Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Kangkung Darat

Menurut Anggara (2009), sistematiks tanaman kangkung darat (Ipomoea

reptans L. poir) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae ( tumbuhan )

Subkingdom : Tracheobionta ( berpembuluh )

Superdivisio : Spermatophyta ( menghasilkan biji )

Divisio : Magnoliophyta ( berbunga )

Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua / dikotil )

Sub-kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Familia : Convolvulaceae ( suku kangkung-kangkungan )

Genus : Ipomea

Spesies : Ipomea reptans Poir.

Berdasarkan klasifikasi tanaman kangkung di atas, maka secara morfologi

tanaman kangkung memiliki dua varietas yaitu kangkung air dan kangkung darat.

Kangkung darat, yang mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung yang

runcing, berwarna hijau keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Misal,

sutera, Bangkok, dan lain-lain.

Kangkung darat biasanya ditanam di tempat-tempat yang agak kering,

sedangkan kangkung air biasa ditanam di pinggir-pinggir kolam, rawwa dan lain-

lain. Misal: Sukabumi, Biru, dan lain-lain (Sumaryono, 1984)


Kangkung air (Ipomea aquatic forsk), yang mempunyai daun panjang dengan

ujung yang agak tumpul berwarna hijau kelam dan bunganya berwarna kekuning-

kuningan/ungu.

Kangkung air memiliki warna bunga putih kemerah-merahan, ukuran

batang dan daun lebih besar dibandingkan dengan kangkung darat, berbatang

hijau dan berbiji sedikit. Buah kangkung memiliki diameter 7 – 9 mm, halus,

berwarna kecoklatan dan berisi 2 – 4 biji (Westphal, 1994 dalam Maryam, 2009).

Kangkung darat memiliki karakteristik warna bunga putih hingga merah muda,

daun agak kecil, warna batang putih kehijauan hingga keunguan (Palada dan

Chang, 2003 dalam Maryam (2009).

Kusandryani dan Luthfy, 2006 dalam Maryam (2009), menjelaskan bahwa

di Indonesia terdapat kangkung dengan berbagai aksesi seperti aksesi 511 asal

Bekasi, 504 asal Bengkulu, 512 asal Cikampek dan sebagainya dengan ciri

tanaman dengan tipe tumbuh tegak, warna daun hijau, batang bulat, bunga

berbentuk terompet dan warna bunga putih. Panjang daun, lebar daun dan umur

berbunga pada aksesi 511 berturut-turut adalah 12,6 cm, 2,95 cm dan 60 hari,

pada aksesi 504 berturut-turut 12,3 cm, 2,95 cm dan 65 hari, sedangkan aksesi

512 memiliki nilai berturut-turut 11,8 cm, 3,35 cm, 63 hari

Menurut Williams et al., (1991), dalam Widodo 2010, daun memiliki

panjang 7 – 14 cm, berbentuk jantung pada pangkalnya dan biasanya runcing pada

ujungnya. Batang berongga dan mengapung pada permukaan. Akar adventif

segera tebentuk pada buku batang jika menyentuh tanah atau lengas. Pada kondisi

hari pendek, tangkai bunga tegak berkembang pada ketiak daun. Biasanya
terbentuk satu atau dua kuntum bunga berbentuk terompet dengan leher ungu.

Warna mahkota putih, merah jambu muda, atau ungu, berbeda-beda menurut tipe

tanaman. Biji mudah terbentuk dan berkembang dalam bulir polong.

Rukmana, 1994 dalam Selviningsih (2011) menambahkan bahwa

kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu bulan.

Batang tanaman berbentuk bulat panjang, berbuku-buku, banyak mengandung air

(herbaceous) dan berlubang-lubang. Batang tanaman kangkung tumbuh merambat

atau menjalar dengan percabangan yang banyak. Kangkung memiliki sistem

perakaran tunggang dan cabang-cabang akarnya menjalar keseluruh arah, dapat

menembus tanah sampai kedalaman 60-100 cm serta melebar secara mendatar

pada radius 100-150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air. Tangkai

daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daun terdapat mata tunas yang

dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya seperti jantung

hati, ujung daunnya meruncing atau tumpul, permukaan daun sebelah atas

berwarna hijau tua dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda.

2.2 Syarat Tumbuh

Wahyudi (2010) menjelaskan bahwa kangkung tumbuh pada tipe tanah

lempung, sampai lempung berpasir, gembur, dan mengandung bahan organik serta

lokasi yang terbuka dan memperoleh sinar matahari langsung, masih bisa ditanam

di tanah rawa yang drainase airnya tidak lancar. Kangkung termasuk tipe sayuran

dataran rendah yang pertumbuhannya kurang optimal bila ditanam di dataran

lebih dari 700 mil dari permukaan laut (Westphal, 1994 dalam Maryam (2009).

Kangkung dapat tumbuh di daerah dengan iklim panas dan tumbuh optimal pada
suhu 25 – 30°C (Palada dan Chang, 2003 dalam Maryam (2009). Kangkung

sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang dengan

kelembaban 60%. Kangkung darat tumbuh optimal pada tanah banyak

mengandung bahan organik, tinggi kandungan air dengan pH 5.3-6.0 (Westphal,

1994 dalam Maryam (2009).

Emilia dan Ainun, 1999 dalam Selviningsih (2006) mengemukakan bahwa

umumnya kangkung merupakan tanaman hari pendek dan termasuk tipe sayuran

dataran rendah. Kangkung jarang tumbuh pada ketinggian lebih dari 700 m2

karena pada suhu rata-rata 23 0C kecepatan pertumbuhannya akan mengalami

penurunan, oleh karenanya jika dibudidayakan sebagai sayuran komersial tidak

akan memberikan keuntungan pada petani. Kangkung umumnya tumbuh di daerah

yang memiliki garis lintang yang tinggi seperti Thailand Utara, Vietnam Utara

dan Hongkong sebagai sayuran musim panas.

Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik jika dibudidayakan

pada tempat dengan ketinggian maksimal 2000 meter diatas permukaan laut.

Tanaman ini membutuhkan tanah yang gembur dan mengandung banyak bahan

organik sebagai tempat tumbuhnya, untuk kangkung darat khususnya tidak

menyukai lahan yang tergenang karena akarnya mudah membusuk, sedang

kangkung air membutuhkan tanah yang selalu tergenang. Kangkung

membutuhkan lahan yang terbuka atau lahan yang mendapatkan sinar matahari

yang cukup sebagai tempat tumbuhnya, karena di lahan yang ternaungi tanaman

kangkung akan tumbuh memanjang. Tanaman ini tumbuh baik sepanjang tahun,

curah hujan yang optimal untuk kangkung adalah 500 – 5000 mm/tahun.
Kangkung merupakan tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi

sehingga dapat tumbuh dihampir semua kondisi lahan, namun jika ditanam pada

lahan yang memiliki suhu udara relatif panas batang tanaman ini akan mengeras.

Waktu bertanam yang baik ialah pada musim hujan untuk kangkung darat atau

musim kemarau untuk kangkung air (Sumaryono, 1984)

2.3 Kangkung Darat Varietas Bangkok

Wahyudi (2010) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman tegak dan

seragam. Bentuk daun lonjong lebar dengan ujung yang lancip. Warna daun dan

batang hijau. Tinggi tanaman 20 – 30 cm. Panen pada umur 25 – 30 HST. Potensi

produksi 25 – 30 ton/ha.

2.4 Panen Tanaman Kangkung Darat

Perbedaan jumlah biji yang dihasilkan berpengaruh terhadap perbanyakan

kangkung. Kangkung darat diperbanyak melalui biji sedangkan kangkung air

melalui stek pucuk batang. Menurut Palada dan Chang (2003) dalam Kartika,

2010, kangkung dapat dipanen pada umur 30 – 45 Hari Setelah Tanam (HST)

tergantung varietas dan tipe tanaman. Palada dan Chang (2003) menyatakan

kangkung dapat dipanen sekali dengan mencabut tanaman hingga ke akarnya atau

beberapa kali dengan memotong sepanjang 15 – 25 cm pada bagian batang.

Selanjutnya penelitian Kusandryani dan Luthfy (2006) dalam Kartika, 2010

menunjukkan kangkung aksesi 511, 504 dan 512 masing-masing memiliki umur

panen 42, 43 dan 40 HST.


Pemanenan yang sering dilakukan akan menghambat pembungaan dan

menstimulasi pertumbuhan tunas samping. Tanaman yang tidak dipanen

menyebabkan tunas samping berkembang menjadi daun yang panjang. Hasil

panen kangkung berbeda-beda disebabkan oleh faktor genetik tanaman.

Kangkung aksesi 511, 504 dan 512 masing-masing memiliki bobot tanaman per

rumpun sebesar 468.5, 470.0 dan 630.5 g (Kusandryani dan Luthfy, 2006) dalam

Kartika, 2010. Pemupukan urea 150 – 300 kg/ha memberikan hasil panen 7-30

ton/ha (Westphal, 1994 dalam Kartika, 2010).

Panen pada tanaman kangkung yang ditanam di darat bisanya dilakukan

pada umur 20 – 50 hari setelah benih disebar. Hasil tanamannya berkisar antara 7

– 30 ton/ha produk segar, dan dapat mencapai 400 ton/ha/tahun. Kangkung yang

ditanam di air, di Thailand hasil produksinya dapat mencapai 90 ton/ha produk

segar (Hayati, 2005 dalam Selviningsih 2006).

Kangkung sudah bisa dipanen pada umur 2 – 3 minggu setelah tanam,

yaitu saat panjang batangnya kira-kira 20 25 cm. Panen perdana ini untuk

mendapatkan hasil bahan sayuran daun juga berfungsi untuk merangsang

pertumbuhan vegetatif (pucuk-pucuk) berikutnya yang lebih banyak. Kangkung

dapat pula dipangkas sesudah berumur 1,5 bulan dari saat penanaman. Cara

memanen kangkung darat adalah pangkas batangnya dan menyisakan sekitar 2 – 5

cm di atas permukaan tanah atau meninggalkan 2 – 3 buku tua. Cara pemanenan

kangkung darat juga dapat dilakukan dengan mencabut tanaman beserta dengan

akar-akarnya Panen dilakukan pada sore hari dengan tujuan agar tidak mengalami

kelayuan yang drastis akibat pengaruh suhu udara yang panas ataupun teriknya
sinar matahari. Panen dilakukan dengan cara memotong kangkung yang siap

panen dengan ciri batang besar dan berdaun lebar.

Selanjutnya Palada dan Chang (2003), menyatakan bahwa panen

dilakukan 2 – 3 minggu sekali setiap kali habis panen biasanya akan terbentuk

cabang-cabang baru. Produksi kangkung akan menurun baik secara kuantitatif

maupun kualitatif setelah kangkung dipanen sebanyak 5 kali. Setelah berbunga

maka perlu disisakan ± 2 m2 agar bijinya dapat diproduksi sebagai benih. Hal ini

membutuhkan waktu ± 40 hari sampai biji kering.

Tanaman kangkung yang telah berumur satu tahun biasanya tumbuh

lambat, kerdil, dan kurang produktif. Gejala ini dapat disebabkan oleh tuanya

umur tanaman dan kondisi tanah tidak subur lagi. Oleh karena itu, tanaman ini

sebaiknya dilakukan peremajaan kembali. Pertanaman kangkung dibongkar,

tanahnya diolah secara sempurna, dan diberi pupuk kandang seperti pada

permulaan berkebun , kemudian ditanami bahan tanaman /benih/ bibit baru yang

unggul dan sehat.

Wahyudi (2010) menjelaskan bahwa tahapan panen dan pascapanen

kangkung adalah kangkung dapat dipanen pada umur 20 – 30 HST, melakukan

pembasahan lahan (pengairan) menjelang panen untuk memudahkan pencabutan

tanaman, mencabut tanaman beserta akarnya untuk mempertahankan tingkat

kesegaran tanaman dalam waktu yang relatif lama, mengumpulkan hasil panen di

tempat pencucian, mencuci kangkung yang telah dipanen, terutama di bagian

akarnya dari bekas-bekas tanah hingga bersih, menyusun rapi kangkung yang

telah dicuci di rak-rak terbuka untuk diangin-anginkan dan agar bekas air
pencucian bisa tiris dan mengemas kangkung menggunakan label isolasi dengan

berat sesuai permintaan pasar. Umumnya, berat kangkung per ikat sekitar 200

gram atau 250 gram.

Anda mungkin juga menyukai