Anda di halaman 1dari 5

1.

Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida
karbonhidrat, dari beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen utama dalam
pembuatan kertas. Selulosa adalah senyawa organik penyusun utama dinding sel
dari tumbuhan. Adapun sifat dari selulosa adalah berbentuk senyawa berserat,
mempunyai tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air, dan pelarut organik.
Selulosa merupakan bagian utama susunan jaringan tanaman berkayu, bahan
tersebut terdapat juga pada tumbuhan perdu seperti paku, lumut, ganggang dan
jamur. Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu dalam industri kertas
dan produk turunan kertas lainnya.
Selulosa merupakan komponen penting dari kayu yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan kertas. Selulosa, oleh Casey (1960), didefinisikan sebagai
karbohidrat yang dalam porsi besar mengandung lapisan dinding sebagian besar
sel tumbuhan. Winarno (1997) menyebutkan bahwa selulosa merupakan serat-
serat panjang yang bersama hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur
jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Macdonald dan Franklin (1969)
menyebutkan bahwa selulosa adalah senyawa organik yang terdapat paling
banyak di dunia dan merupakan bagian dari kayu dan tumbuhan tingkat tinggi
lainnya. Fengel dan Wegener 1995 menyatakan bahwa selulosa terdapat pada
semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti
rumput laut, flagelata, dan bakteri.
Selulosa merupakan polisakarida dengan rumus kimia (C6H10O5)n.
Dalam hal ini adalah jumlah pengulangan unit gula atau derajat polimerisasi yang
harganya bervariasi berdasarkan sumber selulosa dan perlakuan yang diterimanya.
Kebanyakan serat untuk pembuatan pulp mempunyai harga derajat polimerisasi
600 – 1500. Selulosa terdapat pada sebagian besar dinding sel dan bagian-bagian
berkayu dari tumbuh-tumbuhan. Selulosa mempunyai peran yang menentukan
karakter serat dan memungkinkan penggunaannya dalam pembuatan kertas.
Dalam pembuatan pulp diharapkan serat-serat mempunyai kadar selulosa yang
tinggi.
Sifat-sifat bahan yang mengandung selulosa berhubungan dengan derajat
polimerisasi molekul selulosa. Berkurangnya berat molekul di bawah tingkat
tertentu akan menyebabkan berkurangnya ketangguhan. Serat selulosa
menunjukkan sejumlah sifat yang memenuhi kebutuhan pembuatan kertas.
Kesetimbangan terbaik sifat-sifat pembuatan kertas terjadi ketika kebanyakan
lignin tersisih dari serat. Ketangguhan serat terutama ditentukan oleh bahan
mentah dan proses yang digunakan dalam pembuatan pulp.
Selulosa merupakan unsur yang penting dalam proses pembuatan pulp.
Semakin banyak selulosa yang terkandung dalam pulp, maka semakin baik
kualitas pulp tersebut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka selulosa dapat
dibedakan atas tiga jenis yaitu:
 Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penentu
tingkat kemurnian selulosa. merupakan bentuk sesungguhnya yang telah
dikenal sebagai selulosa.
 Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 15-
90, dapat mengendap bila dinetralkan.
 Selulosa ɣ (Gamma Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut
dalam larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) kurang dari 15. Selain itu ada yang disebut Hemiselulosa dan
Holosellulosa yaitu:
 Hemisellulosa adalah polisakarida yang bukan sellulosa, jika dihidrolisis
akan menghasilkan D-manova, D-galaktosa, D-Xylosa, Larabinosa dan
asam Uronat.
 Holosellulosa adalah bagian dari serat yang bebas lignin, terdiri dari
campuran semua sellulosa dan hemisellulosa.
Alpha Selulosa sangat menentukan sifat ketahan kertas, semakin banyak
kadar alpha selulosanya menunjukkan semakin tahan lama kertas tersebut dan
memiliki sifat hidrofilik yang semakin besar pada gamma dan beta selulosa
daripada alpha selulosanya (Solechudin dan Wibisono, 2002).
Alpha Cellulose adalah bentuk yang digunakan untuk mendefinisikan
kandungan “true” cellulose dari material tumbuhan dalam bentuk kelarutan dalam
alkali. Bersama dengan beta dan gamma cellulose, alpha cellulose diperkenalkan
pertama kali oleh Cross dan Bevan sekitar tahun 1904.
Alpha cellulose bukan tipe struktur kimia namun lebih kepada porsi dari
cellulose tanaman yang tidak dapat larut dalam 17.5% NaOH pada 20 °C. Beta
cellulose adalah fraksi cellulose yang terlarut dalam 17.5% NaOH, namun
terpresipitasi ketika diasamkan. Umumnya dipercaya bahwa beta cellulose secara
nyata tidak terdapat dalam kayu, namun merupakan bentuk turunan dari produk
alpha cellulose selama pulping. Gamma cellulose adalah fraksi yang larut dalam
alkali dengan kepekatan seperti diatas dan tidak terpresipitasi melalui netralisasi.
Gamma cellulose dipercaya tidak terdapat secara nyata di kayu. Sebagai nilai
kasar, dalam kasus pulp dari kayu secara proses kimia, alpha cellulose
mengindikasikan jumlah dari normal cellulose, beta cellulose menunjukkan
ukuran alpha cellulose yang terdegradasi, dan gamma cellulose mengindikasikan
hemicelluloses alamiah.
Alpha cellulose biasanya ditentukan melalui metode gravimetric dimana
fraksi tidak terlarut dalam 17.5% NaOH disaring kemudian ditimbang. Beta dan
gamma cellulose bisa juga ditentukan melalui metode gravimetric, namun lebih
sulit karena bersifat gelatin. Uji empiris harus dilakukan dibawah kondisi
terkontrol secara hati-hati. Sample harus didisintegrasi sebelum treatment, dan
penimbangan residu kering harus dilakukan dengan sangat hati-hati,
menggunakan botol yang tertutup rapat karena alpha cellulose kering sangat
hidroskopis. Disisi lain, konsentrasi alkali, rasio alkali terhadap pulp, dan waktu
treatment tidak signifikan pengaruhnya dan dapat divariasi dalam batas uang
wajar tanpa mempengaruhi hasil.

2. Hemiselulosa
Morrison (1986) mendapatkan bahwa hemiselulosa lebih erat terikat
dengan lignin dibandingkan dengan selulosa, sehingga selulosa lebih mudah
dicerna dibandingkan dengan hemiselulosa. Jung (1989) melaporkan bahwa
perubahan kecernaan selulosa dan hemiselulosa diakibatkan oleh keberadaan
lignin yang berubah-ubah. Dikatakan pula bahwa kandungan lignin pada rumput
lebih tinggi dibandingkan dengan legum.
Hemiselulosa rantainya pendek dibandingkan selulosa dan merupakan
polimer campuran dari berbagal senyawa gula, seperti xilosa, arabinosa, dan
galaktosa. Selulosa alami umumnya kuat dan tidak mudah dihidrolisis karena
rantai glukosanya dilapisi oleh hemiselulosa dan di dalam jaringan kayu selulosa
terbenam dalam lignin membentuk bahan yang kita kenal sebagai lignoselulosa.

3. Lignin
Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman yang bersama
dengan sellulosa dan bahan-bahan serat Iainnya membentuk bagian struktural dan
sel tumbuhan. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat
komponen penyusun Iainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Berbeda
dengan sellulosa yangterutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk
dan gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri
dari 2-3 karbon. Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis
yang berupa fenol, terutama kresol.
Lignin adalah penyusun jaringan tumbuhan selain selulosa dan
hemiselulosa. Senyawa ini merupakan polimer aromatik dari phenilpropanoid,
hasil sintesa conyferyl, synaphyl, p-coumayl alkohol (Gold dan Alic, 1993).
Lignin adalah senyawa aromatik heteropolimer dan unit phenil-propanoid yang
memberikan kekuatan pada kayu dan rigiditas struktural pada jaringan tanaman
serta melindungi kayu dari serangan mikrobial dan hidrolitik (Saparrat et al.
2002).

4. Delignifikasi
Delignifikasi merupakan proses pembebasan lignin dari suatu senyawa
kompleks dan merupakan salah satu perlakuan pendahuluan yang dilakukan
dengan tujuan mempermudah proses hidrolisis. Proses ini penting dilakukan
sebelum hidrolisis bahan selutolik, sebab lignin merupakan dinding kokoh yang
melekat pada serat selulosa dan hemiselulosa sehingga suatu tanaman menjadi
keras dan dapat berdiri kokoh dan lignin dapat menghambat penetrasi asam atau
enzim sebelum hidrolisis berlangsung (Gunam, 2010).

5. Hidrolisis
Dalam proses hidrolisis rantai polisakarida tersebut dipecah menjadi
monosakarida-monosakarida (Kirk-Othmer, 1983). Hidrolisis meliputi proses
pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan
hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna pada
selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa
monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6) (Rohana, 2013).

Anda mungkin juga menyukai