Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN 15 : Menghitung Jumlah Sel Ragi dalam Bilik Hitung

I. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui jumlah sel ragi dengan menggunakan bilik hitung (Counting Chamber)

II. Prinsip Percobaan


Percobaan ini menggunakan bilik hitung hemasitometer yang biasa digunakan
untuk menghitung sel darah. Penghitungan konsentrasi sel pada hemasitometer ini
bergantung pada volume dibawah coverslip. Dalam conting chamber terdapat empat
persegi besar dengan luas 1 mm2, sehingga volumenya 0,1 mm3 yang setara dengan
10-4 ml. Ada 25 kotak berukuran medium di dalam kotak besar, dimana kotak ini
ekuivalen dengan 1/25 kotak besar. Setiap kotak berukuran medium dibagi menjadi 16
kotak persegi kecil. Jika di atas bagian atas tadi diletakkan suatu kaca tutup maka
terbentuklah suatu ruangan yang tingginya sama dengan 0,1 mm..Adapun kotak yang
paling kecil berfungsi untuk mempermudah perhitungan sel.

III. Teori Dasar

Hemasitometer adalah suatu alat yang terdiri dari sebuah slide mikroskop kaca
tebal dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. Ruangan ini
adalah diukir dengan laser-grid tergores garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan
hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini
juga dikenal. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam
suatu volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam
cairan secara keseluruhan. Perangkat ini awalnya dirancang untuk penghitungan sel
darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis
lainnya.

Hemasitometer terdiri dari beberapa kotak empat persegi besar dengan luas 1
mm2, sehingga volumenya 0,1 mm3 yang setara dengan 10-4 ml.Bila sel bakteri dihitung
pada kotak besar, maka jumlah sel yang didapat dikalikan 104 untuk mendapatkan
jumlah sel bakteri/ml. Ada 25 kotak berukuran medium di dalam kotak besar, dimana
kotak ini mempunyai panjang 0,2 mm, lebar 0,2 mm dan kedalaman 0,1 mm sehingga
memberikan volume 0,04 mm3 dan luas 0,04 mm2 yang ekuivalen dengan 1/25 kotak
besar. Setiap kotak berukuran medium dibagi menjadi 16 kotak persegi kecil. Sisi dari
persegi kecil panjangnya 50 mikrometer (0,05 mm). Jika di atas bagian atas tadi
diletakkan suatu kaca tutup maka terbentuklah suatu ruangan yang tingginya sama
dengan 0,1 mm. Sehingga tiap persegi kecil, mempunyai volume ruangan: 0,05 x 0,05
x 0,1 mm3 = 25.10-5 mm3

Jika di bawah kaca tutup tadi dimasukkan setetes suspensi ragi, maka dapat
dihitung jumlahnya dalam tiap persegi. Sehingga dapat dihitung jumlah sel dalam tiap
ml suspensi tersebut. Saat meletakkan kaca tutup di atas bilik hitung, bagian bawah dari
pinggir kaca tidak boleh basah, atau larutan yang dimasukkan ke dalam bilik hitung
berlebih, karena akan menyebabkan tinggi ruang hitung akan melebihi 0,1 mm. Untuk
menampung kelebihan cairan, maka pada sisi samping bilik hitung dibuat dua saluran
yang dalam. Pada bilik hitung model lama, saluran ini berbentuk lingkaran yang
melingkari bilik hitung. Sedangkan pda model baru, di dalam kaca objek dibuat dua
bilik hitung yang dipisahkan satu sama lain dengan saluran.

