Anda di halaman 1dari 12

MODUL PRAKTIKUM

Identifikasi Jenis Batuan Berdasarkan Porositas

Disusun oleh :

Kelompok 1

Sumita Kelista Nurfi A 03411640000013

Lia Andri Anggraeni 03411640000015

M. Iqbal Helmi 03411640000047

Gacca Permata Syurga 03411740000003

Adika Bagaskara 03411740000020

Fauzi Ahmad Aditya 03411740000056

Teknik Geofisika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Tahun Ajaran 2018-2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengidentifikasi jenis batuan berdasarkan nilai porositas.

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Volume Bulk

Volume bulk adalah Volume per satuan massa bahan kering ditambah volume udara di antara
partikel-partikelnya. Volume bulk dapat dihitung dari dimensi sampel yang seragam menggunakan jangka
sorong, prosedur yang biasa dipakai adalah menjenuhkan core dengan cara divakumkan, kemudian
mengisi pori-porinya dengan suatu fluida. Hal ini sangat memudahkan perhitungan pada sampel yang
memiliki bentuk tak teratur.

Menjenuhkan core dengan suatu fluida dapat diobservasi secara volumetric dan gravimetric.
Keduanya sangat penting untuk menghindari rembesan fluida lain ke dalam pori-pori karena fluida dalam
core yang dijenuhkan harus berada dalam satu fasa. Masalah ini dapat diselesaikan dengan 3 cara (a)
melapisi batuan dengan paraffin atau zat sejenisnya, (b) menjenuhkan batuan dengan fluida dengan cara
dicelup ke dalamnya, atau (c) menggunakan mercury (Hg).

Metode mencari Volume Bulk :

1. Electric Hg Picnometer

Prinsip-nya adalah dengan mengukur volume air raksa yang terganti dari core yg dijenuhkan.
Telebih dahulu, alat ini dikalibrasi dengan menggunakan bola-bola besi untuk mendapatkan grafik
simpangan vs volume. Bola besi dapat diasumsikan sebagai volume butir batuan. Setelah mendapatkan
persamaan linier antara simpangan dan volume, kita ukur core yg telah dijenuhkan dan kita mendapatkan
volume bulk dari simpangan yang didapat.

2. Russel Volumeter

Prinsip kerja dari alat Russel Volumeter ini adalah mengukur volume fluida yang terdisplacement
oleh volume core sehingga diketahui volume bulk dari core sample. Cara kerjanya adalah dengan
menempatkan core sample pada core bottle. Sebelumnya Russel Volumeter harus diisi dengan fluida
(tetrakloroetana atau mercury) dan dikalibrasi sehingga diketahui zero point. Setelah core sample
dimasukkan maka fluida yang terdisplacement akan terlihat di graduated tube.

3. Metode Volumetrik
Prinsip yang digunakan adalah dengan megukur secara langsung dimensi dari sample core dengan
jangka sorong.

4. Melapisi dengan paraffin

Prinsip kerjanya adalah dengan menghitung selisih berat kering, berat core yang dilapisi oleh
paraffine dan berat core yang dilapisi paraffine yang direndam dalam air.

2.2 Volume Pore

Semua metode perhitungan volume pori menghasilkan effective porosity. Rongga pada
batuan yang di hasilkan melalui lapisan diantara butirandisebut pori pori yang di tempati fluida cairan atau gas,
porositas pada batuan porosdapat memiliki nilai yang berbeda dan bervariasi tetapi pada umum nya
porositasbatuan sedimen lebih kecil dari 50%. Volume pori yang terisi fluida dapta dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut :

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑟𝑖
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 (𝑉𝑝) =
𝜌𝑎𝑖𝑟

Metode yang digunakan bisa mengambil udara dari dalam batuan


(memvakumkannya)atau memasukkan fluida ke pori-pori batuan. Alat yang digunakan yaitu
Washburn-Bunting porosimeter, The Kobe porosimeter, atau Mercury Pump Porosimeter.

1. Washburn-Bunting porosimeter

Alat ini mengukur volume udara yang diambil dari ruang pori dengan membuat vakum sebagian
dalam porosimeter dengan cara memanipulasi dari reservoir merkuri yang dipasang pada alat.

2. Liquid Saturation

Menghitung selisih berat jenuh dengan berat kering core sample. Volume didapat dengan
membagi selisih berat dengan densitas dari fluida penjenuh.

3. Stevens Porosimeter Method

Digunakan alat yang disebut Stevens Porosimeter. Prinsip kerjanya adalah dengan
menghitung saturasi udara yang terkandung dalam sampel core kering. Alat ini memiliki sebuah
core chamber yang dapat diisolasi terhadap tekanan atmosfer dan disekat dengan bagian lain dari
alat ini sendiri. Alat pengisolasi itu adalah needle valve.

4. Porosimeter berdasarkan Hukum Boyle

Prinsip kerja dari alat ini adalah menghitung perbedaan tekanan dari core chamber
kosong (yang memiliki volume konstan) dengan core chamber yang diisi dengan sampel core.
Sebelumnya alat ini dikalibrasi dengan bola-bola besi. Volume pori didapatkan dengan
penerapan Hukum Boyle, yang menganggap tekanan berbanding terbalik dengan volume.
5. Logging Method

Pada metode ini digunakan alat porosity log yang diturunkansecara langsung ke dalam
sumur pada proses logging dan dapat mengukur porositas dari formasi reservoir.

2.3 Porositas

Porositas adalah presentasi banyak nya celah batuan dalam batuan itu sendiri. Rumus
porositas yaitu volume pori dibagi dengan volume total kemudian dikali dengan 100%.
𝑉𝑏−𝑉𝑠 𝑉𝑝
Φ= = 𝑉𝑏…………………………....(2.1)
𝑉𝑏

dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan

Gambar 2.1 Porositas pada Batuan

Tabel 2.1 Kualitas Porositas

Ø < 5% Diabaikan
5% < Ø < 10% Low porosity
10% < Ø < 20% Good porosity
Ø > 20% Very good porosity

Tabel 2.2 Nilai Porositas Batuan


2.3.1 Klasifikasi Porositas

Macam-macam porositas : Suatu batuan dikatakan memiliki porositas efektif apabila


bagian rongga-rongga dalam batuan saling berhubungan dan biasanya lebih kecil dari rongga-
rongga pori. Ada dua jenis porositas yang dikenal dalam Teknik reservoir, yaitu porositas absolut
merupakan rasio volume pori-pori total batuan terhadap volume total batuan dan porositas efektif
merupakan rasio volume pori-pori yang saling berhubungan terhadap volume total batuan.

Gambar 1. Porositas Efektif

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang bersamaan dengan proses
pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses pengendapan.

Gambar 2. Contoh Porositas Primer dan Sekunder


2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi porositas
1. Ukuran butir atau grain size. Semakin kecil ukuran butir maka rongga yang terbentuk akan semakin kecil
pula dan sebaliknya jika ukuran butir besar maka rongga yang terbentuk juga semakin besar.

Gambar 3. Ukuran Butir


2. Bentuk butir atau sphericity. Batuan dengan bentuk butir jelek akan memiliki porositas yang
besar,sedangkan kalau bentuk butir baik maka akan memiliki porositas yang kecil.
3. Susunan butir

Gambar 4. Hubungan Porositas Ukuran Butir


4. Pemilahan. Apabila butiran baik maka ada keseragaman sehingga porositasnya akan
baik pula. Pemilahan yang jelek menyebabkan butiran yang berukuran kecil akanmenempati rongga
diantara butiran yang lebih besar akibatnya porositasnya rendah.
Gambar 5. Pemilahan Butir
5. Komposisi mineral. Apabila penyusun batuan terdiri dari mineral-mineral yang mudah larut
sepertigolongan karbonat maka porositasnya akan baik karena rongga-rongga akibatproses pelarutan
dari batuan tersebut.
6. Sementasi. Material semen pada dasarnya akan mengurangi harga porositas. Material yang dapat
berwujud semen adalah silika, oksida besi dan mineral lempung. material semen mengisi rongga
pada batuan sehingga jika batuannya memiliki derajat sementasi yang tinggi bisa
mengurangi porositas. material semen bisa berupa senyawa karbonat, lempung.

Gambar 6. Proses Sementasi


7. Kompaksi dan pemampatan. Adanya kompaksi dan pemampatan akan mengurangi harga
porositas. Apabila batuan terkubur semakin dalam maka porositasnya akan semakin kecil yang
diakibatkan karena adanya penambahan beban.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel core
2. Neraca
3. Fluida (air)
4. Oven
5. Gelas Beker ukuran 1000 ml
6. Penggaris
7. Benang
8. Plastik sampel
3.2 Langkah Kerja
Adapun langkah kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
a). menentukan massa kering
1. Sampel core dikeringkan dalam oven dengan temperature ±80℃ selama 30 menit.
2. Ditimbang massa sampel core dengan neraca dan didapatkan massa kering (mkering.)
3. Dicatat hasilnya dan diulangi langkah 1 dan 2 hingga didapatkan massa yang benar-benar
kering (ditunjukkan dengan hasil pengukuran massa yang konstan)
b). menentukan massa basah
1. Disiapkan gelas beker yang diisi air (volume air sampai sampel core terendam air seluruhnya)
2. Sampel core yang telah dikeringkan diikat dengan benang. Kemudian dimasukkan ke
dalam air.
3. Dicatat volume bulk dengan cara mengurangi volume air yang telah diisi sampel core
dengan volume awal.
4. Sampel core ditimbang untuk didapatkan massa basah.
5. Ulangi langkah 1-6 untuk sampel core yang lain.
6. Dicatat hasil dan dihitung nilai porositas dari masing-masing sampel core.
3.2.1 Menentukan massa air yang mengisi pori

mpori = mbasah - mkering

3.2.2 Menentukan Volume pori (volume air dalam pori)

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑜𝑟𝑖
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 (𝑉𝑝) =
𝜌𝑎𝑖𝑟
3.2.3 Menentukan nilai porositas
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖
∅= × 100%
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘
3.3 Flow Chart

START

Peralatan disiapkan seperti pada gambar 1

Ditimbang dengan menggunakan neraca digital

Massa Kering

Batuan dikaitkan dengan neraca pegas

Berat Kering

Batuan dicelupkan dengan fluida air

Berat Basah

Batuan ditimbang dengan menggunakan neraca digital

Massa Basah

Variasi Batuan

Finish

Gambar 3.1 Diagram alir percobaan porositas batuan


3.4 Skema Alat

Gambar 3.2 Skema rangkaian percobaan porositas batuan

Data Sheet

Kode Sampel Densitas Massa Massa V bulk Massa Pori Vpori


Batuan air Basah Kering (Kg) (cm3)
(cm3)
(gr/cm3 ) (gram) (gram) mp = mb -
Vp =
mk
mp/𝜌air
DAFTAR PUSTAKA

Schon, J.H.1998. Physical Properties Of Rocks : Fundamentals and Principles of Petrophysics.


Netherlands: British Library Catalogue
Telford, W. M., L. P. Geldart., dan R. E. Sheriff. (1992). Aplied Geophysics Second Edition.
New York:Cambridge University Press.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/berkala_fisika/article/download/3081/2762 diakses 04/09/2018

Anda mungkin juga menyukai