Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN TENTANG FILSAFAT PANCASILA

IMELDA PA’DAI
163114008
MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI
 Pengertian Filsafat Pancasila

Filsafat Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam
filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia.
Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan
“permintaan” rezim yang berkuasa,sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

 Esensi dari pendapat Driyarkara tentang Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai pusaka bangsa yang sifat kekal-abadi merupakan suatu kebenaran
fundamental yang kaya-raya. Untuk memahami kebenaran itu, orang harus berpikir-pikir
(berfilsafat) untuk mempertanyakannya. Dengan metode itu, orang bisa mengetahui essensi atau
hakikat dari Pancasila. Mungkin kita berpikir, untuk apa mempertanyakan Pancasila yang adalah
ideologi bangsa? Konsepsi demikian memang benar, tetapi kurang tepat kalau diterapkan.
Pancasila bukanlah suatu ideologi tertutup yang hanya diterima begitu saja. Mempertanyakan
kebenaran Pancasila itu tidak berarti menjatuhkan argumentasinya, melainkan untuk semakin
memperkokoh argumentasi kebenaran tersebut.

Membicarakan Pancasila, bagi Driyarkara pada dasarnya bertitik tolak dari kodrat manusia
sendiri. Pemahaman itu memang agak berbeda dengan sistem yang dibuat oleh founding fathers
kita. Sebab, bagi mereka Pancasila ditemukan dengan menggali kehidupan manusia Indonesia,
yaitu dengan meneliti keadaan sosiologis, meneliti sejarah, meneliti watak-watak dan psikonya.
Penyelidikan itu tentu menghasilkan suatu perbedaan, suatu keanekaragamaan yang dimiliki
setiap warga. Adanya kenanekaragamaan dan perbedaan yang terdapat dalam sejumlah segi
kehidupan masyarakat menunjukkan kekayaan dan sekaligus menjadi kekhasan bangsa.
Kesemua unsur itu menjadi bagian dari kodrat manusia, yaitu ada bersama dengan yang lain
(memasyarakat) dan dengan materialitas dunia.

Menurut Driyarkara, filsafat merupakan kedalaman hidup. Tiga metode untuk merefleksikan
Pancasila menurut Driyarkara adalah:

1) Berpikir tentang Pancasila melalui pengalaman sehari-hari,

2) Membatinkan Pancasila, dan

3) Menjalankan Pancasila secara dialektis.

Dasar refleksi yang dilakukan oleh sosok Driyarkara adalah Pidato Soekarno dengan
mengutip, memberi pendalaman dan kritik. Driyarkara tidak masuk ke dalam wacana tentang
Pancasila lewat pertentangan ideologi tetapi justru masuk dalam sisi manusia-nya

Oleh karena Pancasila melekat pada kodrat/eksistensi manusia, maka unsur


keanekaragamaan itu juga merupakan bagian dari Pancasila. Untuk memahami kodrat manusia
sebagai manusia, selain mempertanyakan kebenaran-kebenarannya, kita mesti mengakui
eksistensi manusia dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain menurut Driyarkara adalah
kesatuan dengan alam semesta dan kesatuan dengan manusia lain.

1. Kesatuan dengan Alam Semesta

Secara ontologis manusia dalah makhluk yang memiliki kesadaran. Dengan kesadaran
manusia mengenal dirinya yang menjalin hubungan dengan alam jasmani. Namun sebelum
melangkah pada hubungan kejasmanian, kita pertama-tama adalah melihat hubungan kita dengan
sesama manusia. Ketika manusia mengerti dan merasakan alam jasmani, itu ia berarti memasuki
alam jasmani. Dengan keadaan seperti demikian, ia akan menjadi sadar akan dirinya sendiri.
Manusia dengan keluar dari dirinya sendiri, ia bisa memasuki dirinya. Oleh karena itu, manusia
adalah sesuatu yang dengan mengobjektivasikan dirinya sendiri bisa menemukan dirinya dalam
dirinya sendiri.

Melalui unsur kejasmanian, manusia bersifat potensial, ia merupakan bakat. Untuk


menjadi manusia, ia harus memuliakan dirinya sendiri, dan hal itu dijalankan dengan mengalami
kesatuan dengan alam jasmani. Apakah seseorang masih hidup tanpa adanya suatu ikatan dengan
alam jasmani? Yang pasti bahwa manusia tidak bisa hidup bahkan tidak bisa berpikir tanpa
kesatuan dengan alam jasmani. Untuk itu, manusia dikatakan sebagai pribadi, tapi ia harus
mempribadikan dirinya, dan ia hanya mempribadikan diri, biasa disebut “membudaya” dan dunia
jasmani yang telah kita jadikan satu dengan diri kita, disebut ‘kebudayaan’. Dengan
membudayakan alam jasmani, manusia barulah membudayakan dirinya sendiri.

2. Kesatuan dengan Orang Lain

Manusia, selain ia mengakui dirinya sendiri, ia juga mengakui adanya manusia lain.
Sebab, menurut strukturrnya, ada kita itu berupa ada bersama (Mit Sein). Manusia bukan hanya
meng-AKU tetapi juga meng-KITA. Hanya melalui pertemuan dengan ENGKAU-lah aku
menjadi AKU.

Pertemuan antara AKU dan ENGKAU bisa berjalan karena adanya bahasa. Bahasa
adalah gejala yang spesifik manusia sebagai pengada yang hidup. Bahasa sendiri tidak diperolah
secara secara natural melainkan diperolah dalam perkembangan kodrati manusia. Berdasarkan
argumentasi itu, manusia pada dasarnya tidak berbahasa melainkan membahasa. Artinya, bahasa
merupakan pertumbuhan yang kodrati. Dengan demikian, dalam bahasa kita bisa melihat bahwa
manusia menurut strukturnya adalah untuk ada bersama. Keberadaan manusia dengan manusia
lain untuk membangun suatu kebersamaan tidak bisa terlepas dari peranan bahasa.

Terlepas dari bahasa, kebenaran bisa dilihat dengan menganalisis kesadaran kita. Sadar
tentang diri sendiri berarti menyatakan diri sendiri. Dalam kesadaran itu, kita seolah-olah
menghadapkan diri sendiri kepada orang lain. Hal itu menjadi nampak ketika manusia bertanya
atau berbicara kepada dirinya. Bertanya atau berbicara memperlihatkan kepada kita bahwa bahsa
juga berperan di dalamnya. Dengan sadar, kita meng-AKU, yaitu menghadapkan diri sendiri
dengan diri yang lain. Kesadaran akan diri dan akan kodratnya sebagai “ada bersama” menuntut
manusia membangun kelompok (meng-Kita). Pengikat Kesatuan Manusia adalah Cinta Kasih.

Driyarkara meletakan fondasi yang kokoh akan kesatuan manusia pada cinta kasih.
Dikatakan sebagai fondasi, sebab cinta kasih mendasari pijakan relasi atau hubungan antara
manusia. Ada bersama dengan orang lain berarti ‘berada bersama’ dengan hormat dan cinta
kasih. Lantas, apa artinya cinta kasih itu dalam konteks keindonesian? Ketika segelintir manusia
bertindak secara tidak manusiawi terhadap sesamanya, apakah itu artinya cinta kasih. Tentu, arti
cinta kasih bukanlah demikian. Cinta kasih adalah hal yang fundamental dan primer bagi
manusia. Kebencian tentu saja menjadi hal yang niscaya dalam hubungan tersebut. Namun, hal
itu tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak melakukan tindakan kasih. Kebencian adalah
negasi/peniadaan dari cinta. Benci tidak mungkin ada kalau tanpa adanya cinta kasih. Oleh
karena itu, meniadakan benci adalah baik, tetapi jangan meredupkan semangat cinta kasih.

Cita-cita bersama bisa terwujud apabila manusia menyadari kodrat sebagi pribadi yang
ada bersama yang lain. Pancasila melakat pada eksitensi/kodrat manusia dan sekaligus sebagai
dalil-dalil filsafat yang sifatnya universal, yang diterima semua orang. Oleh karena itu, Pancasila
menjadi jalan bagi warga negara untuk mencapai cita-cita kebangsaan.

 Filsafat Pancasila menurut Notonagoro

Menurut Notonagoro, filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu
tentang hakikat pancasila. Secara ontologi (cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan hakikat
hidup), kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar sila-sila pancasila. Menurut beliau, hakikat dasar antologi pancasila adalah manusia, karena
manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila pancasila. Karakteristik Sistem
Filsafat Pancasila Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karasteristik sistem filsafatnya tersendiri
yang berbeda dengan filsafat lain, diantaranya: 1. Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan
sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat
dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan pancasila. 2. Setiap sila
Pancasila mendasari sila-sila berikutnnya dan merupakan perluasan dari sila-sila sebelumnya. 3.
Meski setiap sila adalah saling berkaitan, setiap sila memiliki makna dan cakupan arti/makna
pembahasannya tersendiri. 2. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Terdapat 5 sila dalam Pancasila yang pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Sistem
merupakan suatu kesatuan dari bagian-bagian saling berhubungan, saling bekerja sama untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dan bagian-bagian tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Lazimnya, sistem memiliki ciri sebagai berikut: 1) Suatu kesatuan bagian-bagian 2) Bagian-
bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri 3) Saling berhubungan dan saling ketergantungan

Anda mungkin juga menyukai