PEMICU 1
SEMESTER 3
PENDAHULUAN
1. Pemicu
Seorang bayi perempuan berusia 6 bulan di bawa oleh ibunya ke
prakter dokter karena belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat
mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan , berat berat lahir lahir 2.100 gr.
Kenaikan berat badan selama ini cukup baik, lingkar kepala kepala 39 cm
(mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer
antibodi terhadap toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan
makanan yang dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate.
2. Klarifikasi dan Definisi
a. Khorioretinitis : peradangan pada koroid yang terletak dibelakang retina.
b. Mikrosefali : cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh abnormalitas,
pertimbangan dan proses destruksi otak selama masa janin dan awal masa
bayi.
c. Toxoplasma : genus sporozoa yang merupakan parasit intraseluler pada
banyak organ dan jaringan burung sertma mamalia.
d. Titer Antibodi : suatu tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan
jumlah antibodi dalam darah.
3. Kata kunci
a. Bayi perempuan 6 bulan
b. Belum bisa tengkurap
c. Berat lahir 2100 gr
d. Lingkar kepala 39 cm
e. Belum bisa mengangkat kepala
f. Kenaikan Berat Badan cukup baik
g. Khorioretinitis
h. Titer antibodiToxoplasma (+)
i. Lahir cukup bulan
j. Makanan dimasak tidak sempurna
4. Rumusan masalah
Bayi perempuan berusia 6 bulan belum bisa tengkurap dan
mengangkat kepala, berat lahir 2100 gr, lingkar kepala 39 cm (mikrosefali),
khorioretinitis dan didapatkan hasil positif terhadap Toxoplasma dalam titer
antibodi bayi tersebut.
5. Analisis
Anamnesis
BBLR
Genetik
Ibu mengonsumsi Mikrosefali
Nutrisi
makanan yang tidak Belum bisa tengkurap
Infeksi Protozoa
dimasak sempurna Belum bisa mengangkat
kepala
Khorioretinitis
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Tata Laksana Prognosis
Toxoplasma (+)
Toxoplasma
Kongenital
6. Hipotesis
Bayi perempuan berusia 6 bulan mengalami Toxoplasmosis kongenital
dikarenakan ibu yang sering makan makanan yang belum matang saat hamil
sehingga mengakibatkan keterlambatan tubuh kembang bayi tersebut.
7. Pertanyaan diskusi
1. Mikrosefali
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Diagnosis
e. Manifestasi klinis
f. Tata laksana
2. Toxoplasma Kongenital
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemologi
d. Patogenesis
e. Diagnosis
f. Pencegahan
g. Tata laksana
h. Prognosis
i. Manifestasi klinis
3. Mikrosefali
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis
e. Tata laksana
4. Apa yang menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik?
5. Jelaskan definisi pertumbuhan dan perkembangan!
6. Jelaskan mengenai Milestone 0-12 bulan!
7. Bagaimana hubungan Ibu mengonsumsi makanan tidak dimasak sempurna
dengan keluhan bayi tersebut?
8. Apa saja hal-hal yang mempengaruhi BBLR pada kasus?
9. Apa akibat gangguan gizi ibu hamil terhadap tumbuh kembang janin?
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Mikrosefali
a. Definisi
Mikrosefali adalah suatu keadaan dimana ukuran lingkar
kepala lebih kecil daripada normal berdasarkan umur dan jenis
kelamin.1
b. Etiologi
Cebol seckel
Sindroma cornelia de
lange
Sindroma rubinstein-
taybi
Sindroma smith-lemli-
opitz
1. Genetik
2. Didapat, yaitu disebabkan :
a. Antenatal pada morbili, penyinaran, sifilis, toksoplasmosis, kelainan
sirkulasi darah janin atau tidak diketahui penyebabnya.
b. Intranatal akibat perdarahan atau anoksia.
c. Pascanatal dan setelah ensefalitis, trauma kepala dan sebagainya.
c. Patofisiologi
Jika sutura menyatu secara premature, tengkorak dapat
membentuk sebuah bentuk abnormal dan lingkar kepala akan tumbuh
pada tingkat yang jauh lebih lambat daripada usia normalnya, atau jika
bayi memiliki volume yang lebih rendah dari normal (karena jumlah sel
neuron dan glial yang berkurang), otak bayi mungkin tidak tumbuh
sebanyak otak bayi lain yang memiliki jumlah sel neuron dan glial yang
lebih tinggi. Pertumbuhan otak yang menurun kemudian akan
menyebabkan penurunan tekanan yang diberikan pada tengkorak, dan
penurunan perluasan lingkar kepala. Proses ini dapat menghasilkan
kepala yang berbentuk normal atau simetris, berlawanan dengan bentuk
abnormal yang dihasilkan dari craniosynostosis.4
d. Diagnosis
e. Manifestasi Klinis
2. Toxoplasma Kongenital
a. Definisi
Merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh karena infeksi
Toxoplasma gondii (protozoa parasit intraseluler yang dapat
menyebabkan infeksi pada fetus dan sering timbul pada bayi ysng bsru
lahir sebagai penyakit yang bersifat lokal maupun general).8
b. Etiologi
T. gondii memiliki 3 fase hidup, yaitu takizoit (bentuk
proliferatif), kista (berisi bradizoit, dan ookista (berisi sporozoit).
Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan satu ujung runcing dan
ujung lain agak membulat. Takizoit ditemukan pada infeksi akut
berbagai organ tubuh, seperti otot termasuk otot jantung, hati, limpa,
limfonodi, dan sistem saraf pusat. Selanjutnya, kista dibentuk di dalam
sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Kista
dapat ditemukan dalam tubuh hospes seumur hidup terutama di otak,
otot jantung, dan otot bergaris. Fase hidup ketiga T. gondii adalah
sporozoit; pada fase ini ditemukan ookista. Ookista berbentuk lonjong,
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua;
selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista berisi 4 sporozoit berukuran 8x2
mikron dan sebuah benda residu.9
Kucing merupakan hospes definitif T. gondii. Selama infeksi
akut, ookista yang keluar bersama tinja kucing belum bersifat infektif.
Setelah beberapa minggu, tergantung kondisi lingkungan, ookista akan
mengalami sporulasi dan menjadi bentuk infektif. Manusia dan hospes
perantara lain, seperti kambing dan domba, akan terinfeksi jika
menelan ookista tersebut. Kondisi cuaca panas dan tanah lembap dapat
mempertahankan ookista selama sekitar 1 tahun. Ookista tidak dapat
bertahan hidup di tanah gersang dan cuaca dingin.9
Setelah terjadi infeksi T. gondii akan terjadi proses
parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta
memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Pada
toksoplasmosis kongenital, infeksi primer pada janin diawali dengan
masuknya darah ibu yang mengandung parasit ke dalam plasenta,
sehingga terjadi plasentitis. Hal ini ditandai dengan gambaran plasenta
dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal
reaksi pada vili. Inflamasi tali pusat jarang dijumpai. Parasit akan
menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya tergantung usia
kehamilan.10
Risiko toksoplasmosis kongenital sekitar 10 – 25% apabila
infeksi akut maternal terjadi pada trimester pertama kehamilan dan
meningkat hingga 60 – 90% apabila terjadi pada trimester ketiga.
