5407 13983 1 PB PDF
5407 13983 1 PB PDF
Abstrak
Salah satu hasil pertanian terbesar di Indonesia adalah tanaman ubi kayu. Selama ini batang
ubi kayu tersedia dalam jumlah yang cukup besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Batang ubi kayu memiliki kandungan lignoselulosa yaitu selulosa 39,29%, hemiselulosa
24,34%, dan lignin 13,42%. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah batang ubi
kayu yang akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat. Proses pembuatan
selulosa asetat dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap isolasi selulosa (proses pretreatment,
delignifikasi, dan bleaching) dan tahap sintesis selulosa asetat. Pelarut yang digunakan pada
proses pretreatment yaitu asam fosfat, asam asetat, dan asam klorida. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa larutan asam fosfat 3% menghasilkan densitas terkecil yaitu 0,833 g/mL
yang menunjukan bahwa telah terjadinya swelling. Pada proses delignifikasi digunakan variasi
waktu dan rasio bahan terhadap pelarut. Kadar selulosa terbesar yang diperoleh yaitu 56,92%
dengan waktu pemasakan 2 jam dan rasio sampel terhadap pelarut 1:12 (v/v). Identifikasi
gugus fungsi FTIR terhadap selulosa asetat menunjukkan adanya serapan gugus karbonil
(C=O) dan gugus ester (C-O), masing-masing terlihat pada bilangan gelombang 1738,47 cm-1
dan 1224,39 cm-1. Kadar asetil selulosa asetat yang dihasilkan sebesar 41,01% dan termasuk
jenis selulosa diasetat yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam pembuatan membran, film
topografi, dan benang.
Kata kunci: batang ubi kayu, kadar asetil, lignoselulosa, selulosa, selulosa asetat
Abstract
One of the biggest agricultural products in Indonesia is cassava. During this time cassava
stems are available in large enough quantities, but they not have been used optimally. The
cassava stems has lignocellulose content i.e. 39.29% cellulose, 24.34 % of hemicellulosa, and
13.42 % of lignin. This study aims to utilize the cassava stems that will be used as raw
material for cellulose acetate synthesis. The process of making cellulose acetate is done in two
steps, namely the isolation of cellulose (the process of pretreatment, delignification, and
bleaching) and the synthesis of cellulose acetate. The solvent used in the process of
pretreatment is phosphoric acid, acetic acid, and hydrochloric acid. The results of this
research shows that a solution of phosphoric acid 3% produces the smallest density namely
0.833 g/mL which shows the occurrence of swelling. In the process of delignification uses a
variations of time and the ratio of cassava stems to solvent. The biggest contain of cellulose
obtained is 56.92% with delignification time for two hours and the ratio cassava stems to
solvent 1:12 (v/v). Identification of FTIR functional groups to cellulose acetate shows the
absorption of carbonyl group (C=O) and ester group (C-O), seen at wave number 1738.47
cm-1 and 1224,39 cm-1 recpectively. The acetyl content of cellulose acetate produced is
41.01% and includes the type of cellulose diasetat which can be further utilized in
manufacture of membrane, film topography, and thread.
82
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
ditanam kembali dan 90% sisanya dapat mempercepat reaksi asetilasi dengan
merupakan limbah. Padahal batang ubi kayu asetat anhidrat dan menaikkan reaktivitas
memiliki kandungan lignoselulosa yang selulosa maupun untuk menurunkan derajat
cukup besar, yaitu terdiri dari 56,82% α- polimerisasi hingga tingkat yang sesuai
selulosa, 21,72% lignin, 21,45% Acid untuk diasetilasi. Asam sulfat berfungsi
Detergent Fiber (ADF), dan 0,05 – 0,5 cm sebagai katalis dan asam asetat anhidrat
panjang serat. Selulosa yang terkandung berfungsi sebagai donor asetil (Widyaningsih
dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai dan Radiman, 2007). Reaksi selulosa
bahan baku industri kertas, bahan peledak, menjadi selulosa asetat secara umum dapat
membran, plastik, dan lain-lain (Sumada dilihat pada Gambar 1.
