Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 1

MODUL TUMBUH KEMBANG

SEMESTER 3

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

1. ADINDA GUPITA (I1011141013)


2. RIFA FASYIA DEA DITA LUBIS (I1011141059)
3. BALTASAR LAWFERINO RULLY (I1011161056)
4. DARMA PUTRA (I1011171001)
5. MEGA UTAMI DRI PUTRI WULANDARI (I1011171002)
6. ANISA ULWI RAHAYU (I1011171016)
7. CHRIS MONICA MIZMOR NARWASTU (I1011171019)
8. MUHAMMAD IRFAN ZAILANI (I1011171035)
9. ANINDHITA WIDYASMARA (I1011171053)
10. LATIFAH RAHMAWATI BAUW (I101171063)
11. LING LING (I1011171069)
12. PEBRIANTO NUGROHO (I1011171071)
13. RAINE ARDHITA ANGGRAENY (I1011171081)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Pemicu
Seorang bayi perempuan berusia 6 bulan di bawa oleh ibunya ke
prakter dokter karena belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat
mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan , berat berat lahir lahir 2.100 gr.
Kenaikan berat badan selama ini cukup baik, lingkar kepala kepala 39 cm
(mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer
antibodi terhadap toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan
makanan yang dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate.
2. Klarifikasi dan Definisi
a. Khorioretinitis : peradangan pada koroid yang terletak dibelakang retina.
b. Mikrosefali : cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh abnormalitas,
pertimbangan dan proses destruksi otak selama masa janin dan awal masa
bayi.
c. Toxoplasma : genus sporozoa yang merupakan parasit intraseluler pada
banyak organ dan jaringan burung sertma mamalia.
d. Titer Antibodi : suatu tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan
jumlah antibodi dalam darah.
3. Kata kunci
a. Bayi perempuan 6 bulan
b. Belum bisa tengkurap
c. Berat lahir 2100 gr
d. Lingkar kepala 39 cm
e. Belum bisa mengangkat kepala
f. Kenaikan Berat Badan cukup baik
g. Khorioretinitis
h. Titer antibodiToxoplasma (+)
i. Lahir cukup bulan
j. Makanan dimasak tidak sempurna
4. Rumusan masalah
Bayi perempuan berusia 6 bulan belum bisa tengkurap dan
mengangkat kepala, berat lahir 2100 gr, lingkar kepala 39 cm (mikrosefali),
khorioretinitis dan didapatkan hasil positif terhadap Toxoplasma dalam titer
antibodi bayi tersebut.
5. Analisis

Bayi Perempuan 6 bulan

Anamnesis

 BBLR
 Genetik
Ibu mengonsumsi  Mikrosefali
 Nutrisi
makanan yang tidak  Belum bisa tengkurap
 Infeksi Protozoa
dimasak sempurna  Belum bisa mengangkat
kepala
 Khorioretinitis

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Tata Laksana Prognosis
 Toxoplasma (+)

Toxoplasma
Kongenital
6. Hipotesis
Bayi perempuan berusia 6 bulan mengalami Toxoplasmosis kongenital
dikarenakan ibu yang sering makan makanan yang belum matang saat hamil
sehingga mengakibatkan keterlambatan tubuh kembang bayi tersebut.
7. Pertanyaan diskusi
1. Mikrosefali
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Diagnosis
e. Manifestasi klinis
f. Tata laksana
2. Toxoplasma Kongenital
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemologi
d. Patogenesis
e. Diagnosis
f. Pencegahan
g. Tata laksana
h. Prognosis
i. Manifestasi klinis
3. Mikrosefali
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis
e. Tata laksana
4. Apa yang menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik?
5. Jelaskan definisi pertumbuhan dan perkembangan!
6. Jelaskan mengenai Milestone 0-12 bulan!
7. Bagaimana hubungan Ibu mengonsumsi makanan tidak dimasak sempurna
dengan keluhan bayi tersebut?
8. Apa saja hal-hal yang mempengaruhi BBLR pada kasus?
9. Apa akibat gangguan gizi ibu hamil terhadap tumbuh kembang janin?
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Mikrosefali
a. Definisi
Mikrosefali adalah suatu keadaan dimana ukuran lingkar
kepala lebih kecil daripada normal berdasarkan umur dan jenis
kelamin.1
b. Etiologi

Berbagai kondisi dalam tabel 1 harus dipertimbangan dalam


diagnosis banding bayi atau anak mikrosefali. Dahi yang landai ke
belekang, telinga yangbesar, dan pertalian darah pada orang tua,
mengarah pada diagnosis mikrosefali herediter. Kemungkinan
mikrosefali akibat fenilkeonuria maternal harus selalu diteliti dengan
pemeriksaan kemih ibu yang tepat. Radiogram kranium, pungsi lumbal,
tes serologis berguna dalam diagnosis mikrosefali akibat infeksi
intrauterin. Kalsifikasi serebrum difus sering kali ditemukan pada
toksoplasma kongenital, kalsifikasi periventrikular lebih sering pada
penyakit virus sitomegalo. Sindroma alkohol janin harus
dipertimbangkan pada anak mikrosefalik dari ibu dengan riwayat
alkoholisme.2

Tabel I. Sebab-sebab Mikrosefali 3

Cacat Perkembangan Infeksi Intrauterin Penyakit Postnatal


Otak dan Perinatal
Mikrosefali herediter Rubela kongenital Anoksia intra uterin
(resesif) atau neonatal

Mongolisme dan Infeksi virus sitomegali Malnutrisi berat pada


sindroma trisoma awal masa bayi
lainnya

Paparan radiasi ionisasi Toksoplasma kongenital Infeksi virus herpes


pada janin neonatal

Feniketonuria maternal Sifilis kongenital

Cebol seckel

Sindroma cornelia de
lange

Sindroma rubinstein-
taybi

Sindroma smith-lemli-
opitz

Sindroma alkohol janin

Ada yang membedakan etiologi mikro-sefali sebagai berikut :3

1. Genetik
2. Didapat, yaitu disebabkan :
a. Antenatal pada morbili, penyinaran, sifilis, toksoplasmosis, kelainan
sirkulasi darah janin atau tidak diketahui penyebabnya.
b. Intranatal akibat perdarahan atau anoksia.
c. Pascanatal dan setelah ensefalitis, trauma kepala dan sebagainya.

c. Patofisiologi
Jika sutura menyatu secara premature, tengkorak dapat
membentuk sebuah bentuk abnormal dan lingkar kepala akan tumbuh
pada tingkat yang jauh lebih lambat daripada usia normalnya, atau jika
bayi memiliki volume yang lebih rendah dari normal (karena jumlah sel
neuron dan glial yang berkurang), otak bayi mungkin tidak tumbuh
sebanyak otak bayi lain yang memiliki jumlah sel neuron dan glial yang
lebih tinggi. Pertumbuhan otak yang menurun kemudian akan
menyebabkan penurunan tekanan yang diberikan pada tengkorak, dan
penurunan perluasan lingkar kepala. Proses ini dapat menghasilkan
kepala yang berbentuk normal atau simetris, berlawanan dengan bentuk
abnormal yang dihasilkan dari craniosynostosis.4
d. Diagnosis

Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan


gambaran radiologis. Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan,
mencari kasus mikrosefali tambahan atau gangguan yang mengenai
sistem saraf. Adalah penting untuk mengukur lingkar kepala penderita
saat lahir. Lingkaran kepala yang sangat kecil menunjukkan suatu
proses yang dimulai pada awal perkembangan embrional atau
perkembangan janin. Gangguan pada otak yang terjadi pada kehidupan
akhir, terutama sesudah usia 2 tahun, kurang mungkin dapat
mengakibatkan mikrosefali berat. Pengukuran lingkar kepala berkali-
kali adalah lebih berarti daripada pengukuran satu kali, terutama saat
kelainan minimal. Selain itu, lingkar kepala orang tua dan saudara
kandung masing- masing harus dicatat.5

Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran


sirkumferensia fronto oksipital dengan menggunakan pita pengukur dan
melingkari tulang cranium dengan melewati bagian terlebar dari dahi
dan bagian yang menonjol pada area occipital. Definisi lingkar kepala
normal yang diterima secara luas pada pengukuran sirkumferensia
fronto-oksipital ini bila tidak melebihi dari 2 standar deviasi.5

Mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan gambaran


radiologis. Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan, mencari
kasus mikrosefali tambahan atau gangguan yang mengenai sistem saraf.
Adalah penting untuk mengukur lingkar kepala penderita saat lahir.
Lingkaran kepala yang sangat kecil menunjukkan suatu proses yang
dimulai pada awal perkembangan embrional atau perkembangan janin.
Gangguan pada otak yang terjadi pada kehidupan akhir, terutama
sesudah usia 2 tahun, kurang mungkin dapat mengakibatkan
mikrosefali berat. Pengukuran lingkar kepala berkali-kali adalah lebih
berarti daripada pengukuran satu kali, terutama saat kelainan minimal.
Selain itu, lingkar kepala orang tua dan saudara kandung masingmasing
harus dicatat.Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran
sirkumferensia fronto oksipital dengan menggunakan pita pengukur dan
melingkari tulang cranium denganmelewati bagian terlebar dari dahi
dan bagian yang menonjol pada area occipital. 6
Definisi lingkar kepala normal yang diterima secara luas pada
pengukuransirkumferensia fronto-oksipital ini bila tidak melebihi dari 2
standar deviasi. Pemeriksaan laboratorium anak mikrosefali ditentukan
melalui riwayat danpemeriksaan fisik. Jika penyebab mikrosefali tidak
diketahui, kadar fenilalanin serumibu harus diukur. Kadar fenilalanin
serum ibu yang tinggi pada ibu yang tidak bergejaladapat
mengakibatkan cedera otak yang nyata pada bayi non fenilketonuria
yang lainnyanormal. Kariotipe diperiksa jika sindrom kromosom
dicurigai atau jika anak memilikiwajah abnormal, perawakan pendek
dan anomali kongenital tambahan. CT Scan atau MRI dapat berguna
dalam mengenali kelainan struktural otak atau klasifikasiintraserebrum.
Penelitian tambahan meliputi analisis asam amino palsma dan urin
puasa: amonium serum : titer toksoplasmosis, rubella, citomegalovirus
dan herpes simpleks (TORCH) ibu dan anak serta sampel urin untuk
biakan cytomegalovirus.7

e. Manifestasi Klinis

Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan


gambaran radiologis. Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan,
mencari kasus mikrosefali tambahan atau gangguan yang mengenai
sistem saraf. Adalah penting untuk mengukur lingkar kepala penderita
saat lahir. Lingkaran kepala yang sangat kecil menunjukkan suatu
proses yang dimulai pada awal perkembangan embrional atau
perkembangan janin. Gangguan pada otak yang terjadi pada kehidupan
akhir, terutama sesudah usia 2 tahun, kurang mungkin dapat
mengakibatkan mikrosefali berat. Pengukuran lingkar kepala berkali-
kali adalah lebih berarti daripada pengukuran satu kali, terutama saat
kelainan minimal. Selain itu, lingkar kepala orang tua dan saudara
kandung masing-masing harus dicatat.5,6

Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran


sirkumferensia fronto oksipital dengan menggunakan pita pengukur dan
melingkari tulang cranium dengan melewati bagian terlebar dari dahi
dan bagian yang menonjol pada area occipital. Definisi lingkar kepala
normal yang diterima secara luas pada pengukuran sirkumferensia
fronto-oksipital ini bila tidak melebihi dari 2 standar deviasi.5

Pemeriksaan laboratorium anak mikrosefali ditentukan melalui


riwayat dan pemeriksaan fisik. Jika penyebab mikrosefali tidak
diketahui, kadar fenilalanin serum ibu harus diukur. Kadar fenilalanin
serum ibu yang tinggi pada ibu yang tidak bergejala dapat
mengakibatkan cedera otak yang nyata pada bayi non fenilketonuria
yang lainnya normal. Kariotipe diperiksa jika sindrom kromosom
dicurigai atau jika anak memiliki wajah abnormal, perawakan pendek
dan anomali kongenital tambahan. CT Scan atau MRI dapat berguna
dalam mengenali kelainan struktural otak atau klasifikasi
intraserebrum. Penelitian tambahan meliputi analisis asam amino
palsma dan urin puasa: amonium serum : titer toksoplasmosis, rubella,
citomegalovirus dan herpes simpleks (TORCH) ibu dan anak serta
sampel urin untuk biakan citomegalovirus.7
f. Tata Laksana
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang efektif, satu
hal yang penting adalah pemantauan perkembangan saraf. Perlu
ditekankan pada orangtua penderita mikrosefali, bahwa tujuan dari
pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya.
Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut
seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit
bantuan.5
Bila penyebab mikrosefali telah ditegakkan, dokter harus
memberikan nasehat keluarga yang tepat dan pendukung genetik.
Karena banyak anak penderita mikrosefali juga akan mengalami
retardasi mental, maka dokter juga harus membantu dengan
penempatan pada program-program yang tepat yang akan memberikan
perkembangan anak secara maksimal.5

2. Toxoplasma Kongenital
a. Definisi
Merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh karena infeksi
Toxoplasma gondii (protozoa parasit intraseluler yang dapat
menyebabkan infeksi pada fetus dan sering timbul pada bayi ysng bsru
lahir sebagai penyakit yang bersifat lokal maupun general).8
b. Etiologi
T. gondii memiliki 3 fase hidup, yaitu takizoit (bentuk
proliferatif), kista (berisi bradizoit, dan ookista (berisi sporozoit).
Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan satu ujung runcing dan
ujung lain agak membulat. Takizoit ditemukan pada infeksi akut
berbagai organ tubuh, seperti otot termasuk otot jantung, hati, limpa,
limfonodi, dan sistem saraf pusat. Selanjutnya, kista dibentuk di dalam
sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Kista
dapat ditemukan dalam tubuh hospes seumur hidup terutama di otak,
otot jantung, dan otot bergaris. Fase hidup ketiga T. gondii adalah
sporozoit; pada fase ini ditemukan ookista. Ookista berbentuk lonjong,
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua;
selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista berisi 4 sporozoit berukuran 8x2
mikron dan sebuah benda residu.9
Kucing merupakan hospes definitif T. gondii. Selama infeksi
akut, ookista yang keluar bersama tinja kucing belum bersifat infektif.
Setelah beberapa minggu, tergantung kondisi lingkungan, ookista akan
mengalami sporulasi dan menjadi bentuk infektif. Manusia dan hospes
perantara lain, seperti kambing dan domba, akan terinfeksi jika
menelan ookista tersebut. Kondisi cuaca panas dan tanah lembap dapat
mempertahankan ookista selama sekitar 1 tahun. Ookista tidak dapat
bertahan hidup di tanah gersang dan cuaca dingin.9
Setelah terjadi infeksi T. gondii akan terjadi proses
parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta
memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Pada
toksoplasmosis kongenital, infeksi primer pada janin diawali dengan
masuknya darah ibu yang mengandung parasit ke dalam plasenta,
sehingga terjadi plasentitis. Hal ini ditandai dengan gambaran plasenta
dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal
reaksi pada vili. Inflamasi tali pusat jarang dijumpai. Parasit akan
menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya tergantung usia
kehamilan.10
Risiko toksoplasmosis kongenital sekitar 10 – 25% apabila
infeksi akut maternal terjadi pada trimester pertama kehamilan dan
meningkat hingga 60 – 90% apabila terjadi pada trimester ketiga.
Namun, manifestasi toksoplasmosis kongenital lebih parah jika infeksi
terjadi pada trimester pertama.10
c. Epidemiologi
Toksoplasmosis tersebar hampir di seluruh dunia karena
toksoplasma pada hakekatnya mampu menginfeksi setiap sel pejamu
yang berinti. Sekitar 85 persen wanita usia produktif di Amerika
Serikat mengalami infeksi akut parasit Toxoplasma gondii. Insidens
toksoplasmosis congenital tergantung proporsi wanita hamil yang
terinfeksi toksoplasma selama kehamilan. Estimasi infeksi kongenital
di Amerika Serikatberkisarantara 1 per 3000 sampai 1 per 10.000
kelahiran. Berdasarkan data studi regional, 400 sampai 4.000 kasus
toksoplasmosis congenital terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.11
d. Pathogenesis
Toxopasma gondii yang menginfeksi anak-anak atau orang
dewasa berasal dari makanan yang mengandung cysts atau
terkontaminasi oleh oocysts. Oocysts biasanya berasal dari kucing yang
terinfeksi dan dibawa oleh lalat atau kecoa. Ketika parasit itu tercerna,
cysts akan melepaskan bradyzoites atau oocysts melepaskan
sporozoites. Parasit tersebut akan masuk ke dalam sel di saluran
pencernaan, memperbanyak diri, menghancurkan sel, menginfeksi sel
di sekitarnya, masuk ke limpa, dan menyebar melalui aliran darah ke
seluruh tubuh. Tachyzoites berproliferasi dan menyebabkan nekrosis di
sekitarnya. 12
Ketikan seorang ibu terinfeksi selama kehamilan, parasit
tersebut akan menyebar melalui aliran darah ke plasenta. Infeksi dapat
berpindah ke fetus melalui plasenta atau selama kelahiran melalui
vagina. 17% fetus terinfeksi selama trimester pertama dan 65% fetus
terinfeksi selama trimester ketiga.12
Pada toksoplasmosis kongenital, infeksi primer pada janin
diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit ke dalam
plasenta, sehingga terjadi plasentitis. Hal ini ditandai dengan gambaran
plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan
fokal reaksi pada vili. Inflamasi tali pusat jarang dijumpai. Parasit akan
menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya tergantung usia
kehamilan. Risiko toksoplasmosis kongenital sekitar 10 – 25% apabila
infeksi akut maternal terjadi pada trimester pertama kehamilan dan
meningkat hingga 60 – 90% apabila terjadi pada trimester ketiga.
Namun, manifestasi toksoplasmosis kongenital lebih parah jika infeksi
terjadi pada trimester pertama.13
e. Diagnosis

Diagnosis toksoplasmosis akut ditegakkan bila ditemukan parasite


dalam darah atau cairan tubuh, ditemukan kista dalam plasenta atau jaringan
lain pada neonates, adanya antigen dan organisme dalam pathogen preparat
jaringan atau cairan tubuh, didapatkannya antigen dalam serum dan cairan
tubuh atau tes serologikyang positif. Tetapi oleh karena tekhnik isolasi tidak
selamanya dapat dikerjakan, maka terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat membantu diagnosis.14

1.Pemeriksaan laboratorium
a). Cairan serebrospinal
Kelainan cairan ini pada toksoplasmosis kongenital selalui dijumpai.
Cairan ini berwarna santokrom, terdapat pleositosis mononuclear, dan
peningkatan kadar protein. Kelainan ini juga terdapat pad acairan ventrikel.
Apabila ditemukan igM dalam cairan serebrospinal, maka infeksi masih
aktif.

b). Gambaran darah tepi


Baik leukopenia maupun leukositosis dapat terjadi pada
toksoplasmosis. Pada fase awal infeksi, dapat ditemukan limfositosis dan
monositosis

2.Pemeriksaan histologik.
Bila ditemukan takizoid dalam jaringan (misalnya pada biopsy otak,
aspirasi sum-sum tulang) tau cairan tubuh (cairan ventrikel atau
serebrospinal, akua-humour, sputum) maka diagnosis dapat ditegakkan.
Sedangkan apabila ditemukan kista , belum dapat dipastikan adanya infeksi
akut.

3.Pemeriksaan serologic

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan terpenting untuk membantu


diagnosis. Pada tes serologic dapat diukur titer zat anti igM dan igG. Zat anti
igM dapat dideteksi pada 2 minggu setelah infeksi. Sedangkan igG mencapai
konsentrasi tertinggi pada 1-2 bulan setelah infeksi terjadi.

Tes serologic yang lazim digunakan adalah

• a) Tes pewrnaan sabin-feldman (dye test)


• b) Tes hemaglutinasi indirek (tes IHA)
• c) Tes komplemen fiksasi
• d) Tes aglutinasi
• e) Tes fluresen antibody indirek
• f) IgM-ELISA

Diagnosis serogik pada neonatus

Untuk tes ini sebaiknya diambil dari ibu dan bayi secara bersamaan.
Pada bayi diambil dari darah tali pusat dan darah tepi. Zt anti igG yang
ditemukan pada darah bayi didapatkan pasif secara transplasental dari ibu
yang mendapat infeksi akut atau laten. Sedangkan infeksi akut pada bayi
dibuktikan dengan ditemukan igM pada darah bayi. Hal ini karena igM
mempunyai berat molekul besar (950.000) sehingga tidak dapat melalui
plasent, maka bila ditemukan igM maka berarti berasal dari bayi.15

Pada toksoplasmosis kongenital, biasanya dijumpai titer antibodi igG


yang tinggi dan titer antibody IGm positif, bila diperiksa oleh ELISA.
Pemeriksaan antibody dianjurkan diperiksa bersamaan bayi dan ibu, oleh
karena igG ibu dapat melewati plasenta, sehingga akan tetap dapat ditemukan
baik pada neonatus yang terinfeksi atau yang tidak terinfeksi. Pada bayi yang
terinfeksi, titer igG akan tetap tinggi, sedangkan pada bayi yang tidak
terinfeksi, maka titer igGnya akan menurun dan tidak dijumpai antibody igM.
Zat anti igG dari ibu lambat laun akan menghilang, kemudian pada umur 2-3
bulan, bayi dapat membentuk zat anti igG sendiri. Maka diagnosis
toksoplasmosis kongenital ditegakkan bila dapat dideteksi igM spesifik atau
igG spesifik yang menetap setalah igG dari ibu menghilang.15
4.Foto kepala

Pada foto kepla dapat ditemukan kalsifikasi multipel diameter 1-3


mm menyebar ke daerah periventrikuler, oksiparietal dan temporal atau
berbentuk linier pada basal ganglia

5.Elektroensefalografi
Tampak aktivitas yang menurun, fokal, focus iritatif, paroksismalitas
umum atau normal

6. CT-scan atau USG kepala


Pada CT-scanning kepala, kaldifikasi intra cerebral akan lebih jelas
terlihat. Lokasi kalsifikasi biasanya periventricular atau tersebar. CT –
scanning kepala dapat pula untuk menilai luas kerusakan jaringan otak. Bila
ubun-ubun masih terbuka, kalsifikasi kerusakan jaringan otak dapat dilihat
pada pemeriksaan USG. 15
f. Pencegahan
Hal-hal yang paling penting dalam pencegahantoksoplasmosis
ialah higiene, mencuci tangan setelah menyentuh daging mentah dan
menghindari feses kucing. Hindari makanan yang terkontaminasi dan
masak dagingdengan tepat.Pencegahan sekunder terdiri dari diagnosis
awal pada ibu, fetus dan bayi baru lahir dan menghindari tindakanyang
dapat menyebabkan transmisi parasit secara transplasental, melalui
intervensi terapi pada ibu hamildan anak-anak yang memperlihatkan
infeksi akut. Pencegahan tersier berkonsentrasi pada diagnosis awal
melalui kadar antibodi spesifik IgA dan IgM dalam darah yang diambil
dari bayi baru lahir, memperkenankan pelaksanaan rezim terapi untuk
mencegah atau mengurangi risiko sekuale.16

Prinsip pencegahan yang dilakukan agar tidak terkena


toksoplasmosis adalah dengan memutus rantai penularan, sehingga
ookista maupun kista tidak masuk ke dalam tubuh manusia. Dari cara
penularan toksoplasmosis ke manusia, dapat terlihat jelas bahwa jalan
utama masuk T. gondii ke dalam tubuh manusia adalah melalui mulut,
atau dengan kata lain melalui makanan yang tercemar oleh trofozoit,
ookista atau kista. Kista akan masuk ke tubuh manusia, jika makan
daging yangtidak dimasak sempurna (setengah matang), sedangkan
ookista akan masuk ke tubuh manusia melalui makan sayuran, buah, air
minum dan lalapan segar yang tercemar ookista melalui lingkungan,
trofozoit bisa masuk setelah tangan kontak dengan daging tercemar
kemudian makan tanpa cuci tangan, bisa juga melalui air susu yang
tercemar atau air seni dari kucing yang kena toksoplasmosis, tropozoit
bisa masuk tubuh apabila kecelakaan di laboratorium.17

Berangkat dari cara masuknya T. gondii ke tubuh manusia


melalui makanan, maka pencegahan toksoplasmosis dapat dilakukan
dengan melalui pola makan, dan kebiasaan hidup yang dapat
menghindari masuknya kista, ookista dan trofozoit ke dalam tubuh.
Dengan memotong siklus hidup T. gondii agar tidak dapat masuk ke
dalam tubuh manusia, makamanusia akan dapat terhindar dari bahaya
yang disebabkan oleh infeksi T. gondii. Pola makan dan kebiasaan
hidup sehat yang dapat mencegah masuknya T. gondii ke dalam tubuh
manusia antara lain adalah sebagai berikut:17

1. Menghindari makan daging setengahmatang. Semua masakan atau


makananyang mengandung daging, pastikan daging telah dimasak
dengan baik (T. gondii bentuk trofo zoit akan mati pada pemanasan
65ºC). Kemungkinan terbesar infeksi T. gondii pada manusia berasal
dari makan daging yang kurang masak, misalnya sate setengah matang
atau jenis masakan yang menggunakan daging tidak dimasak sempurna.
Kebiasaan orang membuat rendang dapat menghindari diri dari
kemungkinan terinfeksi toksoplasmosis.

2. Mencuci semua sayuran, buah, dan lalapan dengan bersih. Usahakan


pencucian mengunakan air yang mengalir. Kemungkinan tercemarnya
sayuran, buah, dan lalapan oleh ookista sangat besar, karena makanan
tersebut dari ladang yang tidak bisa terhindar dari pencemaran
lingkungan, termasuk adanya ookista.
g. Tata laksana
Bayi baru lahir dengan toksoplasmosi dapat diberikan
kombinasi dari pyrimetamine 1mg/kg tiap harinya selama 2 bulan
diikuti dengan 1mg/kg setiap 2 hari selama 2 bulan, sulfadiazine
50mg/kg berat tubuh tiap hari dan asam folat 5-10mg 3 kali seminggu
untuk mencegah efek samping pyrimethamine2. Dengan tambahan
ketentuan dari obatjuga dibutuhkan untuk tindak lanjut yang teratur.
Darah keseluruhan dihitung 1-2 kali tiap minggu untuk dosis harian
pyrimethamine dan 1-2 kali per bulan untuk dosis pyrimethamin yang
digunakan tiap bulan untuk memonitor efek racun dari obat. Juga
dibutuhkan pemeriksaan anak secara keseluruhan termasuk
pemeriksaan ophthalmologic tiap 3 bulan hingga usia 18 bulan dan tiap
tahun, termasuk pemeriksaan saraf tiap 3-6 bulan sampai usia 1 tahun.18
h. Prognosis
Pada pasien immune compromised, reaktivasi toksoplasmosis
kronis sering terjadi. Terapi supresif dan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dapat mengurangi risiko infeksi berulang. Bayi dengan
toksoplasmosis ocular diperoleh memiliki prognosis yang baik dan
dalam empat tahun kedepan memiliki perkembangan yang sama seperti
bayi yang tidak terinfeksi. Pasien yang tidak Immunocompetent
memiliki prognosis yang baik, limfadenopati dan gejala lainnya hilang
dalam beberapa minggu setelah infeksi.11
i. Manifestasi klinis5
 Ibu

Gejala-gejala dari infeksi toxoplasma akut pada wanita hamil


dapat bersifat sementara dan tidak spesifik, dan sebagian besar kasus
menjadi tidak terdiagnosa tanpa tersedianya skrining antibodi universal.
Ketika gejala-gejala timbul, biasanya terbatas pada limfadenopati dan
kelelahan; adenofati dapat menetap selama berbulan-bulan dan
melibatkan suatu nodus limfatikus tunggal. Kadang dapat pula
ditemukan sindrom mirip mononukleosis dengan karakteristik berupa
demam, malaise, tenggorokan gatal, nyeri kepala, mialgia, dan
limfositosis atipikal.

 Anak

Seorang anak dengan infeksi toxoplasma kongenital dapat


muncul dengan satu dari empat pola yang dikenal dengan: (1) penyakit
neonatus simptomatik; (2) penyakit simptomatik yang timbul pada
bulan pertama kehidupan; (3) sekuele atau relaps; dan (4) infeksi
subklinis.

Kebanyakan anak dengan toxoplasmosis kongenital tidak


menunjukkan gejala atau kelainan yang nyata pada waktu lahir.
Mengenai apakah infeksi kongenital ini menggambarkan reaktifasi dari
infeksi Toxoplasma sebelumnya atau infeksi yang baru didapat belum
dapat dipastikan, namun gambaran riwayat penyakit dari anak dengan
infeksi kongenital menunjukkan bahwa perawatan prenatal dan
postnatal selama paling sedikit satu tahun dapat meningkatkan kualitas
hidup secara signifikan, bahkan pada anak dengan kalsifikasi susunan
saraf pusat atau kelainan retina. 19

Secara umum manifestasi klinis dari toxoplasmosis dibagi


menjadi 2; manifestasi sistemik dan neurologik. Yang digolongkan ke
dalam manifestasi sistemik meliputi demam, hepatosplenomegali,
anemia, serta pneumonitis yang terjadi karena adanya parasitemia.
Sedangkan kelainan-kelainan seperti korioretinitis, hidrosefalus, serta
serangan kejang tergolong manifestasi neurologik, yang terjadi karena
adanya invasi parasit melewati barier otak, maupun deposit dari kista
parasit di jaringan otak.5

Trias klasik dari toxoplasmosis kongenital, yaitu korioretinitis,


hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial, hanya ditemukan dalam
proporsi yang sedikit pada kasus-kasus simptomatik. Demam,
hepatosplenomegali, anemia, dan ikterik merupakan tanda-tanda yang
lebih sering muncul. Bercak-bercak merah, trombositopenia,
eosinofilia, dan pneumonitis kadang dapat ditemukan. Cairan spinal
sering mengalami abnormalitas. Keterlibatan sistem neurologis dan
okular seringkali timbul kemudian apabila tidak ditemukan pada saat
kelahiran. Kejang, retardasi mental, dan kekakuan adalah sekuele yang
sering ditemukan.

Toksoplasmsosis Kongenital. Penularan. Sekitar 50% wanita


yang tidak diobati yang mendapat infeksi selama kehamilan
menularkan parasite pada janinnya, insiden penularan paling sedikit
pada awal kehamilan dan paling besar pada kehamilan akhir, dan makin
awal infeksi didapat oleh janin pada kehamilan, makin lebih mungkin
menimbulkan manifestasi janin yang berat. Tanda-tanda dan gejala
yang terkait dengan infeksi Toxoplasma didapat akut pada wanita hamil
adalah sama seperti tanda-tanda dan gejala-gejala yang ditemukan pada
anak yang secara imunologis normal, paling sering adalah
limfadenopati. Infeksi congenital dapat juga ditularkan oleh wanita
asimtomatik dengan imunosupresi (misalnya, mereka yang diobat
dengan kortikoseroid dan mereka yang dengan infeksi HIV).

Genetik.Pada kembar monozigot, gambaran keterlibatan klinis


adalah paling serupa, sedangkan pada kembar dizigot, manifestasi
sering berbeda. Pada kembar dizigot, manifestasi berat pada satu
kembarnya. Juga infeksi congenital telah terjadi hanya pada satu
kembar dari sepasang kembar dizigot.

Spektrum dan Frekuensi Tanda-Tanda dan Gejala-Gejala.


Penyakit congenital dapat muncul sebagai penyakit neonates ringan
atau berat, dimulai pada usia 1 bulan pertama, atau dengan sekuele atau
relaps dari infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya pada setiap saat
selama masa bayi atau dikemudian hari.Berbagai manifestasi infeksi
congenital terjadi pada masa perinatal.Kisaran ini mulai dari tanda-
tanda yang relative ringan, seperti ukuran kecil menurut umur
kehamilan, prematuritas, parut retina perifer, icterus menetap,
trombositopenia ringan, dan pleositosis cairan serebrospinal, sampai
trias tanda-tanda klasik yang terdiri atas korioretinitis, hidrosefalus, dan
klasifikasi otak. Infeksi dapat mengakibatkan eritroblastosis,
hidropsfetalis, dan kematian perinatal.Lebih dari setengah bayi dengan
infeksi congenital dianggap normal pada masa perinatal, tetapi hampir
semua anak demikian akan mempunyai keterlibatan okuler dikemudian
hari. Tanda-tanda neurologis pada neonates, yang meliputi kejang-
kejang, tanda sunset (matahari terbenam) dan bertambahnya lingkaran
kepala tidak sebanding dengan parameter pertumbuhan lain,dapat
disertai dengan cacat otak yang besar.19
Namun tanda-tanda demikian dapat juga terjadi dalam
hubungannya dengan ensefalitis tanpa kerusakan yang luas atau radang
yang berdekatan yang relative ringan dan penyumbatan akuaductus
sylvii.Jika bayi demikian segera diobati, tanda-tanda dan gejala-gejala
mungkin sembuh, dan anak dapat berkembang secara normal.

Infeksi pada kebanyakan dari 210 bayi yang dirujuk, pada


mulanya dicurigai karena ibunya teridentifikasio leh program skrining
serologis yang mendeteksi wanita hamil dengan infeksi T.gondii akut di
dapat. Dua puluh satu (10%) menderita toxoplasmosis congenital berat
dengan keterlibatan SSS, lesimata, dan manifestasi sistemik
menyeluruh. Tujuh puluh-satu (34%) menderita keterlibatan ringan
dengan hasil normal pada pemeriksaan klinis selain dari parut retina
atau kalsifikasi intracranial murni. Seratus enam belas (55%) tidak
mempunyai manifestasi yang terdeteksi. Gambaran terakhir ini dapat
menggambarkan kesukaran-kesukaran yang terkait dengan pemeriksaan
funduskopi retina perifer pada bayi dan anak muda. Gambaran ini
menggambarkan penaksiran yang terlalu rendah dari frekuensi relative
infeksi congenital berat karena alasan-alasan berikut : kasus yang
paling berat, termasuk kebanyakan dari mereka yang meninggal, tidak
dirujuk, aborsi terapeutik sering dilakukan bila infeksi ibu didapat akut
di diagnosis saat awal kehamilan, terapi spiramisin in utero mungkin
mengurangi keparahan infeksi, dan hanya 13 bayi menjalani CT scan
dan 23% tidak menjalani pemeriksaan cairan serebrospinal.
Pemeriksaan bayi baru lahir secara rutin sering normal pada bayi
dengan infeksi kongenital, tetapi evaluasi yang lebih cermat
menunjukkan kelainan yang bermakna, secara spesifik dari 28 bayi
yang di deteksi dengan program skrining serologis universal state
untuk IgM spesifik T.Gondii, 26 mempunyai hasil pemeriksaan bayi
baru lahir rutin normal dan 14 mengalami kelainan yang bermakna
dengan evaluasi yang lebih cermat. Kelainan ini meliputi parut retina
(tujuh bayi), korioretinitis aktif (tiga bayi), dan kelainan SSS (delapan
bayi).Lebih dari 80% anak ini mempunyai IQ <70, dan banyak yang
menderita kejang-kejang serta penglihatan yang terganggu berat. 19

a). Kulit
Manifestasi kulit pada bayi dengan toxoplasmosis congenital
meliputi petekie, ekimosis, atau perdarahan luas akibat
trombositosipenia, dan ruam.Ruam mungkin merupakan bintik-bintik
halus, makulo popular difus, lentikuler, macular merah-kebiruan tua,
berbatas tegas, dan papula biru difus.Ruam mekuler melibatkan seluruh
tubuh termasuk telapak tangan dan telapak kaki, dermatitis eksfoliativa
dan kalsifikasi kulit telah diuraikan.Ikterus karena keterlibatan hati
dengan T.gondii dan atau hemolisis, sianosis karena pneumonitis
interstisial akibat infeksi congenital ini, dan edema akibat miokarditis
atau sindrom nefrotik mungkin ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemia
terkonjugasi dapat menetap selama berbulan-bulan.

Tanda-Tanda Sistemik . Dua puluh lima sampai lebih dari 50%


bayi dengan penyakit yang tampak secara klinis pada saat lahir,
dilahirkan secara premature. Skor apgar rendah juga biasa.Retardasi
pertumbuhan intrauterine dan ketidakstabilan pengaturan suhu dapat
terjadi. Manifestasi sistemik lain meliputi limfadenopati,
hepatosplenomegali, tanda-tanda miokarditis, pneumonitis, dan
sindrom nefrotik, muntah, diare, dan masalah makan.Hipodensitas garis
metafisis dan ketidakteraturan garis klasifikasi sementara pada garis
epifisis dapat terjadi tanpa reaksi periosteum pada kosta, femur, dan
vertebra. Toxoplasmosis congenital dapat terancukan dengan
isosensitisasi yang menyebabkan fetalis, uji Coombs biasanya negative
pada infeksi T.gondii kongenital.

Kelainan Endokrin.Kelainan endokrin dapat terjadi akibat


keterlibatan hipothalamus atau pituitari atau keterlibatan organ-akhir
(end-organ). Yang berikut ini telah dilaporkan: miksedema,
hipernatremia persisten dengan diabetes insipidusvasopresin-sensitif
tanpa poliuria dan polidipsia, seksual-prekoks, dan hipopituitarisme
anterior sebagian.

Sistem Saraf Sentral.Manifestasi neurologis toksoplasmosis


kongenital bervariasi dari ensefalopati masif akut ke sindrom
neurologis yang tidak kentara. Toksoplasmosis harus dipikirkan sebagai
penyebab setiap penyakit neurologis yang tidak terdiagnosis pada anak
di bawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina.19

Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi


neurologis klinis toksoplasmosis kongenital dan mungkin
terkompensasi atau memerlukan koreksi dengan pemasangan shunt.
Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal, berkembang
sesudah masa perinatal, atau jarang, muncul di kemudian hari. Pola
kejang-kejang berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik
fokal, kejang-kejang petit mal dan grand mal, otot menyentak-nyentak
(twitching), opistotonus dan hipsaritmia (yang dapt sembuh dengan
terapi hormon adrenokortikotropik (ACTH). Keterlibatan spinal dan
bulber mungkin dimanifestasikan oleh paralisis tungkai, kesukaran
dalam menelan, dan distres pernapasan. Mikrosefali biasanya
menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak
dengan mikrosefali karena toksoplasmosis kongenital, yang telah
diobati, tampak berfungsi secara normal pada umur tahun-tahun
pertama. Toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati yang bergejala
pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan yang banyak pada
fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual
juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi subklinis, walaupun
dilakukan pengobatan dengan pirimentamin dan sulfonamid selama 1
bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata
setelah masa neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis. 19

Kelainan Cairan Serebrospinal (CSS).Terjadi pada sekurang-


kurangnya sepertiga bayi dengan toksoplasmosis kongenital. Produksi
lokal antibodi spesifik-T. gondii dapat ditunjukkan pada cairan CSS
individu dengan infeksi kongenital. CT scan otak yang diperkuat
dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi, menentukan
ukuran ventrikel, mencitra lesi radang aktif, dan menggambarkan
struktur kistik porensefalik. Kalsifikasi terjadi di seluruh otak, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan khusus perkembangan lesi
demikian pada nukleus kaudatus (yaitu terutama pada area ganglia
basalis), pleksus koroid, dan subependim. Ultrasonografi mungkin
berguna untuk memantau ukuran ventrikel pada bayi dengan infeksi
kongenital. Pencitraan resonansi magnetik (MRI), CT dengan
penguatan kontras, dan sken radionukleotid oak dapt berguna untuk
mendeteksi lesi radang aktif. 19

b) Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi kongenital yang tidak
diobati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan
sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan berat. T. gondii
menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan
infeksi kongenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina.
Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, temasuk
makula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang
melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau korteks visual juga
dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Dalam kaitannya dengan
lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang,
menyebabkan eritrema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi
sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan
keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada iris, kadang-kadang
disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan
glaukoma. Otot-otot ekstrakuler dapat juga terlibat secara langsung,
bermanifestasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan
mikro-oftalmia. Diagnosis banding lesi yang menyerupai
toksoplasmosis okuler meliputi cacat kolobomatosa kongenital dan lesi
radang lain karena sitomegalovirus, Treponema pallidum,
Mycobacterium tuberculosis, atau vaskulitis. Toksoplasmosis okuler
adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan
pemberian terapi multipel. Couvreur et al mempunyai data terbatas,
yang memberi kesan bahwa kejadian lesi pada tahun-tahun awal
kehidupan dapat dicegah dengan memberi pengobatan antimikroba
(dengan pirimentamin dan sulfanomid selang sebulan dengan
spiramisin) selama setahun pertama kehidupan.19

c). Telinga

Kehilangan pendengaran sensorineural, baik ringan maupun


berat, dapat terjadi. Belum diketahui apakah keadaan ini merupakan
gangguan statis atau progresif. Infeksi yang Terjadi
Bersamaan.Toksoplasmosis pada bayi dengan inveksi HIV biasanya
tampak sebagai penyakit fulminan dan berat dengan banyak
keterlibatan CSS tetapi dapat juga gambarannya lebih lambat dengan
defisit neurologis fokal atau manifestasi sistemik seperti pneumonitis.
Toksoplasmosis Didapat pada individu yang secara Imunologis
Normal.Anak yang secara imunologis normal yang mendapat infeksi
pascalahir mungkin tidak menderita penyakit yang dapat dikenali
secara klinis. Manifestasi yang paling lazim adalah pembesaran satu
atau beberapa limfobodi pada daerah servikal. Kasus limfadenopati
toxoplasma jarang menyerupai mononukleosis infeksiosa (karena virus
Epstein-Barr, sitomegalovirus, parvovirus), penyakit Hodgkin, atau
limfadenopati lain. Di daerah pektoral pada anak wanita yang lebih tua
dan wanita dewasa, limfonodi ini dapat terancukan dengan neoplasma
payudara. Limfonodi mediastinum, mesenterika, dan retroperitoneum
mungkin terlibat. Keterlibatan limfonodi intrabdomen dapat disertai
dengan demam dan apendisitis. Nodus dapat nyeri tetapi tidak
bersupurasi. Adenopati mungkin mucul dan hilang dalam 1 tahun. Bila
muncul manifestasi klinis, mereka dapat mencakup hampir setiap
kombinasi demam, kaku kuduk, mialgia, artralgia, ruam makulopapular
kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, limfadenopati setempat
atau menyeluruh, hepatomegali, hepatitis, limfositosis reaktif,
meningitis, abses otak, ensefalitis, kebingungan, malaise, pneumonia,
polimiositis, perikarditis, efusi perikardium, dan miokarditis.
Korioretinitis biasanya unilateral, terjadi pada sekitar 1% kasus. Gejala-
gejala dapat timbul setelah beberapa hari saja atau dapat menetap
beberapa bulan. 19

Kebanyakan penderita dengan malaise dan limfadenopati


sembuh secara spontan tanpa terap antimikroba. Keterlibatan organ
yang bermakna pada individu yang secara imunologis normal tidak
lazim, tetapi beberapa individu demikian mempunyai morbiditas yang
bermakna. 19

Keterlibatan Okuler pada Anak yang Lebih Tua.Di Amerika


Serikat dan Eropa Barat, T.gondii telah diperkirakan menyebabkan 30%
kasus korioretinitis. Manifestasinya merupakan penglihatan yang kabur,
fotofobia, epifora, dan dengan keterlibatan makula, kehilangan visus
sentral. Tanda-tanda yang disebabkan oleh toksoplasmosis okuler
kongenital juga meliputi strabismus, mikro-oftalmia, mikrokornea,
katarak, anisometropia, dan nistagmus. Sering terjadi episode berulang.

Toksoplasmosis pada Penderita dengan Gangguan


Imun.Infeksi T.gondii kongenital pada bayi dengan AIDS biasanya
merupakan gangguan fulminan, yang dengan cepat mematikan,
melibatkan otak dan organ-organ lain seperti paru-paru dan jantung.
Infeksi T.gondii di seminata juga terjadi pada anak yang lebih tua
dengan gangguan imun karena AIDS, keganasan dan terapi sitotoksik
atau kortikosteroid, atau karena obat- obat imunosupresif yang di
berikan pada transplantasi organ. Individu dengan gangguan imun
mengembangkan bentuk klinis infeksi Toxoplasma seperti yang terjadi
pada individu normal secara imunologis. Tanda- tanda dan gejala yang
dapat di rujuk pada SSS merupakan manifestasi penyakit yang paling
sering ( terjadi pada 50% penderita) terjadi pada penyakit berat,
walaupun orang lain juga dapat terlibat.

Resipien transplan sum-sum tulang menimbulkan masalah


khusus, karena infeksi aktif pada penderita sukar di diagnosis. Antibodi
spesifik mungkin tidak meningkat dalam serum atau tidak ada. Pada
kebanyakan keadaan, infeksi aktif terjadi pada anak dengan bukti
adanya infeksi laten seebelumnya.

Individu yang mempunyai antibodi terhadap T. gondii dan


infeksi HIV mempunyai risiko yang bermakna untuk berkembang
menjadi ensefalitis toksoplasma, yang dapat merupakan gambaran
manifestasi AIDS. Pada penderita dengan AIDS, ensefalitis
toksoplasma mematikan jika tidak di obati. Penemuan khas
toksoplasmosis CSS pada penderita dengan AIDS meliputi demam,
nyeri kepala, perubahan status mental, psikosis, gangguan kognitif,
kejang- kejang, dan cacat neurologis lokal, termasuk hemiparesis,
afasia, ataksia, kehilangan medan penglihatan, kelumpuhan saraf
kranial, dan dismetria atau gangguan gerakan. Penemuan yang jarang
dari keterlibatan SSS atau organ lain adalah meningismus, tanda- tanda
yang didasarkan pada keterlibatan jantung, saluran pencernaan, tetes,
panhipopituitarisme, dan sindrom hormon antidiuretik yang tidak
sesuai. Pada penderita dewasa dengan AIDS, lesi retina toksoplasma
sering besar dan nekrosis diffus, dan berisi banyak organisme tetapi
sedikit infiltrat radang seluler.

Ensefalitis toksoplasma dan toksoplasmosis kongenital


merupakan masalah khusus seperti pada individu dengan ganngguan
imun yang berasal dari dearah di mana insiden infeksi laten tinggi.
Secara spesifik, sekitar 25-50% penderita dengan AIDS dan antibodi
Toksoplasma akhirnya akan berkembang menjadi ensefalitis
toksoplasmik. Alasan mengapa hanya subpopulasi individu yang
terinfeksi secara laten yang berkembang menjadi ensefalitis
toksoplasma, belum diketahui. Pada diagnosis dugaan ensefalitis
toksoplasma pada penderita dengan AIDS harus segera di lakukan trial
terapeutik dengan obat- obat yang efektif melawan T.gondii. Perbaikan
klinis yang jelas dalam 7-14 hari dan perbaikan pada pemeriksaan
neuroradiologis dalam 3 minggu sesudah terapi di mulai, membuat
diagnosis dugaan menjadi hampir pasti.19
3. Khorioretinitis
a. Definisi
Khorioretinitis adalah suatu proses inflamasi yang terdapat pada
traktus uvea pada mata. Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi virus
congenital, bakteri atau protozoa pada neonatus.8

b. Etiologi
1. Uveitis Posterior (Chorioretinitis) dapat disebabkan oleh:20
1. Penyakit Infeksi
- Virus
CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV,
virus epstein barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut
- Bakteri
Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan
endemic, nocardia, neisseria meningitidis, mycobacterium
aviumintracellulare, yersinia, dan borrelia (penyebab penyakit
Lyme)
- Fungus
Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
- Parasit
Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.
2. Penyakit Non Infeksi
- Autoimun
Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis
nodosa, oftalmia simpatis, vaskulitis retina
- Keganasan
Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi
metastatik
- Etiologi tak diketahui
Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid
multifokal akut, retinopati ―birdshot‖, epitellopati pigment
retina.

c. Patofisiologi
Chorioretinitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun
reaksi radang lainnya. Proses inflamasi ini akan menyebabkan
perubahan kondisi di struktur uvea itu sendiri. Bila peradangan
korioretinitis terjadi di bagian perifer, maka tidak akan mengganggu
pada ketajaman penglihatan. Tajam atau tidaknya suatu penglihatan
tergantung pada penyerbukkan sel radang ke dalam badan kaca atau
media penglihatan. Makin tebal kekeruhan, maka akan mengakibatkan
penurunan ketajaman penglihatan. 21
Tergantung pada penyebabnya, tanda radang dapat difus atau
setempat. Radang infeksi ini biasanya disebabkan oleh infeksi yang
meluas seperti tuberkulosis dan infeksi fokal lainnya.Apabila
peradangan mengenai daerah macula lutea, maka penglihatan akan
cepat memburuk tanpa tanda kelainan dari luar. Biasanya radang sentral
ini disebabkan oleh infeksi kongenital akibat toxoplasma. Akibat
terbentuknya jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan organisasi
yang merusak seluruh susunan jaringan koroid dan retina. Jaringan
fibrosis ini akan berwarna pucat putih. Warna putih ini juga terjadi
akibat sklera terlihat melalui koroid yang menipis.22Pada banyak tipe
akibatnya adalah parut khorioretina atrofi yang dibatasi oleh pigmentasi
(sering dengan gangguan penglihatan). Komplikasi sekunder meliputi
pengelupasan retina, glaucoma atau ftisis. 23
d. Manifestasi klinis
Infeksi diseminata kongenital seperti CMV dan toksoplasmosis
juga dapat bermanifestasi dengan temuan ekstraokular seperti retardasi
pertumbuhan intrauterin, mikrosefali, microphthalmia, katarak, uveitis,
gangguan pendengaran, osteomielitis, hepatosplenomegali,
limfadenopati, eritropoiesis dermal, karditis, dan penyakit jantung
kongenital.24
e. Tata laksana
Penderita diberi pirimetamin, sulfadiazin, dan leukovorin
selama sekitar 1 bulan. Dalam 10 hari tepi-tepi lesi retina akan
menajam dan kabut korpus vitreum akan menghilang pada 60-70%
kasus. Apabila lesi melibatkan makula, pangkal nervus optikus atau
berkas papulomakuler, diberikan kortikosteroid sistemik. Fotokoagulasi
juga digunakan untuk mengobati lesi aktif dan mencegah
penyebaran.Virektomi dan pembuangan lensa kadang diperlukan.23

4. Penyebab keterlambatan perkembangan motorik25

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh hal-hal di


bawah ini, yaitu :

a. Faktor keturunan

Pada keluarga tersebut perkembangan motorik rata-rata lambat

b. Faktor lingkungan

Anak yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar, misalnya anak yang
terus digendong atau di taruh di “baby walker” terlalu lama. Juga anak
yang mengalami deprivasi maternal sering mengalami keterlambatan
motorik.

c. Faktor kepribadian

Anak yang penakut, takut jatuh.


d. Retardasi mental

Sebagian anak dengan retardasi mental mengalami keterbatasan gangguan


motorik.

e. Kelainan tonus otot

Anak dengan palsi serebral, sering terjadi keterbatasan perkembangan


motorik akibat dari spastisitas, atheotosis, ataksia atau hipotonia.
Kelemahan tendon dan kelainan pada sumsum tulang belakang (gross
spinal defects), juga disertai dengan keterlambatan motorik.

f. Obesitas

Walaupun obesitas dapat mengakibatkan gangguan perkembangan


motorik, tetapi tidak semua anak obesitas mengalami keterlambatan
motorik.

g. Penyakit neuromuscular

Pada anak yang menderita penyakit Duchenne muscular dystrophy sering


terlambat berjalan.

h. Buta

Anak yang buta sering terlambat berjalan, kemungkinan akibat dari tidak
diberikan kesempatan untuk belajar.

Sedangkan gangguan motorik halus lebih sedikit variasinya. Gangguan


perkembangan motorik halus sering menyertai retardasi mental dan palsi
serebral.25

5. Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu
peningkatan ukuran dan struktur. Anak tidak saja menjadi besar secara
fisik, tapi ukuran dan struktur organ dalam tubuh dan otak meningkat.
Akibatnya ada pertumbuhan otak, anak tersebut memiliki kemampuan yang
lebih besar untuk belajar, mengingat dan berpikir.26
Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan
kuantitatif, yaitu perubahan–perubahan psikofisis yang merupakan hasil
dari proses pematangan fungsi–fungsi yang bersifat psikis dan fisik pada
diri anak secara berkelanjutan, yang ditunjang oleh faktor keturunan dan
faktor lingkungan melalui proses maturation dan proses learning.
Maturation berarti suatu proses penyempurnakan, pematangan dari unsur-
unsur atau alat-alat tubuh yang terjadi secara alami. Proses learning
merupakan proses belajar, melalui pengalaman pada jangka waktu tertentu
untuk menuju kedewasaan.26

6. Milestone 0-12 bulan27


Menurut Hidayat (2008) menyebutkan ciri dari tumbuh kembang
sesuai usia meliputi :
1. Dari lahir sampai 3 bulan :
a. Mampu mengangkat kepala
b. Mampu mengikuti obyek dengan matanya
c. Mampu melihat ke muka orang dengan tersenyum
d. Mampu bereaksi terhadap suara/bunyi
e. Mampu mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
2. Dari 3 sampai 6 bulan :
a. Mampu mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada
b. Mulai belajar meraih benda yang ada dalam atau di luar
jangkauannya
c. Menaruh benda-benda di mulutnya
d. Mampu tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
3. Dari 6 sampai 9 bulan
a. Mampu duduk tanpa dibantu
b. Mampu tengkurap dan berbalik sendiri
c. Mampu merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
d. Mampu memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain
e. Mampu memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
f. Mampu melempar benda-benda
g. Mampu mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti
h. Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi
sembunyian

4. Dari 9 sampai 12 bulan :


a. Mampu berdiri sendiri tanpa dibantu
b. Mampu berjalan dengan dituntun
c. Mampu menirukan suara
d. Mampu belajar menyatakan satu atau dua kata
e. Mampu mengerti perintah sederhana atau larangan
f. Ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke
mulutnya
g. Berpartisipasi dalam permainan

7. Hubungan Ibu makan makanan tidak dimasak sempurna dan keluhan


bayi
Kebanyakan orang yang mengalami infeksi toksoplasmosis karena
melakukan kontak dengan kotoran kucing yang membawa parasit, makan
daging mentah yang telah terkontaminasi atau tidak dimasak dengan
matang, atau minum air yang mengandung parasit. Orang yang
mengembangkan toksoplasmosis, mengalami gejala mirip flu seperti nyeri
tubuh, sakit kepala, dan demam. Tapi gejala yang disebabkan oleh bakteri
toxoplasma sangat sedikit karena sistem kekebalan tubuh biasanya menjaga
tubuh Anda dari infeksi parasit ini. Parasit ini juga dapat menyebabkan
masalah serius seperti kerusakan pada otak, mata dan organ lainnya pada
wanita hamil dan orang dengan system kekebalan yang lemah. Untuk
mencegah infeksi akibat toxoplasma, masaklah makanan pada suhu aman,
mencuci tangan saat memegang makanan, minum air yang steril, dan jika
hamil, jauhi kotoran kucing.22

Pada toxoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi, bila makan daging


mentah atau kurang matang (misalnya sate), jika daging tersebut
mengandung kista jaringan atau takizoit Toxoplasma.

Manifestasi klinis toxoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam antara


lain prematuritas, retardasi pertumbuhan intrauterine, post-maturitas,
retinokoroiditis, strabismus, kebutaan, retardasi psikomotor, mikrosefalus
atau hidrosefalus, kejang, hipotonus, ikterus, anemia dan
hepatosplenomegali. 13

8. Hal-hal yang mempengaruhi BBLR dalam kasus

Penyebab berat badan lahir rendah (BBLR) pada neonatus adalah


sebagai berikut:28
1. Pertambahan berat badan ibu hamil, Berat badan absolut kurang dari
45 kg dipastikan terdapat kelainan tumbuh kembang janin dalam uterus.
Bila kalori harian sekitar 600 kal/hari dipastikan BBLR.
2. Kehidupan sosial ibu (ketergantungan rokok diatas 10 batang/hari,
alkohol) menimbulkan gangguan sirkulasi retro-plasenter sehingga
cenderung menimbulkan BBLR.
3. Infeksi ibu hamil (Rubella, Sitomegalovirus, hepatitis A, B)
4. Kelainan kromosom 21 dan 18
5. Hipoksia ibu hamil
6. Terjadi gangguan retro-plasenter sirkulasi sehingga menimbulkan
kekurangan nutrisi, O2, vitamin dan lainnya.
7. Dismaturitas, Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang
mengganggu pertukaran zat antara ibu dan janin (gangguan suplai makanan
pada janin). Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medis yang
mengganggu sirkulasi dan insufisiensi plasenta, pertumbuhan dan
perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu.

Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir secara


umum adalah sebagai berikut:29
1. Faktor Lingkungan Internal yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran,
paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan,
dan penyakit pada saat kehamilan.
2. Faktor Lingkungan Eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan,
asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.
3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).

Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir
antara lain sebagai berikut:
1. Usia Ibu hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur
16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di
bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur
yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup
matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat
menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi.
Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi
lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi lahir ringan. Meski kehamilan
dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga
tidak dianjurkan karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering
muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, organ
kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya
yang akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah
preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan tidak lancar dan
berat bayi lahir rendah.30
2. Jarak Kehamilan/Kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga
berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih,
kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum
cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan
sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan
kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko proses reproduksi dapat
ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun.30
3. Paritas
Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah
kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu
jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila
seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita
yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan
kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah
(anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang
ataupun melintang.30
4. Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar
hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008) diketahui bahwa
24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan
menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), risiko
perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan
kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat.
Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen
pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin.
5. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status
gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu pada waktu
pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin
yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi
yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting
dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk
menilai status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling
sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar
lengan atas (LLA) selama kehamilan. Sebagai ukuran sekaligus
pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat
badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat
badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling
tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus
mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat
badan sebelum hamil. Sedang Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah
antropometri yang dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan
untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi
kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) di bawah
23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR. Pengukuran LLA lebih praktis
untuk mengetahui status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan
mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan
berat badan yang ekstrim30.
6. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi
masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu
hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan
akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan
dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan /
kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera
ditolong tenaga kesehatan30.
7. Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi
TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Penyakit
DM adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula
sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup
memproduksi insulin/tidak dapat menggunakan insulin yang ada. Bahaya
yang timbul akibat DM diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa mengalami
keguguran, persalinan prematur, bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir
(kematian perinatal) karena bayi yang dilahirkan terlalu besar lebih dari
4000 gram dan kelainan bawaan pada bayi (Poedji Rochjati, 2003).
Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis
penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin
yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena
katarak mata, tuli, Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti
jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak
normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris
mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya31.
9. Akibat gangguan gizi ibu hamil terhadap tumbuh kembang janin32

Dibawah ini diberikan berbagai contoh akibat defisiensi gizi pada janin:

 Kekurangan energi dan protein (KEP)

Meskipun kenaikan berat badan ibu, kecil selama trimester I


kehamilan, namun sangat penting artinya karena pada waktu inilah janin
dan plasenta dibentuk. Kegagalan kenaikan berat badan ibu pada trimester I
dan II akan meningkkan bayi BBLR. Hal ini disebabkan adanya KEP akan
mengakibatkan ukuran plasenta kecil dan kurangnya suplai zat-zat
makanan ke janin. Bayi BBLR mempunyai risiko kematian lebih tinggi
dari pada bayi cukup bulan. Kekurangan gizi pada ibu lebih cenderung
mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum daripada
menyebabkan kelainan anatomic yang spesifik. Kekurangan gizi pada ibu
yang lama dan berkelanjutan selama masa kehamilan akan berakibat lebih
buruk pada janin daripada malnutrisi akut.
Pada saat ini dikembangkan penelitian tentang mekanisme selular
pertumbuhan organ-organ tubuh, yaitu dengan cara mengukur banyaknya
DNA dari organ sebagai indeks dari banyaknya sel dan kandungan protein
untuk indeks dari besarnya sel. Pertumbuhan organ tubuh pada awalnya
dimulai dengan pembelahan sel, kemudian diikuti dengan pembesaran sel.
Kalau terdapat gangguan gizi pada saat pembelahan sel, maka secara
bermakna akan mempengaruhi besarnya organ, dimana perubahan ini tidak
bisa normal kembali.
Akibat lain dari KEP adalah kerusakan struktur SSP terutama
pada tahap pertama pertumbuhan otak (hyperplasia) yang terjadi selama
dalam kandungan. Dikatakan bahwa masa rawan pertumbuhan sel-sel saraf
adalah trimester III kehamilan sampai sekitar 2 tahun setelah lahir.
Kekurangan gizi pada masa dini perkembangan otak akan menghentikan
sintessis protein dan DNA. Akibatnya adalah berkurangnya pertumbuhan
otak, sehingga lebih sedikit sel-sel otak pada masa kehidupan mendatang,
sehingga berpengaruh pada intelektual anak.29
Pemberian suplementasi makanan kepada ibu hamil akan mengurangi
kematian perintal dan menaikkan berat badan bayi.
Sedangkan mekanisme terjadinya BBLR pada ibu hamil yang menderita
KEP adalah sebagai berikut:

1. Anemia gizi
Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi pada
ibu hamil, terutama dinegara berkembang. Anemia gizi ini sering akibat
kekurangan Fe, asam folat dan vitamin B12
Anemia gizi itu dapat megakibatkan antara lain, kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption, plasenta,
cadangan zat besi yang berkurang pada bayi/bayi dilahirkan sudah dalam
keadaan anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi
2. Defisiensi yodium
Defisiensi yodium pada ibu hamil dalam trimester pertama kehamilan
merupakan faktor utama terjadinya kretin endemic. Pemberian yodium
pada wanita didaerah endemik dapat mengurangi angka kejadian kretin
endemik. Akibat lain dari defisiensi yodium bisa mengakibatkan janin
diresorpsi, abortus, lahir mati atau bayi lahir lemah, masa hamil yang lebih
lama atau partus lama.
3. Defisiensi seng (Zn)
Defisiensi seng selama kehamilan dapat mengakibatkan hambatan
pada pertumbuhan janin, kehamilan serotinus atau partus lama. Bayi yang
dilahirkan dengan defisiensi Zn, gejalanya mungkin baru akan Nampak
setelah anak berada dalam masa pertumbuhan cepat.

4. Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan mengakibatkan
meningkatnya prevalensi prematuritas dan retardasi janin.

5. Defisiensi thiamin
Kalau defisiensi berat dapat mengakibatkan penyakit beri-beri
kongenital.

6. Defisiensi kalsium
Defisiensi kalsium pada ibu hamil akan mengakibatkan kelainan
struktur tulang secara menyeluruh pada bayi.Pentingnya gizi ibu hamil
telah diketahui sejak lama, dimana gizi ibu hamil dapat mempengaruhi
kesehatan ibu maupun bayinya. Diet ibu yang baik sebelum hamil maupun
selama hamil akan memberikan dampak yang positif yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan cukup, sehat dan mortalitasnya rendah, ibunya pun
sehat.
BAB III

KESIMPULAN

Bayi perempuan berusia 6 bulan mengalami Toxoplasmosis


congenital yang disebabkan oleh infeksi Toxoplasmosis gondii
dikarenakan ibu yang senang makan makanan yang belum matang saat
hamil sehingga mengakibatkan keterlambatan tubuh kembang bayi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

2. Haslam, R.A.H; Congenital Anomalies of Central Nervous System


dalam Nelson, W.E; Behrman, R.E; Kligman, R.M; Arvin, A.M (eds)
: Nelson Textbook of Pediatric 15th edition, Philadelphia, 1996, WB
Saunders Company, 1680-1683.
3. Hasan, R dan Alatas, H (ed); Neurologi Dalam Ilmu Kesehatan Anak,
Buku Jilid II, Jakarta, 1991, Infomedia, 847-884.
4. James J Reese, Jr, MD, MPH. Microcephaly. Medscape. 2016
5. Haslem, Robert HA. The Nervous System In: Behrem RE, Kliegman
RM, Jenson HB. (Eds) Nelson Textbook Of Pediatrics. 17th Ed.
Philadelphia: Saunders a N Imprints Of Elsivier Science. 2004, P.2451-
2452.
6. Abuelo, D. Microcephaly Syndromes. Sem Pediatr Neurol. 2007,
p.14(3): 118-27.
7. Rollins JD, Collins JS, Holden KR. United States head circumference
growth referencecharts: birth to 21 years. J Pediatr . 156(6):907-13,913.
el-2.
8. Kamus Saku Kedokteran Dorlan, ed. 29 . Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta; 2002 .p 702
9. Jones JL, Lopez A, Wilson M, Schulkin J, Gibbs R. Congenital
toxoplasmosis: A review. CME Review Article. 2001;56:296–305
10. Pomares C. Montoya JG. Laboratory diagnosis of congenital
toxoplasmosis. J Clin Microbiol. 2016;54:2448–54

11. Becker J, Singh D, Sinert RH (2010). Toxoplasmosis. Available at:


http://www. emedicine. medscape. com/article/787505. Accessed on
October 28, 2010
12. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JS, Schor NF, Behrman RE. Nelson
Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
13. I Gusti Ayu Dwi Aryani. Toksoplasmosis Kongenital. Contin Med
Educ IDI. 2017;
14. Pinardi Hadidjaja. Dasar Parasitologi Klinik Edisi Pertama. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. 2011. pp :44-47.
15. Junqueira, L.C. Histologi Dasar, Teks Dan Atlas. Ed.10. Jakarta: EGC.
2007.
16. Nazan Dalgic .Congenital toxoplasma gondii infection.Marmara
Medical Journal 2008;21(1);089-101.
17. Subekti, D.T., Arasyid N.K., dan L. Wijayanti. 2004. Respon imun
seluler dan humoral pada mencit setelah imunisasi intranasal
menggunakan protein soluble T. gondii galur RH dengan ajuvan toksikan
kolera dan entero toksin tidak tahan panas tipe I. Imunologi Dan Biologi
Kedokteran Tropis UGM. Yogyakarta.
18. Yuliawati I, Nasronudin N. PATHOGENESI S, DI AGNOSTI C AND
MANAGEMENT OF TOXOPLASMOSIS. Indonesia JTrop Infect
Disease. 2015 Jul 6;5(4):100.

19. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Ilmu


Kesehatan Anak Nelson, Ed. 15, Vol 2. Jakarta : EGC ; 2000
20. Pediatric Infectious Diseases, University of Florida College of
Medicine Jacksonville Medicine . 2014 [diakses tanggal 19 September
2014] tersedia di www.eMedicine.com/ Cystosarcoma/ Phyllodes. mht.

21. Ilyas, Sidarta. Korioretinitis Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata.


Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005,
p.144-145
22. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Radang Uvea dalam Ilmu
Penyakit Mata, Ed. 2. Jakarta: CV. Agung Seto. 2002, p.159-175.
23. Behrem, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.3, Ed.
15; Editor Edisi Bahasa Indonesia, A. Samik Wahab. Jakarta: EGC. 2000
24. Hall BR, Oliver GE, Wilkinson M. A presentation of longstanding
toxoplasmosis chorioretinitis. Optometry. 2009 Jan. 80(1):23-8.
25. Moersintowati.B et al. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja Ed.1.
Buku Ajar I. Sagung Seto : Jakarta. 2008 pp: 95-99.
26. Suratyo Nano. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat
dan Cerdas. Yogyakarta: Bangun Tafan. 2008.
27. Hidayat, A.Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
28. Manuaba, Ida Bagus G, et al. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
EGC; 2007.
29. Rochjati, Poedji. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya:
Airlangga University Press.
30. Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
31. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan
Indonesia 2008. Jakarta: DEPKES RI.
32. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC : 2012

Anda mungkin juga menyukai