan
larutan hiperbarik dan 5 menit sesudahnya. Atau pasien dalam posisi berbaring
dengan kepala lebih rendah dari pada kaki selama penyuntikan dengan larutan
hipobarik.
Jumlah obat
Masih sukar ditentukan apakah jumlah obat yang disuntikkan turut
mempengaruhi distribusi anastesia ini. Pernyataan yang menyangkut faktor ini
umumnya didasarkan atas kesan dan bukan atas dasar pengukuran.
Pernapasan
Gejala timbulnya kelumpuhan napas ialah berkurangnya pernapasan torakal
disertai dengan meningkatnya kegiatan diagfragma, suara bisisng yang diikuti dengan
hilangnya suara, dilatasi cuping hidung, dan digunakannya otot napas tambahan.
Pertolongan penting pada keadaan ini ialah napas buatan, sedangkan obat tidak
berfaedah.
Sistem kardiovaskular
Anastesia spinal menyebabkan vasodilatasi anteriol di daerah tempat serabut
eferen simpatis mengalami blokade. Blokade pada impuls tonus konstriktor pembuluh
vena dapat menyebabkan penurunan tonus pembuluh darah vena, sehingga terjadi
pengumpulan darah di daerah pasca anteriol dan berakibat alir balik vena ke jantung
berkurang.
Pencegahan dan pengobatan hipotensi arterial
Penurunan alir balik vena dapat di atasi dengan meninggikan letak kaki, atau
sebelum anastesia kaki di ikat dengan balut elastik untuk mencegah pengumpulan
darah ditempat tersebut. Obat simpatomimetik dapat diberikan secara IM, 5 menit
sebelum dilakukan anastesia untuk memperkecil kemungkinan terjadinya hipotensi,
atau secara IV bila telah terjadi hipotensi. Pada anastesia spinal, bila tekanan darah
turun sekitar 25% dari nilai normal, maka keadaan ini harus di atasi. Pertama pasien
ditidurkan dengan posisi kepala agak lebih rendah, serta diberi oksigen. Vasopresor
dapat diberikan secara IV dengan dosis kecil, tetapi jangan terlalu diandalkan.
Penggunaan sediaan agonis lebih baik dihindarkan. Selain obat di atas, hipotensi
akibat hipovolemia yang terjadi waktu anastesia spinal juga dapat diperbaiki dengan
pemberian infus larutan garam-berimbang secara cepat dalam jumlah 1,5-2 L atau
lebih. Dengan cara ini, maka curah jantung akan kembali meningkat sesuai dengan
penambahan aliran balik vena, tetapi peningkatan curah jantung ini juga disertai
dengan terjadinya hemodilusi sehingga kadar oksigen sebenarnya berkurang (tidak
normal). Pemberian cairan IV dalam jumlah besar juga dapat meningkatkan kejadian
retensi urin pasca bedah, sehingga diperlukan tindakan kateterisasi.
Komplikasi neurologis
Saat ini gangguan neurologik akibat penggunaan astesia spinal hampir tidak
pernah terjadi. Setiap tindakan pungsi lumbal mungkin disertai dengan timbulnya
sakit kepala, yang dapat hilang bila pasien berbaring.
Dosis dan lamanya anestesia
Tergantung dari volume ruang subarakhnoid (ditentukan oleh tinggi badan
pasien), tinggi-rendahnya segmen daerah anastesia yang diperlukan. Walaupun ada 4
macam anastetik yang dapat digunakan untuk anastesia spinal, yaitu prokain, lidokain,
tetrakain dan bupivakain namun hanya lidokain dan tetrakain yang digunakan secara
luas dengan konsentrasi masing – masing tidak melebihi 5% untuk lidokain, dan
0,5% untuk tetrakain. Bila diperlukan operasi daerah toraks yang tinggi dapat
digunakan sebanyak 100 mg atau tetrakain sebanyak 16 mg. Selain itu lamanya
anestesia juga tergantung dari sifat lipofilisitas zat anastetik yang bersangkutan,
misalnya tetrakain yang sangat larut lemak akan menimbulkan anstesia selama 2-3
jam, dan dapat diperpanjang sampai 30% nila ditambahkan epinefrin 0,2-0,5 mg.
Sebaliknya dengan lidokain yang kurang larut lemak, anastesia hanya berlangsung
selama satu jam dan tidak dapat diperpanjang dengan penambahan epinefrin.
Evaluasi anestesia spinal
Anastesia spinal ini sangat bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah,
perineum atau tungkai bawah. Teknik ini sering pula dikombinasikan dengan
pemberian obat secara IV untuk menimbulkan sedasi dan amnesia. Dengan anastesia
spinal yang rendah, kemungkinan terjadinya gangguan fisiologis menjadi lebih kecil
di bandingkan dengan anstesia umum.
Anastesi epidural
Anastesi epidural merupakan suatu anastesi blok yang luas, yang diperoleh dengan
jalan menyuntikkan zat anastetik lokal kedalam ruang epidural. Dengan tekhnik ini anastesia
bagian sensorik dapat diperluas sampai setinggi dagu. Pada cara ini dapat digunakan dosis
tunggal atau dosis yang diberikan secara terus menerus.
Anatomi
Pada foramen magnum, durameter terbagi menjadi dua lapisan. Lapisan dalam
menjadi bentuk periosteum yang dibatasi kanalis spinalis. Ruang di antara kedua lapisan ini
disebut ruang epidural, yang berisi semi liquid fat, dan pleksus vena. Ruang epidural ini
berbeda – beda luasnya dan yang paling luas setinggi L2 yang kira – kira meliputi separuh
dari dari garis tengah kanalis spinalis.
Teknik
Suntikan dilakukan di bawah L2. Epinefrin yang digunakan untuk memperpanjang
waktu anastesia tidak mempengaruhi analgesia. Untuk blokade simpatis digunakan larutan
lidokain 0,5-1%; blokade sensorik dengan larutan 2%. Bila operasi memerlukan waktu yang
lama, bupivakain merupakan obat pilihan, lidokain untuk operasi dengan jangan waktu yang
sedang dan untuk operasi – operasi yang singkat kloropokain.
Efek anestesia lokal dalam ruang epidural
Tempat kerja obat anastetik yang di masukkan di dalam ruang epidural belum
seluruhnya diketahui, tetapi mungkin pada :
Saraf campuran di dalam ruang paravertebral.
Radiks saraf yang terbungkus dura di dalam ruang epidural
Radiks saraf ruang subarakhnoid sesudah obat mengadakan difusi melalui dura
Akson saraf sendiri (neuroaxis)
Untung rugi anestesia epidural
Keuntungan utama yaitu obat tidak masuk ruang subarakhnoid dengan demikian
timbulnya sakit kepala dan gejala neurologik lainnya dapat dihindarkan. Kesulitan teknis
mungkin merupakan Kerugian utama pada anastesia epidural ini, sedangkan kerugian yang
kedua yaitu diperlukannya obat yang lebih besar, dengan kemungkinan adanya absorpsi
sistemik yang lebih besar pula. Somnolen yang sering timbul pada anastesia dengan lidokain
mungkin sekali disebabkan oleh absorpsi yang besar ini.
Anastesia kaudal
Anastesia kaudal yaitu bentuk anastesia epidural yang larutan anastetiknya
disuntikkan ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus sakralis. Ada dua bahaya utama pada
teknik ini yaitu:
Jarum masuk kedalam pleksus vena yang terletak sepanjang kanalis sakralis yang
berakibat masuknya obat ke vena.
Jarum menembus durameter disertai dengan anastesia spinal yang luas. Biasanya
digunakan bupivakain 0,125 – 0,25% sebanyak 0,5 – 1 ml/kgBB. Untuk menghambat
arbsorpsi sistemik sering ditambah larutan epinefrin 1:100.000
MAKALAH TUGAS FARMAKOLOGI
ANESTESI
Disusun Oleh:
Kelompok 9 Farmakologi
1.2 TUJUAN
Untuk memenuhi salah satu mata kuliah untuk tugas yang diberika oleh pembimbing.
1.3 MANFAAT
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan hal – hal yang berhubungan
dengan anstesi.
DAFTAR PUSTAKA
Banister Claire. 2007. PEDOMAN OBAT : BUKU SAKU BIDAN. Jakarta: EGC
Barber Paul dkk. 2003. INTISARISARI FARMAKOLOGI UNTUK PERAWAT. Jakarta:
EGC
Stringer Janet dkk. 2008. Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk Mahasiswa. Jakarta :
EGC
Susanti dkk. 2013. Farmakologi Kebidanan Aplikasi dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: CV
Trans Info Media
Jordan Sue dkk. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC
J Mary dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika