Oleh:
Dosen:
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru dalam pembelajaran
adalah mengembangkan bahan ajar sebagai bagian dari tugas dan pekerjaannya di
instansi masing-masing. Bahan ajar ini perlu dikembangkan karena merupakan bagian
yang tidak terpisah dalam suatu rangkain proses pembelajaran, sehingga keberadaannya
sangat diperlukan baik oleh sasaran (pengguna) baik guru dan siswa, maupun instruktur
dan peserta pelatihan.
Keberadaan bahan ajar merupakan aspek yang penting sebagai penunjang
keberhasilan dalam pembelajaran. Bahan ajar adalah bahan atau materi yang disusun
oleh guru secara sistematis yang digunakan peserta didik (siswa) dalam pembelajaran.
Pengertian bahan ajar lainnya adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara lengkap dan sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan
guru dan siswa dalam proses pembelajaran merupakan informasi, alat dan teks yang
diperlukan guru atau instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran.
Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Contoh bahan ajar tersebut
misalnya buku teks, modul, LKPD, film, program kaset audio, dan program video. Bahan
ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007 dinyatakan materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar atau materi
ajar merupakan bagian dari sumber belajar dimana terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap atau perangkat lunak yang mengandung pesan pembelajaran
yang disajikan menggunakan peralatan tertentu.
Bahan ajar berdasarkan kecanggihan teknologi yang digunakan dibagi menjadi 4
jenis. Bahan ajar tersebut meliputi: bahan ajar cetak, audio, audio visual, multimedia
interaktif, dan bahan ajar berbasis web. Bahan ajar cetak meliputi bahan ajar yang
dicetak pada lembaran seperti buku teks/ buku ajar, modul, handout, LKS, brosur, leaflet,
dan lain-lain. Bahan ajar audio berupa kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk
audio. Bahan ajar audio visual meliputi video compact disk, film. Bahan ajar multimedia
interaktif meliputi CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD), multimedia
pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Dalam mengembangkan bahan pembelajaran perlu diperhatikan model-model
pengembangan guna memastikan kualitasnya. Model-model tersebut antara lain, model
ADDIE, ASSURE, Hannafin dan Peck, Gagne and Briggs serta Dick and Carry. Dari
beberapa model tersebut tentu memiliki karakteristik masing-masing yang perlu lebih
dalam lagi dipahami. Maka dari itu kita peroleh bahwa pemilihan bahan pembelajaran
perlu diperhatikan dalam kesesuaian dengan standar isi dan lebih-lebih pemilihan bahan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Oleh karena itu, pada makalah ini
akan membahas mengenai model-model pengembangan bahan ajar khususnya
menggunakan model Hannafin dan Peck.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengertian pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan Peck?
2. Bagaimana langkah-langkah pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan
Peck?
3. Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan model Hannafin dan Peck?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan
Peck
2. Untuk mengetahui langkah-langkah pengembangan bahan ajar dengan model
Hannafin dan Peck
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan model Hannafin dan Peck?
D. Manfaat Penelitian
Makalah ini memiliki beberapa manfaat antara lain:
1. Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya
untuk tenaga pendidik kedepannya
2. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang pengembangan bahan ajar dengan
model Hannafin dan Peck.
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah pengembangan bahan ajar
program studi pendidikan Fisika fakultas pascasarjana Universitas Negeri Padang
BAB II
KAJIAN TEORITIS
ۖ ُض ٰى ِإلَي َْك َو ْحيُه ِ َّللاُ ْال َم ِلكُ ْال َح ُّق ۗ َو ََل ت َ ْع َج ْل ِب ْالقُ ْر
َ آن ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن يُ ْق فَت َ َعالَى ه
ب ِز ْدنِي ِع ْل ًما
ِ َوقُ ْل َر
Artinya:
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa
membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah:
“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.
Allah berfirman untuk belajar dan mengambil pelajaran dalam Al-Qur’an, sebagaimana
tercantum dalam surat Al Qamar ayat 40.
»١٢۵ : س ِب ْي ِل ِه َو ُه َوا َ ْعلَ ُم ِب ْل ُمهت َ ِديْنَ «النحل َ َرب َهك ُه َو ا َ ْعلَ ُم ِب َم ْن
َ ض هل َع ْن
Artinya:
“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan)
Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat
kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang
terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui (tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk).”
Dalam ayat-ayat ini terlihat dalam pembelajaran kita harus mempersiapkan bahan ajar yang
dapat mendukung proses pembelajaran. Bahan ajar ini harus dikembangkan sesuai model
pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik yang dihadapi di lapangan.
B. Landasan Yuridis Model Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan aspek yang penting sebagai penunjang keberhasilan dalam
pembelajaran. Bahan ajar adalah bahan atau materi yang disusun oleh guru secara sistematis
yang digunakan peserta didik (siswa) dalam pembelajaran. Bahan ajar perlu dikembangkan
dengan model pengembangan yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Pengembangan
meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan, mengakui keberhasilan,
dan mengintergrasikan kemajuan. Pengembangan adalah upaya memperluas untuk
membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna
atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik.
Pemerintah telah membuat beberapa peraturan tentang pentingnya bahan ajar yang
harus dibuat pendidik. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 yang berisi “Perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar
dan penilaian hasil belajar.” Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pendidik, juga diatur
tentang berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik, baik yang bersifat
kompetensi inti maupun kompetensi mata pelajaran.
Dalam Pemendikbud No. 68 Tahun 2013 Kurikulum 2013 pendidikan bertujuan
untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi
dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu
berkontribusi pada kemampuan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
menjabarkan “Standar kompetensi pendidik ini dikembangkan secara utuh dari empat
kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja pendidik.” Dari standar kompetensi
pendidik ini maka pendidik memang harus memiliki kemampuan untuk membuat bahan ajar
agar proses pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Dalam pembuatan bahan ajar guru hendaknya bisa berinovasi. Bahan ajar terdiri dari
bahan ajar cetak. Selanjutnya Kemendiknas 2010 menyatakan bahwa bahan ajar
dikembangkan memberikan kontribusi positif dalam hal : (1) membantu terjadinya proses
pembelajaran dan pengembangan kompetensi (2) memberikan pengalaman yang nyata dan
real (3) memotivasi adanya tindakan (action).
Model Pengembangan Bahan Ajar Hannafin & Peck model desain pembelajaran
yang penyajiannya dilakukan secara sederhana, sehingga tidak memerlukan waktu lama,
mulai dari analisis kebutuhan,desain atau perancangan, pengembangan dan implementasi.
Model Hannafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain
pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model desain
pembelajaran utuk menghasilkan suatu produk, biasanya media dan bahan ajar.
Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model desain
pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase Analisis
Keperluan), Design (Fase Desain), dan Develop/Implement (Fase Pengembangan dan
Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan pengulangan.
1. Need Assessment (Fase Analisis Keperluan)
Fase analisis kebutuhan merupakan fase pertama yang diperlukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran
termasuk di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan diperlukan oleh kelompok sasaran,
peralatan dan keperluan media pembelajaran.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina
Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-langkah need
assessment yakni :
a. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami
terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa memahami
apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi dan lain
sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informasi yang terkumpul digunakan
sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin dan Peck ini
berorintasi pada produk sehingga informasi yang dibutuhkan misalnya bagaimana
cara pembuatan bahan ajar dengan bahan yang ada.
b. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina Sanjaya
(2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan yakni Input,
Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang tersedia saat ini
misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar dan kebutuhan.
Komponen proses, meliputi perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan
kurikulum. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang dimiliki. Komonen output, meliputi ijazah kelulusan,
keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome, meliputi kecukupan dan
kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Dari analisis diatas
dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen
yakni Input, proses, produk dan Output.
c. Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini seorang
guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada,
kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Baik dengan
perencanaan pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui kebijakan
pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau mungkin
melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari orientasi model
Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance
masalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentang pengembangan bahan dan
alat-alat.
