Anda di halaman 1dari 8

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STRUKTUR DAN FUNGSI DARAH

1. Karakteristik Darah

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup yang berada

dalam ruang vaskuler (Tarwoto, 2007).

Sumber : Tarwoto, 2007

2. Struktur Sel Darah

3.

B. KONSEP DASAR ANEMIA

1. Pengertian

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah

(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga

tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen

keseluruh jaringan (Tarwoto, 2007).

Anemia adalah keadaan rendahmya jumlah sel darah merah dan

kadar hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) dibawah normal.


6

Anemia menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi

tubuh. Terdapat banyak perbedaan jenis anemia (Taqiyyah, 2013).

Didalam tubuh kita terdapat cairan yang berfungsi untuk

mengangkut oksigen dan zat-zat metabolisme keseluruh jaringan

pada tubuh serta sebagai alat untuk mempertahankan tubuh dari

virus atau bakteri tertentu. Cairan tersebut dinamakan darah.

Sesuatu keadaan kekurangan atau kelebihan sesuatu pada tubuh

manusia ternyata bisa mengakibatkan ketidaknormalan pada tubuh.

Seperti contoh, bila didalam tubuh kita ini kekurangan sel darah

merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen), maka

akan menderita penyakit anemia (Koes Irianto, 2015).

2. Kriteria Anemia

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis

kelamin dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO (1968)

adalah Laki-laki dewasa : Hemoglobin < 13 mg/dl, Wanita dewasa

tidak hamil : Hemoglobin < 12 mg/dl, Wanita hamil : Hemoglobin < 11

mg/dl, Anak umur 6-14 tahun : Hemoglobin < 12 mg/dl, Anak umur 6

bulan-6 tahun : Hemoglobin < 11 mg/dl (Tarwoto, 2007). Secara klinis

kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah : Hemoglobin < 10 g/dl,

Hematokrit < 30 %, Eritrosit < 2,8 juta/mm³ (I Made Bakta, 2003).

3. Etiologi

Anemia terjadi sebagai akibat gangguan atau rusaknya

mekanisme produksi sel darah merah. Penyebab anemia adalah

menurunnya produksi sel darah merah karena kegagalan dari

sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah,


7

perdarahan dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal

ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan

menurun, letargi dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila

timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit

gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya.

Pasien yang menderita anemia kronis lebih dapat menolerir tindakan

bedah dibandingkan dengan penderita anemia akut. Faktor

penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan untuk penderita

anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk

mengangkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai

kecenderungan rusaknya mekanisme pertahanan seluler (Taqiyyah,

2013).

4. Patofisiologi

Menurut Wiwik dan Hariwibowo, patofisiologi pada klien anemia

adalah timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum

tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.

Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi.

Pajanan toksik, invasi tumor atau akibat penyebab yang tidak

diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau

hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam

sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai

hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam

fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah

mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan

muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi


8

kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam

glumerulus ginjal dan ke dalam urine (Taqiyyah, 2013).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Harison, presentase klinis dari pasien yang anemia

bergantung pada penyakit yang mendasarinya, demikian juga

dengan keparahan serta kronisitasnya anemia. Manifestasi anemia

dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisiologik, sebagian besar

tanda dan gejala anemia mewakili penyesuaian kardiovaskular dan

vantilasi yang mengompensasi penurunan massa sel darah merah.

Derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien anemia tergantung

pada beberapa faktor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat,

mungkin tidak cukup waktu untuk berlangsungnya penyesuaian

kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang lebih jelas

daripada jika anemia dengan derajat kesakitan yang asma, yyang

timbul secara tersamar. Lenih lanjut, keluhan pasien tergantung pada

adanya penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina peltoris,

klaudikasio intermiten atau leukemia serebral sepintas yang tersamar

oleh perjalanan anemia (Taqiyyah, 2013).

6. Klasifikasi Anemia

Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokkan

menjadi 3 kategori yaitu :

a. Anemia karena hilangnya sel darah merah, terjadi akibat

perdarahan karena berbagai sebab seperti perlukaan, perdarahan

gastrointestinal, perdarahan uterus, perdarahan hidung,

perdarahan akibat operasi.


9

b. Anemia karena menurunnya produksi sel darah merah, dapat

disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah merah

(asam folat, vitamin B12 dan zat besi), gangguan fungsi sum-sum

tulang (adanya tumor, pengobatan, toksin) tidak adekuatnya

stimulasi karena berkurangnya eritropoitin (pada penyakit ginjal

kronik).

c. Anemia karena meningkatnya destruksi/kerusakan sel darah

merah, dapat terjadi karena overaktifnya Reticu Ioendothelial

System (RES).

(Tarwoto, 2007)

7. Penatalaksanaan

Menurut Taqiyyah (2013), jenis-jenis terapi yang dapat diberikan

adalah :

a. Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah

jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan

transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk

mencegah perburukan payah jantung tersebut.

b. Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini bergantung

pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk

anemia defisiensi besi.

c. Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar

yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia defisiensi besi

yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing tambang.

d. Terapi ex-juvantivus (empires) terapi yang terpaksa diberikan

sebelum diagnosis dapat dipastikan jika terapi ini berhasil berarti


10

diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tersedia

fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis

ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon

yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat rspon, maka

harus dilakukan evaluasi kembali.

8. Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa istilah yang lazim dipakai dalam pemeriksaan darah

diantaranya :

a. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah (sel

darah merah, sel darah putih, dan trombosit) dalam volume darah

tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter kubik

(mm³).

b. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi

darah maupun jumlah sel darah.

c. Pengukuran hematokrit (HCT) atau volume sel padat,

menunjukkan volume darah lengkap (sel darah merah)

d. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau konsentrasi

hemoglobin rata-rata adalah mengukur banyaknya hemoglobin

yang terdapat dalam satu sel darah merah.

e. Mean Corpuscular Volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata

merupakan pengukuran besarnya sel yang dinyatakan dalam

mikrometer kubik.

f. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau

konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata, mengukur banyaknya

hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat.


11

g. Hitung lekosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm³ darah.

h. Hitung trombosit adalah jumlah trombosit dalam 1 mm³ darah.

i. Pemeriksaan sumsum tulang yaitu dengan melakukan aspirasi

dan biopsi pada sumsum tulang, biasanya pada sternum,

prosesus spinosus vertebra, krista iliaka anterior atau posterior.

j. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar

unsur-unsur yang perlu bagi perkembangan sel-sel darah merah

seperti besi (Fe) serum, vitamin B12 dan asam folat (Tarwoto,

2007).
12

C. WOC (NANDA NIC NOC, 2013)

Kekurangan nutrisi Perdarahan Hemolisis

(destruksi sel darah merah)

Kegagalan sumsum tulang


Kehilangan sel darah merah

Anemia (Hb) ↓

Resistensi aliran darah perifer Pertahanan sekunder tidak

adekuat

Penurunan transport O2
Resiko infeksi

Hipoksia Lemah lesu

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan

diri

Ketidakefektifan perfusi Gangguan fungsi

jaringan perifer otak

Intake nutrisi turun : anoreksia Pusing

Nyeri akut
Ketidakseimbangan nutri kurang

dari kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai