Anda di halaman 1dari 3

Assalamumalaikum Wr. Wb.

Pada kesempatan kali ini saya akan memposting Naskah


Drama Pancasila sila ke 4 yang berjudul "Keluarga Cemara(H)" baik lah mari kita simak
ceritanya dibawah ini! :)

Judul : [KELUARGA CEMARA(H)]

Pengamalan Nilai-nilai Pancasila


Sila Ke-4: Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan

[KELUARGA CEMARA(H)]
BABAK 1
Di sebuah desa bernama Cikiih, terdapat sebuah keluarga yang oleh
orang-orang sekitar dijuluki sebagai Keluarga Cemarah, karena setiap
hari baik itu ayah, ibu, anak, bahkan kakek dalam keluarga itu selalu
marah-marah, salah satu penyebabnya adalah karena tidak adanya
kesepakatan atau musyawarah terlebih dahulu dalam memutuskan
suatu perkara.
Keluarga itu terdiri dari Ayah, Ibu, Kakak laki-laki, Adik perempuan dan
Kakek.
Suatu ketika..

Ayah Alay : Mamah, ini kenapa mamah nyiapin ayah baju warna
pink, celana nya warna kuning, sepatunya warna
merah, ayah kan mau upacara, kalau pakai pakaian ini
bisa diketawain sama semua.
Ibu Rempong : Aduh, ayah sih ga bilang, dikirain hanya mau main
saja, aduh gimana ya? adanya baju ini saja, yaudah
dipakai saja.
Ayah Alay : (dengan muka cemberut) yaudah deh, nasib. lain kali
jangan kaya gini lagi.
Ibu Rempong : Ayah juga harusnya ngomong dulu, biar mamah
siapin bajunya sesuai.

Karena tidak adanya musyawarah terlebih dahulu, sesuatu hal bisa


menjadi hal perdebatan dan membawa kepada pertengkaran, oleh
karena itu sebelum memutuskan sesuatu kita harus terlebih dahulu
bermusyawarah dalam menentukan apa yang akan dilakukan

BABAK 2
Tidak berhenti dari situ, perdebatan pun terjadi karena sang kakak
tiba-tiba memutuskan untuk bekerja di luar negeri tanpa memberi tahu
kepada keluarga.
Kakak : Yah, aku besok akan berangkat ke Malaysia untuk bekerja disana.
Ayah : Apa? Ke Malaysia? untuk apa? disini kan masih banyak lowongan
pekerjaan.
Kakak : Ini sudah diputuskan olehku, dan tidak bisa dirubah.
Ibu : kakak, kalau kamu memutuskan sesuatu, cobalah untuk
bermusyawarah terlebih dahulu kepada orang tua.
Kakak : Tidak usah bu, aku sudah besar.

Karena tidak mau menerima pendapat orangtuanya, keputusannya


sudah tidak bisa dirubah, sang kakak pun akhirnya pergi bekerja ke
Malaysia meninggalkan orangtuanya.
Ibu nya sedih, setiap hari menangis karena memikirkan anaknya yang
jauh disana, sampai tidak semangat dalam menjalani aktivitas seperti
biasa.

BABAK 3
Sang Adik yang kini sudah beranjak dewasa dan hendak berkuliah,
menangis karena tidak diizinkan kuliah di luar pulau Jawa.

Adik : (sedang menangis)


Kakek : Kamu kenapa menangis?
Adik : Aku tidak dizinkan ayah dan ibu untuk kuliah di luar pulau jawa, aku
sedih.
Kakek : Oh begitu masalahnya, mungkin menurut orangtuamu, setelah
kepergian kakakmu keluar negeri, mereka tidak mau berjauhan
dengan anaknya lagi.
Adik : Tapi kakak boleh?
Kakek : mereka khawatir, karena kamu perempuan, dan apabila jauh dari
orangtua, ibu mu pasti lebih sedih lagi.
Adik : (masih terus menangis)

BABAK 4
Mendengar selalu ada keributan di rumah Keluarga Cemarah, Kepala
Desa Cikiih akhirnya mendatangi rumah mereka bermaksud untuk
memberikan nasihat.

Kades : Assalamu’alaikum
Keluarga Cemarah : Wa’alaikumsalam
Kades : Saya mendengar setiap hari selalu ada saja keributan di rumah ini?
Ayah : Iya pak Kades kami sering berbeda pendapat antara satu dengan
yang lainnya.
Ibu : Kami juga sering tidak bermusyawarah terlebih dahulu dalam
memutuskan sesuatu.
Adik : Ayah dan ibu tidak mau menerima pendapatku
Kakek : mereka semua ini perlu nasihat dan arahan agar bisa selalu sepakat
dengan terlebih dahulu bermusyawarah antar anggota keluarga.
Kades : Oh begitu masalahnya, mulai dari sekarang, cobalah untuk
bermusyawarah, perbedaan pendapat itu biasa, tetapi kita juga
harus bisa bersikap demokratis.
tiba-tiba sang kakak pulang dari Malaysia.
Kakak : Ayah, ibu, maafkan aku karena bersikap tidak menghargai
pendapat kalian.
Kades : Nah sekarang kakak sudah datang, mulai dari sekarang marilah
kalian bermusyawarah agar bisa mendapatkan keputusan yang
sebaik-baiknya.

Itulah kisah keluarga cemarah yang pada akhirnya warga setempat


memanggilnya keluarga cemara, menghilangkan hurup H di akhir karena
saat ini mereka hidup bahagia, tidak bertengkar karena selalu
bermusyawarah terlebih dahulu dalam memutuskan suatu perkara.

Anda mungkin juga menyukai