I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui jumlah sel ragi dengan menggunakan bilik hitung (Counting Chamber)
Hemasitometer adalah suatu alat yang terdiri dari sebuah slide mikroskop kaca
tebal dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. Ruangan ini
adalah diukir dengan laser-grid tergores garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan
hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini
juga dikenal. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam
suatu volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam
cairan secara keseluruhan. Perangkat ini awalnya dirancang untuk penghitungan sel
darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis
lainnya.
Hemasitometer terdiri dari beberapa kotak empat persegi besar dengan luas 1
mm2, sehingga volumenya 0,1 mm3 yang setara dengan 10-4 ml.Bila sel bakteri dihitung
pada kotak besar, maka jumlah sel yang didapat dikalikan 104 untuk mendapatkan
jumlah sel bakteri/ml. Ada 25 kotak berukuran medium di dalam kotak besar, dimana
kotak ini mempunyai panjang 0,2 mm, lebar 0,2 mm dan kedalaman 0,1 mm sehingga
memberikan volume 0,04 mm3 dan luas 0,04 mm2 yang ekuivalen dengan 1/25 kotak
besar. Setiap kotak berukuran medium dibagi menjadi 16 kotak persegi kecil. Sisi dari
persegi kecil panjangnya 50 mikrometer (0,05 mm). Jika di atas bagian atas tadi
diletakkan suatu kaca tutup maka terbentuklah suatu ruangan yang tingginya sama
dengan 0,1 mm. Sehingga tiap persegi kecil, mempunyai volume ruangan: 0,05 x 0,05
x 0,1 mm3 = 25.10-5 mm3
Jika di bawah kaca tutup tadi dimasukkan setetes suspensi ragi, maka dapat
dihitung jumlahnya dalam tiap persegi. Sehingga dapat dihitung jumlah sel dalam tiap
ml suspensi tersebut. Saat meletakkan kaca tutup di atas bilik hitung, bagian bawah dari
pinggir kaca tidak boleh basah, atau larutan yang dimasukkan ke dalam bilik hitung
berlebih, karena akan menyebabkan tinggi ruang hitung akan melebihi 0,1 mm. Untuk
menampung kelebihan cairan, maka pada sisi samping bilik hitung dibuat dua saluran
yang dalam. Pada bilik hitung model lama, saluran ini berbentuk lingkaran yang
melingkari bilik hitung. Sedangkan pda model baru, di dalam kaca objek dibuat dua
bilik hitung yang dipisahkan satu sama lain dengan saluran.
Alat
1. Bilik Hitung
2. Pipet Tetes
3. Mikroskop
Bahan
1. Suspensi Ragi
V. Data
VI. Analisis
Pada percobaan ini kami mengamati jumlah sel ragi dengan menggunakan bilik
hitung (Counting Chamber) , bilik hitung yang kami gunakan adalah Hemasitometer
yang biasa digunakan dalam perhitungan sel darah. Dalam melakukan percobaan, kami
diharuskan untuk menghitung jumlah sel ragi paling sedikit tiga kali pengulangan lalu
dihitung rata-rata. Hal ini bertujuan agar jumlah sel yang didapatkan dari hasil
pengamatan lebih akurat karena penglihatan mata manusia memiliki keterbatasan.
Selain itu, dalam pengisian bilik hitung dengan menggunakan pipet tetes perlu
diperhatikan bahwa penetasan harus searah, hanya perlu meneteskan suspensi ragi pada
salah satu sisi pinggir kaca tutup. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya gelembung
udara dalam bilik hitung. Jika terdapat gelembung udara, lebih baik untuk mengulang
pengisian bilik hitung, karena udara akan menyulitkan pengamatan saat menggunakan
mikroskop.
VII. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut:
http://www.hemocytometer.org/2013/04/09/counting-yeast-with-a-hemocytometer/
(diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.45)
http://bitesizebio.com/13687/cell-counting-with-a-hemocytometer-easy-as-1-2-3/
(diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.53)
https://eurekabrewing.wordpress.com/2012/08/03/yeast-basics-counting-yeast-cells/
(diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 22.12)
PERCOBAAN 16 : Metode Pengenceran dalam Standar Plate Count
I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan jumlah koloni dengan metose pengenceran dalam Standard Plate Count
Agar yang sudah encer didinginkan sampai sekitar 450C lalu dituang ke dalam
cawan petri yang terdapat volume tertentu sampel yang diencerkan. Setelah cawan
ditutup, kemudian digoyang ke beberapa arah untuk meratakan campuran medium dan
sampel, agar koloni dapat tumbuh dengan distribusi merata. Semua prosedur ini
dilakukan pada setiap pengenceran. Dimana penanaman pada cawan petri sebaiknya
dilakukan duplikat agar lebih akurat, kemudian sesudah diinkubasi satu malam, lalu
dihitung koloninya dengan colony counter.
Plate count atau viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel
mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah
ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah
diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau
dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut (Mikapin, 2012).
2. Turbidimetri
3. Hemasitometer
Alat
1. Kultur biakan bakteri Escherichia coli dalam tabung reaksi berumur 24-48 jam.
V. Data
Sumber : Kelompok 5
1. Cawan Petri II A
Sumber : Kelompok 6
3.Cawan Petri II B
4.Cawan Petri III A
VI. Analisis
Memungkinkan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti
pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.
Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara
30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan
penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni
akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni.
Metode pour plate, metode ini dilakukan dengan mengencerkan koloni bakteri
lalu dituangkan kedalam cawan petri baru dtuangkan pula medium agar yang masih
cair. Teknik ini akan menyebabkan mudah timbulnya spreader yaitu koloni yang
berbeda saling menumpuk. Hal ini bisa dihindari dengan membuat koloni tersebut lebih
encer lagi, sehingga pada saat dituang koloni yang ada hanya sedikit dan kemungkinan
ada spreadpun dapat dikurangi. Kekurangan yang lain dari metode ini adalah
kontaminan sulit dibedakan karena semuanya dituang secara homogeny. Hal ini dapat
dihindari dengan selalu bekerja dengan teknik aseptis. Kelebihan dari metode pour plate
adalah tekniknya mudah dilakukan, karena sampel dikocok homogen maka bakteri
aerob maupun anaerob dimungkinkan dapat hidup.
VII. Kesimpulan
VIII. Pustaka