Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Postur tubuh adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Postur tubuh tidak hanya berguna untuk keindahan, namun juga
untuk memenuhi aktivitas sehari-hari. Postur tubuh yang baik akan
memudahkan untuk melakukan aktivitas dengan baik. Dengan memiliki
postur tubuh yang baik, normal, dan sehat maka seseorang akan meningkatkan
rasa percaya dirinya dan bebas untuk bersosialisasi dengan siapapun.
Salah satu yang membentuk postur tubuh adalah bentuk dan sususnan
tulang belakang. Tulang belakang sangat berperan penting untuk
pembentukan postur tubuh. Tulang belakang yang normal akan membentuk
postur tubuh yang normal, begitu pula sebaliknya. Namun, dalam
kenyataannya terdapat gangguan pada tulang belakang yang membuat
perubahan pada postur tubuh. Salah satu kelainan pada tulang belakang yang
sering ditemui adalah lordosis, kifosis, dan skoliosis.
Lordosis adalah penekanan kearah dalam kurvatura servikal lumbal
melebihi batas fisiologis (Helmi, 2013).
Penyakit Scheuermann adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
nyeri punggung dan adanya bonggol di punggung (kifosis). Kifosis adalah
suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang bisa terjadi akibat trauma,
gangguan perkembangan atau penyakit degeneratif. Kifosis pada masa
remaja juga disebut penyakit Scheuermann (Aditya, 2000).
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis
tengah atau terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral
(Suratun, 2008).
Banyak penyebab yang menyebabkan gangguan ini sangat umum
ditemukan, salah satunya adalah posisi duduk yang salah, kongenital,
neuromuskuler, dan sebagainya.

1
Penyakit ini, lordosis tidak menyebabkan bahaya khusus hanya saja
akan membuat gerakan tubuh terbatas. Jika terjadi pada atlit, kondisi seperti
ini akan menurunkan prestasi nya. Kifosis dapat menyebabkan beberapa
masalah, tidak hanya postur tubuh yang membungkuk, namun juga beberapa
gejala lainnya seperti nyeri punggung, kelelahan otot dan kekakuan di bagian
belakang punggung. Dan pada kasus yang parah, kifosis dapat mempengaruhi
paru-paru, saraf, dan organ lainnya sehingga menyebabkan rasa sakit dan
mempengaruhi kualitas hidup. Sulit bernapas dan nyeri biasanya akan
dirasakan oleh penderita skoliosis dewasa jika tulang belakang yang
melengkung bertambah parah.
Penyakit atau kelainan ini dapat sembuh jika ditangan secara dini
misalnya dengan pemasangan brace, namun jika sudah terlambat untuk
ditangani maka memerlukan proses pembedahan. Selain itu, teknik
pengobatan juga tergantung dengan penyebab terjadinya kelainan tulang
belakang tersebut.
Oleh karena banyaknya kelainan ini di masyarakat, maka dalam
makalah kelompok kami ini membahan mengenai definisi, tanda dan gejala,
bagaimana deteksi dini, penyebab, pengobatan serta pencegahan dari lordosis,
kifosis, dan scoliosis.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem muskuluskeletal?
2) Apa definisi lordosis, kifosis, dan skoliosis?
3) Apa etiologi lordosis, kifosis, dan skoliosis?
4) Bagaimana klasifikasi lordosis, kifosis, dan skoliosis?
5) Apa saja manifestasi klinis lordosis, kifosis, dan skoliosis?
6) Bagaimana patofisiologi lordosis, kifosis, dan skoliosis?
7) BagimanaWOC lordosis, kifosis, dan skoliosis?
8) Apa saja pemeriksaan diagnostic lordosis, kifosis, dan skoliosis?
9) Apa pengobatan untuk lordosis, kifosis, dan skoliosis?

2
10) Apa komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan lordosis,
kifosis, dan skoliosis?
11) Bagaimana cara pencegahan lordosis, kifosis, dan skoliosis?
12) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan lordosis, kifosis,
dan skoliosis?
1.3. TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa semester 5
khususnya kelas 5B dapat mengetahui, memahamai, dan mengaplikasikan
asuhan keperawatan tentang Lordosis, Kifosis dan Skoliosis.

1.3.2 Tujuan Khusus


Setelah dilakukan Small Group Discussion (SGD) diharapkan mahasiswa
mampu untuk mengetahui dan memahami tentang:
1) Anatomi dan fisiologi system muskuluskeletal
2) Definisi lordosis, kifosis, dan skoliosis
3) Etiologi lordosis, kifosis, dan skoliosis
4) Klasifikasi lordosis, kifosis, dan skoliosis
5) Manifestasi klinis lordosis, kifosis, dan skoliosis
6) Patofisiologi lordosis, kifosis, dan skoliosis
7) WOC lordosis, kifosis, dan skoliosis
8) Pemeriksaan diagnostik lordosis, kifosis, dan skoliosis
9) Pengobatan lordosis, kifosis, dan skoliosis
10) Komplikasi lordosis, kifosis, dan skoliosis
11) Pencegahan lordosis, kifosis, dan skoliosis
12) Asuhan keperawatan pada pasien dengan lordosis, kifosis, dan
skoliosis

3
1.4. MANFAAT
Bagi para mahasiswa keperawatan diharapakan nantinya dapat
memberikan health education pada masyarakat tentang lordosis, kifosis dan
scoliosis.
Melalui makalah ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang
lordosis, kifosis dan scoliosis secara lebih mendalam, melakukan deteksi dini,
dan dapat memilih tindakan yang tepat untuk mengatasinya secara awal.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan mampu melakukan pencegahan agar
tidak mengalami kelainan ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung
jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah
jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur.

