Anda di halaman 1dari 9

OVARIUM MEGALOKISTIK PERSISTEN SETELAH SINDROM

HIPERSTIMULASI OVARIUM PADA PASIEN- PASIEN POSTPARTUM


DENGAN SINDROM OVARIUM POLIKISTIK: SEBUAH LAPORAN
KASUS

Jinghua Shi 1, Ren Xinyu 2, Tian Qinjie 1, Sun Aijun 1, dan Rong Chen 1 *

Abstrak

Latar Belakang: Pembesaran ovarium sering terjadi pada stimulasi ovarium yang
terkontrol, di mana kondisi ini dapat terus berlanjut selama beberapa bulan dalam
suatu kehamilan yang sedang berlangsung. Namun, ovarium megalosistik
persisten yang terjadi 3 tahun setelah sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS)
amat jarang terjadi. Di sini kami akan menyajikan sebuah kasus dan tatalaksana
serta mendiskusikan kemungkinan etiologi bagi Anda.

Presentasi kasus: Seorang wanita yang berusia 34 tahun dengan sindrom


ovarium polikistik (PCOS) dan riwayat infertilitas datang memeriksakan diri ke
Departemen Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Universitas Kedokteran
Peking Union dengan keluhan berupa nyeri perut dan ovarium yang mengalami
pembesaran secara persisten selama 36 bulan setelah sindrom hiperstimulasi
ovarium (OHSS). Dokter kemudiain mengevaluasi ovarium yang mengalami
pembesaran dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan
pemeriksaan serum. Para dokter lalu melakukan sebuah operasi laparoskopi
diagnostik dengan menggunakan detorsi dan drainase yang diikuti oleh
tatalaksana GnRHa. Para doker juga mengevaluasi gejala- gejala dan ukuran
ovarium dengan menggunakan ultrasonografi (USG) vagina, di mana komponen-
komponen di atas merupakan ukuran dari hasil utama. Pasien dipulangkan dari
rumah sakit 5 hari setelah operasi tanpa komplikasi yang berarti. Kedua ovarium
mengalami pemulihan hampir seperti normal kembali setelah menerima injeksi
2

GnRHa setiap bulan selama 3 bulan.

Kesimpulan: Pembesaran ovarium dapat menetap untuk waktu yang lama pada
pasien- pasien dengan sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) yang berat bahkan
setelah kadar hormon seks dan fungsi ovarium kembali normal. Tindak lanjut
jangka panjang diperlukan dan torsi ovarium harus dicurigai ketika pasien turut
mengeluhkan sakit perut. Akupunktur disertai dengan tatalaksana GnRHa
mungkin merupakan suatu cara yang efektif untuk mengatasi kasus- kasus ini.

Kata kunci: Ovarium megalosistik persisten, Sindrom hiperstimulasi ovarium,


Sindrom ovarium polikistik, Torsi ovarium

Latar Belakang

Sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) adalah suatu kondisi respons yang


berlebihan terhadap hiperstimulasi ovarium yang terkontrol selama siklus
tatalaksana yang digunakan untuk teknologi reproduksi dengan bantuan (ART).
Sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) derajat sedang terjadi selama 3-6% dari
semua siklus, sedangkan derajat yang berat terjadi selama 0,1% dari semua siklus
[1]. Insidensi ini mendekati 20% pada wanita- wanita yang berisiko tinggi
mengalami sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) [2]. Beberapa kondisi yang
terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari sindrom hiperstimulasi ovarium
(OHSS) meliputi: usia muda, indeks massa tubuh yang rendah, sindrom ovarium
polikistik (PCOS), dosis dari gonadotropin eksogen yang lebih tinggi, kadar
absolut atau peningkatan kadar serum estradiol (E2), dan riwayat sindrom
hiperstimulasi ovarium (OHSS) [3].

Sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) onset dini terjadi dalam 9 hari


setelah pengambilan oosit dan biasanya akan hilang dalam 7 hari jika tidak terjadi
kehamilan; Namun, sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) onset lambat terjadi
10 hari setelah pengambilan oosit [4]. Gejala- gejala kista luteal biasanya sembuh
3

secara bertahap dalam 1-2 bulan ketika kehamilan dipertahankan; kondisi ini
jarang bertahan sampai kehamilan bulan ke-5 [5].

Kami akan menjelaskan sebuah kasus mengenai ovarium megalosistik


persisten pada pasien- pasien dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang
hamil setelah fertilisasi in vitro (IVF). Kista ovarium yang berukuran besar dapat
bertahan selama kehamilan dan lebih dari 2 tahun setelah melahirkan.
Berdasarkan pengetahuan kami, ini adalah kasus pertama dari ovarium yang
mengalami pembesaran yang bertahan 36 bulan setelah sindrom hiperstimulasi
ovarium (OHSS).

Presentasi Kasus

Seorang wanita yang berusia 34 tahun (gravida 4, partus 1, abortus 3) datang ke


klinik kami dengan keluhan berupa nyeri panggul dan ovarium yang mengalami
pembesaran di PUMCH (Rumah Sakit Universitas Kedokteran Peking Union)
dengan riwayat 5 hari nyeri perut kuadran bawah kiri. Rasa sakit itu tidak khas
(atipikal), tidak disertai dengan mual, muntah, disuria, maupun diare. Periode
menstruasi terakhirnya adalah 2 minggu sebelum keluhan muncul. Terdapat suatu
massa yang jelas, kistik, dan padat di kedua sisi di kuadran bawah. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan jumlah sel darah putih sebesar 22,9 × 109/L, kadar
granulosit sebesar 80,6%, dan kadar β-human chorionic gonadotropin (β-hCG)
normal. Dia mengalami demam sementara (transien) dengan suhu 37,9 °C; oleh
karena itu, antibiotik diberikan selama 4 hari. Keluhan nyeri panggulnya terasa
membaik ketika dia datang ke rumah sakit kami. Pencitraan ultrasonografi (USG)
dan pemeriksaan tomografi terkomputerisasi (CT-Scan) (Gambar 1)
mengungkapkan bahwa kedua ovarium mengalami pembesaran (≥ 10 cm) dengan
banyak folikel di dalamnya.
4

Gambar 1. Pemeriksaan tomografi terkomputerisasi (CT-scan) dari pasien.


Pemeriksaan tomografi terkomputerisasi (CT-scan) menunjukkan ovarium
mengalami pembesaran bilateral dengan beberapa septasi di perut dan panggul.

Kadar hormon serum normal: follicle-stimulating hormone (FSH): 2,38 IU/L;


estradiol (E2): 46,85 pg/mL; progesterone (P): 0,35 ng/mL; testosteron (T): 0,54
ng/mL; luteinizing hormone (LH): < 0,2 IU/L; prolaktin (PRL): 7,44 ng/mL.
Dehydroepiandrosterone (DHEA): 497,5 μg/dL dan kortisol bebas urin 24 jam
(UFC): 165,24 µg sedikit lebih tinggi dari normal. Pemeriksaan ultrasonografi
(USG) adrenal, thyroid-stimulating hormone (TSH) / tiroksin bebas (FT4) serum,
tiroksin (T4), dan pemeriksaan pencitraan dengan resonansi magnetik (MRI) pada
hipotalamus dan hipofise (pituitary) tidak menunjukkan adanya kelainan.
Konsentrasi dari penanda tumor CA125 adalah sebesar 365,7 U/mL; Oleh karena
itu, tumor malignan tidak bisa dieksklusikan.

Sebelum datang memeriksakan diri, pasien ini didiagnosis dengan sindrom


ovarium polikistik (PCOS) dan menjalani beberapa upaya induksi ovulasi serta
inseminasi intrauterin. Setelah beragam upaya tersebut akhirnya gagal, maka ia
menjalani fertilisasi in vitro (IVF) dengan menggunakan Marvelon (N.V.
Organon, Oss, Belanda) dan stimulasi GnRHa. Pil kombinasi estrogen dan
progesteron (Marvelon; N.V. Organon) diberikan dari hari ke-5 dari siklus
sebelumnya, dan triptorelin embonate 1,2 mg (Diphereline; Ipsen Pharma Biotech,
Perancis) diinjeksikan secara intramuskuler pada hari ke-16 dari program
Marvelon. Stimulasi dengan menggunakan follicle-stimulating hormone (FSH)
rekombinan (Puregon; N.V.Organon) diberikan secara subkutan setelah down-
regulation hari ke-16. Human chorionic gonadotropin (hCG) 5.000 IU
diinjeksikan ketika diameter folikel maksimum mencapai 20 mm. Prosedur
fertilisasi in vitro (IVF) dilakukan di pusat lain; Oleh karena itu, rincian
perkembangan estrogen dan folikel tidak dapat dilacak. Pengambilan oosit
transvaginal tidak terjadi dan menghasilkan 24 oosit matang. Dua blastokista
ditransfer 4 hari kemudian. Pasien mengalami sindrom hiperstimulasi ovarium
5

(OHSS) yang berat 10 hari setelah pengambilan oosit, sehingga dokter melakukan
parasentesis sebanyak tiga kali, dengan rata- rata efusi abdomen yang dikeluarkan
sebanyak 1.500 mL setiap kalinya. Dia juga diduga memiliki thrombosis vena
pada tungkai bawah kanan. Pasien kemudian menjadi hamil, dan tindak lanjut
dilakukan di pusat lain. Kedua ovarium tidak menjadi lebih kecil sepanjang
pemeriksaan perinatalnya. Pasien akhirnya melahirkan bayinya yang sehat melalui
prosedur bedah caesar, serta dokter pun melakukan prosedur biopsi pada ovarium
yang mengalami pembesaran dan menunjukkan kondisi patologi yang jinak. Tidak
ada intervensi yang dilakukan karena harapan bahwa ovarium yang mengalami
kondisi hiperstimulasi akan menyusut selama periode postpartum; pada saat yang
sama ia prihatin tentang efek samping dari obat- obatan bagi proses laktasinya.
Periode menstruasinya kembali 14 bulan setelah melahirkan, dan anak disapih
dari menyusui pada usia 24 bulan. Namun, ukuran kedua ovarium itu masih belum
berkurang saat itu. Dokter lalu meresepkan kontrasepsi oral selama tiga bulan
(Marvelon; N.V. Organon).

Setelah datang memeriksakan diri, dia menjalani operasi laparoskopi untuk


menentukan penyebab dari ovarium yang mengalami pembesaran dan juga nyeri.
Selama laparoskopi, kami menemukan ovarium kiri dengan ukuran besar karena
kongesti yang mengalami torsi serta tuba fallopi ipsilateral kongestif dan juga
mengalami torsi. Adneksa kontralateral mengalami pembesaran tetapi masih
menunjukkan warna yang normal. Kedua ovarium menunjukkan uukuran sekitar
10 cm x 12 cm, berbentuk seperti sebuah “ciuman” dan tampak saling menempel
erat. Tampak ascites minimal di rongga perut. Omentum majus melekat dan
terdapat di atas ovarium kiri. Dokter akhirnya melakukan prosedur laparoskopi
detorsi yang diikuti oleh biopsi ovarium kiri serta akupunktur ovarium bilateral
(Gambar 2).

Gambar 2. Tampakan ovarium pada saat operasi sedang berlangsung. Operasi


laparoskopi menunjukkan omentum majus yang melekat pada ovarium kiri
(panah) yang sedang berada dalam kondisi iskemik, di mana hal ini disebabkan
6

oleh torsi ovarium dengan diameter maksimum 10+ cm (2,1). Kedua adneksa
membentuk "ovarium yang berciuman" (2,2). Ovarium kanan memiliki ukuran
sekitar 10 cm dengan multinodulasi dan cairan serosa kuning (2,3).

Pemeriksaan histopatologi (Gambar 3) menunjukkan kongesti lokal dan nekrosis


ovarium, di mana dokter lalu melakukan biopsi, tanpa lesi terkait.

Gambar 3. Histologi jaringan (× 100). Rincian tanda: bagian kiri atas gambar
menunjukkan kelangsungan hidup dari korteks ovarium dengan sel- sel fusiform
yang pendek dan bergelombang (panah coklat), sedangkan nekrosis koagulasi
pada sisis kanan bawah, pewarnaan merah dan nukleus yang lisis (panah biru),
tetapi struktur organisasi dapat dilihat secara samar- samar. Kavitas nekrotik
(panah hitam) pada daerah nekrosis adalah sisa- sisa pembuluh darah kecil.

Pungsi cairan ovarium menunjukkan peningkatan estradiol (E2) (2,078 pg/mL)


dan follicle-stimulating hormone (FSH) (0,3 IU/L) dan luteinizing hormone (LH)
(< 0,2 IU/L) yang mengalami penurunan. Perjalanan pasca-operasi tidak banyak
berubah.

Pasien dipulangkan minggu berikutnya dan menerima GnRHa 3,75 mg


selama 3 bulan. Ovarium agak menyusut selama bulan pertama (ovarium kiri: 5,8
× 5,1 cm; ovarium kanan: 9,3 × 6,3 cm). Ia menjalani pemindaian ultrasonografi
(USG) pada saat empat bulan setelah operasi dan menunjukkan hasil berupa
ovarium mengalami sedikit pembesaran dengan banyak folikel (ovarium kiri: 6,5
× 4,7 cm; ovarium kanan: 4,1 x 3,0 cm). Dia tidak merasakan ketidaknyamanan;
Oleh karena itu, ia disarankan untuk kembali 6 bulan kemudian tanpa tatalaksana
lebih lanjut.

Diskusi dan Kesimpulan


7

Mekanisme Pembesaran Ovarium

Pembesaran ovarium sekunder untuk hiperstimulasi adalah umum, terutama untuk


sindrom ovarium polikistik (PCOS) dengan ovarium yang mengalami pembesaran
pada awal. Menurut kriteria Rotterdam, sindrom ovarium polikistik (PCOS)
sendiri didefinisikan sebagai ovarium yang mengalami pembesaran dengan
jumlah folikel ≥ 12 per ovarium dan / atau volume ovarium> 10 mL dalam
setidaknya satu ovarium [6]. Selama induksi ovulasi, beberapa folikel kecil
tumbuh di bawah stimulasi hormon dan human chorionic gonadotropin (hCG)
merangsang ovarium untuk terus tumbuh. Wanita hamil terus menerus terpapar
dengan human chorionic gonadotropin (hCG) endogen. Kebanyakan pembesaran
ovarium dengan banyak kista folikel dan lutein menetap untuk periode yang lebih
lama (sampai trimester kedua), karena human chorionic gonadotropin (hCG)
mulai menurun menjadi 40.000 IU/L pada usia kehamilan 20 minggu. Fungsi
ginjal dan hati, yang normal dalam hiperstimulasi ovarium yang terkontrol yang
biasa, mungkin terjadi dalam memutus sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS)
dan mengganggu metabolisme hormon [7]. Terdapat banyak tumor jinak atau
malignan yang perlu dibedakan, seperti hiperreactio luteinalis, kista theca lutein,
teratoma, kista endometriosis, cystadenoma musin, dan lain-lain [8]. Namun,
kasus ovarium megalosistik persisten yang ada untuk waktu yang lama setelah
fertilisasi in vitro (IVF) jarang dilaporkan, dan mekanisme yang mungkin tidak
diketahui.

Indikasi untuk Laparoskopi Eksplorasi

Torsi ovarium, darurat ginekologi kelima yang paling umum, didefinisikan


sebagai rotasi parsial atau lengkap dari pedikel vaskular ovarium. Ini
menyebabkan obstruksi aliran vena dan infiltrasi arteri. Saya ttidak umum untuk
ovarium dengan ukuran normal untuk menjadi bengkok, tetapi ovarium yang
8

besar rentan terhadap puntir. Pasien hamil dilaporkan memiliki 1% peningkatan


risiko tekanan ovarium dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil. Insiden
torsi ovarium setelah tatalaksana fertilisasi in vitro (IVF) jarang terjadi, mulai dari
0,08 hingga 0,13% [9]. Namun, ketika puntir terjadi selama kehamilan, gejala-
gejala kurang atipikal, dan keputusan mengenai apakah harus melakukan
laparoskopi eksplorasi sulit. Gejala- gejala seperti nyeri perut bagian bawah, nyeri
tekan dengan massa yang teraba, mual, muntah, demam ringan, dan leukositosis
tidak signifikan. Pembesaran ovarium sekunder untuk fertilisasi in vitro (IVF)
biasanya bilateral, tetapi puntir jarang terjadi pada kedua sisi. Oleh karena itu,
torsi parsial kronis mungkin terlewatkan dalam beberapa kasus ketika tindak
lanjut klinis digunakan daripada operasi.

Tatalaksana terbaik untuk torsi ovarium adalah diagnosa awal dan


intervensi bedah segera. Ovarium tidak memutar untuk mengembalikan suplai
darah, dan perubahan warna diamati selama 10–15 menit. Sistektomi atau
oophorektomi torsi ovarium didasarkan pada tingkat iskemia dan nekrosis.
Operasi laparoskopi lebih disukai [10], karena menghasilkan lebih sedikit rasa
sakit pasca-operasi, tinggal di rumah sakit lebih pendek, pembentukan adhesi
berkurang, dan kembali lebih cepat ke diet dan kerja normal. Kehilangan ovarium
karena diagnosis yang tertunda pada wanita infertil adalah konsekuensi terburuk
[11].

Tatalaksana Ovarium Megalosistik Persisten

Ling dan kawan- kawan [12] melaporkan kasus ovarium megalosistik persisten
selama sesar untuk pasien sindrom ovarium polikistik (PCOS) dengan kehamilan
yang disebabkan oleh fertilisasi in vitro (IVF). Ovarium megalokistik bertahan
setelah melahirkan; oleh karena itu, pasien menjalani operasi selama biopsi
dilakukan untuk kedua ovarium. Hasil histopatologi menunjukkan kista folikel.
Alptekin dan kawan- kawan [13] melaporkan ovarium besar selama sesar untuk
pasien tanpa sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) tetapi yang telah menjalani
9

fertilisasi in vitro (IVF). Namun, rahim dan ovarium kembali normal 4 minggu
kemudian. Kasus kami adalah kasus ovarium megalosistik terlama yang pernah
dilaporkan. Belum ada laporan atau panduan mengenai tatalaksana ovarium
megalositik persisten yang berlangsung lama pada pasien fertilisasi in vitro (IVF).

Tim akhirnya memilih tusukan dan protokol GnRH agonis berdasarkan


pada tingginya kadar hormon dalam cairan kistik. Meskipun hormon-hormon ini
tidak meningkat dalam darah, kadar estradiol (E2) cukup tinggi di folikel. Efek
kumulatif dari kadar hormon yang tinggi dalam banyak kista mungkin memiliki
peran penting dalam mempertahankan ovarium yang mengalami pembesaran.
GnRH agonis [14] telah menurunkan efek luteotropik dan mengubah ekspresi
VEGF, reseptor VEGF-1, dan reseptor VEGF-2; mereka juga telah terbukti efektif
untuk mencegah sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) pada pasien berisiko
tinggi. Kedua ovarium menyusut - setelah operasi, dan mereka berangsur-angsur
kembali ke ukuran normal selama follow-up setelah tiga dosis agonis GnRH, yang
memvalidasi metode kami.

Kesimpulannya ialah bahwa ovarium yang terstimulasi secara berlebihan


serta mengalami pembesaran akan memberikan komplikasi yang dapat menetap
selama dan bahkan setelah kehamilan ketika fertilisasi in vitro (IVF) terlibat.
Risiko malignansi dan torsi harus diingat, tetapi seharusnya tidak mengarah pada
operasi yang tidak perlu. Dokter menganjurkan tindak lanjut jangka panjang pada
pasien- pasien yang menjalani fertilisasi in vitro (IVF).

Anda mungkin juga menyukai