Namun, manifestasi toksoplasmosis kongenital lebih parah jika infeksi
terjadi pada trimester pertama.10
c. Epidemiologi
Toksoplasmosis tersebar hampir di seluruh dunia karena
toksoplasma pada hakekatnya mampu menginfeksi setiap sel pejamu
yang berinti. Sekitar 85 persen wanita usia produktif di Amerika
Serikat mengalami infeksi akut parasit Toxoplasma gondii. Insidens
toksoplasmosis congenital tergantung proporsi wanita hamil yang
terinfeksi toksoplasma selama kehamilan. Estimasi infeksi kongenital
di Amerika Serikatberkisarantara 1 per 3000 sampai 1 per 10.000
kelahiran. Berdasarkan data studi regional, 400 sampai 4.000 kasus
toksoplasmosis congenital terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.11
d. Pathogenesis
Toxopasma gondii yang menginfeksi anak-anak atau orang
dewasa berasal dari makanan yang mengandung cysts atau
terkontaminasi oleh oocysts. Oocysts biasanya berasal dari kucing yang
terinfeksi dan dibawa oleh lalat atau kecoa. Ketika parasit itu tercerna,
cysts akan melepaskan bradyzoites atau oocysts melepaskan
sporozoites. Parasit tersebut akan masuk ke dalam sel di saluran
pencernaan, memperbanyak diri, menghancurkan sel, menginfeksi sel
di sekitarnya, masuk ke limpa, dan menyebar melalui aliran darah ke
seluruh tubuh. Tachyzoites berproliferasi dan menyebabkan nekrosis di
sekitarnya. 12
Ketikan seorang ibu terinfeksi selama kehamilan, parasit
tersebut akan menyebar melalui aliran darah ke plasenta. Infeksi dapat
berpindah ke fetus melalui plasenta atau selama kelahiran melalui
vagina. 17% fetus terinfeksi selama trimester pertama dan 65% fetus
terinfeksi selama trimester ketiga.12
Pada toksoplasmosis kongenital, infeksi primer pada janin
diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit ke dalam
plasenta, sehingga terjadi plasentitis. Hal ini ditandai dengan gambaran
plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan
fokal reaksi pada vili. Inflamasi tali pusat jarang dijumpai. Parasit akan
menimbulkan keadaan patologik yang manifestasinya tergantung usia
kehamilan. Risiko toksoplasmosis kongenital sekitar 10 – 25% apabila
infeksi akut maternal terjadi pada trimester pertama kehamilan dan
meningkat hingga 60 – 90% apabila terjadi pada trimester ketiga.
Namun, manifestasi toksoplasmosis kongenital lebih parah jika infeksi
terjadi pada trimester pertama.13
e. Diagnosis
1.Pemeriksaan laboratorium
a). Cairan serebrospinal
Kelainan cairan ini pada toksoplasmosis kongenital selalui dijumpai.
Cairan ini berwarna santokrom, terdapat pleositosis mononuclear, dan
peningkatan kadar protein. Kelainan ini juga terdapat pad acairan ventrikel.
Apabila ditemukan igM dalam cairan serebrospinal, maka infeksi masih
aktif.
2.Pemeriksaan histologik.
Bila ditemukan takizoid dalam jaringan (misalnya pada biopsy otak,
aspirasi sum-sum tulang) tau cairan tubuh (cairan ventrikel atau
serebrospinal, akua-humour, sputum) maka diagnosis dapat ditegakkan.
Sedangkan apabila ditemukan kista , belum dapat dipastikan adanya infeksi
akut.
3.Pemeriksaan serologic
Untuk tes ini sebaiknya diambil dari ibu dan bayi secara bersamaan.
Pada bayi diambil dari darah tali pusat dan darah tepi. Zt anti igG yang
ditemukan pada darah bayi didapatkan pasif secara transplasental dari ibu
yang mendapat infeksi akut atau laten. Sedangkan infeksi akut pada bayi
dibuktikan dengan ditemukan igM pada darah bayi. Hal ini karena igM
mempunyai berat molekul besar (950.000) sehingga tidak dapat melalui
plasent, maka bila ditemukan igM maka berarti berasal dari bayi.15
5.Elektroensefalografi
Tampak aktivitas yang menurun, fokal, focus iritatif, paroksismalitas
umum atau normal
Anak
a). Kulit
Manifestasi kulit pada bayi dengan toxoplasmosis congenital
meliputi petekie, ekimosis, atau perdarahan luas akibat
trombositosipenia, dan ruam.Ruam mungkin merupakan bintik-bintik
halus, makulo popular difus, lentikuler, macular merah-kebiruan tua,
berbatas tegas, dan papula biru difus.Ruam mekuler melibatkan seluruh
tubuh termasuk telapak tangan dan telapak kaki, dermatitis eksfoliativa
dan kalsifikasi kulit telah diuraikan.Ikterus karena keterlibatan hati
dengan T.gondii dan atau hemolisis, sianosis karena pneumonitis
interstisial akibat infeksi congenital ini, dan edema akibat miokarditis
atau sindrom nefrotik mungkin ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemia
terkonjugasi dapat menetap selama berbulan-bulan.
b) Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi kongenital yang tidak
diobati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan
sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan berat. T. gondii
menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan
infeksi kongenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina.
Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, temasuk
makula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang
melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau korteks visual juga
dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Dalam kaitannya dengan
lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang,
menyebabkan eritrema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi
sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan
keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada iris, kadang-kadang
disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan
glaukoma. Otot-otot ekstrakuler dapat juga terlibat secara langsung,
bermanifestasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan
mikro-oftalmia. Diagnosis banding lesi yang menyerupai
toksoplasmosis okuler meliputi cacat kolobomatosa kongenital dan lesi
radang lain karena sitomegalovirus, Treponema pallidum,
Mycobacterium tuberculosis, atau vaskulitis. Toksoplasmosis okuler
adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan
pemberian terapi multipel. Couvreur et al mempunyai data terbatas,
yang memberi kesan bahwa kejadian lesi pada tahun-tahun awal
kehidupan dapat dicegah dengan memberi pengobatan antimikroba
(dengan pirimentamin dan sulfanomid selang sebulan dengan
spiramisin) selama setahun pertama kehidupan.19
c). Telinga
b. Etiologi
1. Uveitis Posterior (Chorioretinitis) dapat disebabkan oleh:20
1. Penyakit Infeksi
- Virus
CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV,
virus epstein barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut
- Bakteri
Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan
endemic, nocardia, neisseria meningitidis, mycobacterium
aviumintracellulare, yersinia, dan borrelia (penyebab penyakit
Lyme)
- Fungus
Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
- Parasit
Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.
2. Penyakit Non Infeksi
- Autoimun
Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis
nodosa, oftalmia simpatis, vaskulitis retina
- Keganasan
Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi
metastatik
- Etiologi tak diketahui
Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid
multifokal akut, retinopati ―birdshot‖, epitellopati pigment
retina.
c. Patofisiologi
Chorioretinitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun
reaksi radang lainnya. Proses inflamasi ini akan menyebabkan
perubahan kondisi di struktur uvea itu sendiri. Bila peradangan
korioretinitis terjadi di bagian perifer, maka tidak akan mengganggu
pada ketajaman penglihatan. Tajam atau tidaknya suatu penglihatan
tergantung pada penyerbukkan sel radang ke dalam badan kaca atau
media penglihatan. Makin tebal kekeruhan, maka akan mengakibatkan
penurunan ketajaman penglihatan. 21
Tergantung pada penyebabnya, tanda radang dapat difus atau
setempat. Radang infeksi ini biasanya disebabkan oleh infeksi yang
meluas seperti tuberkulosis dan infeksi fokal lainnya.Apabila
peradangan mengenai daerah macula lutea, maka penglihatan akan
cepat memburuk tanpa tanda kelainan dari luar. Biasanya radang sentral
ini disebabkan oleh infeksi kongenital akibat toxoplasma. Akibat
terbentuknya jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan organisasi
yang merusak seluruh susunan jaringan koroid dan retina. Jaringan
fibrosis ini akan berwarna pucat putih. Warna putih ini juga terjadi
akibat sklera terlihat melalui koroid yang menipis.22Pada banyak tipe
akibatnya adalah parut khorioretina atrofi yang dibatasi oleh pigmentasi
(sering dengan gangguan penglihatan). Komplikasi sekunder meliputi
pengelupasan retina, glaucoma atau ftisis. 23
d. Manifestasi klinis
Infeksi diseminata kongenital seperti CMV dan toksoplasmosis
juga dapat bermanifestasi dengan temuan ekstraokular seperti retardasi
pertumbuhan intrauterin, mikrosefali, microphthalmia, katarak, uveitis,
gangguan pendengaran, osteomielitis, hepatosplenomegali,
limfadenopati, eritropoiesis dermal, karditis, dan penyakit jantung
kongenital.24
e. Tata laksana
Penderita diberi pirimetamin, sulfadiazin, dan leukovorin
selama sekitar 1 bulan. Dalam 10 hari tepi-tepi lesi retina akan
menajam dan kabut korpus vitreum akan menghilang pada 60-70%
kasus. Apabila lesi melibatkan makula, pangkal nervus optikus atau
berkas papulomakuler, diberikan kortikosteroid sistemik. Fotokoagulasi
juga digunakan untuk mengobati lesi aktif dan mencegah
penyebaran.Virektomi dan pembuangan lensa kadang diperlukan.23
a. Faktor keturunan
b. Faktor lingkungan
Anak yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar, misalnya anak yang
terus digendong atau di taruh di “baby walker” terlalu lama. Juga anak
yang mengalami deprivasi maternal sering mengalami keterlambatan
motorik.
c. Faktor kepribadian
f. Obesitas
g. Penyakit neuromuscular
h. Buta
Anak yang buta sering terlambat berjalan, kemungkinan akibat dari tidak
diberikan kesempatan untuk belajar.
Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir
antara lain sebagai berikut:
1. Usia Ibu hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur
16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di
bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur
yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup
matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat
menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi.
Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi
lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi lahir ringan. Meski kehamilan
dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga
tidak dianjurkan karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering
muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, organ
kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya
yang akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah
preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan tidak lancar dan
berat bayi lahir rendah.30
2. Jarak Kehamilan/Kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga
berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih,
kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum
cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan
sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan
kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko proses reproduksi dapat
ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun.30
3. Paritas
Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah
kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu
jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila
seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita
yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan
kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah
(anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang
ataupun melintang.30
4. Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar
hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008) diketahui bahwa
24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan
menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), risiko
perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan
kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat.
Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen
pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin.
5. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status
gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu pada waktu
pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin
yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi
yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting
dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk
menilai status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling
sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar
lengan atas (LLA) selama kehamilan. Sebagai ukuran sekaligus
pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat
badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat
badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling
tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus
mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat
badan sebelum hamil. Sedang Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah
antropometri yang dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan
untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi
kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) di bawah
23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR. Pengukuran LLA lebih praktis
untuk mengetahui status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan
mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan
berat badan yang ekstrim30.
6. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi
masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu
hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan
akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan
dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan /
kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera
ditolong tenaga kesehatan30.
7. Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi
TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Penyakit
DM adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula
sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup
memproduksi insulin/tidak dapat menggunakan insulin yang ada. Bahaya
yang timbul akibat DM diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa mengalami
keguguran, persalinan prematur, bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir
(kematian perinatal) karena bayi yang dilahirkan terlalu besar lebih dari
4000 gram dan kelainan bawaan pada bayi (Poedji Rochjati, 2003).
Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis
penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin
yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena
katarak mata, tuli, Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti
jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak
normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris
mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya31.
9. Akibat gangguan gizi ibu hamil terhadap tumbuh kembang janin32
Dibawah ini diberikan berbagai contoh akibat defisiensi gizi pada janin:
1. Anemia gizi
Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi pada
ibu hamil, terutama dinegara berkembang. Anemia gizi ini sering akibat
kekurangan Fe, asam folat dan vitamin B12
Anemia gizi itu dapat megakibatkan antara lain, kematian janin
didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption, plasenta,
cadangan zat besi yang berkurang pada bayi/bayi dilahirkan sudah dalam
keadaan anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi
2. Defisiensi yodium
Defisiensi yodium pada ibu hamil dalam trimester pertama kehamilan
merupakan faktor utama terjadinya kretin endemic. Pemberian yodium
pada wanita didaerah endemik dapat mengurangi angka kejadian kretin
endemik. Akibat lain dari defisiensi yodium bisa mengakibatkan janin
diresorpsi, abortus, lahir mati atau bayi lahir lemah, masa hamil yang lebih
lama atau partus lama.
3. Defisiensi seng (Zn)
Defisiensi seng selama kehamilan dapat mengakibatkan hambatan
pada pertumbuhan janin, kehamilan serotinus atau partus lama. Bayi yang
dilahirkan dengan defisiensi Zn, gejalanya mungkin baru akan Nampak
setelah anak berada dalam masa pertumbuhan cepat.
4. Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan mengakibatkan
meningkatnya prevalensi prematuritas dan retardasi janin.
5. Defisiensi thiamin
Kalau defisiensi berat dapat mengakibatkan penyakit beri-beri
kongenital.
6. Defisiensi kalsium
Defisiensi kalsium pada ibu hamil akan mengakibatkan kelainan
struktur tulang secara menyeluruh pada bayi.Pentingnya gizi ibu hamil
telah diketahui sejak lama, dimana gizi ibu hamil dapat mempengaruhi
kesehatan ibu maupun bayinya. Diet ibu yang baik sebelum hamil maupun
selama hamil akan memberikan dampak yang positif yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan cukup, sehat dan mortalitasnya rendah, ibunya pun
sehat.
BAB III
KESIMPULAN