2.1.1 Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi
alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolism kalsium, mineral dan
organ hemopoetik. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah
mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium
dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun

5
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organic tulang disebut juga
sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku
dan memberikan ketegangan tinggi pada tulang. Materi organik lain yang
juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
1. Tulang Tengkorak. Tulang-tulang tengkorak merupakan tulang yang
menyusun kerangka kepala. Tulang tengkorak tersusun atas 8 buah
tulang yang menyusun kepala dan empat belas tulang yang menyusun
bagian wajah. tulang tengkorak bagian kepala merupakan bingkai
pelindung dari otak.
Tulang tengkorak bagian kepala terdiri dari:
a. bagian parietal: tulang dahi
b. bagian temporal: tulang samping kiri kanan kepala dekat telinga
c. bagian occipitas: daerah belakang daritengkorak
d. bagian spenoid: berdekatan dengan tulang rongga mata, seperti
tulang baji
e. bagian ethmoid: tulang yang menyususn rongga hidungSendi yang
terdapat diantara tulang-tulang tengkorak merupakan sendi mati yang
disebut rahang bawah: menempel pada tulang tengkorak sutura.
Tulang tengkorak bagian wajah terdiri dari:
a. Bagian temporal. Hal tersebut merupakan satu-satunya hubungan
antar tulang dengan gerakan yang lebih bebas.
b. Rahang bawah: menyusun sebagian dari hidung, dan langit-langit.
c. Palatinum (tulang langit- langit): menyusun sebagian dari rongga
hidung dan bagian atas dari atap rongga mulut.
d. zigomatik: tulang pipi.
e. tulang hidung.
f. Tulang lakrimal: sekat tulang hidung.
2. Tulang dada
a. Tulang hulu / manubrium, terletak di bagian atas dari tulang dada,
tempat melekatknya tulang rusuk yang pertama dan kedua

6
b. Tulang badan / gladiolus, terletak dibagian tengah, tempat
melekatnya tulang rusuk ke tiga sampai ke tujuh, gabungan tulang
rusuk ke delapan sampai sepuluh.
c. Tulang taju pedang / xiphoid process, terletak di bagian bawah dari
tulang dada. Tulang ini terbentuk dari tulang rawan

3. Tulang Rusuk
a. Tulang rusuk sejati berjumlah tujuh pasang. Tulang-tulang rusuk ini
pada bagian belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang
sedangkan ujung depannya berhubungan dengan tulang dada dengan
perantaraan tulang rawan.
b. Tulang rusuk palsu berjumlah 3 pasang. Tulang rusuk ini memiliki
ukuran lebih pendek dibandingkan tulang rusuk sejati. Pada bagian
belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang sedangkan
ketiga ujung tulang bagian depan disatukan oleh tulang rawan yang
melekatkannya pada satu titik di tulang dada.
c. Rusuk melayang berjumlah 2 pasang. Tulang rusuk ini pada ujung
belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang, sedangkan
ujung depannya bebas.
d. Tulang rusuk memiliki beberapa fungsi diantaranya 1). melindungi
jantung dan paru-paru dari goncangan. 2). melindungi lambung,
limpa dan ginjal. 3). membantu pernapasan.
4. Ruas-ruas tulang belakang. Ruas-ruas tulang belakang disebut juga
tulang belakang disusun oleh 33 buah tulang dengan bentuk tidak
beraturan. Ke 33 buah tulang tersebut terbagai atas 5 bagian yaitu:
a. 7 Ruas pertama disebut tulang leher. ruas pertama dari tulang leher
disebut tulang atlas, dan ruas kedua berupa tulang pemutar atau
poros. bentuk dari tulang atlas memungkinkan kepala untuk
melakukan gerakan atau goyangan "ya" atau goyangan "tidak"

7
b. 12 ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-ruas tulang
punggung pada bagian kiri dan kanannya merupakan tempat
melekatnya tulang rusuk.
c. 5 ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang
pinggang lebih besar dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas
tulang pinggang menahan sebagian besar berat tubuh dan banyak
melekat otot-otot.
d. 5 ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu, berbentuk
segitiga terletak dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
e. Bagian bawah dari ruas-ruas tulang belakang disebut tulang ekor
(coccyx), tersusun atas 3 sampai dengan 5 ruas tulang belakang yang
menyatu dengan ruas-ruas tulang belakang berfungsi untuk
menegakkan badan dan menjaga keseimbangan. Menyokong kepala
dan tangan, dan tempat melekatnya otot, rusuk dan beberapa organ.
5. Tulang anggota gerak atas (extremitas superior) Tulang penyusun
anggota gerak atas tersusun atas:
a. Humerus (tulang lengan atas). Termasuk kelompok tulang panjang
/pipa, ujung atasnya besar, halus, dan dikelilingi oleh tulang belikat.
pada bagian bawah memiliki dua lekukan merupakan tempat
melekatnya tulang radius dan ulna
b. Radius dan ulna (pengumpil dan hasta). Tulang ulna berukuran lebih
besar dibandingkan radius, dan melekat dengan kuat di humerus.
Tulang radius memiliki kontribusi yang besar untuk gerakan lengan
bawah dibandingkan ulna.
c. Karpal (pergelangan tangan). Tersusun atas 8 buah tulang yang saling
dihubungkan oleh ligamen
d. Metakarpal (telapak tangan). Tersusun atas lima buah tangan. Pada
bagian atas berhubungan dengan tulang pergelangan tangan,
sedangkan bagian bawah berhubungan dengan tulang-tulang jari
(palanges)

8
e. Palanges (tulang jari-jari). Tersusun atas 14 buah tulang. Setiap jari
tersusun atas tiga buah tulang, kecuali ibu jari yang hanya tersusun
atas 2 buah tulang.
6. Tulang anggota gerak atas (ekstremitas inferior). Tulang anggota gerak
bawah disusun oleh tulang:
a. Femur (tulang paha). Termasuk kelompok tulang panjang, terletak
mulai dari gelang panggul sampai ke lutut.
b. Tibia dan fibula (tulang kering dan tulang betis). Bagian pangkal
berhubungan dengan lutut bagian ujung berhubungan dengan
pergelangan kaki. Ukuran tulang kering lebih besar dinandingkan
tulang betis karena berfungsi untuk menahan beban atau berat tubuh.
Tulang betis merupakan tempat melekatnya beberapa otot
c. Patela (tempurung lutut). Terletak antara femur dengan tibia, bentuk
segitiga. patela berfungsi melindungi sendi lutut, dan memberikan
kekuatan pada tendon yang membentuk lutut
d. Tarsal (Tulang pergelangan kaki). Termasuk tulang pendek, dan
tersusun atas 8 tulang dengan salah satunya adalah tulang tumit.
e. Metatarsal (Tulang telapak kaki). Tersusun atas 5 buah tulang yang
tersusun mendatar.
f. Palanges (tulang jari-jari tangan). Tersusun setiap jari tersusun atas 3
tulang kecuali tulang ibu jari atas 14 tualng.

Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :

a. Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk


tubuh.
b. Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh
kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat
padanya.
c. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain.

9
d. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit
dalam sumsum merah tulang tertentu.
2.2. Definisi
A. Lordosis
Lordosis adalah penekanan kearah dalam kurvatura servikal lumbal
melebihi batas fisiologis. Lordosis kongenital ada kondisi klinik sedikit
didapatkan biasanya deformitas bersifat progresif (Helmi, 2013).

Lordosis adalah kecekungan lengkungan vertebra lumbal dan


servikal kearah depan ketika dilihat dari samping (Dorlan, 2012).
B. Kifosis
Kifosis kongenital merupakan kondisi kelainan kongenital dengan
angulasi konveks yang bertambah secra tidak normal pada kurvatura tulang
torakal. Kondisi kifosis kingenital memang kondisi yang jarang terjadi,
tetapi bila kondisi ini tidak diberikan intervensi akan meningkatkan resiko
paraplegi. Kifosis kongenital terdiri dari dua
tipe, yaitu tipe defek pada segmen tulang
belakang, dan tipe defek deformasi (Helmi,
2013).
Penyakit Scheuermann adalah suatu
keadaan yang ditandai dengan nyeri
punggung dan adanya bonggol di punggung

10
(kifosis).
Kifosis adalah suatu
kelainan bentuk pada tulang
belakang yang bisa terjadi
akibat trauma, gangguan
perkembangan atau penyakit
degeneratif. Kifosis pada masa remaja juga disebut penyakit Scheuermann
(Aditya, 2000).

C. SKOLIOSIS

Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis


tengah atau terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral
(Suratun, 2008).
Kongenital skoliosis adalah suatu kondisi perubahan kurvatura spina
kearah lateral yang disebabkan oleh anomali dari perkembangan tulang
belakang (Helmi, 2013).
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana
terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan.
Kelainan skoliosis ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila
diamati lebih jauh sesungguhnya terjadi perubahan yang luar biasa pada

11
tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga
dimensi, yaitu perubahan sturktur penyokong tulang belakang seperti
jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya (Rahayussalim, 2007).

2.3. Klasifikasi
A. Lordosis
Tidak terdapat klasifikasi khusus.
B. Kifosis
Kifosis kongenital terdiri dari dua tipe, yaitu tipe defek pada segmen
tulang belakang, dan tipe defek deformasi.
a) Defek pada segmen tulang belakang sering terjadi pada midtoraks
atau region torakolumbal dan bisa melibatkan 2-8 segemen tulang
belakang, karakteristik berupa deformitas angualsi gibus dan
lancip. Paraplegi jarang terjadi, tetapi secra klinik didapatkan
adanya nyeri punggung bawah, (LBP) yang disebabkan adanya
kompensasi heperlordosis lumbal. Secara umum penyebab kondisi
ini adalah osofikasi progresif pada ruang diskus anterior.
b) Defek formasi sering terjadi dan biasanya satu level, walaupun
kondisi defek multiple bisa juga terjadi. Defek formasi hampir
selalu bersifat anterior yang menghasilakan kifosis atau bisa juga
dalam kondisi anterolateral disertai sudut posterior dari
hemivertebra yang mengahsilakn kifoskoliosis. Secara umum
penyebab kondisi ini adalah progresif umum apabila dan apabila
tidak mendapatkan pengobatan akanmeningkatkan resiko
paraplegi. Paraplegi bisa terjadi pada anak yang lebih muda, tetapi
sering terjadi pada masa sekolah. Kifosis tidak mendapatkan
pengobatan akan mengalami tekanan kuat akibat pertumbuhan atau
mungkin akibat suatu trauma ringan sehungga menimbulkan
paraplegi.

12
Kifosis dapat terjadi sekunder terhadap penyakit seperti tuberkolosis kronik,
osteodistrofi, atau fraktur kompresi tulang torakal. Bentuk kifosis yang paling umum
adalah postural. Anak-anak khususnya selama masa pertumbuhan tulang rangka
melebihi pertumbuhan otot, rentan terhadap kifosis normal yang berlebihan. Posisi
berdiri dan duduk yang tidak normal adalah salah satu penyebabnya. Hal ini terutama
lazim dialami oleh gadis remaja yang dengan sengaja mengambil postur
membungkuk sambil melingkarkan bahu dalam upaya menyembunyikan payudara
mereka yang baru tumbuh.

C. Skoliosis
Klasifikasi skoliosis sebagai berikut:
1. Skoliosis congenital. Kelainan sudah ada sejak lahir
2. Skoliosis didapat. Kelainan tidak ada sejak lahir,tetapi berkembang
padaa masa berikutnya
3. Skoliosis idiopatik. Jenis ini lebih umum biasanya berkembang pada
masa remaja.
4. Skoliosis fungsional. Kelainan ini berkaitan dengan postural atau
nonstructural dan berkembang dari pengaruh postur yang temporer
(sementara) mudah di perbaiki.
5. Skoliosis structural. Perubahan pada struktur tulang belakang karena
sebab yang bervariasi.
6. Skoliosis paralitik. Kelainan jenis ini berkembang menyertai penyakit
neurologis seperti poliomeilitis (Suratun, 2008).
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan bukan struktural.
1. Skoliosis struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel (tidak dapat di perbaiki) dan
dengan rotasi dari tulang punggung. Komponen penting dari
deformitas itu adalah rotasi vertebra, processus spinosus memutar
kearah konkavitas kurva. 3 bentuk skosiliosis struktural yaitu :

13
a. Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1) Infantile: dari lahir-3 tahun.
2) Anak-anak: 3 tahun – 10 tahun .
3) Remaja: Muncul setelah usia 10 tahun (usia yang paling
umum)
b. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan
malformasi satu atau lebih badan vertebra.
c. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit
neuromuskuler (seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi
muskuler) yang secara langsung menyebabkan deformitas.
2. Skoliosis nonstruktural (Postural)
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk
semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada
skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai
kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang,
misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat
kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka
kurva tersebut menghilang.
Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis:
a. Functional: Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun
suatu lekukan abnormal berkembang karena suatu persoalan
ditempat lain didalam tubuh. Ini dapat disebabkan oleh satu kaki
adalah lebih pendek daripada yang lainnya atau oleh kekejangan-
kekejangan di punggung.
b. Neuromuscular: Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika
tulang-tulang dari spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine
gagal untuk membentuk sepenuhnya, atau mereka gagal untuk
berpisah satu dari lainnya. Tipe scoliosis ini berkembang pada
orang-orang dengan kelainn-kelainan lain termasuk kerusakan-

