Anda di halaman 1dari 4

Kalajengking, Hewan Kecil Yang Beracun

Arthropoda merupakan hewan yang mempunyai kaki bersendi-sendi (beruas-ruas). Hewan ini
banyak ditemukan di darat, air tawar, dan laut, serta di dalam tanah. Hewan ini juga
merupakan hewan yang paling banyak jenis atau macam spesiesnya. Arthropoda terbagi
menjadi 4 kelas, yaitu Kelas Crustacea (golongan udang), Kelas Arachnida (golongan
kalajengking dan laba-laba), Kelas Myriapoda (golongan luwing) dan Kelas Insecta
(serangga).
Arachnida meliputi kalajengking, laba-laba, tungau atau caplak. Umumnya hewan ini bersifat
parasit yang merugikan manusia, hewan dan tumbuhan dan juga bersifat karnivora sekaligus
predator. Kelompok Arachnida tersebut yang memiliki racun secara alami adalah
kalajengking dan laba-laba, namun demikian di Indonesia kedua jenis hewan tersebut tidak
menyebabkan keracunan yang fatal.

Kalajengking
Kalajengking merupakan hewan yang berukuran kecil berkaki delapan dengan ekor yang
mengandung racun. Kalajengking umumnya ditemukan di habitat kering dan lingkungan
yang panas, namun beberapa spesies dapat ditemukan di hutan. Kalajengking aktif di malam
hari, memakan serangga dan kalajengking kecil lainnya, pada siang hari biasanya
bersembunyi di bawah batu, batang kayu atau pohon. Kalajengking mampu bertahan hidup
dalam berbagai kondisi baik panas kering maupun dingin hingga beku tanpa makan dan
minum selama berbulan-bulan. Dengan memperlambat sistem metabolisme tubuhnya,
kalajengking dapat bertahan hidup lama pada kondisi tak ada makanan.

Gambar 1. Spesies kalajengking yang terdapat di Indonesia


dari kiri ke kanan: Heterometrus spinifer, Heterometrus cyaneus, Heterometrus liophysa,
Heterometrus longimanus

1
Tubuh kalajengking terdiri dari dua bagian yaitu bagian sefalotoraks dan bagian ekor.
Kalajengking memiliki delapan kaki, sepasang capit dan ekor yang panjang. Pada ekor
kalajengking terdapat telson pada ujung ekor yang mengandung dua kelenjar racun yang
mengeluarkan racunnya melalui penyengat tajam di ujung ekor. Menurut Bawaskar (2012)
ciri-ciri kalajengking yang racunnya mematikan adalah capitnya terlihat lemah, bagian badan
kurus namun bagian ekor gemuk.
Pada umumnya kalajengking tidak agresif dan menyengat manusia hanya jika kalajengking
tersebut merasa terancam atau tersudut. Kalajengking menjepit mangsanya sebelum
menyengat dengan cara melengkungkan sengatnya diujung ekor melewati bagian atas
kepalanya. Kalajengking tidak berburu makanan tetapi menunggu mangsanya yang terdeteksi
oleh rambut sensorik. Selain itu, kalajengking juga dapat menyerang mangsanya dari jarak
jauh dengan cara menyemprotkan racun dari ujung ekor yang dapat menyebabkan kebutaan
sementara bila terkena mata.

Racun kalajengking
Terdapat sekitar 1500 spesies kalajengking di seluruh dunia dan sekitar 25 spesies
diantaranya dapat membunuh manusia. Seluruh spesies kalajengking beracun namun hanya
beberapa spesies yang dapat berakibat fatal bila menyengat manusia. Walaupun sengatannya
menyakitkan, sengatan kalajengking umumnya tidak berakibat fatal namun hanya reaksi lokal
pada daerah yang disengat. Kalajengking yang paling mematikan adalah Hemiscorpion
lepturus, Leiurus quinquestriatus dan Mesobuthus tamulus yang bersifat sitotoksik. Di
Indonesia, spesies kalajengking yang banyak ditemukan adalah Heterometrus spinifer,
Heterometrus cyaneus, Heterometrus liophysa, Heterometrus longimanus yang tidak
menimbulkan efek berbahaya
Racun kalajengking merupakan campuran kompleks yang terdiri dari protein, neurotoksin,
nukleotida, asam amino, kardiotoksin, nefrotoksin, toksin hemolitik, fosfodiesterase,
fosfolipase A, hyaluroinidase, asetilkolinesterase, glikosaminoglikan, histamin, serotonin,
dan zat-zat lain. Neurotoksin dalam racun kalajengking sangat mematikan bahkan lebih
mematikan dibandingkan neurotoksin dari bisa ular. Neurotoksin adalah komponen venom
atau racun yang bekerja pada sistem saraf perifer. Hasil analisa menunjukkan nilai LD50
beberapa neurotoksin kalajengking 10 kali lipat lebih kuat daripada sianida.

2
Sengatan kalajengking menyebabkan rasa sakit yang luar biasa yang menjalar ke dermatom
(area kulit dengan saraf spinalis) yang dapat menimbulkan efek sistemik yang mengancam
jiwa. Racun masuk dan mengendap di kulit dalam jaringan subkutan. 70% racun dari
konsentrasi maksimum menyebar dalam waktu 15 menit kedalam darah. Racun terserap
hampir sempurna dalam tubuh dalam waktu 7-8 jam. Racun kalajengking yang masuk ke
dalam tubuh memerlukan waktu 4 -13 jam untuk tereliminasi dari darah.
Efek klinis dari sengatan kalajengking bergantung pada sepesies kalajengking dan tingkat
letal dan banyaknya racun yang masuk kedalam kulit. Efek sengatan kalajengking umumnya
menyebabkan efek lokal namun juga dapat menyebabkan efek sistemik.
 Efek sengatan kalajengking umumnya hanya menyebabkan efek lokal berupa rasa nyeri
(kadang-kadang parah, rasa terbakar dan dapat menyebar), bengkak, kemerahan pada
lokasi sengatan, sensitif terhadap sentuhan, dan sensasi mati rasa/kesemutan. Sengatan
kalajengking juga beresiko menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
 Pada beberapa spesies kalajengking mempengaruhi sistemik. Racun kalajengking
menyebabkan efek keracunan parah yang menstimulasi efek sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Tanda-tanda dan gejala autonomic storm yaitu stimulasi parasimpatetis
sementara (muntah, keringat berlebihan, salivasi kental, bradikardi, kontraksi ventrikel
prematur, hipotensi) dan stimulasi simpatis berkepanjangan (ekstremitas dingin,
hipertensi, takikardi, edema paru dan syok).

Pertolongan pertama tersengat kalajengking


Secara umum efek sengatan kalajengking tidak menimbulkan efek berbahaya. Korban dapat
dirawat dirumah dan dimonitor selama 8 jam. Setiap sengatan harus dilakukan penatalaksaan
luka dengan benar. Bersihkan lokasi sengatan dengan air dan sabun atau antiseptik ringan.
Penanganan awal berupa kompres pada lokasi sengatan dengan air dingin / kantung es selama
15-20 menit. Harus diusahakan supaya racun tidak tersebar keseluruh tubuh dengan
imobilisasi (jangan gerakkan) bagian tubuh yang tersengat, kecuali yang menimbulkan efek
nekrotik (kematian sel). Pemberian antihistamin dan anti nyeri non narkotik dapat dilakukan
oleh tenaga medis atau dokter. Di pelayanan kesehatan lakukan monitor pada anak-anak
selama 2 jam setelah muncul gejala.
Keracunan sistemik umumnya jarang namun berpotensi terjadi terutama pada anak-anak.
Korban dengan gejala simptomatik disarankan ditangani di rumah sakit. Monitor kondisi luka
sengatan dan segera periksa ke fasilitas kesehatan apabila terjadi tanda infeksi, nyeri tidak
hilang / makin parah atau bila gejala yang terjadi mengkhawatirkan.

3
Tips mencegah tersengat kalajengking
 Hindari menumpuk batu atau kayu di sekitar rumah atau kebun.
 Ajari anak-anak untuk mengenal kalajengking dan menjauhinya bila berdekatan dengan
kalajengking. Bila tersengat, segera panggil orang tua untuk meminta bantuan.
 Gunakan baju berlengan panjang dan celana panjang saat hiking atau berkemah. Jika
melihat kalajengking, jangan memegang kalajengking dengan tangan kosong, gunakan
alat penjepit untuk menjauhkan kalajengking.

Daftar Pustaka
1. Hammond, Paula. 2004. The atlas of the world’s most dangerous animals. Amber
Books Ltd: China. Hal. 18-21. Diakses dari:
https://books.google.co.id/books?id=jTRxvk2O-
QAC&pg=PA20&lpg=PA20&dq=atlas+world+most+dangerous+animal+scorpion&s
ource=bl&ots=Nfxo7LXcJU&sig=j1BHQ8wpxiDrc9-8LgVoHdp-
B9M&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=atlas%20world%20most%20danger
ous%20animal%20scorpion&f=false (21 September 2016).
2. New Zealand National Poisons Center. Heterometrus spp. Diakses dari:
http://www.toxinz.com/Spec/2738431 (21 September 2016).
3. National Geographic. Scorpions. Diakses dari:
http://animals.nationalgeographic.com/animals/bugs/scorpion/?source=A-to-Z (21
September 2016).
4. Kovarik, Frantisek. 2004. Euscorpius: Occasional Publications in Scorpiology.
Diunduh dari: http://www.science.marshall.edu/fet/euscorpius/p2004_15.pdf (21
September 2016).
5. Bawaskar, Himmatrao Saluba, Bawaskar, Pramodini Himmatrao. 2012. Scorpion
Sting: Update. Journal of the Association of Physicians of India. Vol 60. Diunduh
dari: http://www.silae.it/files/08_scorpion_sting_update.pdf (21 September 2016).
6. Olson, Kent R. Poisoning and Drug Overdose. 2014. Mc Graw Hill: USA. Hal. 366.
7. P. Gopalakrishnakone. 1990. A Color Guide to Dangerous Animals. Sinagpore
University Press: Singapore. Hal 17
8. Sibunruang, Suda, Suteparuk Suchai, Sitprija Visith. 2013. Manual of Practical
Management f Snake-Bites and Animal Toxin Injury. WHO: Thailand. Hal 76.

Anda mungkin juga menyukai