dkk., 2011). H H O CH2OCOCH3
O O
HOH2C CH3COO
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok H +3 O H H + 3 CH3COOH
polisakarida heterogen yang dibentuk CH3COO
O OH H3COCO H
melalui jalan biosintetis yang berbeda dari H
OH OCOCH3
selulosa. Hemiselulosa relatif lebih mudah
dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-
Gambar 1. Reaksi umum pembentukan selulosa
komponen monomer hemiselulosa. Hemi- asetat (Gaol dkk., 2013)
selulosa mempunyai rantai polimer yang
pendek dan tak berbentuk, oleh karena itu Berdasarkan derajat substitusinya selulosa
sebagian besar dapat larut dalam air. Rantai asetat dapat dibagi menjadi tiga (Gaol dkk.,
utama dari hemiselulosa dapat berupa 2013) yaitu:
homopolimer (umumnya terdiri dari satu 1. Selulosa monoasetat dengan derajat
jenis gula yang berulang) atau juga berupa substitusi (DS) 0 – 2 dengan kandungan
heteropolimer (campurannya beberapa jenis asetil < 36,5%. Selulosa monoasetat
gula) (Octavia, 2008). dapat digunakan pada pembuatan
plastik, cat, dan laker.
Lignin merupakan senyawa yang sangat 2. Selulosa diasetat dengan derajat
kompleks yang terdapat diantara sel-sel dan substitusi (DS) 2,0 – 2,8 dengan
di dalam dinding sel. Fungsi lignin yang kandungan asetil 36,5 – 42,2%. Selulosa
terletak diantara sel-sel adalah sebagai diasetat digunakan pada pembuatan
perekat untuk mengikat/merekatkan antar membran, film topografi, dan benang.
sel, sedangkan dalam dinding sel lignin
3. Selulosa triasetat dengan derajat
berfungsi untuk menyangga sel. Lignin ini
substitusi (DS) 2,8 – 3,9 dengan
merupakan polimer tiga dimensi yang terdiri
kandungan asetil 43,5 – 44,8%. Selulosa
dari unit fenil propana melalui ikatan eter
diasetat digunakan pada pembuatan kain
(C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Bila lignin
dan pembungkus benang.
berdifusi dengan larutan alkali maka akan
terjadi pelepasan gugus metoksil yang
Telah dilakukan penelitian isolasi α-selulosa
membuat lignin larut dalam alkali (Ma dkk.,
dari limbah batang ubi kayu oleh Sumada
2016).
dkk. (2011). Proses delignifikasi dilakukan
dengan menggunakan variasi pelarut NaOH,
Selulosa adalah polimer glukosa yang
Na2SO3, dan Na2SO4 dengan konsentrasi
berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh
5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dengan
ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier
perbandingan berat serat dan volume
menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan
larutan 1:8, diproses selama 2 jam pada
tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah
suhu 105oC. Hasil penelitian ini didapatkan
didegradasi secara kimia maupun mekanis.
kandungan α–selulosa terbaik 88,90% dari
Di alam, selulosa berasosiasi dengan
proses delignifikasi dengan jenis pelarut
polisakarida lain seperti hemiselulosa atau
Na2SO3 pada konsentrasi 20% (pH = 11).
lignin membentuk kerangka utama dinding
sel tumbuhan (Olievera dkk, 2016). Selulosa
Nurhayati dan Kusumawati (2014)
asetat merupakan hasil reaksi dari selulosa
memanfaatkan selulosa dari limbah
dan asetat anhidrat yang merupakan produk
pengolahan agar sebagai bahan baku
senyawa dari gugus hidroksil dan asam
pembuatan selulosa asetat. Proses asetilasi
berupa ester. Selulosa asetat dihasilkan dari
dilakukan dengan rasio selulosa:asam asetat
tahap sintesis selulosa asetat menggunakan
anhidrida 1:10; 1:20; dan 1:30 (b/v).
asam asetat glasial, asam sulfat, dan asam
Penelitian ini menghasilkan kadar asetil
asetat anhidrat. Asam asetat glasial
sebesar 45,07% pada perlakuan rasio
berfungsi sebagai pretreatment agent yang
selulosa:anhidrida asetat 1:10. Jenis
bertujuan untuk menggembungkan serat-
selulosa asetat yang dihasilkan merupakan
serat selulosa agar lebih terbuka sehingga
83
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
84
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
ringan, ditambahkan air setetes demi kan selama 24 jam untuk memberi kesem-
setetes sampai terbentuk endapan. Endapan patan bagi NaOH berdifusi. Selanjut-nya
yang diperoleh dipisah-kan dari larutan, sampel dititrasi dengan NaOH 0,5 N sampai
kemudian dicuci hingga netral lalu terbentuk warna merah muda. Pengukuran
dikeringkan pada suhu ruang hingga kering. blanko dilakukan sama dengan contoh.
Selulosa asetat yang didapat kemudian Kadar asetil (KA) dihitung dengan rumus:
dilakukan uji FTIR dan analisis kadar asetil
untuk mengetahui jenis selulosa asetat yang KA (%) = [(D-C)Na+(A-B)Nb] F (4)
dihasilkan (Nurhayati dan Kusumawati, W
2014). Keterangan:
A = Volume NaOH untuk titrasi sampel
2.5. Analisis Kadar Lignoselulosa B = Volume NaOH untuk titrasi blanko
C = Volume HCl untuk titrasi sampel
Analisis kadar lignoselulosa dilakukan D = Volume HCl untuk titrasi blanko
dengan metode Chesson-Datta (Dzikro dkk., Na = Normalitas HCl
2013). Satu gram sampel kering (a) Nb = Normalitas NaOH
F = 4,305 untuk kadar asetil dan 6,005
direfluks selama 2 jam dengan 150 ml H2O
untuk kadar asam asetat
pada suhu 100oC. Hasilnya disaring dan W = Bobot Sampel
dicuci. Residu kemudian dikeringkan dengan
oven sampai konstan kemudian ditimbang 3. Hasil dan Pembahasan
(b). Residu sampel yang telah dikeringkan
direfluks selama 2 jam dengan 150 ml 0,5 M Bahan baku batang ubi kayu yang digunakan
H2SO4 pada suhu 100oC. Hasilnya disaring pada penelitian ini memiliki komposisi fisik
sampai netral dan dikeringkan (c). Residu yang terdiri dari kayu 83,83%, kulit 13,04%,
sampel yang telah dikeringkan diperlakukan dan gabus 3,13%. Komposisi kimia yang
10 ml 72% H2SO4 pada suhu kamar selama terkandung didalam serat batang ubi kayu
4 jam, kemudian diencerkan menjadi 0,5 M yaitu selulosa 39,29%, hemiselulosa
H2SO4 dan direfluks pada suhu 100oC selama 24,34%, dan lignin 13,42%.
2 jam. Residu disaring sampai netral dan
dikeringkan (d). Residu sampel yang telah 3.1. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi
dikeringkan kemudian diabukan dengan Pelarut terhadap Densitas Bahan
furnace pada suhu 575 ± 25oC hingga
beratnya konstan. Abu yang didapat Penggunaan variasi pelarut asam dan
kemudian ditimbang (e). Perhitungan konsentrasi pelarut pada proses pretreat-
dilakukan menggunakan rumus: ment bertujuan untuk menentukan nilai
densitas terbaik pada sampel. Uji densitas
bc dilakukan dengan membagi nilai massa
Hemiselulosa (%) = 100 % (1)
a lignoselulosa terhadap nilai volume yang
didapat setelah pretreatment. Grafik
pengaruh variasi dan konsentrasi pelarut
cd
Selulosa (%) = 100 % (2) terhadap densitas serat batang ubi kayu
a ditunjukkan pada Gambar 2.
85
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
fosfat dengan konsentrasi 3% yang meng- serat selulosa sudah dipecah dengan cara
hasilkan densitas 0,833 g/ml. pretreatment menggunakan pelarut asam
fosfat 3%. Hasil ini menunjukkan bahwa
pretreatment dengan asam lemah sangat
mendorong perubahan morfologi dinding sel
tanaman dan mengurangi lignin secara
signifikan.
86
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
87
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
digunakan suhu pemanasan 175oC Puncak dengan intensitas kuat pada panjang
menghasilkan kadar lignin cukup rendah gelombang 3325,54 cm-1 yang terdapat
yaitu 2,23%. pada serat batang ubi kayu sebelum
pretreatment, 3326,69 cm-1 pada serat
Penurunan kandungan selulosa dan batang ubi kayu sesudah pretreatment dan
hemiselulosa disebabkan oleh degradasi 3333,80 cm-1 pada serat batang ubi kayu
melalui alkali atau yang disebut “peeling setelah delignifikasi menunjukkan gugus –
off”. Alkali dan temperatur tinggi OH dengan stretching vibration. Gugus –OH
menyebabkan dekomposisi hidrolitik pada pada kisaran panjang gelombang tersebut
ikatan glukosidik, dimana dekomposisi juga menunjukkan adanya ikatan hidrogen
hidrolitik ini disebabkan oleh asam. Pada intramolekular dan merupakan gugus utama
selulosa terdapat ikatan glukosidik yang pada selulosa, karena selulosa merupakan
dapat terputus oleh suatu reaksi rantai yang rantai panjang dari β glukosa (Lestari dkk.,
melibatkan radikal-radikal bebas. Akibatnya 2014). Terlihat perbedaan puncak serapan
pada pemasakan dengan temperatur tinggi gugus O-H pada serat batang ubi kayu
menggunakan alkali, ikatan glukosidik pada sebelum pretreatment dan serat batang ubi
hemiselulosa juga dapat terputus (Muladi, kayu setelah delignifikasi, dimana intensitas
2013). Peningkatan kandungan lignin yang serapan setelah delignifikasi lebih tajam
terjadi juga disebabkan oleh semakin lama yang menunjukkan adanya peningkatan
waktu pemasakan maka semakin banyak selulosa. Gugus C=C stretching vibration
monomer–monomer baru terbentuk akibat merupakan karakteristik dari kerangka lignin
pemecahan lignin. Monomer–monomer te- yang muncul di sekitar 1500 - 1700 cm-1.
rsebut bereaksi dengan polimer yang masih Puncak gugus ini pada serat batang ubi kayu
terkandung pada bahan selama pemasakan, sebelum pretreatment dan hasil setelah
sehingga menghasilkan suatu polimer baru pretreatment terjadi penurunan yang
atau lignin baru (Surest dan Satriawan, menunjukkan adanya penghilangan lignin
2010). selama proses pretreatment. Tetapi pada
hasil setelah delignifikasi puncak gugus C=C
3.5. Hasil Analisis Fourier Transform menjadi lebih kelihatan, hal ini terjadi
Infra Red (FTIR) pada Tahap karena adanya peningkatan lignin selama
Isolasi Selulosa proses delignifikasi.
Fourier Transform Infra Red (FTIR) sering Puncak pada bilangan gelombang 1740 cm-1
digunakan untuk menyelidiki struktur utama berhubungan dengan gugus C=O stretching
dan perubahan kimia pada lignoselulosa dari vibration yang melambangkan adanya
biomassa selama percobaan. Pada Gambar kehadiran hemiselulosa dan terjadinya
6, terdapat perubahan puncak-puncak yang penurunan puncak ini pada hasil setelah
muncul antara serat batang ubi kayu pretreatment dan setelah delignifikasi adalah
sebelum pretreatment, serat batang ubi hasil dari berkurangnya kadar hemiselulosa.
kayu setelah pretreatment dan serat batang
ubi kayu setelah delignifikasi.
Gambar 6. Spektrum FTIR serat batang ubi kayu awal, setelah swelling dan setelah delignifikasi
88
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
3.6. Hasil Analisis Fourier Transform sangat tajam (Widyaningsih dan Radiman,
Infra Red (FTIR) pada Tahap 2007).
Sintesis Selulosa Asetat
Gugus karbonil C=O pada spektrum selulosa
Hasil analisis FTIR terhadap produk selulosa asetat serat batang ubi kayu terletak pada
asetat diperlihatkan pada Gambar 7. Puncak daerah bilangan gelombang 1738,47 cm-1,
serapan khas dari selulosa asetat serat dimana pada selulosa asetat komersial
batang ubi kayu maupun selulosa asetat terletak pada bilangan gelombang 1744,87
komersial dapat dilihat pada Tabel 2. cm-1. Gugus ester C-O pada spektrum
Sebagai perbandingan, ditampilkan juga selulosa asetat serat batang ubi kayu
hasil pembacaan spektrum IR terhadap terletak pada daerah bilangan gelombang
produk selulosa asetat komersial (Gambar 1224,39 cm-1, dimana pada selulosa asetat
8). Dari perbandingan hasil FTIR, dapat komersial terletak pada bilangan gelombang
dilihat bahwa gugus fungsi yang dimiliki oleh 1232,72 cm-1. Serapan gugus lainnya ada
spektrum FTIR selulosa asetat serat batang pada bilangan gelombang 2952,43 cm-1
ubi kayu pada Gambar 7 menyerupai gugus yang menunjukkan vibrasi C-H stretch/ulur
fungsi yang dimiliki oleh spektrum FTIR pada dan bilangan gelombang 1371,31 cm-1 yang
selulosa asetat komersial pada Gambar 8. menunjukkan vibrasi C-H bending/tekuk,
Puncak serapan yang khas untuk selulosa sedangkan untuk selulosa asetat komersial
asetat adalah puncak serapan dari gugus terlihat pada bilangan gelombang 2944,99
karbonil C=O dan gugus ester C-O dari cm-1 dan 1369,59 cm-1.
gugus asetil, dimana puncak serapan ini
89
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
Jika hasil spektrum FTIR selulosa serat Dzikro, M., Darni, Y., Lismeri, L., Hanif, M.
batang ubi kayu setelah delignifikasi pada (2013) Cellulose acetate membrane
Gambar 6 dibandingkan dengan hasil synthesis of residual seaweed
selulosa asetat serat batang ubi kayu pada eucheuma spinosum, Seminar Nasional
Gambar 7, terlihat bahwa gugus O-H pada Sains & Teknologi V, Lembaga
bilangan gelombang 3333,80 cm-1 pada Penelitian Universitas Lampung,
selulosa digantikan dengan gugus asetil. Bandar Lampung, 19 – 20.
Intensitas puncak serapan gugus hidroksil
menurun, sedangkan intensitas puncak Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. (2005)
serapan gugus asetil meningkat. Hal ini Kimia Organik, dalam Pudjaatmaka,
menunjukkan bahwa selulosa telah berubah A.H., Edisi 3, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
menjadi selulosa asetat.
Gaol, M. R. L., Sitorus, R., Yanthi, S., Surya,
3.7. Analisis Kadar Asetil S., Manurung, R. (2013) Pembuatan
selulosa asetat dari α-selulosa tandan
Analisis kadar asetil bertujuan untuk kosong kelapa sawit, Jurnal Teknik
mengetahui jenis selulosa asetat yang Kimia USU, 2, 33 – 39.
dihasilkan, apakah termasuk monoasetat,
diasetat, atau triasetat. Penentuan kadar Lestari, P., Titi, N. H., Siti, H. I. L., Djagal,
asetil ini didasarkan pada reaksi saponifikasi, W. M. (2014) Pengembangan
yaitu reaksi antara basa dengan ester asetat Teknologi Pembuatan Biopolimer
membentuk sabun dan asam asetat Bernilai Ekonomi Tinggi dari Limbah
(Fessenden dan Fessenden, 2005). Pada Tanaman Jagung (Zea Mays) Untuk
penelitian ini, kadar asetil yang dihasilkan Industri Makanan: CMC (Carboxy
sebesar 41,01% dan termasuk jenis selulosa Methyl Cellulose), Universitas Gajah
diasetat. Mada, Yogyakarta.
90
Lia Lismeri dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 11, No. 2
Muladi, S. (2013) Teknologi Kimia Kayu Sumada, K., Tamara, P. E., Alqani, F. (2011)
Lanjutan, Diktat Kuliah, Universitas Isolation study of efficient α-cellulose
Mulawarman, Samarinda. from waste plant stem manihot
esculenta crantz, Jurnal Teknik Kimia,
Nurhayati dan Kusumawati, R. (2014) 5, 434 – 438.
Sintesis selulosa asetat dari limbah
pengolahan agar, JPB Perikanan, 9, Surest, A. H. dan Satriawan, D. (2010)
97–107. Pembuatan pulp dari batang rosella
dengan proses soda (konsentrasi
Octavia, S. (2008) Efektivitas kombinasi naoh, temperatur pemasakan dan
proses perendaman dengan amoniak lama pemasakan), Jurnal Teknik Kimia
dan asam pada pengolahan awal Universitas Sriwijaya, 17, 2 – 3.
biomassa sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol, Thesis, Institut Widayani, W. (2013) Kajian awal sintesis
Teknologi Bandung, Bandung. selulosa asetat dari residu rumput laut
eucheuma spinosum, Penelitian,
Oliveira, F.B., Bras, J., Pimenta, M.T.B., Universitas Lampung, Bandar
Curvelo, A.A.S., Belgacem, M. N. Lampung.
(2016) Production of cellulose
nanocrystals from sugarcane bagasse Widodo, L. U., Sumada, K., Pujiastuti, C.,
fibers and pith, Industrial Crops and Karaman, N. (2013) Pemisahan alpha-
Products, 93, 48-57 selulosa dari limbah batang ubi kayu
menggunakan larutan natrium hidrok-
Ma, X., Zheng, X., Yang, H., Wu, H., Cao, S., sida, Jurnal Teknik Kimia, 7, 43 – 47.
Huang, L. (2016) A perspective on
lignin effects on hemicelluloses Widyaningsih, S. dan Radiman, C. L. (2007)
dissolution for bamboo pretreatment, Pembuatan selulosa asetat dari pulp
Industrial Crops and Products, 94, kenaf (hibiscus cannabinus), Molekul,
117-121 2, 13 – 16.
Sukaton, E. (2004) Variasi proses pulping Yuanisa, A., Ulum, K., Wardani, A. K. (2015)
kraft dari jenis bambu petung Pretreatment lignoselulosa batang
(Dendrocalamus Asper Backer) kelapa sawit sebagai langkah awal
sebagai bahan baku pulp dan kertas, pembuatan bioetanol generasi kedua:
RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan Kajian Pustaka, Jurnal Pangan dan
Unmul, 9, 21 – 24. Agroindustri, 3, 1620 - 1626.
91