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi karakteristik
siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama sehingga penanganan
dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda pula. Identifikasi
karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya belajar dan
lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika kita
menentukan tujuan yang harus dicapai, pemilihan dan penggunaan strategi
pembelajaran yang dianggap cocok.
f. Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam need
assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai, namun
kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar dapat segera
dipecahkan sesuai kondisi.
g. Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam
penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck
berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media
dan bahan ajar.
Setelah semua langkah mengidentifikasi kebutuhan dijalankan, kemudian
dilakukan sebuah tes atau penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Hannafin dan Peck
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum diteruskan
pembangunan ke fase desain. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal ini justru
akan menjadikan masalah baru di masa yang akan datang.
Ketiga fase pada model Hannafin & Peck dapat digambarkan pada Gambar1.
EVALUATION/ REVISION
F. Kelebihan dan kekurangan Pengembangan Bahan Ajar Model Hannafin dan Peck
Dari uraian setiap fase pada model pengembangan bahan ajar Hannafin dan Peck, maka
dapat dilihat beberapa kelebihan dari model ini diantaranya :
1. Model pengembangan bahan ajar yang sederhana dan langkah-langkahnya dapat
dilaksanakan
2. Setiap fase menyediakan waktu untuk evaluasi dan revisi. Evaluasi dan revisi
dilakukan di akhir setiap fase sebelum memulai fase berikutnya
3. Cocok untuk pengembangan bahan ajar yang sederhana
4. Tidak memerlukan waktu lama
Model Hannafin dan Peck juga memiliki kelemahan diantaranya:
1. Dibandingkan dengan model pengembangan yang lainnya langkah-langkah pada
model Hannafin dan Peck belum terperinci sehingga bisa saja kegiatan yang
seharusnya ada pada setiap fase tidak terlaksana oleh pengembang bahan ajar
2. Kurang cocok untuk pengembangan bahan ajar yang kompleks seperti bahan ajar yang
atau terintegrasi berbasis model pembelajaran tertentu
BAB III
PEMBAHASAN
B. Matrik Prosedur Pengembangan Bahan Ajar Dengan Model Hannafin dan Peck
Prosedur pengembangan bahan ajar dengan model Hannafin dan Peck terdiri atas tahap
analisis kebutuhan, desain, pengembangan dan implementasi. Langkah-langkah
pengembangan bahan ajar cetak sesuai tahap-tahap model Hannafin dan Peck terlihat
pada matrik berikut.
Tabel 1. Tahap-Tahap Pengembangan Bahan Ajar Cetak dengan Model Hannafin dan
Peck.
NO Bahan Tahapan Kegiatan Pengembangan Bahan Ajar Instrumen yang
Ajar Model Cetak (LKS) Digunakan
Hannafin
dan Peck
1 LKS Analisis Mengumpulkan informasi dan Mernggunakan
kebutuhan identifikasi kesenjangan/masalah lembar
(Need terhadap kebutuhan LKS wawancara,
Assessment Menentukan cara pemecahan lembar
) masalah observasi
Identifikasi Karakteristik peserta Menggunakan
didik angket
Identifikasi Tujuan
pengembangan LKS
Mengatasi kendala yang mungkin
akan muncul selama dalam
pengembangan LKS
desain Menentukan Kompetensi Dasar,
Indikator dan Tujuan
Pembelajaran
Pemilihan dan pengumpulan
bahan untuk penyusunan LKS
seperti ringkasan materi LKS,
contoh soal, prosedur kerja
percobaan, soal latihan, kisi-kisi
tes hasil belajar
Desain Peta/susunan Materi
untuk desain LKS
Desain Garis Besar Isi LKS
Desain Tampilan LKS
Validasi oleh ahli isi bidang studi
untuk mengetahui tingkat
validitas dan praktikalitas LKS Menggunakan
Validasi oleh ahli desain untuk angket
mengetahui tingkat validitas dan validitas dan
praktikalitas LKS praktikalitas
Adapun langkah-langkah pengembangan bahan ajar non cetak sesuai tahap-tahap model
Hannafin dan Peck terlihat pada matrik berikut.
Tabel 2. Tahap-Tahap Pengembangan Bahan Ajar Cetak Non Cetak dengan Model
Hannafin dan Peck
NO Bahan Tahapan Kegiatan Pengembangan Bahan Ajar Instrumen yang
Ajar Model Non cetak (Multimedia Interaktif) Digunakan
Hannafin
dan Peck
1 Multi Analisis Mengumpulkan informasi dan Menggunakan
media kebutuhan identifikasi kesenjangan/masalah lembar
interak (Need terhadap kebutuhan Multimedia wawancara,
tif Assessment interaktif lembar
) Menentukan cara pemecahan observasi
masalah Menggunakan
Identifikasi Karakteristik peserta angket
didik
Identifikasi Tujuan pengembangan
Multimedia interaktif
Mengatasi kendala yang mungkin
akan muncul selama dalam
pengembangan Multimedia
interaktif dan cara antisipasinya
desain Menentukan Kompetensi Dasar,
Indikator dan Tujuan Pembelajaran
Pemilihan dan pengumpulan bahan
untuk penyusunan Multimedia
interaktif seperti
Desain Peta/susunan Materi untuk
desain Multimedia interaktif
Desain Garis Besar Isi Multimedia
interaktif
Membuat Story board
Desain Tampilan Multimedia
interaktif
Validasi oleh ahli isi bidang studi
untuk mengetahui tingkat validitas
Multimedia interaktif
Menggunakan
Validasi oleh ahli desain untuk
angket
mengetahui tingkat validitas
validitas dan
Multimedia interaktif
praktikalitas
Melakukan revisi Multimedia
interaktif berdasarkan masukan ahli
2. Tahap Desain
a. mengidentifikasi SK, KD, Indikator dan tujuan pembelajaran.
b. Menentukan kegiatan pembelajaran
c. Menyusun soal-soal fisika tentang hukum newton
d. menyusun instrumen penilaian
e. buat Storyboard yang menggambarkan setiap perubahan layar komputer dan memberikan
informasi penting bagi pengamat dan programer.
f. Validasi oleh ahli
g. evaluasi dan revisi
3. Tahap Pengembangan dan Implementasi
Kegiatan pada tahap ini adalah merubah materi program MPI bentuk kertas (blueprint)
menjadi program komputer yang digunakan peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Kegiatan pada tahapan ini meliputi :
a. mengembangkan diagram alir yang memberikan alternatif-alternatif untuk menyelesaikan
pelajaran
b. penulisan perintah-perintah program komputer
c. testing and debugging
d. pengumpulan prosedur materi,
f.melakukan evaluasi formatif
g. melakukan evaluasi sumatif
h.melakukan revisi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi makalah dapat disimpulkan bahwa:
1. Guru sebagai seorang pendidik dapat mengembangkan bahan ajar cetak dan non cetak
dengan menggunakan langkah-langkah model pengembangan.
2. Salah satu model pengembangan bahan ajar adalah model Hannafin dan Peck dengan
langkah-langkah: analisis kebutuhan (Need Assessment), desain, pengembangan dan
implementasi
3. Model Hannafin dan Peck memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga dapat digunakan
sebagai model pengembangan bahan ajar yang penggunaannya dapat disesuaikan dengan
tujuan dan karakteristik bahan ajar yang akan dikembangkan
A. Saran
Seorang pendidik memiliki tanggung jawab untuk bisa mengembangkan dan
memanfaatkan bahan ajar cetak maupun non cetak dalam pembelajaran. Bahan ajar yang
dikembangkan diharapkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, kebutuhan sekolah,
kebutuhan kurikulum dan juga sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21 saat ini yang
merupakan era teknologi informasi dan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pratomo, Adi. 2015. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Web menggunakan
Metode Hannafin Dan Peck. Jurnal Positif, Tahun I, No.1, November 2015 : 14 – 28:
Politeknik Negeri Banjarmasin
Rizqiyah, Aini. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Music Square Dalam Mata
Pelajaran Seni Musik. Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Group.
Sugiarta, Awandi Nopyan. 2007. Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran
Kolaboratif Untuk Kemandirian Anak Jalanan Di Rumah Singgah (Studi Terfokus
di Rumah Singgah Kota Bekasi). Desertasi tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI