Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEKNIK ANESTESI SPINAL


Anestesi spinal adalah suatu metode anestesi dengan menyuntikkan
obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid di daerah lumbal. Cara
ini sering digunakan pada persalinan per vagina dan pada seksio sesarea
tanpa komplikasi (Oyston J, 2016).
Pada seksio sesarea blokade sensoris spinal yang lebih tinggi
penting. Hal ini disebabkan karena daerah yang akan di anestesi lebih luas,
diperlukan dosis agen anestesi yang lebih besar, dan ini meningkatkan
frekuensi serta intensitas reaksi-reaksi toksik (Smith GFN, 2012).
1. Teknik anestesi spinal pada seksio sesarea (Oyston J, 2016)
Pada tindakan premedikasi sekitar 15-30 menit sebelum
anestesi, berikan antasida, dan lakukan observasi tanda vital. Setelah
tindakan antisepsis kulit daerah punggung pasien dan memakai sarung
tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikkan jarum
lumbal (biasanya no 23 atau 25) pada bidang median setinggi vertebra
L3-4 atau L4-5. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa
ligamen, sampai akhirnya menembus duramater - subarachnoid. Setelah
stilet dicabut, cairan serebro spinal akan menetes keluar. Selanjutnya
disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid
tersebut. Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah
operasi, menggunakan jarum halus atau kapas. Daerah pungsi ditutup
dengan kasa dan plester, kemudian posisi pasien diatur pada posisi
operasi.

4
5

2. Indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea


Biasanya anestesi spinal dilakukan untuk pembedahan pada
daerah yang diinervasi oleh cabang Th.4 (papila mammae kebawah)
(Oyston J, 2016) :
a. Vaginal delivery
b. Ekstremitas inferior
c. Seksio sesarea
d. Operasi perineum
e. Operasi urologic
3. Kontra indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea (Morgan GE, 2010):
a. Infeksi tempat penyuntikan
b. Gangguan fungsi hepar
c. Gangguan koagulasi
d. Tekanan intrakranial meninggi
e. Alergi obat lokal anstesi
f. Hipertensi tak terkontrol
g. Pasien menolak
h. Syok hipovolemik
i. Sepsis
4. Obat anestesi spinal pada seksio sesarea (Morgan GE, 2010)
Obat anestetik yang sering digunakan :
a. Lidocain 1-5 %
b. Bupivacain 0,25-0,75 %
5. Komplikasi anestesi spinal pada seksio sesarea (Morgan GE, 2010) :
a. Hipotensi
Komplikasi hemodinamik pada anestesi spinal yang paling
sering terjadi adalah hipotensi. Hal ini merupakan perubahan
fisiologis yang sering terjadi pada anestesi spinal. (Liguori, 2007).
Penyebab utama terjadinya hipotensi pada anestesi spinal
adalah blokade tonus simpatis. Blok simpatis ini akan
menyebabkan terjadinya hipotensi, hal ini disebabkan oleh
6

menurunnya resistensi vaskuler sistemik dan curah jantung. Pada


keadaan ini terjadi pooling darah dari jantung dan thoraks ke
mesenterium, ginjal, dan ekstremitas bawah. (Liguori, 2007;
Salinas, 2009).
Manifestasi fisiologi yang umum pada anestesi spinal
adalah hipotensi dengan derajat yang bervariasi dan bersifat
individual. Terjadinya hipotensi biasanya terlihat pada menit ke 20
– 30 pertama setelah injeksi, kadang dapat terjadi setelah menit ke
45 – 60. Derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan obat
lokal anestesi ke dalam ruang subarachnoid dan meluasnya blok
simpatis. Blok yang terbatas pada dermatom lumbal dan sakral
menyebabkan sedikit atau tidak ada perubahan tekanan darah.
Anestesi spinal yang meluas sampai ke tingkat thorax tengah
berakibat dalam turunnya tekanan darah yang sedang . Anestesi
spinal yang tinggi, di atas thorax 4 – 5, menyebabkan blokade
simpatis dari serabut-serabut yang menginervasi jantung,
mengakibatkan penurunan frekwensi jantung dan karena
kotraktilitas jantung dan venous return menyebabkan penurunan
curah jantung. Semuanya itu menyebabkan hipotensi y ang dalam.
(Covino, 1994; Salinas, 2009).
Hipotensi adalah suatu keadaan tekanan darah yang rendah
yang abnormal, yang ditandai dengan tekanan darah sistolik yang
mencapai dibawah 80 mmHg atau 90 mmHg, atau dapat juga
ditandai dengan penurunan sistolik atau MAP (Mean Arterial
Pressure) mencapai dibawah 30 % dari baseline. (Liguori, 2007)
Banyak metode atau cara yang dapat digunakan untuk
mencegah atau meminimalisasi terjadinya hipotensi, akan tetapi
sampai saat ini belum ada teknik yang ideal. Metode tersebut dapat
dilakukan baik secara farmakologis ataupun nonfarmakologis.
Metode yang paling banyak digunakan adalah profilaksis
preloading cairan dengan kristaloid ataupun koloid (pemberian
7

cairan intravena sebanyak 1 sampai 2 mL/kgBB saat dilakukan


tindakan anestesi spinal), left uterine displacement, penggunaan
vasopresor seperti efedrin atau fenilefrin, dan intervensi mekanik
untuk meningkatkan volume darah sentral, antara lain adalah
metode fisik seperti penggunaan leg wrapping, inflatable
splints/boots, atau stooking antitromboemboli (Sing K, dkk, 2014).
b. Bradikardi
c. Sakit kepala (pasca pungsi)
d. Menggigil
e. Mual-muntah
f. Depresi nafas
g. Total spinal
h. Sequelae neurologic
i. Penurunan tekanan intrakranial
j. Meningitis
k. Retensi urine

B. SEKSIO SESAREA
1. Definisi seksio sesarea
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Terdapat beberapa
cara seksio sesarea yang dikenal saat ini (Elridge, 2010) , yaitu
a. Seksio sesarea transperitonealis profunda
b. Seksio sesarea klasik / korporal
c. Seksio sesarea ekstraperitoneal
d. Seksio sesarea dengan teknik histerektomi
Teknik yang saat ini lebih sering digunakan adalah teknik
seksio sesarea transperitoneal profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. Keunggulan teknik seksio sesarea transperitonealis
profunda antara lain:
8

1) Perdarahan akibat luka insisi tidak begitu banyak


2) Bahaya peritonitis tidak terlalu besar
3) Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura
uteri di masa mendatang tidak besar karena dalam masa
nifas segmen bawah uterus tidak mengalami kontraksi
yang kuat seperti korpus uteri. Hal ini menyebabkan luka
dapat sembuh lebih sempurna.
2. Indikasi seksio sesarea (Elridge, 2010)
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Perdarahan ante partum
5) Disproporsi janin dan panggul
6) Bakat ruptura uteri
7) Preeklampsia / hipertensi
b. Indikasi janin
1) Kelainan letak
a) letak lintang
b) letak sungsang
c) letak dahi dan letak muka dengan dagu di belakang
d) presentasi ganda
e) kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat janin
c. Indikasi waktu / profilaksis
1) Partus lama
2) Partus macet / tidak maju
d. Kontra indikasi
1) Infeksi intra uterin
2) Janin mati
3) Syok / anemia berat yang belum diatasi
9

4) Kelainan kongenital berat


e. Komplikasi seksio sesarea (Owen P, 2013)
Walaupun saat ini seksio sesarea sudah jauh lebih aman
daripada dahulu, namun perlu diperhatikan bahwa terdapat
beberapa risiko komplikasi seksio sesarea yang dapat terjadi pada
ibu dan janin. Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas pembedahan antara lain kelainan atau gangguan yang
menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan, dan lamanya
persalinan berlangsung. Beberapa komplikasi yang dapat timbul
antara lain sebagai berikut :
1) Infeksi puerperal
Infeksi puerperal yang terjadi bisa bersifat ringan,
seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas.
Komplikasi yang terjadi juga bisa bersifat berat, seperti
peritonitis, sepsis, dan sebagainya. Infeksi pasca operatif
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah terdapat gejala–
gejala infeksi intrapartum, atau ada faktor–faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan tersebut. Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, namun
tidak dapat dihilangkan sama sekali.
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabang ateria uterina ikut terbuka,
atau karena terjadinya atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lain
Komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain adalah
luka kandung kencing dan terjadinya embolisme paru.
4) Suatu komplikasi yang baru tampak pada kemudian hari
Kemungkinan terjadinya ruputra uteri pada masa
kehamilan yang selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh kurang
10

kuatnya parut pada dinding uterus. Komplikasi ini lebih sering


ditemukan setelah dilakukan metode seksio sesarea klasik.
5) Komplikasi pada anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan seksio sesarea. Menurut statistik di negara-negara
dengan pengawasan ante natal dan intra natal yang baik,
kematian perinatal pasca seksio sesarea berkisar antara 4% dan
7%.

C. LEG WRAPPING

Gambar 2.1. Pemakaian Leg Wrapping

Leg wrapping adalah cara yang sederhana dan efektif untuk


mencegah hipotensi dalam operasi seksio caesar yang dilakukan di bawah
tulang belakang anestesi. Tidak hanya efektif secara fisiologis, tetapi juga
menjadi nonfarmakologis yang tidak memiliki efek samping. Sejauh ini,
bukti telah menunjukkan ke arah kemungkinannya menjadi efektif, mudah,
dan aman. Efisiensi pembungkusan kaki pra blok untuk meminimalkan
11

sympthectomy terkait hipotensi dalam hamil perempuan menjadi solusi


lebih dari 15-20 menit sesaat sebelum anestesi spinal (Morgan PJ, Halpern
SH, Tarshis J, 2014).
Leg wrapping menggunakan perban elastik (tensocrepe®)
dilakukan dari mulai pergelangan kaki sampai ketinggian setengah paha,
adapun parameter kekuatan pembalutan diukur secara subjektif dengan
menilai kenyamanan pasien dan secara objektif dengan menilai capillary
refill time kurang dari dua detik dan penilaian saturasi oksigen pada jari
kaki pasien tidak berubah sebelum dengan setelah leg wrapping. Leg
wrapping dilakukan dengan perban crepe (lebar 15 cm, 4 m membentang
panjang) diterapkan dari pergelangan kaki ke pertengahan paha di kedua
kaki, selama membungkus ekstremitas bawah diangkat pada sudut 45°.
Perban crepe dibungkus cukup rapat sehingga perempuan merasakan
kekakuan, namun nyaman dan tidak menyakitkan (Putri, Y. Dkk, 2016).
Setiap pasien akan dilakukan pemasangan elektrokardiografi
(EKG), alat pantau tekanan darah noninvasif, dan juga pulse oksimetri.
Setelah diukur tekanan darah sistol, diastol, laju nadi, dan saturasi oksigen,
diberi cairan preloading dengan cairan Ringer laktat (RL) 20 mL/kgBB
selama 20 menit. Setelah pasien didudukkan, dilakukan tindakan aseptik
dan antiseptik di sekitar daerah penyuntikan, lalu dilakukan anestesi spinal
dengan jarum standar 25G pada celah vertebra lumbal 3–4 atau 4–5,
maksimal penusukan tiga kali. Setelah keluar cairan serebrospinal,
disuntikkan campuran 10 mg bupivakain heavy 0,5% dengan fentanil 25
μg dengan kecepatan 1 mL/5 detik yang akan dihitung menggunakan
stopwatch. Waktu selesainya penyuntikan dipakai sebagai awal
perhitungan waktu, selanjutnya pasien segera dibaringkan dalam posisi
telentang horizontal, lalu kepala diberi bantal dan oksigen 2 liter per menit
melalui nasal. Perawatan ini diambil untuk menghindari penekan kaki
menjadi lebih besar dari tekanan arteri dengan memeriksa pulsasi kapiler
di jari-jari kaki (Putri, Y. Dkk, 2016).
12

Penggunaan leg wrapping yang dilakukan sebelum anestesi spinal


pada seksio sesarea dapat menurunkan insidensi hipotensi dengan cara
mencegah pengumpulan darah dari sentral ke tungkai bawah. Hipotensi
yang terjadi selama anestesi spinal merupakan akibat dari blokade
simpatis, vasodilatasi perifer, serta penurunan tonus vena dan arteri yang
menurunkan systemic vascular resistance (SVR) serta redistribusi volume
darah sentral 500 mL sampai 600 mL ke kompartemen perifer.
Pengumpulan darah di tungkai bawah dan abdomen yang menyebabkan
hipotensi ini dapat dikurangi dengan intervensi leg wrapping. Leg
wrapping dapat mencegah akumulasi darah di tungkai bawah karena
ekspansi vena dan darah dapat kembali ke sirkulasi sistemik.
Simpatektomi ekstremitas bawah selama sentral blok neuraksial
menghasilkan vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan
menyebabkan hipotensi. Selama relaksasi anestesi spinal otot betis karena
blokade simpatik menyebabkan hilangnya aksi memompa otot betis dan
vaskular distensibility dari pembuluh betis meningkat 17%. Ketinggian
kaki sendiri atau dalam kombinasi dengan pembungkusan kaki
menyebabkan perpindahan sefalik larutan hiperbarik karena meratakan
kelengkungan tulang belakang menghasilkan tingkat yang lebih tinggi dari
sensorik, motorik dan blokade simpatik. Pada saat banyak darah yang
terperangkap di ekstremitas bawah dan tulang belakang anestesi yang
diinduksi vasodilatasi akan meningkatkan mengumpulkan darah lebih
banyak lagi. Vasodilatasi disebabkan oleh anestesi spinal meningkatkan
proporsi darah itu berjalan ke pinggiran (lepas landas sistolik) selama
sistol (Das Prajnyananda and Sumita Swain, 2016).

Anda mungkin juga menyukai