IV. Alat dan Bahan

Alat

1. Bilik Hitung
2. Pipet Tetes
3. Mikroskop
Bahan

1. Suspensi Ragi
V. Data

No. Hasil Pengamatan Keterangan


1. Mikroba : Ragi
Media Tujuan : -
Tanggal Pengamatan :
17 Oktober 2016
Pengamatan : 439 sel
Sumber : Kelompok 6

VI. Analisis

Pada percobaan ini kami mengamati jumlah sel ragi dengan menggunakan bilik
hitung (Counting Chamber) , bilik hitung yang kami gunakan adalah Hemasitometer
yang biasa digunakan dalam perhitungan sel darah. Dalam melakukan percobaan, kami
diharuskan untuk menghitung jumlah sel ragi paling sedikit tiga kali pengulangan lalu
dihitung rata-rata. Hal ini bertujuan agar jumlah sel yang didapatkan dari hasil
pengamatan lebih akurat karena penglihatan mata manusia memiliki keterbatasan.
Selain itu, dalam pengisian bilik hitung dengan menggunakan pipet tetes perlu
diperhatikan bahwa penetasan harus searah, hanya perlu meneteskan suspensi ragi pada
salah satu sisi pinggir kaca tutup. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya gelembung
udara dalam bilik hitung. Jika terdapat gelembung udara, lebih baik untuk mengulang
pengisian bilik hitung, karena udara akan menyulitkan pengamatan saat menggunakan
mikroskop.

Dalam percobaan ini, kami menggunakan Hemasitometer karena mikroba yang


akan kami amati adalah sel ragi. Hemasitometer dapat digunakan untuk melakukan
perhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.
Makhluk hidup yang berkembang biak dengan spora antara lain paku, jamur, ganggang
dan suplir. Spora terdapat pada daun tumbuhan bagian belakang, berbentuk serbuk dan
disimpan di dalam kotak spora yang disebut sporangium. Jamur merupakan tumbuhan
yang berkembang biak dengan spora. Kita tahu jamur tidak pernah berbunga apalagi
berbiji, sebab biji baru ada apabila ada bunga yang dapat dibuahi dengan cara
penyerbukan. Bentuk spora serupa dengan biji, namun bentuknya sangat kecil sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Spora dapat dilihat dengan bantuan alat yang
disebut dengan mikroskop. Spora ini berasal dari sel yang berubah fungsi menjadi alat
perkembangbiakan. Perkembangbiakan pada jamur yang tumbuh liar di kebun terjadi
pada saat spora jatuh ke tanah yang lembab dan subur. Spora yang jatuh tersebut
berubah menjadi alat perkembangbiakan dan mengisap makanan, sampai akhirnya
tumbuh menjadi tumbuhan jamur yang baru (Mikapin, 2012).

Hemasitometer adalah perangkat awalnya dirancang untuk penghitungan sel


darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis
lainnya. Hemositometer ini ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari
tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah
kamar. Ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat
dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman
ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau
partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi
sel dalam cairan secara keseluruhan (Mikapin, 2012).

Prinsip dari perhitungan Petroff-Hauser yaitu melakukan perhitungan dengan


pertolongan kotak-kotak skala, di mana dalam setiap ukuran skala seluas 1 mm2terdapat
25 buah kotak besar dengan luas 0,04 mm2, dan setiap kotak besar terdiri dari 16 kotak
kecil. Alat haemocytometer digunakan di bawah mikroskop, sisinya mempunyai
ukuran 0,05 mm. Sedangkan satu kotak sedang berukuran nilai 0,2 mm. Dan tebal nya
adalah 0,1 mm. Jumlah sel per ml sampel dapat dihitung sebagai berikut:
 Jumlah sel per mm3 sampel = Jumlah sel dalam 25 kotak besar × (1/0,02)
 Jumlah sel per ml sampel = Jumlah sel per mm3 sampel × 103 =
Jumlah sel per kotak besar × 25 kotak× (1/0.02)x 103
 Jumlah sel per ml sampel = Jumlah sel per kotak besar × 25 kotak × 50 × 103
 Jumlah sel per mL sampel = jumlah sel per kotak besar x 1,25 x 106
Misalnya : Didapatkan jumlah mikroba yang mau dihitung 12 sel mikroba, maka jumlah
sel per ml sampel adalah: 12 × 1,25 × 106 = 1,5 × 107 (Mikapin, 2012).

Sebelum pengamatan mikroorganisme yang diperiksa perlu diencerkan, jika


kepadatan tinggi sel akan membuat tidak mungkin menghitung. Kebutuhan untuk
pengenceran adalah kerugian, karena setiap pengenceran menambahkan
ketidakakuratan untuk pengukuran. Keuntungan metode ini adalah menjadi murah dan
cepat, membuat metode perhitungan ini yang lebih disukai dalam percobaan biologis
cepat dalam yang perlu hanya ditentukan apakah kultur sel telah tumbuh seperti yang
diharapkan (Rio, 2012).

Haemocytometer memiliki kelemahan dan kelebihan dalam penggunaannya


dalam proses perhitungan bakteri secara langsug. Kelebihannnya antara lain ialah cepat
dalam menghasilkan data dan tak perlu menunggu lama, serta datanya atau jumlah
selnya langsung didapat pada saat itu juga setelah menghitung menggunakan rumusnya,
menghitung jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang
digunakan dan menghemat biaya. Sedangkan kelemahannya ialah tidak dapat
membedakan antara sel yang mati dengan yang hidup karena perhitungannya secara
keseluruhan dan data yang dihasilkan tidak akurat karena setiap pengamat memiliki
mata yang berbeda-beda dan terdapat keterbatasan dalam melihat serta menghitung sel
yang ada dalam kamar Haemocytometer. Sebaiknya menggunakan alat yang lebih
canggih lagi dalam perhitungan jumlah sel karena setiap peralatan elektronik memilki
kesensitifan yang tinggi dibandingkan dengan mata manusia, seperti alat particle count
(Alex, 2013).

Dalam pengamatan, kami diharuskan menghitung jumlah spora dalam 5 kotak


pada lokasi yang berbeda-beda. Perhitungan dalam 5 kotak yang berbeda ini bertujuan
untuk menghitung persebaran sel ragi. Apabila kita menghitung sel pada 5 kotak yang
berdekatan, dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam perhitungan karena sel spora yang
dihitung terletak pada posis yang tidak berjauhan. Selain itu, perhitungan 5 kotak juga
bertujuan agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

VII. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Haemacytometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk melakukan


perhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi sel yang
rendah.
2. Penghitungan konsentrasi sel pada haemacytometer ini bergantung
pada volumedibawah coverslip. Pada chamber terdapat 9 kotak besar
berukuran 1 mm2 dan kotak-kotak kecil, di mana satu kotak besar sama
dengan 25 kotak kecil sehingga satu kotak besar tersebut memiliki volume
sebesar 0.0001 ml.
3. Kelebihan perhitungan sel dengan menggunakan haemacytometer adalah
dapat menghitung jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung
dari pewarna yang digunakan dan biayanya yang murah. Kekurangannya
yaitu kurang akurat karena mata praktikan memiliki keterbatasan.
4. Dari hasil pengamatan, didapatkan sebanyak 439 sel ragi yang tersebar di 5
kotak yang letaknya berbeda-beda dalam Hemasitometer.

VII. Daftar Pustaka

Barti, Setiani dan Mayrina Firdayati. 2013.Penuntun Praktikum Mikrobiologi Lingkungan.


Bandung: ITB (Halaman 59)

http://www.hemocytometer.org/2013/04/09/counting-yeast-with-a-hemocytometer/
(diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.45)

http://bitesizebio.com/13687/cell-counting-with-a-hemocytometer-easy-as-1-2-3/
(diakses pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.53)

https://eurekabrewing.wordpress.com/2012/08/03/yeast-basics-counting-yeast-cells/
(diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 22.12)
PERCOBAAN 16 : Metode Pengenceran dalam Standar Plate Count

I. Tujuan Percobaan

1. Menentukan jumlah koloni dengan metose pengenceran dalam Standard Plate Count

II. Prinsip Percobaan

Agar yang sudah encer didinginkan sampai sekitar 450C lalu dituang ke dalam
cawan petri yang terdapat volume tertentu sampel yang diencerkan. Setelah cawan
ditutup, kemudian digoyang ke beberapa arah untuk meratakan campuran medium dan
sampel, agar koloni dapat tumbuh dengan distribusi merata. Semua prosedur ini
dilakukan pada setiap pengenceran. Dimana penanaman pada cawan petri sebaiknya
dilakukan duplikat agar lebih akurat, kemudian sesudah diinkubasi satu malam, lalu
dihitung koloninya dengan colony counter.