14
kerusakan kelahiran, penyakit otot (muscular dystrophy), cerebral
palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu dilahirkan,
ia disebut congenital. Tipe scoliosis ini seringkali adalah jauh lebih
parah dan memerlukan perawatan yang lebih agresif daripada
bentuk-bentuk lain dari scoliosis.
c. Degenerative: Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang
ditemukan pada anak-anak dan remaja-remaja, degenerative
scoliosis terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan
oleh perubahan-perubahan pada spine yang disebabkan oleh
arthritis. Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan
lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan spur-spur
tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari
spine yang abnormal.
d. Lain-Lain: Ada penyebab-penyebab potensial lain dari scoliosis,
termasuk tumor-tumor spine seperti osteoid osteoma. Ini adalah
tumor jinak yang dapat terjadi pada spine dan menyebabkan
nyeri/sakit. Nyeri menyebabkan orang-orang untuk bersandar pada
sisi yang berlawanan untuk mengurangi jumlah dari tekanan yang
diterapkan pada tumor.Ini dapat menjurus pada suatu kelainan
bentuk spine.
Klasifikasi dari derajat kurva scoliosis
1. Scoliosis ringan: kurva kurang dari 20º. Tidak begitu serius, tidak
memerlukan tindakan dan hanya dilakukan monitoring)
2. Scoliosis sedang: kurva 20º – 40º/50º. Mulai terjadi perubahan
struktural vertebra dan costa.
3. Scoliosis berat: lebih dari 40º/50 º. Berkaitan dengan rotasi vertebra
yang lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif,
dapat menimbulkan penekanan pada paru, pernafasan yang tertekan,
dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru dapat berkurang
sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan terhadap

15
fungsi jantung dan pada sudut lebih dari 60º - 70º terjadi gangguan
fungsi kardiopulmonal bahkan menurunnya harapan hidup.

2.4. Etiologi
A. Lordosis
1. Kesalahan posisi duduk yang menyebabkan kelainan pada tulang
belakang.
2. Kongenital.
B. Kifosis
Kifosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang bisa
terjadi akibat trauma, gangguan perkembangan atau penyakit degeneratif.
Kifosis pada masa remaja juga disebut penyakit Scheuermann. Penyebab
dari penyakit Scheuermann tidak diketahui. Penyakit ini muncul pada
masa remaja dan lebih banyak menyerang anak laki-laki.
C. Skoliosis
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu
kelainan dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk
yang menyatu
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot
atau kelumpuhan akibat penyakit berikut:
a. Cerebral palsy
b. Distrofi otot
c. Polio
d. Osteoporosis juvenile
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui

16
2.5. Patofisiologi
A. Lordosis
Kelainan tulang belakang disebabkan oleh banyak factor diantaranya adalah
idiopatik, kongenital, posisi duduk yang salah serta cara mengangkat beban yang
salah.
Kelainan ini dapat terjadi kongenital apabila terdapat gangguan pembentukan
tulang belakang atau adanya pembentukan yang abnormal pada saat dalam
kandungan. Kelainan ini biasanya terjadi pada minggu ke-5 kehamilan. Sehingga
pada saat bayi lahir maka terdapat kelainan pada tulang belakangnya.
Selain akibat kelainan selama masa kehamilan, kelainan ini juga disebabkan
oleh posisi duduk yang salah dan berlangsung terus menerus terutama selama
masa pertumbuhan berlangsung. Oleh karena itu, jika kelainan ini terjadi di masa
pertumbuhan maka pengobatan secepatnya harus dilakukan agar postur tubuh
kembali normal.
Kelianan tulang belakang ini juga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
karena kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan. Sehingga dapat terjadi
pembatasan gerak pada penderitanya.

B. Kifosis
Penyakit neuromuskuler, ataupun tumor di tulang belakang juga bisa
menyebabkan kelainan pada tulang belakang. Mengangkat beban yang berat
namun tidak dalam posisi yang tidak sesuai dengan posisi anatomis juga dapat
menyebabkan kelainan pada tulang belakang akibat penarikan tulang belakang
yang terjadi terus-menerus.
Akibat adanya kelainan ini, maka dapat mengganggu system dalam tubuh.
Kelainan ini dapat menyebabkan penekanan pada rongga thoraks sehingga
penderita dapat mengurangi ekspansi paru dan pemasukan O2 dalam tubuh dapat
semakin sedikit.
Selain menekan paru, penekanan pada rongga thoraks juga dapat menekan
jantung sehingga jantung tidal dapat memompa darah secara maksimal. Hal ini

17
juga dapat menyebabkan aliran O2 ke seluruh sel tubuh tidak terpenuhi sehingga
juga bisa mengganggu proses metabolisme dan perkembangan.
Kelainan ini juga dapat menekan lambung sehingga lambung mudah penuh
dan menyebabkan mual karena asam lambung mudah penuh dan refluks. Hal ini
dapat menyebabkan penderita tidak nafsu makan sehingga asupan nutrisi dalam
tubuhnya juga berkurang.

C. Skoliosis
Skoliosis dapat terjadi hanya pada daerah tulang spinalis atau termasuk
rongga tulang spinal. Lengkungan dapat berbentuk S atau C. Derajat lengkungan
penting untuk diketahui, karena hal ini dapat menentukan jumlah tulang rusuk
yang mengalami pergeseran. Pada tingkat rotasi lengkungan yang cukup besar
mungkin dapat menekan dan menimbulkan keterbatasan pada organ penting yaitu
paru-paru dan jantung.
Aspek paling penting dalam terjadinya deformitas (kelainan) adalah
progresivitas pertumbuhan tulang. Dengan terjadinya pembengkokan tulang
vertebrata ke arah lateral disertai dengan rotasi tulang tulang belakang, maka
akan diikuti dengan perubahan perkembangan sekunder pada tulang vertebrata
dan iga. Oleh karena adanya gangguan pertumbuhan yang bersifat progresif,
disamping terjadi perubahan pada vertebrata, juga terjadi perubahan pada tulang
iga, dimana bertambahnya kurva yang menyebabkan deformitas tulang iga
semakin jelas. Tulang iga turut berputar dan menimbulkan deformitas berupa
punuk iga (Rib Hump).
Pada Kanalis Spinalis terjadi perdorongan dan penyempitan Kanalis
Spinalis oleh karena terjadi penebalan dan pemendekan Lamina pada sisi
Konkaf.
Keseimbangan lengkungan juga penting, karena ini mempengaruhi
stabilitas dari tulang belakang dan pergerakan pinggul. Perubahan yang penting
dalam keseimbangan dapat memengaruhi gerak jalan.

18
2.6. Manifestasi Klinis
A. Lordosis
Gejala yang timbul akibat lordosis berbeda-beda untuk tiap orang.
Gejala lordosis yang paling sering adalah penonjolan bokong. Gejala lain
bervariasi sesuai dengan gangguan lain yang menyertainya seperti distrofi
muskuler, gangguan perkembangan paha, dan gangguan neuromuskuler.
Nyeri pinggang, nyeri yang menjalar ke tungkai, dan perubahan pola
buang air besar dan buang air kecil dapat terjadi pada lordosis, tetapi
jarang. Jika terjadi gejala ini, dibutuhkan pemeriksaan lanjut oleh dokter.
Selain itu, gejala lordosis juga seringkali menyerupai gejala gangguan
atau deformitas tulang belakang lainnya, atau dapat diakibatkan oleh
infeksi atau cedera tulang belakang
B. Kifosis
Gejalanya berupa:
1. Nyeri punggung yang menetap tetapi sifatnya ringan
2. Kelelahan
3. Nyeri bila ditekan dan kekakuan pada tulang belakang
4. Punggung tampak melengkung
5. Lengkung tulang belakang bagian atas lebih besar dari normal.
C. Skoliosis
Gejalanya berupa:
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2. Bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari
60°) bisa menyebabkan gangguan pernafasan.

19
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke
kanan dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok
ke kiri; sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan
juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.

20
Efek penyakit lain.
Misal TB paru

2.7. WOC
Neuromuskular Idiopatik Kebiasaan buruk
Kongenital (posisi duduk yg Menyerang apeks paru
salah, posisi tidur,
Saraf lemah / lumpuh mengangkat benda
Proses oogenesis, pembentukan berat) Batuk-batuk dalam
tulang belakang tdk sempurna waktu yg lama
(minggu ke-5 kehamilan ) Otot melemah dlm menjaga
keseimbangan posisi ruas T.
Ekspansi paru ↓
Belakang Ekspansi paru menurun
Kelainan pada
z
tulang belakang
Ketidakseimbangan pd ruas T. Terjadi terus menerus Kompensasi: retraksi
belakang lebih kuat

T. belakang bengkok ke T. belakang bengkok Terjadi terus-menerus


arah lateral ke arah lateral, depan,
dan belakang
Kelainan pada tulang belakang

LORDOSIS KIFOSIS SKOLIOSIS

T. belakang bengkok ke arah Mengubah susunan Kelainan pada tulang


lateral, depan, dan belakang ruas tulang belakang Kurang terpajan belakang
informasi

v menekan
T. rusuk Struktur ruas2 T. Persepsi bentuk tubuh klien Perubahan bentuk
paru dan diafragma belakang tdk simetris MK : kurang berbeda dgn keadaan normal tulang belang
pengetahuan

Ekspansi paru ↓ 21
Penekanan pd Klien malu akan Kesulitan untuk
Suplai O2 bentuk tubuhnya
daerah vertebrae mengkoordinasikan
dalam tubuh ↓
gerakan

Menekan diskus MK: Gangguan citra


Frekuensi
intervertebralis tubuh MK : Hambatan
napas ↓
mobilitas fisik

Diskus menekan
Sesak napas syaraf

MK: Merangsang
Ketidakefektifan pola pusat nyeri
nafas

MK: Nyeri akut

22
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
A. Lordosis

Untuk membedakannya dilakukan beberapa pemeriksaan seperti :


1. Sinar X. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur dan menilai
kebengkokan, serta sudutnya.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
3. Computed tomography scan (CT Scan)
4. Pemeriksaan darah

B. Kifosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik
(lengkungan punggung yang abnormal). Juga dilakukan pemeriksaan
neurologis (saraf) untuk mengetahui adanya kelemahan atau perubahan
sensasi).
Rontgen tulang belakang dilakukan untuk mengetahui beratnya
lengkungan tulang belakang.

C. Skoliosis
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk
membungkuk ke depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan
yang terjadi. Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai
kekuatan, sensasi atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai.
Cara pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan
posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini
akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh
kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi
membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal.

23
Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer
tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh
lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura >
200 pada pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga
memerlukan evaluasi yang lanjut.
2. Rontgen tulang belakang
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh
terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk
menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas
skeletal dengan metode Risser. Kurva structural akan memperlihatkan
rotasi vertebra, pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang
mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah;
ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri
vertebra diperoleh kembali.
Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak
lurus dari akhir inferior vertebra paling bawah.Perpotongan kedua
garis ini membentuk suatu sudut yang diukur.
Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting
karena kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan
pematangan kerangka yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami
penulangan segera setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan
jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya
minimal. Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser, dimana
ossifikasi pada apofisis iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior
superior (SIAS) ke posteriormedial.Tepi iliaka dibagi kedalam 4
kuadran dan ditentukan kedalam grade 0 sampai 5. Derajat Risser
adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi

24
grade 1 : penulangan mencapai 25%,
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
grade 4 : penulangan mencapai 76%
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
3. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )
4. Mielografi untuk melihat kondisi kolumna vertebralis dan rongga
intervertebra, saraf spinal,dan pembuluh darah.
5. Computed tomography untuk mendeteksi masalah musculoskeletal
terutama kolumna vertebralis.

2.9. Pengobatan
A. Lordosis
Untuk lordosis kongenital :
Penatalaksaan sepenuhnya dengan intervensi bedah. Intervensi
konsevatif pada lordosis kongenital tidak bisa dilakukan jarna kondisi ini
bersifat progresif. Intervensi bedah bisa dilakukan secara fusi anterior dan
bedah koreksi. Fusi anterior biasa dilakukan pada anak yang lebih
muda,sebelum progresifitas berkembang lebih jauh. Intervensi ini
termasuk eksisi diskus, pengangkatan kartilago, dan pucking dari luar
diskus. Bedah koreksi dilakukan bila terdapat kondisi deformitas luas dan
biasanya sudah mengganggu fungsi pefrnafasan. (Helmi, 2013)
Pengobatan lordosis secara umum :
Tujuan pengobatan lordosis adalah menghentikan semakin
membengkoknya tulang belakang dan mencegah deformitas (kelainan
bentuk). Penatalaksanaan lordosis tergantung pada penyebab lordosis.
Latihan untuk memperbaiki sikap tubuh dapat dilakukan jika lordosis
disebabkan oleh kelainan sikap tubuh. Lordosis yang terjadi akibat
gangguan paha harus diobati bersama dengan gangguan paha tersebut.

25
Salah satu pengobatan lordosis dengan menggunakan brace agar bentuk
tubuh kembali ergonomis.

Brace yang digunakan untuk memperbaiki posisi anatomis pada pasien dengan
lordosis

B. Kifosis
Untuk kifosis kongenital :
1. Konservatif
Selama ini tidak ada intervensi konservatif yang dapat
mengobati kifosis kongenital, intervensi ini termasuk korset adalah

26
intervensi yang tidak optimal. Secara histori penatalaksanaan
konservatif umumnya memiliki prognosis yang jelek, sehingga
pengobatan untuk kifosis kongenital hanya dilakukan dengan
pembedahan.

2. Terapi bedah
1. Defek formasi
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah
paraplegi.jika defek didapatkan pada usia lebih muda dari lima
tahun dan kifosis dengan derajat <500, maka intervensi fusi
posterior dilakukan.pasca bedah anak ditempatkan dalam
posisi hiperekstensi dengan menggunakan gips, serta tidak
menggunakan ambulasi selama 3-4bulan.pada anak usia <18
bulan atau didapatkan pseudoatrosis, untuk mendapatkan hasil
yang optimal, maka secra umum akan dilakukan eksploratif
rutin dan graf augmentation selama 4-6 bulan.
Pada anak dengan deformitas>500 atau usia
>5tahun,intervensi kombinasi artrodesis anterior dan posterior
dilakukan. Fusi anterior dilakukan terlebih dahulu yang
dilakukan dengan reseksi radikal pada ligamen longitudinal
anterior. Jika memungkinkan, sebuah distraktor dipasang pada
sepanjang kolumna anterior dan bone graft yang diambil dari
iga atau fibula ditempatkan pada sisi anterior untuk pencapaian
tinggi yang seimbang.
Pasien dengan komplikasi deficit neurologis harus
dipantau dengan MRIuntuk mengatahu saluran spinal. Pada
kondisi pasien dengan deficit neurologis minor yang
berhubungan dengan kifosis dkongenital (menampilkan klinis
seperti refleks hiperaktif dan babinsky positif, tanpa disertai
hilangnya fungsi kandung kemih), tidak perlu intervensi

27
dekompresi spinal. Fusi anterior dan posterior harus
dilaksanakan seperti diuraikan sebelumnya dan deficit yang
mengenai saraf akan menghilang lenyap secara berangsung-
angsur ketika saluran yang mengenai tulang belakang telah
diperbaiki dan area telah distabilkan.
2. Defek segmen
Pemilihan penatalaksaan sangat bergantung pada
kondisi deformitas yang terjadi. Jika didapatkan pada masa
awal, maka defek segmen akan dapat diatasi dengan fusi
posterior. (Helmi, 2013)

Untuk pengobatan kifosis secara umum :


Kasus yang ringan dan non-progresif bisa diatasi dengan
menurunkan berat badan (sehingga ketegangan pada punggung
berkurang) dan menghindari aktivitas berat.
Jika kasusnya lebih berat, kadang digunakan brace
(penyangga) tulang belakang atau penderita tidur dengan alas tidur
yang kaku/keras.
Jika keadaan semakin memburuk, mungkin perlu dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki kelainan pada tulang belakang.

28
Brace yang digunakan pada pasien dengan kifosis

C. Skoliosis
1. Postural skoliosis dapat di perbaiki dengan latihan postural dan latihan
yang di kombinasi dengan traksi (mis,traksi kotrel).
2. Skoliosis dengan lengkungan fleksibel (kurang dari 40 derajat) dan
pasien kooperatif. Pemasangan brace di kombinasikan dengan latihan
cukup untuk memperbaiki kelainan.
3. Pembedahan untuk meluruskan kembali dan menyatukan vertebra.
Jika lengkungan lebih dari 40 derajat dan /atau bracing tidak
diperlukan biasanya diselesaikan dengan penanaman tulang dan
pamakaian alat atau instrumentasi batang berington, duyer dan luque.
(Suratun, 2008)

Brace yang digunakan pada pasien dengan skoliosis

Sedangkan untuk scoliosis kongenital :


1. Konservatif

29
Observasi, monitoring dan evaluasi terhadap progresifitas
harus dilakukan secara komprehensif. Intervensi dengan penggunaan
alat ortotik dilakukan sesuai dengan derajat deformitas.

2. Intervensi bedah
Merupakan pengobatan paling efektif untuk mengatasi
skoliosis congenital,bedah koreksi dilakukan untuk mencegah
progresifitas terutama apabila dengan penatalaksanaan ortotik tidak
tidak menurunkan progresifitas secra optimal . intervensi bedah
dilakukan sesuai derajat dari skoliosis. Intervensi tersebut meliputi
hal-hal berikut:
1. Convex growth arrest
2. Posterior fusion
3. Combined anterior and posterior fusion
4. Hemivertebra excision
5. Vertebrectomy (Helmi, 2013)

2.10. Komplikasi
1. Resiko gagal napas akut akibat perubahan struktur tulang belakang
yang berubah sehingga menekan paru-paru.
2. Resti paraplegi, akibat penekanan syaraf yang berada di tulang
belakang, terutama pada lordosis.
3. HNP akibat penekanan diskus vertebralis.

2.11. Pencegahan
1. Jaga posisi duduk yang benar sejak dini
2. Jaga asupan nutrisi selama hamil
3. Penanganan secara dini agar tidak terjadi komplikasi
4. Jangan membawa beban terlalu berat dengan posisi yang salah

30
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1Anamnesa
A. Data demografi
Data tentang identiras pribadi pasien (nama, umur, tempat/tanggal lahir, no.
rekam medic, pekerjaan, dll)
B. Keluhan utama
Catat keluhan utama pasien. Misalnya pasien mengeluhkan nyeri di bagian
punggung
C. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan bagaimana proses terjadinya keluhan utama (waktu, prognosis,
jenis nyeri, mulai kapan dirasakan, bagaimana tindakan yang dilakukan, dll)
D. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah pasien pernah mengalami trauma, pernah MRS (jika ya
dengan diagnose medis apa), apakah ada riwayat operasi
E. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah dalam anggota keluarganya memiliki riwayat penyakit
sejenis, atau penyakit yang berhubungan dengan muskuluskeletal
F. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Kaji bagaimana emosi pasien (cemas/ tidak), kaji bagaimana kemampuan
untuk melakukan kewajian dalam beribadah (terganggu atau tidak)
Pemeriksaan Fisik
Data subjektif:
1. Pakaian tidak pas atau mengantunag.
2. Pasien bernapas tidak leluasa.
3. Pasien mengeluh kesulitan dalam bergerak
4. Pasien mempunyai perasaan negatif terhadap dirinya.
Data objektif
1. Tulang belakang melengkung ke lateral, anterior, posterior

31
2. Cara berjalan tidak seimbang.
3. Postur tubuh miring ke samping, ke depan atau ke belakang
4. Keterbatasan kemampuan untuk bangkit dari kursi.
5. Ketinggian bahu tidak sama pada scoliosis
6. Kesulitan untuk meluruskan badan pada kifosis
Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
c. Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.cara
berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

32
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yanglebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanyaedema.Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
3.1.2 Diagnosis keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penekaan paru. (lordosis,
kifosis dan skoliosis)
2. Nyeri punggung akut yang berhubungn dengan posisi tubuh yang mengalami
perubahan (lordosis, kifosis dan skoliosis)
3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan postur tubuh yang tidak
seimbang (lordosis, kifosis dan skoliosis)
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya. (lordosis, kifosis, dan skoliosis)
5. Gangguan citra tubuh atau konsep diri yang berhubungan dengan postur tubuh
yang miring ke lateral. (lordosis, kifosis, dan skoliosis)
3.1.3 Intervensi dan implementasi keperawatan
Diagnose 1
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penekana paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pola napas efektif
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi napas normal 16-24x/menit
2. Irama napas teratur
3. Bunyi napas vesikuler
4. Sesak (-)
Intervensi Rasional
Mandiri: Atur posisi tidur semi-fowler Posisi semifowler memaksimalkan
untuk meningkatkan ekspansi paru. ekspansi paru.
Auskultasi dada untuk mendengarka Pemantauan ketat untuk mengantisipasi

33
bunyi napas setiap 2 jam. adanya bunyi napas tambahan.

HE: Bantu dan ajarkan pasien Napas dalam berfungsi untuk


melakukan napas dalam-dalam setiap 1 memaksimalkan pemasukan O2 ke dalam
jam. tubuh
Observasi: Kaji status pernapasan setiap Untuk mengetahui seberapa berat
4 jam. gangguan pernapasan pada pasien
Pantau tanda vital setiap 4 jam. TTV merupakan indicator penting
mengenai status kesehatan pasien

Diagnose 2
Nyeri akut (punggung) yang berhubungan dengan perubahan posisi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x60 menit nyeri
berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
1. Skala nyeri 0-3
2. Tidak tampak grimace
3. Wajah tenang dan rileks
4. Klien mampu beristirahat dengan normal
Intervensi Rasional
Mandiri: Atur posisi yang dapat Posisi yang nyaman dapat meburangi
meningkatkan rasa nyaman. tingkat nyeri yang dirasakan pasien
Pertahankan lingkungan yang tenang Lingkungan yang tenang akan
untuk untuk meningkatkan kenyamanan. menenangkan pikiran seseorang sehingga
mengalihkan konsentrasi dan mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan
HE: Ajarkan relaksasi dan teknik Pengalihan konsentrasi dapat mengurang

34
distraksi untuk mengalihkan perhatian, nyeri yang dirasakan
sehingga mengurangi nyeri.
Ajarkan dan anjurkan pemakain brace Brace digunakan untuk memfiksasi agar
untuk mengurangi nyeri saat aktivitas. posisi tulang belakang sesuai dengan
posisi anatomis
Anjurkan latihan postural secara rutin Perbaikan posisi tubuh untuk mengurangi
untuk memperbaiki posisi tubuh. penekanan pada salah satu sisi agar nyeri
tidak dirasakan terlalu hebat
Kolaborasi: dalam pemberian analgetik Analgetik untuk mengurangi nyeri pada
untuk meredakan nyeri. pasien
Observasi: Kaji tipe intensitas,dan lokasi Untuk mengetahui tingkat dan jenis nyeri
nyeri. dan menentukan tindakan selanjutnya

Diagnose 3
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan postur tubuh yang tidak
seimbang dan adanya rasa nyeri.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam meningkatkan
mobilitas fisik.
Kriteria hasil :
1. Pasien mampu melakukan latihan rentang gerak yang adekuat
2. Pasien mampu mobilisasi mandiri
3. Pasien mampu turut serta melakukan proses perawatan
Intervensi Rasional
Mandiri: Tingkatkan aktivitas jika nyeri Peningkatan aktivitas dilakukan untuk
berkurang. melatih kekakuan otot/sendi
Libatkan dalam melakukan perawatan Pasien yang ikut dalam melakukan
diri. perawatan diri akan berusaha untuk bias
beraktivitas lebih banyak.

