Anda di halaman 1dari 25

Tugas Kelompok 4

Tampil Kamis, 15 November 2018

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

ANALISIS MODEL PENGEMBANGAN BAHAN AJAR


HANNAFIN DAN PECK

Oleh:

DANIEL HIZHAR (17175052)


RIKA ARNI YUNITA (18175030)
RAHIMATUL UTIA (18175054)
YOSI DWI ANGGRENI (18175056)

Dosen:

Prof. Dr. FESTIYED, M.S


Dr. Hj. DJUSMAINI DJAMAS, M.Si

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Pengembangan Bahan Ajar Fisika dengan judul Analisis
Model Pengembangan Bahan Ajar Hannafin dan Peck.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak menemui kendala.


Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan
Bahan Ajar Fisika, Ibu Prof. Dr. Festiyed, M.S , dan Ibu Dr. Hj. Djusmaini
Djamas, M.Si.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat


kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Padang, November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru dalam pembelajaran
adalah mengembangkan bahan ajar sebagai bagian dari tugas dan pekerjaannya di
instansi masing-masing. Bahan ajar ini perlu dikembangkan karena merupakan bagian
yang tidak terpisah dalam suatu rangkain proses pembelajaran, sehingga keberadaannya
sangat diperlukan baik oleh sasaran (pengguna) baik guru dan siswa, maupun instruktur
dan peserta pelatihan.
Keberadaan bahan ajar merupakan aspek yang penting sebagai penunjang
keberhasilan dalam pembelajaran. Bahan ajar adalah bahan atau materi yang disusun
oleh guru secara sistematis yang digunakan peserta didik (siswa) dalam pembelajaran.
Pengertian bahan ajar lainnya adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan
guru dan siswa dalam proses pembelajaran merupakan informasi, alat dan teks yang
diperlukan guru atau instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran.
Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Contoh bahan ajar tersebut
misalnya buku teks, modul, LKPD, film, program kaset audio, dan program video. Bahan
ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007 dinyatakan materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar atau materi
ajar merupakan bagian dari sumber belajar dimana terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap atau perangkat lunak yang mengandung pesan pembelajaran
yang disajikan menggunakan peralatan tertentu.
Bahan ajar berdasarkan kecanggihan teknologi yang digunakan dibagi menjadi 4
jenis. Bahan ajar tersebut meliputi: bahan ajar cetak, audio, audio visual, multimedia
interaktif, dan bahan ajar berbasis web. Bahan ajar cetak meliputi bahan ajar yang
dicetak pada lembaran seperti buku teks/ buku ajar, modul, handout, LKS, brosur, leaflet,
dan lain-lain. Bahan ajar audio berupa kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk
audio. Bahan ajar audio visual meliputi video compact disk, film. Bahan ajar multimedia
interaktif meliputi CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD), multimedia
pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Dalam mengembangkan bahan pembelajaran perlu diperhatikan model-model
pengembangan guna memastikan kualitasnya. Model-model tersebut antara lain, model
ADDIE, ASSURE, Hannafin dan Peck, Gagne and Briggs serta Dick and Carry. Dari
beberapa model tersebut tentu memiliki karakteristik masing-masing yang perlu lebih
dalam lagi dipahami. Maka dari itu kita peroleh bahwa pemilihan bahan pembelajaran
perlu diperhatikan dalam kesesuaian dengan standar isi dan lebih-lebih pemilihan bahan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu, pada makalah ini
akan membahas mengenai model-model pengembangan bahan ajar khususnya
menggunakan model Hannafin dan Peck.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan Peck?
2. Bagaimana langkah-langkah pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan
Peck?
3. Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan model Hannafin dan Peck?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan
Peck
2. Untuk mengetahui langkah-langkah pengembangan bahan ajar dengan model
Hannafin dan Peck
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan model Hannafin dan Peck?

D. Manfaat Penelitian
Makalah ini memiliki beberapa manfaat antara lain:
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya
untuk tenaga pendidik kedepannya
2. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang pengembangan bahan ajar dengan
model Hannafin dan Peck.
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah pengembangan bahan ajar
program studi pendidikan Fisika fakultas pascasarjana Universitas Negeri Padang
BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Landasan Agama Model Pengembangan


Ilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari pergerakan dan perkembangan manusia di
muka bumi ini. Hal ini dikarenakan ilmu sendiri berperan penting dalam peradaban manusia.
Demikian pula Al-Quran dimana merupakan sumber ilmu dan pedoman hidup bagi seluruh
umat manusia. Allah berfirman untuk belajar dan mengambil pelajaran dalam Al-Qur’an,
sebagaimana tertulis dalam Surat Thaha ayat 114 yang berbunyi:

ۖ ُ‫ض ٰى ِإلَي َْك َو ْحيُه‬ ِ ‫َّللاُ ْال َم ِلكُ ْال َح ُّق ۗ َو ََل ت َ ْع َج ْل ِب ْالقُ ْر‬
َ ‫آن ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن يُ ْق‬ ‫فَت َ َعالَى ه‬

‫ب ِز ْدنِي ِع ْل ًما‬
ِ ‫َوقُ ْل َر‬
Artinya:
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa
membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah:
“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.

Allah berfirman untuk belajar dan mengambil pelajaran dalam Al-Qur’an, sebagaimana
tercantum dalam surat Al Qamar ayat 40.

﴾٤٠ :٥٤﴿ ‫س ْرنَا ْالقُ ْرآنَ ِلل ِذ ْك ِر فَ َه ْل ِمن ُّمده ِك ٍر‬


‫َولَقَ ْد يَ ه‬
Artinya :“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, maka
adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS.Al-Qamar: 40)
Allah berfirman dalam surat Al-Insyirah ayat 1-8:

﴾٣﴿ ‫ظ ْه َر َك‬ َ َ‫﴾ الهذِي أَنق‬٢﴿ ‫نك ِو ْز َر َك‬


َ ‫ض‬ َ ‫ض ْعنَا َع‬ َ ‫﴾ َو َو‬١﴿ ‫ص ْد َر َك‬ َ ‫أَلَ ْم نَ ْش َرحْ لَ َك‬
﴾٦﴿ ‫﴾ ِإ هن َم َع ْالعُ ْس ِر يُ ْس ًرا‬٥﴿ ‫﴾ فَإ ِ هن َم َع ْالعُ ْس ِر يُ ْس ًرا‬٤﴿ ‫َو َرفَ ْعنَا لَ َك ِذ ْك َر َك‬
(٨﴿ ‫ارغَب‬ ْ َ‫﴾ َوإِلَ ٰى َربِ َك ف‬٧﴿ ْ‫صب‬ َ ‫ت فَان‬ َ ‫فَإِذَا فَ َر ْغ‬
Artinya: Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?,dan Kami pun telah
menurunkan bebanmu darimu,yang memberatkan punggungmu,dan Kami tinggikan sebutan
nama(mu) bagimu. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu
urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah
engkau berharap.

Allah juga berfirman dalam Surah an-Nahl ayat 125.

‫س ُن ا َ هن‬ َ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالهتِى ِه‬


َ ‫ي ا َ ْح‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬
َ ‫سبِ ْي ِل َربِ َك بِ ْل ِح ْك َم ْه َو ْال َم ْو ِع‬ ُ ‫ا ُ ْد‬
َ ‫ع اِلَى‬

»١٢۵ : ‫س ِب ْي ِل ِه َو ُه َوا َ ْعلَ ُم ِب ْل ُمهت َ ِديْنَ «النحل‬ َ ‫َرب َهك ُه َو ا َ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬
َ ‫ض هل َع ْن‬

Artinya:
“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan)
Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang
terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk).”

Dalam ayat-ayat ini terlihat dalam pembelajaran kita harus mempersiapkan bahan ajar yang
dapat mendukung proses pembelajaran. Bahan ajar ini harus dikembangkan sesuai model
pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik yang dihadapi di lapangan.
B. Landasan Yuridis Model Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan aspek yang penting sebagai penunjang keberhasilan dalam
pembelajaran. Bahan ajar adalah bahan atau materi yang disusun oleh guru secara sistematis
yang digunakan peserta didik (siswa) dalam pembelajaran. Bahan ajar perlu dikembangkan
dengan model pengembangan yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Pengembangan
meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan,
dan mengintergrasikan kemajuan. Pengembangan adalah upaya memperluas untuk
membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna
atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik.
Pemerintah telah membuat beberapa peraturan tentang pentingnya bahan ajar yang
harus dibuat pendidik. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 yang berisi “Perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar
dan penilaian hasil belajar.” Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pendidik, juga diatur
tentang berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik, baik yang bersifat
kompetensi inti maupun kompetensi mata pelajaran.
Dalam Pemendikbud No. 68 Tahun 2013 Kurikulum 2013 pendidikan bertujuan
untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi
dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu
berkontribusi pada kemampuan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
menjabarkan “Standar kompetensi pendidik ini dikembangkan secara utuh dari empat
kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja pendidik.” Dari standar kompetensi
pendidik ini maka pendidik memang harus memiliki kemampuan untuk membuat bahan ajar
agar proses pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Dalam pembuatan bahan ajar guru hendaknya bisa berinovasi. Bahan ajar terdiri dari
bahan ajar cetak. Selanjutnya Kemendiknas 2010 menyatakan bahwa bahan ajar
dikembangkan memberikan kontribusi positif dalam hal : (1) membantu terjadinya proses
pembelajaran dan pengembangan kompetensi (2) memberikan pengalaman yang nyata dan
real (3) memotivasi adanya tindakan (action).

C. Pengertian Model Pengembangan

Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya


peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan komponen
pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan (Sugiarta,
2007:11). Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya memperluas untuk
membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna
atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik. Pengembangan disini artinya
diarahkan pada suatu program yang telah atau sedang dilaksanakan menjadi program yang
lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh Adimiharja dan
Hikmat, 2001:12 (dalam Sugiarta A.N, 2007:24) bahwa pengembangan meliputi kegiatan
mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan, dan
mengintergrasikan kemajuan. Pengembangan model baru disusun berdasarkan pengalaman
pelaksanaan program yang baru dilaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan
disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan lingkungan belajar warga belajar.
Dengan demikian disimpulkan bahwa model pengembangan merupakan suatu
kegiatan untuk memperluas suatu keadaan atau situasi menjadi lebih baik dan sempurna
melalui penyusunan pelaksanaan program yang disusun berdasarkan kebutuhan individu
atau kelompok yang disesuaikan dengan prubahan lingkungan.

D. Model Pengembangan Bahan Ajar


Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para
ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model
berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural
dan model melingkar.
Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level
mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Model berorientasi
produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk, biasanya
media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul.
Contoh modelnya adalah model Hannafin & Peck.
Selain itu ada pula yang biasa disebut sebagai model prosedural dan model
melingkar. Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan
pendidik sebagai pengembang, beberapa keuntungan itu antara lain adalah pendidik dapat
memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik yang dihadapi di lapangan. Selain itu pendidik juga dapat mengembangkan
dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada, ataupun juga dapat meneliti
dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki. Semua model
tersebut juga dapat dimodifikasi untuk melakukan pengembangan bahan ajar.

E. Model Pengembangan Bahan Ajar Hannafin & Peck

Model Pengembangan Bahan Ajar Hannafin & Peck model desain pembelajaran
yang penyajiannya dilakukan secara sederhana, sehingga tidak memerlukan waktu lama,
mulai dari analisis kebutuhan,desain atau perancangan, pengembangan dan implementasi.
Model Hannafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain
pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model desain
pembelajaran utuk menghasilkan suatu produk, biasanya media dan bahan ajar.
Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model desain
pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase Analisis
Keperluan), Design (Fase Desain), dan Develop/Implement (Fase Pengembangan dan
Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan pengulangan.
1. Need Assessment (Fase Analisis Keperluan)
Fase analisis kebutuhan merupakan fase pertama yang diperlukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran
termasuk di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan diperlukan oleh kelompok sasaran,
peralatan dan keperluan media pembelajaran.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina
Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need
assessment yakni :
a. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami
terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa memahami
apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi dan lain
sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informasi yang terkumpul digunakan
sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin dan Peck ini
berorintasi pada produk sehingga informasi yang dibutuhkan misalnya bagaimana
cara pembuatan bahan ajar dengan bahan yang ada.
b. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina Sanjaya
(2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni Input,
Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang tersedia saat ini
misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar dan kebutuhan.
Komponen proses, meliputi perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan
kurikulum. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang dimiliki. Komonen output, meliputi ijazah kelulusan,
keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome, meliputi kecukupan dan
kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Dari analisis diatas
dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen
yakni Input, proses, produk dan Output.
c. Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini seorang
guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada,
kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Baik dengan
perencanaan pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui kebijakan
pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau mungkin
melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari orientasi model
Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance
masalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentang pengembangan bahan dan
alat-alat.

d. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-Sumbernya

Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai kendala


yang akan muncul beserta sumber-sumbernya. Kendala yang mungkin akan muncul
untuk diantisipsi. Kendala dapat berupa waktu, fasilitas, bahan, personal dan lain
sebagainya. Dan sumbernya bisa berasal dari orang yang terlibat (guru atau siswa),
berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak, dan jumlah pendanaan beserta
pengaturannya.

e. Identifikasi Krakteristik Siswa

Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi karakteristik
siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama sehingga penanganan
dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi
karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya belajar dan
lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika kita
menentukan tujuan yang harus dicapai, pemilihan dan penggunaan strategi
pembelajaran yang dianggap cocok.

f. Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam need
assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai, namun
kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera
dipecahkan sesuai kondisi.

g. Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam
penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck
berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media
dan bahan ajar.
Setelah semua langkah mengidentifikasi kebutuhan dijalankan, kemudian
dilakukan sebuah tes atau penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Hannafin dan Peck
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum diteruskan
pembangunan ke fase desain. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini justru
akan menjadikan masalah baru di masa yang akan datang.

2. Design (Fase Desain)


Fase Desain merupakan fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck yang
berisikan informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang
akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Fase desain bertujuan untuk
mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan bahan ajar tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story board
yang mengikuti urutan aktivitas pembelajaran berdasarkan keperluan pelajaran dan
objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis kebutuhan.
Storyboard adalah scene, audio dan visualisasi dengan keterangan mengenai content
dan visualisasi yang digunakan untuk produksi sebuah program.
Jadi, hasil dari need assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dengan
cara mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need assessment sebelumnya.
Dokumen ini nantinya akan memudahkan dalam menentukan tujuan pembuatan bahan
ajar.
Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan penilaian sebelum dilanjutkan ke fase
pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan bahwa
harus ada timbal balik dari setiap fase. Hal ini mungkin membuat pengembang mudah
mengetahui kesalahan yang dibuat.
3. Develop/Implement (Fase Pengembangan dan Implementasi)
Fase Pengembangan dan Implementasi merupakan fase ketiga dari model Hannafin
dan Peck . Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) mengatakan aktivitas yang
dilakukan pada fase ini ialah penghasilan produk serta penilain formatif dan sumatif.
Penilaian formatif ialah penilaian yang dijalankan saat proses pengembangan bahan
ajar berlangsung, sedangkan penilaian sumatif dijalankan pada akhir proses. Pada fase
ini bahan ajar dikembangkan dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain yang telah dijalankan.

Ketiga fase pada model Hannafin & Peck dapat digambarkan pada Gambar1.

Phases 1: Phases 2: Phases 3:


Need Assess Design Develop/Impl
ement
START

EVALUATION/ REVISION

Gambar 1. Desain model Hannafin dan Peck


(http://staffnew.uny.ac.id/upload/132304795/penelitian/Desain+Pembelajaran-pekerti.pdf)

F. Kelebihan dan kekurangan Pengembangan Bahan Ajar Model Hannafin dan Peck
Dari uraian setiap fase pada model pengembangan bahan ajar Hannafin dan Peck, maka
dapat dilihat beberapa kelebihan dari model ini diantaranya :
1. Model pengembangan bahan ajar yang sederhana dan langkah-langkahnya dapat
dilaksanakan
2. Setiap fase menyediakan waktu untuk evaluasi dan revisi. Evaluasi dan revisi
dilakukan di akhir setiap fase sebelum memulai fase berikutnya
3. Cocok untuk pengembangan bahan ajar yang sederhana
4. Tidak memerlukan waktu lama
Model Hannafin dan Peck juga memiliki kelemahan diantaranya:
1. Dibandingkan dengan model pengembangan yang lainnya langkah-langkah pada
model Hannafin dan Peck belum terperinci sehingga bisa saja kegiatan yang
seharusnya ada pada setiap fase tidak terlaksana oleh pengembang bahan ajar
2. Kurang cocok untuk pengembangan bahan ajar yang kompleks seperti bahan ajar yang
atau terintegrasi berbasis model pembelajaran tertentu
BAB III
PEMBAHASAN

A. Langkah-langkah model pengembangan bahan ajar Hannafin dan Peck


1. Tahap analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan langkah yang dilakukan sebelum proses pengembangan
pada bahan ajar yang dibuat, sehingga perlu mengidentifikasi kebutuhan dalam
menindaklanjuti pembuatan bahan ajar yang direncanakan pada awal rancangan. Tujuan
perlunya analisis yaitu untuk mendapatkan data dan informasi pendukung dalam
pengembangan bahan ajar sehingga bahan ajar yang dihasilkan nantinya akan sesuai
dengan kebutuhan pengguna bahan ajar. Adapun analisis kebutuhan yang dilakukan
adalah:
a. Mengumpulkan informasi terkait kebutuhan bahan ajar melalui angket dan
wawancara
b. Mengumpulkan informasi terkait karakteristik peserta didik melalui angket dan
wawancara
c. Mengidentifikasi permasalahan atau kesenjangan dalam pembelajaran yang terjadi
di sekolah
d. Analisis kebutuhan bahan dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pengembangan
bahan ajar yang akan dilakukan
e. Menganalisis kendala yang mungkin akan muncul dan cara antisipasinya
f. Menganalisis karakteristik peserta didik
g. Mengidentifikasi tujuan pengembangan bahan ajar
2. Tahap desain
Di dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen
yang akan menjadi tujuan pembuatan bahan ajar. Pada tahap ini dilakukan beberapa
tahapan antara lain:
a. Menentukan Kompetensi Dasar (KD)
b. Pemilihan dan pengumpulan bahan
c. Desain Peta Materi
Pembuatan peta materi dilakukan dengan cara menguraikan secara terperinci materi
tersebut kedalam bentuk beberapa pokok bahasan. Materi yang digunakan
menyesuaikan kompetensi dasar yang telah disusun dalam mengembangkan bahan
pembelajaran.
d. Desain Garis Besar Isi Bahan Ajar
e. Membuat Story board
Desain dan story board yang telah dibuat dikonsultasikan kepada ahli materi, ahli
media dan ahli bahasa. Revisi akan dilakukan jika desain tersebut belum sesuai.
Apabila desain telah dinilai baik, proses pengembangan bahan ajar tersebut
meningkat ke tahap selanjutnya yaitu tahap development (pembuatan produk).
f. Desain Tampilan
3. Fase pengembangan dan implementasi
Hannafin dan Peck mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini adalah
pembuatan dan pengembangan produk, penghasilan diagram alur, pengujian serta
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan
bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan bahan ajar. Hasil
pengembangan ini diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi keefektifan, kemenarikan dan efisiensi
pembelajaran. Selanjutnya evaluasi formatif digunakan untuk penyempurnaan dan
evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
hasil belajar peserta didik dan kualitas pembelajaran secara luas.

B. Matrik Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Dengan Model Hannafin dan Peck
Prosedur pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan Peck terdiri atas tahap
analisis kebutuhan, desain, pengembangan dan implementasi. Langkah-langkah
pengembangan bahan ajar cetak sesuai tahap-tahap model Hannafin dan Peck terlihat
pada matrik berikut.
Tabel 1. Tahap-Tahap Pengembangan Bahan Ajar Cetak dengan Model Hannafin dan
Peck.
NO Bahan Tahapan Kegiatan Pengembangan Bahan Ajar Instrumen yang
Ajar Model Cetak (LKS) Digunakan
Hannafin
dan Peck
1 LKS Analisis  Mengumpulkan informasi dan  Mernggunakan
kebutuhan identifikasi kesenjangan/masalah lembar
(Need terhadap kebutuhan LKS wawancara,
Assessment  Menentukan cara pemecahan lembar
) masalah observasi
 Identifikasi Karakteristik peserta  Menggunakan
didik angket
 Identifikasi Tujuan
pengembangan LKS
 Mengatasi kendala yang mungkin
akan muncul selama dalam
pengembangan LKS
desain  Menentukan Kompetensi Dasar,
Indikator dan Tujuan
Pembelajaran
 Pemilihan dan pengumpulan
bahan untuk penyusunan LKS
seperti ringkasan materi LKS,
contoh soal, prosedur kerja
percobaan, soal latihan, kisi-kisi
tes hasil belajar
 Desain Peta/susunan Materi
untuk desain LKS
 Desain Garis Besar Isi LKS
 Desain Tampilan LKS
 Validasi oleh ahli isi bidang studi
untuk mengetahui tingkat
validitas dan praktikalitas LKS  Menggunakan
 Validasi oleh ahli desain untuk angket
mengetahui tingkat validitas dan validitas dan
praktikalitas LKS praktikalitas

 Validasi oleh ahli bahasa untuk


mengetahui tingkat validitas dan
praktikalitas LKS
 Melakukan revisi LKS
berdasarkan masukan ahli

pengemban  Penyusunan/pembuatan LKS  Menggunakan


gan dan  Pengujian LKS (uji coba angket
implementa perorangan) validitas dan
si  Evaluasi formatif untuk praktikalitas
penyempurnaan LKS
 Menerapkan/menggunakan LKS
 Mengetahui pengaruh LKS
terhadap kualitas pembelajaran
 Instrumen
 Evaluasi sumatif untuk efektivitas
mengetahui pengaruh LKS
terhadap hasil belajar (efektivitas
LKS)

Adapun langkah-langkah pengembangan bahan ajar non cetak sesuai tahap-tahap model
Hannafin dan Peck terlihat pada matrik berikut.
Tabel 2. Tahap-Tahap Pengembangan Bahan Ajar Cetak Non Cetak dengan Model
Hannafin dan Peck
NO Bahan Tahapan Kegiatan Pengembangan Bahan Ajar Instrumen yang
Ajar Model Non cetak (Multimedia Interaktif) Digunakan
Hannafin
dan Peck
1 Multi Analisis  Mengumpulkan informasi dan  Menggunakan
media kebutuhan identifikasi kesenjangan/masalah lembar
interak (Need terhadap kebutuhan Multimedia wawancara,
tif Assessment interaktif lembar
)  Menentukan cara pemecahan observasi
masalah  Menggunakan
 Identifikasi Karakteristik peserta angket
didik
 Identifikasi Tujuan pengembangan
Multimedia interaktif
 Mengatasi kendala yang mungkin
akan muncul selama dalam
pengembangan Multimedia
interaktif dan cara antisipasinya
desain  Menentukan Kompetensi Dasar,
Indikator dan Tujuan Pembelajaran
 Pemilihan dan pengumpulan bahan
untuk penyusunan Multimedia
interaktif seperti
 Desain Peta/susunan Materi untuk
desain Multimedia interaktif
 Desain Garis Besar Isi Multimedia
interaktif
 Membuat Story board
 Desain Tampilan Multimedia
interaktif
 Validasi oleh ahli isi bidang studi
untuk mengetahui tingkat validitas
Multimedia interaktif
 Menggunakan
 Validasi oleh ahli desain untuk
angket
mengetahui tingkat validitas
validitas dan
Multimedia interaktif
praktikalitas
 Melakukan revisi Multimedia
interaktif berdasarkan masukan ahli

pengemban  Penyusunan/pembuatan Multimedia  Menggunakan


gan dan interaktif angket
implementa  Pengujian Multimedia interaktif (uji validitas dan
si coba perorangan) praktikalitas
 Evaluasi formatif untuk
penyempurnaan Multimedia
interaktif
 Menerapkan/menggunakan
 Instrumen
Multimedia interaktif
efektivitas
 Mengetahui pengaruh Multimedia
interaktif terhadap kualitas
pembelajaran
 Evaluasi sumatif untuk mengetahui
pengaruh Multimedia interaktif
terhadap hasil belajar (efektivitas
Multimedia interaktif)
C. Contoh Pengembangan Bahan Ajar menggunakan Hannafin dan Peck
Judul :
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif (MPI) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Peserta Didik Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Fisika Pada Materi Hukum
Newton
Tahapan Hannafin dan Peck:
1. Analisis kebutuhan
Tujuan penilaian kebutuhan adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan nyata spesifikasi suatu
tujuan pengembangan program. Pada tahapan ini, perancang mengembangkan pemahaman
yang berkaitan dengan :
a. kebutuhan peserta didik terhadap program yang akan dikembangkan
b. lingkungan belajar dimana program MPI akan digunakan
c. hambatan-hambatan yang terdapat di dalam program
d. menentukan tujuan pengembangan MPI
Perancang mengidentifikasi keterampilan dan kemampuan yang akan diperoleh peserta didik
selama mengikuti pembelajaran, dan juga mengidentifikasi kemampuan awal sebelum
mengikuti pembelajaran. Seandainya penilaian kebutuhan telah dilakukan secara baik,
selanjutnya perancang program meneliti secara cermat penilaian kebutuhan yang telah
dilakukan. Jika diperoleh kejanggalan, pengidentifikasian diulangi kembali (revisi).
Seandainya penilaian kebutuhan telah dilakukan secara baik, selanjutnya pengembang
meneliti secara cermat penilaian kebutuhan

2. Tahap Desain
a. mengidentifikasi SK, KD, Indikator dan tujuan pembelajaran.
b. Menentukan kegiatan pembelajaran
c. Menyusun soal-soal fisika tentang hukum newton
d. menyusun instrumen penilaian
e. buat Storyboard yang menggambarkan setiap perubahan layar komputer dan memberikan
informasi penting bagi pengamat dan programer.
f. Validasi oleh ahli
g. evaluasi dan revisi
3. Tahap Pengembangan dan Implementasi
Kegiatan pada tahap ini adalah merubah materi program MPI bentuk kertas (blueprint)
menjadi program komputer yang digunakan peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Kegiatan pada tahapan ini meliputi :
a. mengembangkan diagram alir yang memberikan alternatif-alternatif untuk menyelesaikan
pelajaran
b. penulisan perintah-perintah program komputer
c. testing and debugging
d. pengumpulan prosedur materi,
f.melakukan evaluasi formatif
g. melakukan evaluasi sumatif
h.melakukan revisi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi makalah dapat disimpulkan bahwa:
1. Guru sebagai seorang pendidik dapat mengembangkan bahan ajar cetak dan non cetak
dengan menggunakan langkah-langkah model pengembangan.
2. Salah satu model pengembangan bahan ajar adalah model Hannafin dan Peck dengan
langkah-langkah: analisis kebutuhan (Need Assessment), desain, pengembangan dan
implementasi
3. Model Hannafin dan Peck memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga dapat digunakan
sebagai model pengembangan bahan ajar yang penggunaannya dapat disesuaikan dengan
tujuan dan karakteristik bahan ajar yang akan dikembangkan

A. Saran
Seorang pendidik memiliki tanggung jawab untuk bisa mengembangkan dan
memanfaatkan bahan ajar cetak maupun non cetak dalam pembelajaran. Bahan ajar yang
dikembangkan diharapkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, kebutuhan sekolah,
kebutuhan kurikulum dan juga sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21 saat ini yang
merupakan era teknologi informasi dan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pembinaan SMA.2010. Juknis Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Depdiknas.

Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Muhammad, Afandi. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Model Pembelajaran Hannafin & Peck. http://ejurnal.poliban.ac.id. Diakses tanggal 10


November 2018

Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Pratomo, Adi. 2015. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Web menggunakan
Metode Hannafin Dan Peck. Jurnal Positif, Tahun I, No.1, November 2015 : 14 – 28:
Politeknik Negeri Banjarmasin

Rizqiyah, Aini. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Music Square Dalam Mata
Pelajaran Seni Musik. Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Group.
Sugiarta, Awandi Nopyan. 2007. Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran
Kolaboratif Untuk Kemandirian Anak Jalanan Di Rumah Singgah (Studi Terfokus
di Rumah Singgah Kota Bekasi). Desertasi tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI

Sujarwo. 2016. Desain Sistem Pembelajaran. PLS FIP UNY

Anda mungkin juga menyukai