Hidup berintegritas
nilah mazmur ziarah yang pertama dari koleksi 15 mazmur ziarah. Mazmur ziarah merupakan
mazmur yang dinyanyikan umat sementara berlangsung prosesi ziarah menuju Yerusalem dan
Bait Allah. Tiga kali setahun umat Israel menghadap Tuhan di sana, untuk merayakan ibadah
nasional sesuai dengan petunjuk Taurat.
Mazmur-mazmur ziarah juga bisa menggambarkan perjalanan hidup umat, dari keadaan
terjauh, terasing, lalu menuju ke hadirat Tuhan. Semakin dekat, semakin menggairahkan, tetapi
juga menggentarkan hati. Siapakah yang layak menghampiri takhta Tuhan? Pantaskah aku?
Demikianlah setiap peziarah diajak untuk serius merefleksikan diri, mendekat kepada Dia?
Mazmur 120 menggambarkan keadaan terasing pemazmur di negeri orang yang tidak mengenal
Tuhan, yang kata-katanya kasar dan keras, serta suka berperang. Mesakh, suku bangsa yang
mendiami wilayah Turki sekarang dan Kedar, suku pengembara dari Siria adalah suku-suku yang
ganas dan suka berperang. Pemazmur mengalami kesulitan untuk hidup di tengah-tengah
suku-suku yang gampang bertengkar dan siap membantai siapa pun yang lemah. Dalam
keadaan seperti itu, godaan besar bagi pemazmur adalah untuk ikut-ikutan menyesuaikan diri.
Mudah sekali tergoda untuk kompromi dengan situasi ‘siapa yang kuat, dia yang menang’.
Namun tekad pemazmur adalah tetap hidup dalam integritas sesuai dengan imannya. Oleh
karena itu pemazmur berseru minta tolong kepada Tuhan karena hanya Dia kekuatan untuk
bertahan menghadapi situasi yang sangat menggoda dia untuk menyerah dan larut. Sering kita
mendengar orang berkata, yang sukses adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi
setempat. Kompromi adalah kata kuncinya. Kita, anak-anak Tuhan, dipanggil untuk setia dan
hidup berintegritas sesuai dengan prinsip firman Tuhan. Kata kunci kita adalah ‘mengandalkan
Tuhan dan setia sampai akhir!’
KHOTBAH 3
Kedua alat-tutur itu bisa dipakai sebagai sarana pendidikan (didaktik), tetapi di sini dipakai
untuk penyesatan/penipuan. Karena itu dalam ayat 3 pemazmur terdorong mengajukan
pertanyaan retoris terhadap pendusta/penipu itu: “Apakah yang diberikan kepadamu dan
apakah yang ditambahkan kepadamu, hai lidah penipu?” Jawabannya jelas dalam ayat 4: ia
tidak mendapat apa-apa, selain kekerasan yang pasti menimpa penipu-pendusta itu. Secara
khusus di sini disebutkan dua bentuk kekerasan: panah tajam, bara kayu arar. Panah menusuk,
melukai; bara api menghanguskan, membakar. Para pendusta/penipu pasti mengalami
kengerian seperti ini. Itu keyakinan pemazmur.
Rupanya pengalaman pemazmur ini bertolak dari pengalaman kongkret yaitu pergaulan dengan
orang yang tidak menghendaki hidup rukun, perdamaian, melainkan pertikaian, peperangan.
Pemazmur menyebut nama tempat Mesekh dan Kedar (ay 5). Rupanya orang di sana adalah
orang yang tidak mau hidup berdampingan secara damai dengan orang lain, dengan orang
asing, dengan pendatang. Itu sebabnya pemazmur merasa hidup sebagai orang asing di tengah
mereka. Ia merasa tidak betah, merasa tidak diterima, karena watak, perilaku, perangai
berbeda. Di satu pihak, pemazmur yakin bahwa ia adalah orang suka damai, dan suka
membicarakan perdamaian (ay 7), tetapi orang di sekitarnya membenci perdamaian (ay 6).
Mereka mengembangkan wacana berbeda: Pemazmur wacana damai (ay 7), mereka wacana
perang (ay 7).
Tidak mudah hidup dengan orang seperti itu. Dan itu tidak hanya tantangan bagi pemazmur
dulu, tetapi juga tantangan bagi kita sekarang. Betapapun itu tidak mudah, tetapi sebagai
pengikut Kristus kita dipanggil untuk hidup berdamai dengan orang lain, sebab Yesus
berkata: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak
Allah” (Mat 5:9). Kalau kita mau disebut anak-anak Allah, hiduplah dalam damai. Kalau tidak,
maka kita adalah.... bisa diisi sendiri.
KHOTBAH 4
Mereka dijelaskan adalah orang-orang yang membenci perdamaian. Dan ketika si Pemazmur
hendak mau berbicara saja, maka mereka mau menyatakan perang. Pemazmur lama tinggal di
negeri asing tersebut, dan merasakan betapa ia sangat tertekan dengan kondisi yang seperti itu.
Setiap hari menikmati yang namanya fitnah, yang diungkapkan dalam bibir dusta, lidah penipu.
Dan berharap Tuhan bersegera untuk melepaskannya dari situasi sulit tersebut. Dan akhirnya
Tuhanpun menjawab doanya
Dalam kondisi kekinian juga, bahwa setiap hari kita selalu disuguhkan dengan banyaknya berita-
berita bohong atau hoax. Yang tujuannya bukan hanya untuk menjadi penyebar semata,
melainkan ada unsur untuk menjatuhkan orang yang dikenai berita bohong tersebut. Membuat
sentiment-sentimen khusus kepada orang-orang tertentu, supaya publik akhirnya sependapat
dengannya dan pada akhirnya menghasilkan kebencian maupun perundungan kepada mereka.
Perlu anugerah setiap hari, untuk bisa mengatasi hal-hal ini. Sebab bukan hanya menunjukkan
kebenaran kita, tetapi ketika kita ngomong sajapun pasti dianggap mereka sebagai suatu
kesalahan yang patut dijadikan peperangan. Juga dibutuhkan hikmat bagaimana bisa bertahan
tinggal ditengah-tengah mereka, dan pada akhirnya kita bisa mengubahkan mereka. Tuhanlah
yang menjadi jawabannya.