III. Teori Dasar

Mikroorganisme adalah mikroba atau organisme yang berukuran sangat kecil


sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat pembesar. Mikroorganisme seringkali
bersel tunggal meskipun beberapa protista bersel tunggal masih dapat terlihat oleh mata
telanjang dan ada beberapa spesies multisel yang tidak dapat terlihat oleh mata
telanjang. Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista
dan alga renik. Fungi terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat
pula dianggap sebagai bagiannya meskipun banyak yang tidak menyepakatinya (Tria,
2012).

Organisme mikroskopis adalah organisme yang hanya bisa dilihat dengan


menggunakan mikroskop. Salah satunya adalah bakteri yang merupakan organisme
mikroskopis. Keadaan bakteri di alam ini ada yang bersifat menguntungkan dan ada
yang bersifat merugikan bagi kepentingan manusia. Bakteri yang menguntungkan dan
merugikan bagi kepentingan organisme akuatik perlu dipelajari supaya bakteri yang
menguntungkan, keberadaannya (kapasitas jumlahnya) dapat diperbanyak sedangkan
untuk bakteri yang merugikan (patogen) jumlah populasinya dapat ditekan dan dapat
dilakukan tindakan pencegahan atau antisipasi infeksi bakteri tersebut (Umam, 2008).
Setelah kita mempelajari bagaimana menumbuhkan suatu koloni bakteri, tentu
harus mengatahui kuantitas dan kualitas dari bakteri tersebut. Dalam hal ini yang akan
dibahas adalah bagaimana mengetahui kuantitas dari suatu bakteri. Ada berbagai cara
untuk menghitung jumlah sel bakteri, antara lain hitungan langsung dengan
menggunakan mikroskop, dan hitungan tidak langsung dengan metode hitung cawan
baik dengan metode cawan tuang maupun metode cawan sebar. Pengukuran kuntitatif
populasi mikroba dari suatu sampel dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan atau
tujuan lain berdasarkan jumlah mikroba yang ada dalam sampel tersebut. Sehingga
dengan kita dapat mengetahui apakah mikroba tersebut berbahaya atau bahkan baik
bagi lingkungan dalam jumlah tertentu.

Untuk mengetahui perkembangan suatu bakteri membutuhkan pembuatan


media dengan metode perhitungan bakteri yang ada dalam media. Ada banyaknya
metode yang digunakan dalam menghitung jumlah bakteri secara kuantitatif dari suatu
populasi bakteri. Proses penghitungan sel bakteri dapat dilakukan dengan beberapa
metode baik secara langsung maupun tidak langsung,

Penghitungan mikroba secara langsung antara lain:

1. Plate Count (hitungan cawan)

Plate count atau viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel
mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah
ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah
diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau
dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut (Mikapin, 2012).

Penghitungan mikroorganisme dengan Plate Count merupakan perhitungan


secara tidak langsung karena tidak menghitung jumlah selnya, melainkan hanya
jumlah koloni saja yang dapat dihitung.

2. Turbidimetri

Turbidimetri merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah


bakteridalam suatu larutan menggunakan spektrofotometer. Bakteri menyerap
cahaya sebanding dengan volume total sel (ditentukan oleh ukuran dan
jumlah). Ketika mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya
dalam biakan cair, terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan. Kekeruhan
dapat disebut optical density (absorbsi cahaya, biasanya diukur pada panjang
gelombang 520 nm – 700 nm). Untuk mikroba tertentu, kurva standar dapat
memperlihatkan jumlah organisme/ml (ditentukan dengan metode hitungan
cawan) hingga pengukuran optical density (ditentukan dengan
spektrofotometer) (Mikapin, 2012).

3. Hemasitometer

Hemasitometer adalah metode perhitungan secara mikroskopis. Ruang hitung


terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi
menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,05 mm. Satu kotak sedang dibagi
lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi
400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel bakteri yang
tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah
bakteri per satuan volume dapat diketahui (Mikapin, 2012).

Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Di


dalam laboratorium, pengenceran di lakukan dengan botol pengenceran seperti
lazimnya pada SPC, namun dapat pula menggunakan tabung reaksi. Pada pengenceran
dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga
kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh
perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu
tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif
rendah (Hadioetomo, !996).

Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang


mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang
telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya
(metode tuang). Kemudian setelah diinkubasi selama 24- 48 jam, amati koloni yang
tumbuh dan koloni yanng diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30- 300 koloni
(Gobel, 2008).

Tingkat pengenceran yang diperlukan didasarkan pada pendugaan populasi


bakteri yang ada dalam contoh. Hasil yang baik adalah jika pada pengenceran yang
lebih rendah contoh yang diduga lebih banyak menunjukkan hasil uji positif (adanya
pertumbuhan bakteri) dan pada pengenceran lebih tinggi contoh yang diduga lebih
sedikit menunjukkan hasil uji negatif (tidak ada pertumbuhan bakteri). Oleh karena itu
jumlah populasi bakteri yang ada dalam contoh diduga tinggi maka contoh harus
diencerkan sampai diperoleh tingkat pengenceran yang lebih tinggi sehingga nilai
maksimum dapat dihitung. Metoda pengenceran yang paling mudah dengan melakukan
pengenceran 10 kali lipat dengan menggunakan 3 atau 5 tabung pengenceran sekali gus
( Fridaz, Srikandi, 1992 ).

IV. Alat dan Bahan

Alat

1. 6 Tabung berisi agar nutrisi 20 mL


2. 7 Tabung berisi akuades steril
3. Pembakar Bunsen
4. Pemanas, Termometer
5. Pipet steril, Cawan Petri
Bahan

1. Kultur biakan bakteri Escherichia coli dalam tabung reaksi berumur 24-48 jam.

V. Data

No. Hasil Pengamatan Keterangan


1. 1. Cawan Petri I A Bakteri : Eschericia coli
Sumber Media : Suspensi Kultur
berumur 24-48 jam
Media Tujuan : Agar nutrisi
Tanggal Pengamatan : 18
Oktober 2016
Pengamatan :
1. Cawan Petri IA = >300
Koloni
2. Cawan Petri II B = 233Koloni
Sumber : Kelompok 5
2. Cawan Petri II B

Sumber : Kelompok 5

1. Cawan Petri II A

2. Bakteri : Escherichia coli


Sumber Media : Suspensi Kultur
berumur 24-48 jam
Media Tujuan : Agar Nutrisi
Tanggal Pengamatan : 18
Oktober 2016
Pengamatan :
1. Cawan Petri IIA
2 Cawan Petri II B
Sumber : Kelompok 6
3. Cawan Petri II B

Sumber : Kelompok 6

3. 1. Cawan Petri IA Bakteri : Eschericia coli


Sumber Media : Suspensi Kultur
berumur 24-48 jam
Media Tujuan : Kaldu Nutrisi
Tanggal Pengamatan : 5 Oktober
2016
Pengamatan :
1. Cawan Petri IA = 298 koloni
2. Cawan Petri I B = 292 koloni
3. Cawan Petri II A= 181 koloni
4. Cawan Petri II B = 64 koloni
5. Cawan Petri III A= 41 koloni
6. Cawan Petri III B = 30 koloni
Sumber : Kelompok 9 dan 10
2.Cawan Petri IB
3.Cawan Petri II A

3.Cawan Petri II B
4.Cawan Petri III A

5.Cawan Petri III B

Sumber : Kelompok 9 dan 10

VI. Analisis

Dalam percobaan 16 kami menggunakan kultur biakan Eschericia coli dan


media agar nutrisi. Prinsip cara kerja pada percobaan ini sama seperti pour plate. Kultur
bakteri di encerkan terlebih dahulu dengan shaker, tujuan pemutaran tabung yang berisi
kultur bakteri ini yaitu untuk memastikan penyebaran bakteri yang merata. Apabila
penyebaran bakteri tidak merata dikhawatirkan terjadi penumpukan bakteri pada
pengenceran tertentu dan berakhir dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh pada
cawan petri dengan pengenceran yang sangat besar. Kultur di transferkan ke tabung
yang berisi akuades steril dengan menggunakan pipet steril. Penransferan kultur ini
dilakukan hingga tabung ke 5 dan dilakukan pengenceran pada setiap tabungnya. Pada
saat penransferan kultur telah memasuki tabung ke 6, suspensi yang ada dalam tabung
tersebut dipindahkan ke 2 cawan petri dan seterusnya hingga tabung kedelapan. Tujuan
penransferan kultur dari tabung ke cawan petri yaitu agar praktikan dapat mengetahui
jumlah koloni bakteri yang tumbuh dari pengenceran yang dilakukan serta mengetahui
perbedaan secara kuantitatif jumlah koloni yang didapatkan dari pengenceran yang
dilakukan. Media yang digunakan yaitu agar nutrisi pada cawan petri. Selain itu, untuk
menghitung jumlah koloni yang dihasilkan, diperkukan waktu inkubasi selama 24 jam
pada suhu 37o.

Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus


dikuasai.Sebelum mikroorganisme ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu
dilakukan pengenceran sampel menggunakan larutan fisiologis.Tujuan dari
pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel
sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik
sehingga didapatkan perhitungan yang tepat.Pengenceran memudahkan dalam
perhitungan koloni (Fardiaz, 1993).

Menurut Waluyo (2005), tahapan pengenceran dimulai dari membuat larutan


sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel dengan 9 ml larutan fisiologis).
Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9 ml larutan
fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil lagi
1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga
didapatkan pengenceran 10-3, begitu seterusnya sampai mencapai pengenceran yang
kita harapkan.Secara keseluruhan, tahap pengenceran dijelaskan dalam gambar berikut
ini.
Gambar : Pengenceran Total Plate Count
Sumber : http://duniachemistry.blogspot.co.id/2015/11/total-plate-count-
tpc.html

Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni


bakteri antara 30-300.Perhitungan Total Plate Countdinyatakan sebagai jumlah koloni
bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari metode TPC
adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat
diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh. Adapun kelemahan
dari metode ini adalah:

 Memungkinkan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti
pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel.

 Memungkinkan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya.


Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan
jenis media agar, suhu, pH, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi.
 Memungkinkan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh
permukaan media,sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan
mikroba lain tersebut tidak terhitung.

 Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara
30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan
penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni
akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni.

 Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang


umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih.

Metode pour plate, metode ini dilakukan dengan mengencerkan koloni bakteri
lalu dituangkan kedalam cawan petri baru dtuangkan pula medium agar yang masih
cair. Teknik ini akan menyebabkan mudah timbulnya spreader yaitu koloni yang
berbeda saling menumpuk. Hal ini bisa dihindari dengan membuat koloni tersebut lebih
encer lagi, sehingga pada saat dituang koloni yang ada hanya sedikit dan kemungkinan
ada spreadpun dapat dikurangi. Kekurangan yang lain dari metode ini adalah
kontaminan sulit dibedakan karena semuanya dituang secara homogeny. Hal ini dapat
dihindari dengan selalu bekerja dengan teknik aseptis. Kelebihan dari metode pour plate
adalah tekniknya mudah dilakukan, karena sampel dikocok homogen maka bakteri
aerob maupun anaerob dimungkinkan dapat hidup.

VII. Kesimpulan

1. Pengenceran pada percobaan ini sangat diperlukan untuk mengetahui perbendaan


jumlah koloni yang dihasilkan setelah proses inkubasi. Hal ini terbukti dengan adanya
penurunan jumlah koloni bakteri pada seri 2 dimana semakin encer media, semakin
sedikit koloni yang tumbuh pada cawan petri.
2. Metode pourplate digunakan karenan dianggap metode yang paling mudah untuk
dilakukannya pengamatan hasil akhir. Namun, metode ini memiliki kekurangan yaitu,
sedikit rumit dalam pengerjaannya dan agar nutrisi yang digunakan tidak boleh panas
maupun dingin karena jika panas akan membunuh bakteri, jika dingin akan membeku
dan tidak dapat di tuang.
3. Metode standar plate count digunakan pada percobaan ini karena metodenya yang tidak
membutuhkan alat khusus dan bisa dilakukan oleh siapapun. Tetapi, metode ini kurang
akurat dalam perhitungan jumlah koloni bakteri, karena mata manusia memiliki
keterbatasan dalam melihat benda kecil.

VIII. Pustaka

Pelczar, Michael, J. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia: Jakarta.

Gobel, Risco, B., dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Prakte.Universitas


Hasanuddin: Makassar.

Sutedjo, M. 1991. Mikrobiologi tanah. Renika cipta: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai