Oseana XXX (3) 9-19 PDF
Oseana XXX (3) 9-19 PDF
id
Oleh
Ricky Rositasari 1)
ABSTRACT
1)
Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta
10
11
12
13
kadar salinitas dan temperatur, baik yang Ammonia beccarii melimpah di perairan payau
bersifat harian maupun musiman. Menurut Hamana di Jepang. Danau Hamana adalah
MURRAY (1991), di rawa-rawa pasang-surut perairan payau yang sangat dipengaruhi oleh
yang hanya terendam pada saat pasang tinggi, aktivitas musim di sekitarnya. Pada musim
masih dapat ditemukan jenis pasiran dingin temperatur air dapat mencapai 5°C
Trochammina dan Jadammina dengan sedangkan pada saat musim panas temperatur
keragaman yang rendah. Kedua jenis tersebut mencapai 29°C. Demikian pula dengan salinitas
merupakan herbivora dan detrivora yang hidup dan kandungan oksigen yang sangat
bebas (tidak melekatkan diri pada substrat berfluktuasi. Selain musim yang sangat
tertentu). Di areal mangrove di Brazil dapat berpengaruh pada perairan ini, limbah aktivitas
ditemukan jenis pasiran Arenoparrella (Epi- manusia juga turut memperburuk kondisi
fauna, herbivore) dan Miliammina (Infauna, perairan. Pada musim panas kandungan oksigen
detritivore). MURRAY (1991) juga menemukan di perairan mencapai tingkat yang sangat rendah
Ammobaculites (Infauna, detritivore) di Teluk karena temperatur dan pengupan yang tinggi.
Chesapeake, USA yang merupakan daerah keruh Biasanya pada saat musim semi dan panas
sedimen yang kaya unsur organik. lapisan sedimen teratas di perairan berwarna
Pengamatan ROSITASARI & EFFENDI hitam dan berbau busuk, menandakan
(1996) di muara Sungai Bekasi, Cengkareng, tingginya kandungan H 2S. Sebagai usaha
Cilincing dan Dadap memperlihatkan bahwa Trochammina hadai untuk beradaptasi dengan
marga bercangkang pasiran seperti lingkungan tersebut, jenis ini memiliki bentuk
Trochammina, Rheophax dan Cyclammina cangkang dan cara berbiak yang berbeda
ditemukan sebagai jenis subsider (Subsidiary) tergantung pada musim. Pada musim panas
mengikuti kemunculan jenis dominan. Di Muara dimana dasar perairan mengandung oksigen
Bekasi, Muara Cilincing, Muara Dadap, Muara sangat rendah dan temperatur air lebih tinggi,
Cengkareng dan Muara Ciawi. Jenis subsider jenis ini berkembang biak secara asexual dan
ini biasanya memiliki kelimpahan rendah namun membentuk individu yang memiliki ukuran
hampir selalu muncul di sebagian besar lokasi cangkang serta kamar yang lebih besar. Pada
pengamatan. Muara-muara sungai tersebut musim dingin, perkembangbiakan berlangsung
merupakan perairan keruh (Turbid) yang secara sexual dan membentuk cangkang yang
mengandung materi tersuspensi dan senyawa lebih kecil dengan susunan kamar yang tertata
organik tinggi, namun kadar oksigen rendah. rapi.
Jenis gampingan yang ditemukan sangat
dominan di muara-muara sungai ini adalah Lingkungan paralik
Ammonia beccarii, namun sebagian cangkang
jenis ini tak sempurna (Abnormal). Dari fakta Lingkungan paralik adalah jenis perairan
tersebut dapat diasumsikan bahwa perairan pesisir semi tertutup yang terletak di daerah
estuaria yang diamati tersebut bukan termasuk beriklim kering seperti di Cape Timiris di
habitat yang optimal untuk pertumbuhan Mauritania dan Danau Ebrie di Ivory coast,
organisme bentik, hanya jenis-jenis yang Afrika Barat. Iklim yang kering di daerah paralik
mampu beradaptasilah yang dapat bertahan, ini menyebabkan kadar salinitas perairan relatif
jenis foraminifera bercangkang pasiran termasuk tinggi yakni berkisar antara 38 - 40 ‰
salah satu diantaranya. (DEBENAY (1990). Penelitian DEBENAY (1990)
KITAZATO & MATSUSITA (1996) di daerah paralik menunjukkan kemampuan
menemukan bahwa jenis foraminifera pasiran adaptasi yang luar biasa pada jenis Ammotium
Trochammina hadai bersama-sama dengan salsum terhadap kadar salinitas yang lebih dari
14
100 ‰. Ammotiun salsum adalah jenis pasiran matahari hampir tidak ada karena tidak
yang berbentuk planispiral (Susunan kamar tergantung pada keberadaan produsen (Phy-
beriringan terpuntir). Kamar pertama tumbuh toplankton). Kedalaman laut yang sudah
menggulung, namun kamar yang terbentuk mencapai lebih dari 1000 meter di daerah
kemudian cenderung lurus-planispiral. Aperture penelitian dapat digolongkan sebagai daerah
(mulut) terletak di terminal (Kamar yang abisal. Dari fakta tersebut terlihat jelas bahwa
terakhir). foraminifera bercangkang pasiran yang termasuk
Ammotium salsum ditemukan melimpah dalam superfamili Lituolacea dan Ammodiscacea
dengan cepat di lingkungan yang tidak merupakan taxa yang memiliki potensi sebagai
mendapat pengaruh dari aliran sungai. Di penciri lingkungan ekstrim.
lingkungan paralik seperi di Casamance estu- LEVIN et al. (1991) menemukan jenis
ary yang menjorok sampai 130 kin ke arah foraminifera pasiran yang masuk dalam
daratan, peningkatan salinitas terjadi dengan golongan epibentik, karma berukuran cukup
sangat cepat karma tidak terdapat sirkulasi. besar yakni dapat mencapai 3 cm. Jenis ini
Ammotium salsum ditemukan melimpah hingga ditemukan di perairan batial Santa Catalina
mencapai lebih dari 1000 individu per m3 pada basin, di selatan Kalifornia dengan kedalaman
lokasi yang bersalinitas lebih dari 100‰
lebih dari 1200 meter. Yang sangat mengejutkan
(DEBENAY, 1990).
dari penemuan ini adalah dominansinya yang
tinggi dan perannya yang penting dalam
Lingkungan laut dalam
komunitas gundukan sedimen dasar laut
Hasil pengamatan terhadap kandungan (Mounds). Peranan penting dari foraminifera
foraminifera di Selat Makasar pada kedalaman epibentik ini adalah kemampuannya untuk
lebih dari 1000 meter memperlihatkan tingginya mengikat sedimen diantara cangkangnya yang
kekayaan jenis dan jumlah individu dari fora- berbentuk akar-akar. Mounds ini sangat
minifera bercangkang pasiran. Taxa ini mencapai dibutuhkan oleh organisme bentik laut dalam
41,86 % dari seluruh individu, dimana forami- seperti copedoda, polychaeta, beberapa jenis
nifera bentik garnpingan hanya mencapai epizoa dan echiuras.
1,31 %. Jenis penting dari foraminifera pasiran Pelosina cf arborescens, P. cf. cylindri-
yang ditemukan hidup di Selat Makassar adalah cal dan astrorhizinid berdinding lumpur
Ammobaculites americanus, Alveoglobigerina merupakan tiga jenis foraminifera ‘bercabang’
globligeriniformis, Alveophragmium sub- yang ditemukan sangat melimpah. Sedangkan
granulosum, Rhizamina, Glomosphira, hasil eksperimen dengan menggunakan
Trochamina dan Involutina ROSITASARI mounds artificial menunjukkan bahwa dua jenis
(in press.). Tingginya kandungan foraminifera foraminifera epibentik yang berbentuk membulat
pasiran yang ditemukan di perairan ini (Sperical) dari jenis Oryderma sp dan jenis
memperlihatkan bahwa pada kedalaman lebih astrorhizinid berdinding lumpur merupakan jenis
dari 1000 meter, hanya spesimen yang memiliki oportunis yang mampu berkoloni dan tumbuh
kapasitas dan karakter tertentu yang mampu dengan cepat dalam sedimen mounds.
untuk beradaptasi. Secara umum jenis-jenis fora- Eksperimen ini pun menunjukkan bahwa
minifera pasiran memiliki struktur dinding gangguan pada sedimen mounds oleh
cangkang yang sederhana sehingga tidak organisme pembangun mounds merupakan
membutuhkan suplai karbonat dari air. Selain sumber penting bagi heterogenitas spartial pada
itu dengan cara makan sebagai detritivore, komunitas foraminifera di laut dalam (LEVIN et
ketergantungan kelompok ini terhadap sinar al., 1991).
15
16
diketahui lebih jauh lagi, yakni dengan tion. Paleoeco., Biostra., Paleoocea.,
melakukan pengamatan-pengamatan yang lebih and Tax. of Aggl. Foram. Kluwer Aca-
intensif. demic Publshr, Netherlands : 3 - 11 pp
KAMINSKI, M.A. Evidence for control of
anbyssal agglutinated foraminiferal
DAFTAR PUSTAKA community strcture by sustrate distur-
bance: Results from the Hebble area.
ALBANI, A.D. 1979. Recent shallow water Mar. Geo., 66: 113 - 131
foraminiferida from New South Wales. KITAZATO H and S. MATSUSITA 1996. Labo-
Aust. Mar. Sci. Ass.:54 pp. ratory observations of sexual and
ALVE, E. 1991. Benthic foraminifera in sediment asexual reproduction of Trochammina
cores reflecting heavy metal pollution hadai Uchio. Traps. Proc. Paleont. Soc.
in Sorfjord, Western Norway. Jour. Of
Japan (182): 454 - 466.
Foram. Res. 21 (1), 1 - 19.
LEVIN, L.S., S.E. CHILDERS and C.R. SMITH.
BOERSMA, A. 1984. Foraminifera In:
1991. Epibenthic, agglutinating forami-
Introducton to marine micropaleonto-
niferans in the Santa Catalina Basin and
logy (Boerama A & M.A.Kaminski eds.):
Elssvier Biomedical, New York. 19 - 78. their response to disturbance. Deep-Sea
BRASIER, M.D. 1980. Microfossil. George Allen Res. V.38 (4) : 465 - 483
& Unwin. Sydney: 674 pp. MURRAY, J.W. 1991.Biology of Foraminifera.
DEBENAY, J.P. 1990. Recent Foraminiferal As- In: (J.J. Lee & OR. Anderson eds.). Aca-
semblages and Their Distribution Rela- demic Press. Toronto., pp
tive To Environmental Stress In The ROSITASARI, R. dan L. EFFENDI 1994. Fora-
Pararic Environments Of West Africa minifera agglutinin dan kemungkinan
(Cape Timiris To Ebrie Lagoon). Jour. Of pengaplikasiannya sebagai indicator
Foram. Resc, v.20 (3): 267 - 282. lingkungan yang mendapat tekanan
HEMLEBEN, C. and M.A. KAMINSKI 1990. dalam PIT IAGI: Back to Basic. Ikatan
Agglutinated foraminifera: An Introduc- Ahli Geologi Indonesia: 155 - 161
17
Subordo
menempel jarang-jarang
Allogromiina
fleksibel, tipis dan ‘tectinous’
alveoli (dinding labirintik)
agglutinin
Textulariina
lapisan organik
lapisan teratur ‘pseudopunctae’
Miliolina kristal CaCO3 } dinding
porcelanous
dalam matriks
lapisan mikrogranular
Fusulinina lapisan berserat
dinding mikrogranular (tidak berpori)
pori pori lembaran yang
dinding ‘bilamellar’ }} bergantian
Rotaliina (successive
lapisan organic
} laminae)
dinding kriptolamellar
}
lapisan organic
Gambar 1. Contoh struktur dinding pada 5 subordo berdasarkan pengamatan dengan menggunakan
mikroskop electron (BRASIER, 1980).
18
Psamosphraera fusca(3)
Colonammina verruca(2) Saccammina sphaerica(1)
Astrorhiza arenaria(5)
Rhabdammina abyssorum(4)
Dorothia bradyana(8)
Haplophragmoides canariensis(7)
Cyclammina cancallata(6)
Gambar 2. Beberapa bentuk foraminifera dari subfamili Ammodiscacea (1-5) dan subfamili
Lituolacea (7-8).
19