Anda di halaman 1dari 9

RUPTUR UTERI

A. DEFINISI

Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat

dilampauinya daya regang mio metrium. Ruptur uteri merupakan disproporsi

janin dan panggul, partus macet atau traumatic, robeknya dinding uterus pada

saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum

visceral.

Ruptura uteri termasuk salahsatu diagnosis banding apabila wanita

dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan

syok dan perdarahan pervaginam, dan terdapat robekan dapat mencapai

kandung kemih dan organ vital di sekitarnya (Sarwono, 2012).

B. ETIOLOGI

Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah

ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada

rahim yang masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio

sesare pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian

dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau

sejenisnya.

Penyebab (etiologi) dari ruptur uteri adalah sebagai berikut :

1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus

2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama

3. Presentasi abnormal (terutama terjadi penipisan pada segmen bawah

uterus)
C. PATOFISIOLOGI

Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan

demikian, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal

dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang

menempati korpus uteriter dorong kedalam segmen bawah rahim, Segmen

bawah rahim menjadi lebih lebardan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis

karena tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang

dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen

semakin bertambah tinggi.

Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu

sebab(misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang

bertambahmengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen

bawa rahim ke atas.Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin

meninggi kearah pusatmelewati batas fisiologis menjadi patologis yang

disebut lingkaran bandl (ring vanbandl). Ini terjadi karena, rahim tertarik terus

menerus kearah proksimal tetapitertahan dibagian distalnya oleh serviks yang

dipegang ditempatnya oleh ligamentum– ligamentum pada sisi belakang

(ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri(ligamentum cardinal) dan

pada sisi dasar kandung kemih (ligamentumvesikouterina).

Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin

tidak kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama

semakin tinggidan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan

dindingnya menjadi sangattipis. Ini menandakan telah terjadirupture uteri

iminensdan rahim terancam robek.Pada saat dinding segmen bawah rahim

robek spontan dan his berikutnya dating,terjadilah perdarahan yang banyak

(rupture uteri spontanea).


Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama

padaparut pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas

seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus

yangtenang pada saat nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga

parut lebihkuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi

pada kehamilantua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas seksio

profunda lebih seringterjadi saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi

lambat laun pada jaringan– jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian

terpisah sama sekali. Disini biasanyaperitoneum tidak ikut serta, sehingga

terjadirupture uteri inkompleta. Pada peristiwaini perdarahan banyak

berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.

D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda gejala ruptur uteri dapat antara lain, yaitu :

1. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat

memuncak

2. Hematuria

3. Mual

4. Perkembangan persalinan menurun

5. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri

6. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )

7. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah

menurun dan nafas pendek ( sesak )

8. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu

9. Bagian janin lebih mudah dipalpasi

10. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak

ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
11. Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat dirasakan disamping

janin (janin seperti berada diluar uterus)

E. KLASIFIKASI

Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara:


1. Menurut waktu terjadinya
a. Ruptur Uteri Gravidarum
1) Waktu sedang hamil
2) Sering lokasinya pada korpus
b. Ruptur Uteri Durante Partum
1) Waktu melahirkan anak
2. Menurut lokasinya
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi  seperti seksio sesarea klasik (korporal),
miemoktomi
b. Segmen bawah rahim (SBR), ini biasanya terjadi pada partus yang
sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis
dan akhirnya  terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan  ekstraksi
forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.
3. Menurut robeknya peritoneum
a. Ruptur Uteri Kompleta
b. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium) ; dalam hal ini  terjadi hubungan langsung antara
rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
c. Ruptur Uteri Inkompleta
d. Robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan

terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamentum latum.

F. KOMPLIKASI

Komplikasinya bisa terjadi histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia

neonatus, kematian ibu dan janin.


G. PATHWAY

Sumber : Norwizt, dkk, 2007

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Umum : Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari

kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra

abdomen

2. Pemeriksaan Abdomen : Sewaktu persalinan, kontur uterus yang asing

atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba sanggup memperlihatkan

adanya ekstrusi janin. Fundus uteri sanggup terkontraksi dan erat dengan

bagian-bagian janin yang terpalpasi bersahabat dinding abdomen diatas

fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus sanggup berhenti dengan

mendadak dan suara jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau


segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri

lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum

3. Pemeriksaan Pelvis, menjelang kelahiran, serpihan presentasi mengalami

regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami

ekstrusi ke dalam rongga peritoneum, perdarahan pervaginam mungkin

hebat.

4. Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan

bentuk panggul / pelvis.

5. Pemeriksaan laboratorium. : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas

darah HB dan nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan

darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat

6. Urinalisis : Hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.

I. PENATALAKSANAAN

1. Pertolongan yang tepat untuk ruptur uteri adalah laporotomi.

Sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya

infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya

syok hipovolemik.

2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam

rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan

pada kasus-kasus khusus,dimanapinggir robekan masih segar dan rata,

serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat

jaringan yang rapuh dan nekrosis, histerektomi baik total maupun sub

total.

3. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya kemudian di jahit sebaik-

baiknya

4. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang

cukup
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Nyeri Akut 1. Mengenal kapan Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri terjadi
secara komprehensif (lokasi,
2. Melaporkan nyeri
karakteristi, frekuensi, faktor
yang terkontrol
prepitasi)
3. Mengenali  apa
2. Observasi reaksi non verbal
yang terkait dengan
dari ketidaknyamanan
gejala nyeri
3. Control lingkungan yang
4. Menggunakan
dapat mempengaruhi nyeri
analgesic yang
4. Kurangi faktor prepitasi
direkomendasikan
5. Ajarkan teknik non
5. Menggambarkan
farmakologi
faktor penyebab
6. Dukung istrahat/ tidur yang
adekuat untuk membantu
menurunkan nyeri
Ketidakefektifan 1. Frekuensi 1. Catat  pergerakan dinding
pola nafas
pernafasan dada
2. Irama pernafasan 2. Monitor pola nafas
3. Volume tidal dalam 3. Monitor  saturasi oksigen
batas normal 4. Berikan  bantuan terapi nafas
4. Kepatenan  jalan
nafas
5. Retraksi   dinding
dada
Resiko syok 1. Penurunan Manajemen Syok
darah sistolik 1. Berikan cairan IV isotonic
2. Penurunan yang diresepkan (normal
darah diastolic saline, atau lactated ringer)
3. Penurunan 2. Berikan produk darah yang
oksigen arteri diresepkan untuk
4. Akral  dingin, meningkatkan tekanan
kulit   lembab, plasma onkotik, dan
pucat menggangganti volume darah
5. Penurunan dengan tepat
tingkat 3. Monitor adanya reaksi
kesadaran transfuse darah dengan tepat
4. Monitor asupan dan
pengeluaran
5. Jaga kepatenan akses IV
6. Monitor adanya hipotensi
ortotastik dan pusing saat
berdiri.

DAFTAR PUSTAKA

Chunningham, F., Gary., Gant, F., Norman., Leveno, J., Kenneth., et all.

Obstetri Williams Edisi 21.2011. Jakarta: EGC.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil,

FK. UNAIR, Surabaya

Prawirohardjo Sarwono ; Wiknjosastro H (2012), Ilmu Kandungan,

Gramedia, Jakarta.

Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi

Edisikedua. Penerbit Erlangga. Jakarta

Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey BM.Dashe

JS, Shefield JS, Yost NP. In: William Manual of Obstetrics. Edisi

2003.The University of Texas Southwestern Medical Centre at

Dallas.

Anda mungkin juga menyukai