35
Tingkatan kembali ke aktivitas normal. Setelah peningkatan latihan ROM
dilakukan, pasien di latih untuk dapat
melakukan aktivitas normal secara
berangsur-angsur dan diawasi oleh
perawat dan keluarga agar mampu
memenuhi ADLnya.
HE: Bantu dan ajarkan latihan rentang ROM aktif digunakan agar pasien dapat
gerak sendi aktif. melatih anggota geraknya agar tidak
terjadfi kekakuan
Kolaborasi: Lakukan pemasangan brace Brace bertujuan mengembalikan posisi
atau korset anatomi pada tulang
Observasi: Kaji tingkat mobilitas fisik. Untuk mengetahui seberapa besar
ketidakmampuan memobilisasi fisik

Diagnose 4
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x24 jam pasien serta keluarga
pasien memahami tentang program pengobatan.
Kriteria hasil :
Keluarga pasien dan pasien mengetahui tentang penyakitnya dan dapat turt serta
dalam proses perawatan
Intervensi Rasional
Mandiri: Peragakan pemasangan dan Dengan memasang korset yang benar,
perawatan brace atau korset. maka pengetahuan pasien/ keluarga akan
bertambah
Tingkatkan kunjungan tindak-lanjut Kunjungan tingkat lanjut dengan dokter
dengan dokter. dilakuakan u tuk konsultasi lebih lanjut
mengenai penyakit yang diderita pasien.

36
HE: Jelaskan tentang penyakitnya. Pengertahuan tentang penyakitnya akan
membuat pasien lebih rasional dan
tenang menghadapi prognosis
penyakitnya
Tekankan pentingnya dan keuntungan Dengan mengetahui pentingnya
mempertahankan program latihan yang di melakukan prosedur pengobatan dan
anjurkan. latihan medis agar mempercepat prose
penyembuhan, maka pasien akan lebih
mematuhinya
Jelaskan tentang pengobatan: nama, Mengetahui fungi dari obat yang
jadwal, tujuan dosis dan efek diminumnya akan memberikan dorongan
sampingnya. agar pasien lebih bersemangat untuk
menjalani program pengobatan
Kolaborasi: Tingkatkan kunjungan Untuk lebih memahami dan mengetahui
tindak-lanjut dengan dokter informasi berkaitan dengan oenyakit
yang dialami saat ini

Diagnose 5
Gangguan citra tubuh atau konsep diri yang berhubungan dengan postur tubuh yang
berubah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x24 jam kepercayaandiri
meningkat
Kriteria hasil :
Harga diri pasien meningkat (pasien tidak merasa malu dengan keadaannya)
Intervensi Rasional
Mandiri: Anjurkan untuk Pegungkapan perasaan dan masalah akan
mengungkapkan perasaan dan mengurangi beban pikiran pasien
masalahnya.

37
Beri lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang mendukung dan tidak
mendeskriminasikan akan membuat
pasien memiliki rasa percaya diri
Bantu pasien untuk mengidentifikasi Mengajarkan kemampuan memecahkan
gaya koping yang positif. masalah akan membangkitkan rasa
percaya diri
Beri harapan yang realistik dan buat Berhasil mencapai suatu sasaran yang
sasaran jangka pendek untuk diinginkan akan meningkatkan rasa
memudahkan percapaian. percaya diri pada pasien tersebut
Beri penghargaan untuk tugas yang di Penghargaan akan membuat seseorang
lakukan. merasa lebih berarti
Beri dorongan untuk melakukan Dorongan dari orang terdekat akan
komunitas dengan orang terdekat dan memberikan motivasi pada pasien untuk
memerlukan sosialisasi dengan keluarga mau berbaur dengan masyrakat dan
serta teman. melupakan kelainan yang dimilikinya
Beri dorongan untuk merawat diri sesuai Pasien merasa berarti jika pasien tersebut
toleransi dapat merawat dirinya sendiri.
HE: Berikan motivasi terhadap pasien Dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
akan perubahan postur tubuh yang meningkatkan mental pasien
dialami bahwasannya keadaan ini masih
bisa diatasi
Kolaborasi: Lakukan pemasangan brace Brace bertujuan mengembalikan posisi
atau korset anatomi pada tulang

3.1.4 Evaluasi keperawatan

Setelah intervensi keperawatan, di harapkan:

1. Pola napas efektif


a. Menunjukkan bunyi napas yang normal
b. Frekuensi dan irama pernapasan teratur.

38
2. Nyeri hilang atau berkurang
a. Melaporkan tingkat nyeri yang dapat di terima.
b. Memperlihatkan tenag dan rileks.
c. Keseimbangan tidur dan istirahat.
3. Meningkatkan mobilitas fisik
a. Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
b. Melakukan mobilitas pada tingkat optimal.
c. Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan.
d. Meminta bantuan jika membutuhkan.
4. Pemahaman pengetahuan
a. Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan,
dan gejala kemajuan penyakitnya.
b. Memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan.
5. Meningkatkan harga diri
a. Mencari orang lain untuk membantu mempertahankan harga diri.
b. Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirinya.
c. Menggunakna keterampilan koping yang positif dalam mengatasi citra
tubuh.

39
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Lordosis adalah penekanan kearah dalam kurvatura servikal lumbal
melebihi batas fisiologis. (Helmi, 2013)
Penyakit Scheuermann adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
nyeri punggung dan adanya bonggol di punggung (kifosis).Kifosis adalah
suatu kelainan bentuk pada tulang belakang yang bisa terjadi akibat trauma,
gangguan perkembangan atau penyakit degeneratif. Kifosis pada masa
remaja juga disebut penyakit Scheuermann. (Aditya, 2000)
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis
tengah atau terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral.
(Suratun, 2008)
Banyak penyebab yang menyebabkan gangguan ini sangat umum
ditemukan, salah satunya adalah posisi duduk yang salah, kongenital,
neuromuskuler, dan sebagainya.
Penyakit/ kelainan ini dapat sembuh jika ditangan secara dini misalnya
dengan pemasangan brace, namun jika sudah terlambat untuk ditangani maka
memerlukan proses pembedahan. Selain itu, teknik pengobatan juga
tergantung dengan penyebab terjadinya kelainan tulang belakang tersebut.

3.2. SARAN
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan mengenai lordosis,
kifosis, dan scoliosis bagi masyarakat maupun mahasiswa keperawatan.
Diharapkan pencegahan agar kelainan ini tidak terjadi dapat dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari agar jumlah penderita kelainan ini semakin berkurang.

40
DAFTAR PUSTAKA
Suratun, dkk. 2008. Klien Gangguan Muskuloskeletal: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba Medika
http://anggaraaditya.wordpress.com/kelainan-pada-tulang-belakang/ Diakses
tanggal 06 September 2016 Pukul 21:19 pm

41

Anda mungkin juga menyukai