Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu organisasi terdiri dari berbagai macam karakter dan watak manusia
yang saling berbeda satu sama lain. Karakter dan watak itulah yang membentuk
sifat masing-masing orang. Namun semua itu juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dimana mereka tinggal. Suatu organisasi memerlukan suatu loyalitas
kerja masing-masing anggotanya oraganisasi akan berjalan dengan baik apabila
setiap orang dalam organisasi tersebut dapat mengerjakan tugasnya di dalam
organisasi sesuai dengan peran, fungsi dan tanggung jawab yang telah
diterimanya.
Namun pada kenyataannya masing-masing anggota tidak begitu menyadari
tentang tugasnya, dan cenderung acuh yang disebabkan oleh lebih mementingkan
diri sendiri daripa kepentingan bersama dalam organisasi. Hal tersebut akan
berakibat mengurangi efektivitas dan efisiensi kerja bahkan dapat menyebabkan
kemunduran dalam organisasi. Hal ini dapat tentu dapat kita jumpai pada
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh pada pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata
(KKN). Pada saat ber KKN, angota KKN berasal dari latar belakang pendidikan
yang berbeda, budaya, sifat dan karakter yang berbeda sehingga terjadinya
berbagai konflik terkadang tidak dapat dihindari. Masalah yang biasa terjadi
ketika hendak melakukan rapat. Tidak dapat dipungkiri bahwa hanya sebagian
kecil anggota yang benar-benar menyimak dan terlibat aktif dalam mengikuti
rapat. Kebanyakan sibuk dengan urusan masing-masing dan bahkan tidak
memperdulikan rapat yang sedang berlangsung dan hanya ngobrol dengan sesama
anggota rapat tentang hal yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan hal
yang sedang dibahas dalam rapat. Seharusnya setiap anggota organisasi harus
dapat mengendalikan sifat egois masing-masing agar tidak mengganggu kinerja
organisasi dan dapat mengefektivitaskan serta mengefisienkan kinerja organisasi

1|Page
yang sudah direncanakan. Untuk itu agar dapat menghilangkan atau setidaknya
mengurangi sifat egois anggota dan terjadinya konflik diantara anggota serta
masalah-masalah yang terjadi dalam organisasi maka perlu diterapkan Learning
Organization.

B. Tujuan
Penerapan Learning Organisasi, diharapkan mampu menjadikan organisasi
pembelajar sehingga konflik serta masalah-masalah yang terdapat dalam
organisasi dapat diatasi.
.

2|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Learning Organization


1. Pengertian Learning
Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi
banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan
perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
Pembelajaran menurut Argyris (1982) adalah suatu lingkaran aktivitas di
mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan
solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu
(production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada
masalah-masalah baru (evaluation). Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai
lingkaran pembelajaran.
2. Pengertian Learning Organization
Secara umum, konsep learning organization dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu organisasi untuk terus menerus melakukan proses
pembelajaran (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan
berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul.
Beberapa pengertian Learning Organization menurut beberapa ahli
adalah sebagai berikut :
a. Menurut Pedler, Boydell dan Burgoyne dalam (Dale, 2003)
mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah organisasi
yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus
menerus mentransformasikan diri”.
b. Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah
“suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan
pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”.

3|Page
c. Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning
organization adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan
lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu
kesempatan untuk belajar.
d. Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah
organisasi yang:
1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu
terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;
2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan
stakeholder lain yang signifikan;
3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai
pusat kebijakan bisnis;
4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus
e. Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu
kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan
ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya,
pembelajaran organisasi adalah:
1) Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;
2) Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan
internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem
yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu;
3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan
kembali unsur-unsur organisasi;
4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang
mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan
mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga
mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;
5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh
mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran,

4|Page
pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan
penilaian.
6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota
organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya
rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah dan tanpa henti
untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktek-praktek
organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian
organisasi pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan
perilaku.
f. Peter Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah
organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk
menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh
lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama,
pembelajaran tim, dan pemikiran sistem.
B. Tujuh Penyakit Organisasi
1. I am my position (Kecendrungan melihat masalah dari sudut pandang posisi
sendiri di dalam organaisasi).
Contoh : Dalam suatu perusahaan, seorang karyawan absen selama 2 hari
tanpa keterangan, manajer perusahaan langsung memecat karyawan
tersebut karena dianggap tidak bertanggung jawab. Manajer tidak
memperdulikan alasan si karyawan. Padahal karyawan tersebut
mengalami kecelakaan sehingga tidak dapat hadir.
2. The enemy is out there (kecendrungan melihat sebab masalah di luar diri dan
posisi sendiri, gampang menemukan kambing hitam).
Contoh : Pada suatu sekolah negeri, banyak siswa kelas 3 yang tidak lulus
UAN, guru menyalahkan sisiwa yang kurang belajar, padahal bisa
saja kerana kesalahan dalam metode pembelajaran di sekolah
tersebut yang tidak baik.

5|Page
3. The illusion of taking charge (kecenderungan membuat keputusan pemecahan
masalah yang tampak pro-aktif tetapi sebenarnya re-aktif).
Contoh : Untuk menyelesaikan masalah gizi buruk di Selayar, pemerintah
menyalurkan bahan tambahan makanan ke daerah tersebut. Namun
hal ini menyebabkan ketergantungan dari masyarakat dan sulitnya
pendistribusiannya.
4. The fixation on events (kecendrungan menangani masalah masalah yang
tampak pada kejadian yang dialami, bukan pada sebab yang mungkin
tersembunyi dan tidak segera tampak melalui usaha sendiri).
Contoh : Untuk menganani masalah DBD di Makassar, petugas melakukan
fogging. Namun kasus DBD tetap bertambah karena tidak
dilakukan pembersihan sampah-sampah di sekitar pemukiman yang
menjadi tempat perkembangbiakan vektor.
5. The parable of boiled frog (kecendrungan tidak menanggapi perubahan
lingkungan pada akar penyebabnya, yang menghasilkan kelumpuhan
organisasi pada saat sebab masalah tersebut yelah terakumulasi dan
mengancam eksistensi organiasasi).
Contoh : Seorang penderita diabetes terus-menerus mengkonsumsi gula dan
jarang berolahraga menyebabkan penyakitnya bertambah parah
karena kurangnya pengetahuan.
6. The delusion of learning from experience (kecendrungan belajar dari
pengalaman menangani gejala yang dihadapi, bukan penanganan akar
penyebabnya).
Contoh : Seoarang yang menderita sakit kepala ditangani sendiri hanya
dengan mengkonsumsi obat pereda sakit kepala. Tetapi tidak
melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter penyebab sebenarnya
sakit kepala yang dialami.

6|Page
7. The myth of the management team (kecenderungan pemecahan masalah
melalui tim manajemen yang dibentuk, yang menghindari identifikasi dan
pemecahan akar masalah yang tidak menyenangkan pihak-pihak yang terlibat
dalam tim tersebut).
Contoh : Masalah gizi buruk di Indonesia seperti fenomena Iceberg, dimana
yang diketahui dan ditangani hanyalah sebagian kecil, hal ini terkait
dengan nama dan citra Negara Indonesia di mata dunia, sehingga
tidak terlalu mendapat perhatian dari pemerintah

C. Dimensi Learning Organization


Peter Senge (1999) mengemukakan bahwa di dalam learning
organization yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan
organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni serta dapat
mengatasi ke tujuh penyakit dalam organisai yaitu sebagai berikut :
1. Personal Mastery
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki
wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi
pada hal-hal yang strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan
karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi
dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan
perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik
ke paradigma yang berbasis pengetahuan.
2. Mental Model
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan,
dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model
memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam
organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak
berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam

7|Page
organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan
direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi.

3. Shared Vision
Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara
murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang
yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta
budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara
terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar
belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang
pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk
menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang
terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang
dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi.
4. Team Learning
Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan
berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena
rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis
team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini
ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik
seperti yang telah diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya
kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim,
maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti.
Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau
berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Berbagi wawasan
pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan
kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya.

8|Page
5. System Thinking
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama
untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada
yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu
organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan
pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang
sinergis ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling
memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja
unit tempat dia bekerja pada unit lainnya.
Sebelas Hukum Systems Thinking adalah sebagai berikut :
a) Today’s problems come from yesterday’s solutions.
Contoh : Kebijakan pemerintah tentang program penanggulangan
DBD dengan melakukan fogging hanya jika ditemukan
kasus DBD di daerah tersebut.
b) The harder you push, the harder the system pushes back
Contoh : Semakin banyak pihak yang berpartisipasi dalam menangani
masalah DBD ini, pemerintah akan lebih fokus
merealisasikan program ini.
c) Behaviour grows better before it grows worse
Contoh : Fogging yang dilakukan hanya bersifat mengurangi vektor,
tetapi tidak menyelesaikan masalah karena jumlah penderita
semakin bertambah.
d) The easy way out usually leads back in
Contoh :Pemberantasan DBD dengan fogging hanya bersifat
sementara, setelah selesai vektor tetap ada bahkan
mengalami mutasi dan mengalami kekebalan.

9|Page
e) The cure can be worse than the disease.
Contoh : Fogging bukan merupakan solusi utama dalam
pemberantasan vektor DBD, jumlah penderita cenderung
bertambah dari tahun ke tahun meski telah dilakukan
fogging.
f) Faster is slower
Contoh : Program pemberantasan ini sifatnya cepat tapi sebenarnya
memperlambat proses dan tidak menyelesaikan masalah
secara tuntas.
g) Cause and effect are not closely related in time and space.
Contoh : Keberhasilan program pemberantasan DBD hari ini dapat
mempengaruhi penyebaran kasus DBD pada saat ini dan
masa akan datang.
h) Small chages can produce big results but the areas of highest leverage
are often the least obvious.
Contoh : Dengan keberhasilan program pemberantasan DBD, maka
akan menekan jumlah kasus DBD.
i) You can have cake and eat it too-but not at once.
Contoh : Fogging dilakukan hanya jika telah ditemukan penderita di
daerah tersebut.
j) Dividing an elephant in half does not produce two small elephants.
Contoh : Pemberantasan DBD tidak cukup hanya dengan melakukan
fogging saja, diperlukan pengawasan dan peran serta
masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan.
k) There is no blame.
Contoh : Dalam program penanggulangan ini tidak ada yang dapat
disalahkan karena merupakan masalah nasional yang
terkait oleh banyak hal dan pihak tetapi mencari solusi
yang lebih baik.

10 | P a g e
D. Unsur-unsur dalam Learning Organization
1. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap
bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi
menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu
dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang
siapa melapor kepada siapa.
Empat elemen dalam struktur organisasi yaitu :
a. Adanya spesialisasi kegiatan kerja
Pembagian Kerja adalah upaya untuk menyederhanakan dari
keseluruhan kegiatan dan pekerjaan (yang telah disusun dalam proses
perencanaan) --yang mungkin saja bersifat kompleks—menjadi lebih
sederhana dan spesifik dimana setiap orang akan ditempatkan dan
ditugaskan untuk setiap kegiatan yang sederhana dan spesifik tersebut.
b. Adanya standardisasi kegiatan kerja
Untuk menetapkan tingkat kinerja karyawan, dibutuhkan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar. Patokan yang
dapat digunakan sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan.
Menurut Simamora (2004), semakin jelas standar kinerjanya, makin
akurat tingkat penilaian kinerjanya. Masalahnya, baik para penyelia
maupun karyawan tidak seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka
kerjakan. Karena bisajadi, standar kinerja tersebut belum pernah
disusun.Oleh karena itu, langkah pertama adalah meninjau standar kinerja
yang ada dan menyusun standar yang baru jika diperlukan.
Banyak hal yang dapat diukur untuk menentukan kinerja. Banyak literatur,
menyebutkan bahwa kinerja merupakan keterkaitan unsur motivasi,
kemampuan individu, serta faktor organisasi, yang menghasilkan perilaku.

11 | P a g e
c. Adanya koordinasi kegiatan kerja
1) Koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktifitas
dari berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan
organisasi dapat tercapai secara efektif
2) the process of integrating the activities of separate departments in
order to pursue organizational goals effectively.
2. Besaran seluruh organisasi
a. makin besar akan semakin komplek. Semakin impersonal, semakin lugas,
semakin sulit diarahkan, semakin sulit dipadukan.
b. ukuran menciptakan dilemma.
c. tak ada yang tahu ukuran yang optimum.
3. Tujuan Organisasi
a. Visi Organisasi
1) Apa yang organiasi bayangkan atau apa yang organisasi ingin capai di
masa yang akan datang (Kotter, 1996)
2) Visi pada tingkatan yang sederhana sebenarnya untuk menjawab
pertanyaan apa yang mau kita ciptakan (Senge, 1995)
b. Tujuan Visi
1) Mampu menyederhanakan ratusan atau bahkan ribuan keputusan yang
lebih rinci
2) Memotivasi banyak orang untuk melakukan tindakan ke arah yang
benar
3) Membantu mengkoordinasikan tindakan-tindakan banyak orang yang
berbeda, bahkan ribuan orang secara cepat dan efisien.
c. Arti pentingnya sebuah visi
1) Membentuk suatu identitas umum diantara sejumlah orang yang
berbeda-beda
2) Meningkatkan aspirasi seseorang dalam organisasi, pekerjaannya
dijadikan sebagai bagian hidupnya

12 | P a g e
3) Mengubah hubungan orang dengan organisasi. Orang tidak lagi
mengatakan organisasi mereka, tetapi organisasi kami
4) Memunculkan keberanian alamiah dalam mewujudkan visi organisasi
5) Membangun keberanian mengambil resiko dan melaksanakan uji
coba-uji coba
6) Membangun komitmen bersama demi kepentingan jangka panjang
(Senge,1994)
d. Karakteristik visi yang efektif
1) Bisa dibayangkan, memberikan gambaran mengenai bagaimana
gambaran masa depan nantinya
2) Menarik, menyentuh kepentingan jangka panjang anggota organisasi,
konsumen, para pemegang saham, dan orang lain yang menghadapi
resiko dalam organisasi
3) Dapat dilaksanakan, berisi tujuan-tujuan yang realistis dan bisa dicapai
4) Terfokus, cukup jelas sehingga memungkinkan individu mengambil
inisiatif dan respon alternatif dalam hubungannnya dengan kondisi
yang berubah
5) Bisa dikomunikasikan, mudah dikomunikasikan, bisa dengan mudah
dijelaskan dalam waktu lima menit (Kotter, 1996)

13 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

A. Permasalahan

Pada waktu itu saya menjadi salah satu peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN)
profesi Kesehatan Unhas pada tahun 2012 di kabupaten Jeneponto, berbagai
macam teman-teman berasal dari daerah, suku, dan negara saling berkumpul
untuk menimba dan mengaplikasikan ilmu bersama. Berdasarkan pengamatan
saya, terjadi beberapa konflik antar anggota di posko kami. Konflik ini terjadi
akibat cara kepemimpinan koordinaotr desa yang kurang baik dan cakap dalam
mengarahkan anggota. Meskipun itu berhubungan dengan program kerja posko
kami, namun terkadang jarang ada anggota yang ingin ikut langsung dan terlibat
dalam program kerja yang telah direncakan sebelumnya. Mungkin dalam
pelaksanaan pembagian tugas dan cara menyampaikan informasi yang , menurut
teman yang lain dilakukaan dengan cara yang tidak baik. Selain itu, koordinator
posko juga masih mengedepankan ego dalam kepemimpinannya. Teman-teman
seakan membiarkan masalah ini berlarut-larut dan menjadi lebih besar.
Akibatnya, terjadi pengucilan kepada koordinator posko kami. Hal ini tentu
merupakan hal yang buruk karena nafas dari sebuah organisasi adalah leadership
yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
Dari penjelasan tersebut maka dapat di identifikasi masalah sebagai berikut :
1. I am My Position
Karena coordinator posko masih mengedepankan ego-nya dalam menjalankan
fungsi sebagai pemimpin
2. Parable of boiled frog – perumpaan katak rebus
Teman-teman satu posko cenderung melakukan pembiaran mengenai masalah
ini. Menunggunya hingga menjadi lebih besar dan imbasnya adalah ketika
dilakukan pengucilan pada koordinator posko

14 | P a g e
3. The illusion of taking charge – solusi saat ini adalah gejala dari masalah yang
akan dating
Baik coordinator posko dan sebagian besar anggota posko mengedepankan
ego dalam setiap tindakan. Maka keputusan yang dihasilkan cenderung
gegabah dan merupakan awal dari masalah baru yang akan muncul
B. Solusi Perubahan di Oganisasi dengan Pendekata Learning Organization
Masalah tersebut diatas merupakan 3 dari 7 penyakit dalam manajemen dan
organisasi yang diidentifikasi pleh peter senge. Oleh karena itu, untuk mengobati
masalah tersebut di atas harus dilakukan dengan pendekatan 5 disiplin learning
organization :
1. Personal Mastery
Sesuai dengan namanya, personal mastery mengedepankan masalah
pengendalian diri dalam interaksi dengan orang lain. Dalam konflik di atas,
akar permasalahan adalah hanya masalah ego dalam diri sebagian besar
anggota posko . oleh karena itu, seharusnya setiap anggota posko, baik
koordinator maupun anggota biasa, harus dapat mengendalikan ego dan
mengaktifkan kemampuan Emotional Question (kecerdasan Emosional).
Sehingga akar konflik dapat diredam sebelum permasalahan itu menjadi lebih
besar.
2. Mental models
Mental model merupakan penjabaran dari personal mastery. Mental model
merupakan pandangan orang terhadap realita yang ada disekitarnya. Meskipun
terkadang mental model tidak sesuai dengan kondisi realitas yang ada. Dalam
konflik di atas, saya selalu memasukkan dalam agenda setiap rapat dan
briefing untuk mendengarkan pandangan setiap anggota dalam menyusun,
melakukan, dan mengevaluasi program kerja yang akan dilaksanakan. Seperti
yang diketahui bahwa setiap orang memiliki mindset dan point of view yang
berbeda dalam menghadapi dan menyikapi suatu persoalan dan respon yang

15 | P a g e
diberikan. Berikut adalah beberapa mental model yang saya miliki ketika ber-
KKN :
a. KKN sesungguhnya adalah proses belajar yang sesungguhnya dilapangan
yang berinteraksi dengan kawan-kawan dari disiplin ilmu yang berbeda.
Oleh karena itu maka tidak seharusnya anggota posko lebih
mengutamakan egonya dalam proses ber-KKN itu.
b. KKN sesungguhnya adalah proses transfer pengetahuan kepada
masyarakat. Tujuan dari KKN adalah bagiaman membangun kesehatan
masyarakat dengan seumber daya yang berasal dari masyarakat itu sendiri.
c. Mahasiswa KKN merupakan contoh dan tauladan bagi masyarakat sekitar
mengenai segala macam hal dan segala macam bidang, termasuk dalam
bidang keorganisasian. Harusnya mahasiswa KKN mampu untuk
melakukan fungsi organisasi yang baik guna menjadi contoh bagi
masyrakat
d. Jika berhasil membangun masyarakat, maka dengan sendirinya akan
mahasiswa akan dikenang sebagai mahasiswa yang terpelajar dan sukses
dalam arena belajar, mengabdi, dan berposes KKN
3. Shared vision
Merupakan visi yang dimiliki oleh semua lapisan untuk mendorong
kemauan dan fokus untuk belajar. Beberapa ahli menyebut bahwa shared
vision dilakukan untuk menyamakan visi seluruh anggota posko untuk
mencapai tujuan organisasi.
Pada contoh kasus di atas, visi setiap anggota posko harus disamakan
dengan visi yang paling idealis. Dalam proses ber- KKN maka visi yang ideal
adalah tridhrama perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat. Usaha- usaha yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan briefing antar anggota posko untuk saling tukar visi dalam ber
KKN. Selain usaha tersebut, keterlibatan supervisor dalam menanamkan visi
perguruan tinggi dalam proses ber-KKN kepada peserta mahasiswa penting

16 | P a g e
dilakukan karena supervisor merupakan sosok yang “ditakuti” dan “disegani”
serta “didengar” oleh anggota posko sehingga pendapatnnya lebih berharga
4. Team learning
Memadukan dan mengembangkan kemampuan kelompok untuk
mencapai hasil yang betul-betul bermakna dalam hidup ini. Melalui dialog
dan diskusi terbuka untuk saling menerima secara tulus. Hal ini penting
karena saat ini, organisasi modern beroperasi atas dasar kerja sama tim, yang
berarti bahwa organisasi tidak dapat belajar jika anggota tim tidak datang
bersama dan belajar. Ini adalah proses untuk mengembangkan kemampuan
untuk menciptakan hasil yang diinginkan, untuk memiliki tujuan dalam
pikiran dan bekerja sama untuk mencapainya.
Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan
berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena
rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team.
Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh
adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah
diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan
sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi
akan sangat lambat, dan bahkan berhenti.
Dalam kasus di atas, harusnya diakukan briefing yang khusus
membahas mengenai pengalaman- pengalaman yang didapat oleh masing-
masing anggota pada hari itu. Kemudian di sharing kepada anggota lainnya
sebagai pembelajaran positif dan negative. Dalam briefing itu juga dibahas
mengenai problem solving masalah yang semenara dihadapi serta bagaimana
teknis pelaksanaannya.
5. Berpikir system
Kemampuan untuk melihat gambaran besar dan untuk membedakan
dari pola konseptualisasi perubahan sebagai peristiwa yang terisolasi. Sudah

17 | P a g e
menjadi kemampuan mahasiswa bahwa cara berpikir mereka adalah
sistematis. Yakni mengurutkan suatu kejadian sebab akibat.
Berpikir sistem merupakan suatu hal mutlak dilakukan dalam proses
KKN. Jika dihubungkan dengan visi KKN, yaitu pendidikan, penelitian, dan
pengambdian masyarakat. Jika dihubungkan dengan konflik di atas maka
seharusnya mahasiswa peserta KKN harus memahami betul bahwa dalam
membangun masyarakat harus digunakan cara erpikir system. Cara berpikir
system tidak menghendaki adanya hambatan-hambatan yang bersifat personal
seperti ego yang besar. Harusnya setiap mahasiswa yang ber-KKN memahami
bahwa untuk membangun masyarakat diperlukan :
a. Input : dorongan, stimulus, insiatif, program kerja, transfer ilmu
kesehatan dari mahasiswa
b. Proses : Pembinaan dan pendampingan dalam setiap program kerja
KKN
c. Output : peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap
masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat sekitar.
d. Outcome : peningkatan derajat kesehatan masyarakat di lokasi KKN
Contoh yang lain yang berhubungan dengan program kerja KKN adalah
pentingnya memakai masker ketika berkendara motor maka perlu dilakukan
penyuluhan kesehatan.
a. Inputnya : pembagian masker dan penyuluhan mengenai debu penyakit
paru,
b. Proses : transfer pengetahuan dan informasi dari mahasiswa kepada
penduduk untuk kemudian selanjutnya diolah menjadi
pengetahuan,
c. Output : peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap dalam
pemakaian masker ketika berkendara motor
d. Outcome : penurunan penyakit yang berhubungan dengan paru di

18 | P a g e
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerapan Learning organisasi sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam

sebuah organnisasi. Dengan organisasi pembelajaran, maka organisasi tersebut

mampu mengalami perubahan-perubahan sesuai degan perubahan lingkungan.

Mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam organisasi

sehingga tujuan bersama dalam organisasi dapat tercapai dengan baik.

B. Saran

Untuk mencapai atau melaksanakan organisasi pembelajar maka yang paling

utama yang perlu dilakukan adalah individu-individu dalam organisasi tersebut

harus menjadi invidu pembelajar.

19 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., Z. 2013. Surveilans Pertumbuhan Anak Melalui Pendekatan Learning


Organization. Jakarta : Pustka Timur.

Damaiska, A., dkk. 2009. Penerapan Learning Oganization di Indonesia Studi kasus
pada PT. Unilever Indonesia, Tbk. (online)
http://xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1870003629/name/MAKALAH
(Diakses tanggal 20 Desember 2013)

Iswandha, A. 2010. Sifat Egois Vs Sifat Profesional Dalam Organisasi. (online)


http://ariesosiologi.blogspot.com/2010/10/sifat-egois-vs-sifat-profesional-
dalam.html (Diakses tanggal 20 Desember 2013)

Mis Notas. 2010. Systems Thinking Learning Organization (online)


http://zweetscorpioluv.blogspot.com/2010/06/systems-thinking-learning-
organization.html (Diakses tanggal 20 Desember 2013)

Judge dan Robbins. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat; 2008.

Adisasmito, W. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada; 2008.

Sugandha, Dann. Kepemimpinan di dalam organisasi. Cetakan Kedua. Bandung : Sinar


Baru; 2009

Wijono D. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Surabaya : Airlangga


University Press; 2007.

Herujito, Yayat M 2001, Dasar-Dasar Manajemen, Grasindo. Jakarta.

Kartono, Kartini 2005, Pemimpin dan kepemimpinan, PT Cipta Rineka, Jakarta.

Daft, Richard L 2007, Kepemimpinan dalam manajemen, PT Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai