Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit
2.1.1 Pengertian Komposit

Komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang
berlainan digabung [Kroschwitz, 1987]. K. Van Rijswijk et.al dalam bukunya Natural
Fibre Composites [2001] menjelaskan komposit adalah bahan hibrida yang terbuat
dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan
fisik. Komposit dan alloy memiliki perbedaan dari cara penggabungannya yaitu
apabila komposit digabung secara makroskopis sehingga masih kelihatan serat
maupun matriknya (komposit serat) sedangkan pada alloy atau paduan digabung
secara mikroskopis sehingga tidak kelihatan lagi unsur-unsur pendukungnya [Jones,
1975]. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik polimer dapat dilihat pada Gambar 2.2..

Gambar 2.1 Komposisi Komposit (Rijswijk, 2001)

Sesungguhnya ribuan tahun lalu material komposit telah dipergunakan dengan


memanfaatkannya serat alam sebagai penguat. Dinding bangunan tua di Mesir yang

5
6

telah berumur lebih dari 3000 tahun ternyata terbuat dari tanah liat yang diperkuat
jerami [Jamasri,2008]. Seorang petani memperkuat tanah liat dengan jerami, para
pengrajin besi membuat pedang secara berlapis dan beton bertulang merupakan
beberapa jenis komposit yang sudah lama kita kenal.

Pada material komposit sifat unsur pendukungnya masih terlihat dengan jelas,
sedangkan pada alloy / paduan sudah tidak kelihatan lagi unsur-unsur pendukungnya.
Salah satu keunggulan dari material komposit bila dibandingkan dengan material
lainnya adalah penggabungan unsur-unsur yang unggul dari masing-masing unsur
pembentuknya tersebut. Sifat material hasil penggabungan ini diharapkan dapat
saling melengkapi kelemahan-kelemahan yang ada pada masing-masing material
penyusunnya. Material komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
(Schwartz, 1984) :

1. Bobotnya ringan
2. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik
3. Biaya produksinya murah
4. Tahan korosi
5. Ketahanan gesek/aus (Wear resistance)
6. Berat (Weight)
7. Ketahanan lelah (Fatigue life)
8. Meningkatkan konduktivitas panas
9. Tahan lama

Karena komposit menggunakan serat atau material teknik yang lain sebagai
penguat, biaya bahan baku dan biaya produksi akan menjadi tinggi. Secara alami
kemampuan tersebut diatas tidak ada semua pada waktu yang bersamaan (Jones,
1975). Sekarang ini perkembangan teknologi komposit mulai berkembang dengan
pesat. Komposit sekarang ini digunakan dalam berbagai variasi komponen antara lain
7

untuk otomotif, pesawat terbang, pesawat luar angkasa, kapal dan alat-alat olah raga
seperti ski, golf, raket tenis dan lain-lain. Umumnya pembuatan komposit terdiri dari dua
buah penyusun yaitu matrik dan filler (penguat/pengisi). Adapun definisi dari keduanya
yaitu:

1. Filler
Filler adalah bahan pengisi bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan
komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. Serat yang sering dipakai dalam
pembuatan komposit antara lain serat E-Glaas, Boron, Carbon dan sebagainya.
Bisa juga dari serat alam antara lain serat kenaf, rami, jute, daun nenas, batang
pisang dan lain sebagainya.

2. Matrik
Matrik bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Secara umum
matrik berfungsi untuk mengikat serat menjadi suatu struktural komposit.
Matrik berfungsi antara lain:
a. Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur
b. Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan
c. Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat
d. Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan
tahanan listrik.

2.1.2 Klasifikasi Material Komposit Berdasarkan bentuk komponen


strukturalnya
Secara garis besar komposit diklasifikasikan menjadi tiga macam [Jones, 1975],
yaitu:
1. Komposit serat (Fibrous Composites)
2. Komposit partikel (Particulate Composites)
8

3. Komposit lapis (Laminates Composites)

1. Komposit serat (Fibrous Composites)


Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber dalam matriks. Secara
alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang
berbentuk curah (bulk). Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina
atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat / fiber. Fiber yang
digunakan bisa berupa fibers glass, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan
sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu
bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Serat
merupakan material yang mempunyai perbandingan panjang terhadap diameter
sangat tinggi serta diameternya berukuran mendekati kristal. serat juga mempunyai
kekuatan dan kekakuan terhadap densitas yang besar [Jones, 1975].
Kebutuhan akan penempatan serat dan arah serat yang berbeda menjadikan
komposit diperkuat serat dibedakan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya:
1) Continous fiber composite (komposit diperkuat dengan serat kontinue).

Gambar 2.2 Continous fiber composite [Gibson, 1994]

2) Woven fiber composite (komposit diperkuat dengan serat anyaman).

Gambar 2.3 Woven fiber composite [Gibson, 1994]

3) Chopped fiber composite (komposit diperkuat serat pendek/acak)


9

Gambar 2.4 Chopped fiber composite (Gibson, 1994)


4) Hybrid composite (komposit diperkuat serat kontinyu dan serat acak).

Gambar 2.5 Hybrid composite (Gibson, 1994)

2. Komposit Partikel (Particulate Composites)


Merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai penguatnya
dan terdistribusi secara merata dalam matriknya.

Gambar 2.6 Particulate Composite

Komposit ini biasanya mempunyai bahan penguat yang dimensinya kurang


lebih sama, seperti bulat serpih, balok, serta bentuk-bentuk lainnya yang memiliki
sumbu hampir sama, yang kerap disebut partikel, dan bisa terbuat dari satu atau lebih
material yang dibenamkan dalam suatu matriks dengan material yang berbeda.
Partikelnya bisa logam atau non logam, seperti halnya matriks. Selain itu adapula
10

polimer yang mengandung partikel yang hanya dimaksudkan untuk memperbesar


volume material dan bukan untuk kepentingan sebagai bahan penguat [Jones, 1975].

3. Komposit Lapis (Laminates Composites)


Merupakan jenis komposit terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung
menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

Gambar 2.7 Laminated Composites

Komposit ini terdiri dari bermacam-macam lapisan material dalam satu matriks.
Bentuk nyata dari komposit lamina adalah [ Jones, 1999]:
1. Bimetal
Bimetal adalah lapis dari dua buah logam yang mempunyai koefisien ekspansi
thermal yang berbeda. Bimetal akan melengkung seiring dengan berubahnya suhu
sesuai dengan perancangan, sehingga jenis ini sangat cocok untuk alat ukur suhu.
2. Pelapisan logam
Pelapisan logam yang satu dengan yang lain dilakukan untuk mendapatkan sifat
terbaik dari keduanya.
3. Kaca yang dilapisi
Konsep ini sama dengan pelapisan logam. Kaca yang dilapisi akan lebih tahan
terhadap cuaca.
4. Komposit lapis serat
11

Dalam hal ini lapisan dibentuk dari komposit serat dan disusun dalam berbagai
orientasi serat. Komposit jenis ini biasa digunakan untuk panel sayap pesawat dan
badan pesawat.

2.1.3 Unsur-unsur Utama Pembentuk Komposit FRP

FRP (Fiber Reinforced Plastics) mempunyai dua unsur bahan yaitu serat (fiber)
dan bahan pengikat serat yang disebut dengan matriks. Unsur utama dari bahan
komposit adalah serat, serat inilah yang menentukan karakteristik suatu bahan seperti
kekuatan, keuletan, kekakuan dan sifat mekanik yang lain. Serat menahan sebagian
besar gaya yang bekerja pada material komposit sedangkan matriks mengikat serat,
melindungi dan meneruskan gaya antar serat [Van Vlack, 2005].
Secara prinsip, komposit dapat tersusun dari berbagai kombinasi dua atau lebih
bahan, baik bahan logam, bahan organik, maupun bahan non organik. Namun
demikian bentuk dari unsur-unsur pokok bahan komposit adalah fibers, particles,
leminae or layers, flakes fillers and matrix. Matrik sering disebut unsur pokok body,
karena sebagian besar terdiri dari matriks yang melengkapi komposit [Van vlack,
2005].
1. Serat
Serat atau fiber dalam bahan komposit berperan sebagai bagian utama yang
menahan beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung
dari kekuatan serat pembentuknya. Semakin kecil bahan (diameter serat mendekati
ukuran kristal) maka semakin kuat bahan tersebut, karena minimnya cacat pada
material [Triyono,& Diharjo k, 2000].
Selain itu serat (fiber) juga merupakan unsur yang terpenting, karena seratlah
nantinya yang akan menentukan sifat mekanik komposit tersebut seperti kekakuan,
keuletan, kekuatan dsb. Fungsi utama dari serat adalah:
12

 Sebagai pembawa beban. Dalam struktur komposit 70%-90% beban


dibawa oleh serat.
 Memberikan sifat kekakuan, kekuatan, stabilitas panas dan sifat-sifat lain
dalam komposit.
 Memberikan insulasi kelistrikan (konduktivitas) pada komposit, tetapi ini
tergantung dari serat yang digunakan.
2. Matrik
Matrik dalam teknologi komposit didefinsikan sebagai suatu material yang
berfungsi sebagai pengisi dan pengikat yang mendukung, melindungi dan dapat
mendistribusikan beban dengan baik ke material penguat komposit. Untuk itu Matrik
harus memiliki sifat yang ideal yaitu tangguh, ulet dan cukup kuat.
Menurut Gibson [1994], bahwa matrik dalam struktur komposit dapat berasal
dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Syarat pokok matrik yang digunakan
dalam komposit adalah matrik harus bisa meneruskan beban, sehinga serat harus bisa
melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik. Umumnya matrik dipilih
yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi [Triyono & Diharjo, 2000].
Sifat matrik yang ideal adalah tangguh, ulet dan cukup kuat. Matrik berfungsi
untuk mengikat serat, meneruskan beban dan mencegah propagasi perpadatan serat ke
seluruh komposit. Temperatur cair matrik yang rendah membatasi penggunaan
komposit pada temperatur tinggi. Matrik yang digunakan dalam komposit adalah
harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan
kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Menurut
Diharjo [1999] pada bahan komposit matrik mempunyai kegunaan yaitu sebagai
berikut :
 Matrik memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.
 Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke
unsur utamanya yaitu serat.
13

 Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical


insulation.

Menurut Diharjo [1999], bahan matrik yang sering digunakan dalam komposit
antara lain :
a. Polimer.
Polimer merupakan bahan matrik yang paling sering digunakan. Adapun jenis
polimer yaitu:
 Thermoset, adalah plastik atau resin yang tidak bisa berubah karena panas
(tidak bisa di daur ulang). Misalnya : epoxy, polyester, phenotic.
 Termoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus menerus
dengan pemanasan atau dikeraskan dengan pendinginan dan bisa berubah
karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya : Polyamid, nylon, polysurface,
polyether.
b. Keramik.
Pembuatan komposit dengan bahan keramik yaitu keramik dituangkan pada serat
yang telah diatur orientasinya dan merupakan matrik yang tahan pada temperatur
tinggi. Misalnya :SiC dan SiN yang sampai tahan pada temperatur 1650 C.
c. Karet.
Karet adalah polimer bersistem cross linked yang mempunyai kondisi semi
kristalin dibawah temperature kamar.
d. Matrik logam
Matrik cair dialirkan kesekeliling sistem fiber, yang telah diatur dengan perekatan
difusi atau pemanasan.
e. Matrik karbon.
Fiber yang direkatkan dengan karbon sehingga terjadi karbonisasi.
14

Pemilihan matrik harus didasarkan pada kemampuan elongisasi saat patah yang
lebih besar dibandingkan dengan filler. Selain itu juga perlunya diperhatikan berat
jenis, viskositas, kemampuan membasahi filler, tekanan dan suhu curring, penyusutan
dan voids.
Voids (kekosongan) yang terjadi pada matrik sangatlah berbahaya, karena pada
bagian tersebut fiber tidak didukung oleh matriks, sedangkan fiber selalu akan
mentransfer tegangan ke matriks. Hal seperti ini menjadi penyebab munculnya crack,
sehingga komposit akan gagal lebih awal. Kekuatan komposit terkait dengan void
adalah berbanding terbalik yaitu semakin banyak void maka komposit semakin rapuh
dan apabila sedikit void komposit semakin kuat.
2.1.4 Komposit Berpenguat Serat Alam
Serat alam (natural fiber) merupakan serat yang bersumber langsung dari alam
(bukan merupakan buatan atau rekayasa manusia). Serat alami biasanya didapat dari
serat tumbuhan seperti serat bambu, serat pohon pisang serat nanas dan lain
sebagainya [Jamasri dkk, 2005].
Pada saat ini pemakaian bahan alam sebagai komposit berpenguat serat alam
dapat menawarkan keuntungan terhadap lingkungan, mengurangi konsumsi energi,
ringan, pengurangan emisi organik yang mudah menguap dan pengurangan
ketergantungan terhadap bahan yang tidak bisa diperbaharukan. Pada gambar
dibawah ini menunjukkan prospek aplikasi komposit berbasis serat alam di Amerika
Serikat, hal ini menunjukkan komposit berpenguat serat alam (NFC) akan segera
mengubah trend global mengenai komposit dan merupakan material yang baik dalam
pemlihan bahan.
15

Gambar 2.8 Data Pertumbuhan untuk Aplikasi Komposit Berbasis Bahan Alam
di Amerika Serikat (Drzal dkk, 2003)
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat peningkatan yang sangat signifikan
terhadap penggantian logam atau bahan teknik lainnya terhadap komposit berpenguat
serat dalam kurun waktu beberapa tahun. Serat alam lebih baik dibanding serat kaca
apabila modulus spesifik diaanggap, akan tetapi dari segi kekuatan tariknya serat kaca
lebih unggul dibanding serat alam. Berikut ini adalah tabel sifat mekanis komposit
serat alam.
Tabel 2.1 Sifat Mekanis Komposit Serat Alam
Spesifik graviti Kekuatan Tarik Modulus Modulus
(MPa) (GPa) Spesifik
Serat
Jute 1,3 393 55 36
Sisal 1,3 510 28 22
Lenan 1,5 344 27 50
Sunhemp 1,07 389 35 32
Nanas 1,56 170 62 40
E-Glass 2,5 3400 72 28
[Sumber: Saheb & Jog, 1999]
16

2.2.4 Pemanfaatan Komposit


Penggunaan material komposit sangat luas, yaitu dapat digunakan sebagai
[Deni, 2015] :
a. Kesehatan = Kaki palsu, Sambungan sendi pada pinggang
b. Marine atau Kelautan = Kapal layar, Kayak
c. Industri Pertahanan = Komponen jet tempur, Peluru, Komponen kapal selam
d. Industri Pembinaan = Jembatan, Terowongan, Rumah, Tanks.
e. Olah raga dan rekreasi = Sepeda, Stik golf, Raket tenis, Sepatu olah raga
f. Automobile = Komponen mesin, Komponen kereta
g. Angkasa luar = Komponen kapal terbang, Komponen Helikopter, Komponen
satelit.

2.2 Serat Daun Nanas


Serat daun nanas (pineapple–leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang
berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman
nanas. Produksi nanas Indonesia cukup besar. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP)
tahun 2014 produksi nanas mencapai 1,84 juta ton. Untuk wilayah Asia Tenggara,
Indonesia termasuk penghasil nanas terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand
dengan kontribusi sekitar 23%. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah
penghasil nanas karena didukung oleh iklim tropis yang sesuai. Namun demikian
pengembangan nanas belum mendapat perhatian serius karena belum berkembangnya
penggunaan varietas unggul dan belum optimalnya teknik budidaya (Kementerian
Pertanian, 2015).
17

Tabel 2.2 Jumlah Rumpun dan Produksi Nanas (kg) Menurut Kabupaten di Provinsi
Riau Tahun 2014
Produksi
Jumlah Produksi Produktivitas
No Kabupaten/Kota Nanas
(rumpun) (kg) (kg/rumpun)
(%)
1. Kuantan Singingi 8.061 40.000 4,96 0,04
2. Indragiri Hulu 820.683 1.371.000 1,67 1,28
3. Indragiri Hilir 9.308.434 26.547.000 2,85 24,71
4. Pelalawan 11.882 59.000 4,97 0,05
5. Siak 8.625.587 10.720.000 1,24 9,98
6. Kampar 8.601.519 20.179.000 2,35 18,78
7. Rokan Hulu 23.669 113.000 4,77 0,11
8. Bengkalis 560.206 2.912.000 5,20 2,71
9. Rokan Hilir 121.066 486.000 4,01 0,45
Kepulauan 21.608 74.000 3,42 0,07
10.
Meranti
11. Pekanbaru 1.977 8.000 4,05 0,01
12. Dumai 11.842.540 44.929.000 3,79 41,82
Jumlah/Total 39.947.232 107.438.000 43,29 100,00
[Sumber: BPS Provinsi Riau, 2015]

Provinsi Riau merupakan salah satu sentra produksi Nanas di Indonesia.


Produksi Nanas pada tahun 2014 mencapai 107.438 ton dengan rata-rata produksi
sebesar 85.053 ton. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa sentra produksi Nanas berada
di Kabupaten Indragiri Hilir, Siak, Kampar dan Dumai yang merupakan lahan yang
cocok untuk pengembangan komoditas Nanas.

Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman
berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun . Serat yang berasal dari daun nanas yang masih
muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan
dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam
terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan
serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh (short, coarse and brittle fibre)
18

[Hidayat, 2008]. Oleh sebab, itu untuk mendapatkan serat yang kuat, halus dan
lembut perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nanas yang cukup dewasa yang
pertumbuhannya sebagian terlindung dari sinar matahari.

2.2.1 Sifat Fisik Daun Nenas


Serat daun nenas sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari
daun (leaf fibres), secara morphology jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari
beberapa ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari
beberapa serat (multi-celluler fibre).
Berdasarkan pengamatan dengan microscope, sel-sel dalam serat daun nanas
mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 μm dan panjang rata-rata 4.5 mm
dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450. Rata-rata
ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8.3 μm. Sebagai perbandingan,
ketebalan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12.8 μm) dan serat batang pisang
(1.2 μm) (Mokhtar,2007).
Secara umum sifat atau karakteristik serat daun nanas dapat ditunjukkan pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Karakteristik Serat Daun Nenas
Sel utama Panjang P (mm) 3-9
Lebar L (mm) 4-8
P/L 450
Derajat Polimerisasi α- 1178-1200
Selulosa
Filament Ketahanan (MN/m2) 710
Extensi pada Patahan (%) 2-6
Kekakuan Torsional 360
(MN/m2) 3-8
Kekakuan Lentur (MN/m2) 55-75
Panjang (cm)
Gabungan Serat Ketahanan (MN/m2) 370
Densitas (Kg/m3) 1480
Porositas 9,0
[Sumber: Doraiswarmy, 1993]
19

Meski akan mempengaruhi terhadap sifat fisis dan mekanis serat (terutama
berat, kekuatan tarik dan mulur serat), penelitian menunjukkan bahwa treatment yang
dilakukan pada serat daun nanas tersebut, hasil dari proses dekortikasi ataupun water
retting, dengan bahan kimia misal NaOH, H2SO4 atau bahan-bahan kimia lainnya
dengan konsentrasi tertentu, akan memudahkan dalam penguraian atau pemisahan
antar serat dari ikatannya (bundle of fibres), hal ini disebabkan terlepasnya beberapa
impurity materials atau gummy substances yang terdapat pada ikatan serat nanas
tersebut.

Pengamatan yang dilakukan dengan sinar-X menunjukkan bahwa serat daun


nanas mempunyai derajat kristalitas (degree of crystallanity) yang tinggi dengan
sudut puntiran serat sekitar 150. Treatment dengan acid dan alkali pada serat daun
nanas menunjukkan perubahan yang sangat tinggi pada daerah-daerah amorphous
dibanding serat yang belum di treatment [Doraiswarmy dkk., 1993].
Hal ini menunjukkan bahwa serat yang sudah mengalami proses treatment
mempunyai kemampuan daya serap yang tinggi pada proses pewarnaan. Namun
demikian, sifat-sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat daun nanas
relatif lebih tinggi dibanding serat kapas. Hal ini menyebabkan resistensi yang besar
terhadap twisting ataupun bending dan serat cenderung untwist (melawan puntiran)
segera setelah twist diberikan, menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan
kekompakan benang yang diinginkan. Adapun perbandingan sifat-sifat serat nanas
dengan serat lainnya ditunjukkan pada tabel berikut.
20

Tabel 2.4 Sifat Beberapa Jenis Serat Alam


Sifat Rami Pisang Sisal Nanas Sabut
kelapa
Diameter (mm) - 80-250 50-200 20-80 100-450
3
Kerapatan (g/cm ) 1,3 1,35 1,45 1,44 1,15
0
Sudut serat mikro ( ) 8,1 11 10-22 14-18 30-49
Selulosa/Kandungan 61/12 65/6 67/12 81/12 43/45
Lignin (%)
Modulus elastisitas - 8-20 9-16 34-82 4-6
2
(GN/M )
Keuletan (MN/m2) 450-553 529-754 568-640 413-1627 131-175
Pemuluran (%) 1-1,2 11-3,5 3-7 0,8-1,6 15-40
[Sumber: Soumitra, dkk, 2009]

2.2.2 Sifat Kimia Daun Nanas


Hampir semua jenis serat alam, khususnya yang berasal dari tumbuhan
(vegetable fibres), abaca, henequen, sisal, yute, rami, daun nanas dan lidah mertua,
komposisi kandungan serat secara kimia yang paling besar adalah cellulose,
meskipun unsur atau zat-zat lain juga terdapat pada serat tersebut, misal fats dan
waxs, hemicellulose, lignin, pectin dan colouring matter (pigmen) yang menyebabkan
serat berwarna. Komposisi kandungan zat-zat tersebut pada umumnya sangat
bervariasi tergantung dengan jenis atau varietas tanaman nanas yang berbeda. Zat-zat
tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi pada proses selanjutnya (degumming) agar
proses bleaching ataupun dyeing lebih mudah dikerjakan.
Pada Tabel 2.5 menunjukkan perbandingan komposisi kimia yang terkandung
pada beberapa jenis serat alam sedangkan pada Tabel 2.6 menunjukkan komposisi
kimia dari hasil proses pemisahan serat yang berbeda dari decortication dan water
retting pada serat nanas.
21

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serat Alam


Nama Selulosa (%) Hemi Selulosa (%) Lignin (%) Keterangan
Abaka 60-65 6-8 5-10 Pisang
Coir 43 1 45 Sabut Kelapa
Kapas 90 6 - Bungkus Biji
Flax 70-72 14 4-5 -
Jute 61-63 13 3-13 -
Mesta 60 15 10 -
Palmirah 40-50 15 42-5 -
Nanas 80 - 12 Daun
Rami 80-85 3-4 0,5-1 Batang
Sisal 60-67 10-15 8-12 Daun
[Sumber: Riama dkk, 2012]

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Serat Nanas pada Metode Proses Pemisahan Serat
yang berbeda (Doraiswarmy dkk., 1993)
Komposisi Kimia % Komposisi
Decortication Water Retting
Alpha cellulose 79,36 87,36
Hemi cellulose 13,07 4,58
Lignin 4,25 3,62
Ash 2,29 0,54
Alcohol-benzene extractions 5,73 2,72

2.3 Matrik Poliester


Dalam pembuatan sebuah komposit, matriks berfungsi sebagai pengikat bahan
penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan.
Beberapa bahan matriks dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan sebagai
keliatan dan ketangguhan. Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah polimer
termoset dengan jenis resin polyester.
22

Matriks polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi konstruksi


ringan, selain itu harganya murah, resin ini mempunyai karakteristik yang khas yaitu
dapat diwarnai, transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan air, tahan cuaca dan
bahan kimia. Polyester dapat digunakan pada suhu kerja mencapai 79 0C atau lebih
tergantung partikel resin dan keperluannya (Schward, 1984). Keuntungan lain matriks
polyester adalah mudah dikombinasikan dengan serat dan dapat digunakan untuk
semua bentuk penguatan plastik.

2.4 Katalis MEKPO


Katalis yang digunakan adalah katalis MEKPO (metil etil keton peroksida)
dalam bentuk cair, berwarna merah muda. Fungsi katalis adalah mempercepat prose
pengeringan (curring) pada bahan matriks suatu komposit. Semakin banyak katalis
yang dicampurkan pada cairan matriks akan mempercepat proses laju pengeringan,
tetapi akibat terlalu banyak katalis dicampurkan akan membuat komposit menjadi
getas [Surdia,1999].
Penggunaan katalis seharusnya dibatasi berdasarkan kebutuhannya. Pada saat
mencampurkan katalis ke bahan resin akan menimbulkan kenaikan suhu hingga 900C
[Najib, 2010]. Pengerasan terhadap resin terjadi karena pencampuran katalis ke dalam
resin.

2.5 Standar Uji Tarik ASTM D 638-02


Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui tegangan, regangan, modulus
elastisitas bahan dengan cara menarik spesimen sampai putus. Pengujian tarik
dilakukan dengan mesin uji tarik atau dengan universal testing standar.(Standar
ASTM D 638-02).
23

Hal-hal yang mempengaruhi kekuatan tarik komposit antara lain [Surdia,


1995]:
a. Temperatur
Apabila temperatur naik, maka kekuatan tariknya akan turun

b. Kelembaban
Pengaruh kelembaban ini akan mengakibatkan bertambahnya absorbsi air,
akibatnya akan menaikkan regangan patah, sedangkan tegangan patah dan
modulus elastisitasnya menurun.
c. Laju Tegangan
Apabila laju tegangan kecil, maka perpanjangan bertambah dan mengakibatkan
kurva tegangan-regangan menjadi landai, modulus elastisitasnya rendah.
Sedangkan kalau laju tegangan tinggi, maka beban patah dan modulus
elastisitasnya meningkat tetapi regangannya mengecil.

Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarik ditentukan dengan
rumus sebagai berikut [Surdia, 1995]
𝑃
P = σ . A atau σ =𝐴 …............................................. [2.1]

Catatan:
P = beban (N)
A = luas penampang (mm2)
σ = tegangan (MPa).

Besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang karena pembebanan


dibandingkan dengan panjang daerah ukur (gage length). Nilai regangan ini adalah
regangan proporsional yang didapat dari garis. Proporsional pada grafik tegangan-
tegangan hasil uji tarik komposit [Surdia, 1995].
24

𝛥𝐿
ε= ...................................................... [2.2]
𝑙𝑜

Dimana:
ε = Regangan (mm/mm)
ΔL = pertambahan panjang (mm)
lo = panjang daerah ukur (gage length), mm

Pada daerah proporsional yaitu daerah dimana teganganregangan yang terjadi


masih sebanding, defleksi yang terjadi masih bersifat elastis dan masih berlaku
hukum Hooke. Besarnya nilai modulus elastisitas komposit yang juga merupakan
perbandingan antara tegangan dan regangan pada daerah proporsional dapat dihitung
dengan persamaan [Surdia, 1995] :
𝜎
E=𝜀 ..................................................... [2.3]

Dimana:
E = Modulus elastisitas tarik (MPa)
σ = Kekuatan tarik (MPa)
ε = Regangan (mm/mm)
Pada ASTM D 638 untuk uji tarik dengan suhu 230C dan 50% relatif humiditi
dengan posisi sampel vertical pada alat Dhumbel Shape. Bentuk cetakan dan dimensi
sampel dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 2.10 Bentuk cetakan sampel pada ASTM D 638 (Mokhtar dkk, 2007)
25

Tabel 2.8 Dimensi sampel ASTM D 638

Nilai
Dimensi
mm (inchi)
Ketebalan < 7mm (0,28 in), T 1,00 (0,13)
Lebar bagian kecil, W 13 (0,5)
Panjang bagian kecil, L 57 (2,25)
Lebar keseluruhan, WO 19 (0,75)
Panjang keseluruhan, LO 165 (6,5)
Panjang antar 2 bagian sempit, G 50 (2,0)
Jarak antar kedua genggaman, D 115 (4,5)
Radius fillet, R 76 (3,0)
[Mohktar dkk, 2007]

2.6 Standar Uji Bending ASTM D 790-02


Material komposit mempunyai sifat tekan lebih baik dibanding tarik, pada
perlakuan uji bending spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan bagian
bawah terjadi proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji bending yaitu
mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik.
Dimensi balok dapat kita lihat pada Gambar 2.11. berikut ini : (Standart ASTM D
790-02 ).

Gambar 2.11. Penampang Uji bending (Standart ASTM D 790-02)


26

Kekuatan lentur digunakan untuk menunjukkan kekakuan dari suatu material


ketika dibengkokkan. Pengujian kelenturan dilakukan dengan metode three point
bend, dimana spesimen diletakkan pada kedua tumpuan dan dilakukan pembebanan
di tengah spesimen. Prosedur pengujian menurut standar ASTM D790.
Momen yng terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan :
𝑃 𝐿
M=𝐿.2

Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan (Standart ASTM


D790-02) :
𝑀. 𝑌
σ=
𝑙
𝑃 𝐿 1
. . . 𝑑
2 2 2
= 1
. 𝑏 . 𝑑3
2
1
. 𝑃. 𝐿. 𝑑
8
= 1
. 𝑏 .𝑑3
12
1
8
. 𝑃. 𝐿
= 1
12
. 𝑏 .𝑑2

3𝑃𝐿
𝜎𝑓 = 2𝑏𝑑2 ............................................................................................. [2.4]

Keterangan: 𝜎𝑓 = Kekuatan lentur (Mpa)


L = Support span (mm)
P = Beban (N)
b = Lebar spesimen (mm)
d = Tebal spesimen (mm)
27

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan rumus


sebagai berikut (Standart ASTM D790- 02) :

𝐿3 . 𝑃
Eb = ......................................................................................... [2.5]
4 𝑏 𝑑3 𝛿
dimana:
σb = kekuatan bending (MPa)
P = beban yang diberikan(N)
L = jarak antara titik tumpuan (mm)
b = lebar spesimen (mm)
d = tebal spesimen (mm)
δ = defleksi (mm)
Eb = modulus elastisitas (MPa)
Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan (Lukkassen, D., Meidel,
A., 2003) :
1
I= 𝑏𝑑3 ............................................................................................. [2.6]
12
D = EI ............................................................................................. [2.7]
dimana :
D : kekakuan (N/mm2)
E : modulus elastisitas (N/mm2)
I : momen inersia (mm4)
b : lebar (mm)
d : tinggi (mm)
28

2.7 Perpatahan
Kegagalan dari bahan teknik hampir selalu tidak diinginkan terjadi karena
beberapa alasan seperti membahayakan hidup manusia, kerugian dibidang ekonomi
dan gangguan terhadap ketersediaan produk dan jasa. Meskipun penyebab kegagalan
dan sifat bahan mungkin diketahui,pencegahan terhadap kegagalan sulit untuk
dijamin. Kasus yang sering terjadi adalah pemilihan bahan dan proses yang tidak
tepat dan perancangan komponen kurang baik serta penggunaan yang salah. Menjadi
tanggung jawab para insinyur untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan dan
mencari penyebab pada kegagalan untuk mencegah terjadinya kegagalan lagi
(Calliester, 2007).
Patah sederhana didefinisikan sebagai pemisahan sebuah bahan menjadi dua atau
lebih potongan sebagai respon dari tegangan static yang bekerja dan pada temperatur
yang relative rendah terhadap temperatur cairnya. Dua model patah yang mungkin
terjadi pada bahan teknik adalah patah liat (ductile fracture) dan patah getas (brittle
fracture). Klasifikasi ini didasarkan pada kemampuan bahan mengalami deformasi
plastik. Bahan liat (ductile) memperlihatkan deformasi plastik dengan menyerap
energi yang besar sebelum patah. Sebaliknya, patah getas hanya memeperlihatkan
deformasi plastik yang kecil atau bahkan tidak ada. Setiap proses perpatahan meliputi
dua tahap yaitu pembentukan dan perambatan sebagai respon terhadap tegangan yang
diterapkan. Jenis perpatahan sangat tergantung pada mekanisme perambatan retak
(Callister, 2007).

Anda mungkin juga menyukai