Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Fraksionasi Biomassa
Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi

komponen utama penyusun biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin,


dengan tanpa banyak merusak ataupun mengubah ketiga komponen tersebut
menjadi senyawa lain. Selanjutnya hasil pemilahan tersebut dapat diolah dengan
berbagai proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai jual. Fraksionasi
biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih
murah dan relatif ramah lingkungan. Pelarutnya bisa direcorvery serta cocok
untuk proses skala menengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga
dikenal dengan organosolv proses yang menggunakan pelarut seperti alkohol,
asam organik, ester, fenol dan keton.
Proses

Biomassa

Padatan

Organosolv

Pelarut Organik

Selulosa

Cairan

Pemisahan Produk
dan

Lignin

Recorvery Pelarut

Hemiselulosa
Gambar 1.4 Skema Fraksionasi Biomassa

1.2

Pengenalan Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses


fotosintesis. Diantara sumber-sumber biomassa terbarukan seperti kayu contohnya
yaitu kayu jati, kayu mahoni, kayu cendana dan sebagainya, bukan kayu
contohnya rumput, pelepah sawit, ubi, limbah pertanian, jerami, gandum, ampas
tebu, batang dan tongkol jagung adalah contoh biomassa yang dapat diolah
menjadi energi dandapat menjadi obyek dari penelitian yang penting agar dapat
memenuhi kebutuhan manusia.
Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh penggunaan biomassa secara langsung yaitu menggunakan kayu sebagai
kayu bakar, sedang penggunaan biomassa secara tidak langsung yaitu penggunaan
kertas dalam kehidupan sehari-hari. Kayu terlebih dahulu diproses untuk menjadi
kertas.
1.3 Komponen Kimiawi Biomassa
Didalam biomassa terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Oleh karena itu biomassa sering disebut sebagai
bahan berlignoselulosa.
1.3.1

Selulosa

Selulosa adalah komponen utama kayu, kira-kira 40 50 % kayu kering. Selulosa


merupakan polimer linier yang tersusun atas unit-unit -(1,4)-glikosida dengan
berbagai ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekular, yang ditunjukkan oleh
Gambar 1.1 (Zhang, et al, 2015).

Gambar 1.1 Struktur selulosa (Ibrahim, 1998).


Struktur

selulosa

membentuk

ikatan

hidrogen

intramolekul

dan

antarmolekul antara kelompok OH dalam rantai selulosa yang sama dan rantai
selulosa sekitarnya, rantai selulosa yang terbentuk cenderung paralel dan
membentuk struktur supramolekul kristal. Kemudian, rantai selulosa linear (dalam
arah longitudinal) membentuk mikrofibril yang berorientasi dalam struktur
dinding sel (Ibrahim, 1998).
1.3.1

Hemiselulosa
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang

dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa relatif
mudah

dihidrolisis

oleh

asam

menjadi

komponen-komponen

monomer

hemiselulosa terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa, Larabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa di samping menjadi asam D-glukuronat,
asam

4-O-metil-D-glukuronat,

dan

asam

D-galakturonat.

Kebanyakan

hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200 (Sjstrm, 1993).


Hemiselulosa mempunyai rantai polimer yang pendek dan tak berbentuk, oleh
karena itu sebagian besar dapat larut dalam air. Rantai utama dari hemiselulosa
dapat berupa homopolimer (umumnya terdiri dari satu jenis gula yang berulang)
atau juga berupa heteropolimer (campurannya beberapa jenis gula) (Ibrahim,
1998).

Gambar 1.2 Struktur unit-unit penyusun hemiselulosa (Ibrahim, 1998)


Hemiselulosa yang terkandung pada hardwood utamanya adalah xilan (15
30%) yang terdiri atas unit-unit xilosa yang dihubungkan oleh ikatan -(1,4)glikosida dengan percabangan berupa unit asam 4-0-methylglucuronic dan ikatan
-(1,2)-glikosida. Gugus O-asetil terkadang menggantikan gugus OH pada posisi
C2

dan

C3.

Pada

softwood

kandungan

hemiselulosa

terbesar

adalah

galaktoglukomanan (15 20%) , xilan (7 10%), dan gugus asetil. Xilan pada
softwood memiliki cabang berupa unit arabiofuranosa yang dihubungkan oleh
ikatan -(1,3)-glikosida (Ibrahim, 1998).
1.3.3

Lignin
Lignin merupakan polimer dari subunit aromatik yang berasal dari

fenilalanin. lignin berfungsi sebagai matriks komponen polisakarida yang terdapat


pada dinding sel tumbuhan, memberikan kekakuan dan kekuatan tekanan serta
membentuk dinding hidrofobik dan kedap air. kayu memiliki kandungan lignin
sebesar 15-36% berat kering kayu. Oleh karena itu Lignin merupakan salah satu

polimer alami yang paling melimpah di dunia, bersama dengan selulosa dan kitin
(Whetten dan Sederoff, 1995). Unit-unit pembentuk lignin terdiri dari p-koumaril
alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol yang merupakan senyawa induk
pembentuk makromolekul lignin dan terikat satu sama lain baik dengan ikatan
ester maupun dengan ikatan karbon seperti yang ditampilkan dalam Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Struktur Lignin (wikipedia)


Lignin dapat diisolasi dari kayu dengan cara hidrolisis dan diekstrak dari
kayu sebagai residu yang larut setelah proses hidrolisis polisakarida dengan asam
sulfat 72%. Asam lain dapat digunakan juga untuk hidrolisis, tetapi metode ini
memiliki kelemahan yang menyebabkan struktur lignin berubah selama hidrolisis.
Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam dinding sel yaitu pada bagian lamela
tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan di dinding sekunder (Sjostrom,
1993).
Distribusi lignin di dalam dinding sel dan kandungan lignin bagian pohon
yang berbeda tidak sama. Contohnya yaitu kandungan lignin yang tinggi adalah
khas untuk bagian batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling dalam
untuk cabang kayu lunak, kulit, dan kayu tekan. Umumnya pada penggunaan
5

kayu, lignin digunakan sebagai bagianintegral kayu. Dalam pembuatan pulp dan
pengelantangan, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan
berubah, serta merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tahun di
seluruh dunia yang sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi (Fengel dan
Wegener, 1995).
Pada industri pulp dan kertas, lignin dipisahkan dari selulosa untuk
menghasilkan pulp. Lignin memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap
pulp, yaitu warna maupun sifat fisik pulp, lamanya waktu penggilingan pulp
berbanding terbalik dengan jumlah lignin yang dikandung oleh pulp. Apabila pulp
mengandung kadar lignin tinggi akan sukar digiling dan menghasilkan lembaran
dengan kekuatan rendah (Sjostrom, 1993).

Tabel 1.1 Sifat Kimia Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin


No.

Selulosa

Tidak larut dalam air

Larut dalam larutan asam


pekat, seperti H2SO4 72%,
HCl 40%, atau 85% H3PO4.
terhidrolisis lebih cepat pada
temperatur yang lebih tinggi

Tidak larut dalam asam


organik

Hemiselulosa

Lignin

Sedikit larut dalam


air
Larut dan
terhidrolisis dalam
asam mineral

Tidak larut dalam


air
Tidak larut dalam
asam mineral kuat

Larut dan
terhidrolisis dalam
asam organik pekat

Larut parsial
dalam berbagai
senyawa organik
Teroksigenasi

Tidak larut dalam larutan


alkali hidroksida. Larutan
alkali hidroksida
menggembungkan selulosa
berberat molekul rendah

Larut dalam larutan


alkali

Larut dalam
larutan alkali
encer

1.3 Proses Organosolv


Proses pembuatan pulp secara komersial (kraft dan teknologi sulfit)
menghasilkan pulp berkualitas tinggi, tetapi fraksi seperti lignin dan hemiselulosa
( berat sekitar 50% dari berat kering kayu) sering terbuang atau pemanfaatannya
belum optimal seperti sebagai sumber energi.
Proses organosolv didasarkan pada treatment biomassa
dengan pelarut organik pada suhu yang tinggi. Pelarut yang
umum digunakan adalah etanol, metanol, aseton dan asam
organik seperti asam asetat dan asam format atau kombinasinya.
Organosolv

pada

proses

delignifikasi

lignoselulosa

dengan

pelarut organik berfungsi sebagai ekstraksi lignin, sedangkan


hemiselulosa tersebut depolymerized melalui hidrolisis asamkatalis. Selain itu proses organosolv memberikan beberapa
keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan
tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah,
tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap
lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan)
berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi
(De wild et al,2015)
Fraksionasi dengan proses organosolv dapat dioperasikan pada hampir
semua bahan baku untuk menghasilkan komponen utama dari jaringan tumbuhan
(selulosa, hemiselulosa dan lignin) dalam bentuk yang lebih baik. Pada tabel 1.1
ditampilkan hasil fraksionasi biomassa dengan berbagai macam umpan biomassa
dan kondisi operasi tertentu.

Tabel 1.1 Hasil Percobaan Fraksionasi Biomassa dengan Berbagai Umpan dan
Kondisi Proses
Feed Stock

Organosol
v Solvent

Dhaincha,
kash and
Banana
stem

70%, 80%,
90%
Formic
acid

Beech

80%
formic
acid
70-98%
formic
acid
formic
acid-acetic
acid- H2O
(30/60/10)
88%
formic
acid

Rice straw

Wheat
straw

Zhangs

Pulping
Temperatur
e
80oC

Cookin
g Time

Pulp
Yield
(%)
52,962,1

HemicelluloseD
egradation (%)

Delignificati
on (%)

50-60

75-83

110-130oC

180
min

45- 50

85-95

80-90

90- 115oC

32,169,8

72-85

85-90

85oC

30120
min
4 hours

47,2

76,5

94,1

60oC

8 hours

85

70

60120
min

(Sumber : Zhang et al.,2008)

1.3.1 Proses Acetosolv


Proses Acetosolv menggunakan asam asetat dengan kadar
(70-90% berat) dan dicampur dengan penambahan sejumlah
kecil asam klorida (biasanya 0,1-0,2% berat) yang memberikan
kontribusi untuk meningkatkan delignifikasi melalui hidrolisis
parsial dan solubilisasi dari hemiselulosa dan lignin. Ketika
variabel

pulp

secara

tepat,

pulp

yang

dihasilkan

dapat

menghasilkan lignin yang sedikit dan meninggalkan residu padat


dengan kandungan selulosa tinggi (Ferrer, 2013).

1.3.2 Proses Formacell


Formacell dikembangkan dari proses Acetosolv. Ini adalah pendekatan
pembuatan pulp organosolv di mana campuran asam format, asam asetat dan air
digunakan sebagai bahan pemasak. Formacell diaplikasikan untuk jenis kayu
beech, pinus dan kayu poplar, menghasilkan pulp dengan sejumlah Kappa kecil
(Rodrguez and Jimnez, 2007).
Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut
organik, asam formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia
untuk fraksionasi biomassa. Proses fraksionasi biomassa dengan
pelarut asam formiat ditunjukkan pada Gambar 1.4 selama
terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat,
lignin larut ke dalam cairan hitam karena terjadi

pembelahan

lignin o-4 obligasi, sementara hemiselulosa terdegradasi


menjadi mono-dan oligosakarida, meninggalkan padatan selulosa
dalam

residu.

mengendap

Ketika

air

ditambahkan

danmemisahkan

dari

ke

cairan,

cairanhitam.

lignin
Setelah

menghasilkan pulp, asam formiat dapat direcycle dengan proses


distilasi untuk digunakan kembali.

Gambar 1.4 Prosedur Fraksionasi Lignoselulosa oleh Asam Formiat dengan


Recycle Pelarut (Zhang, et al, 2009)
1.3.3

Ester Pulping

Kayu dimasak pada suhu tinggi (sampai dengan 200 oC) dengan pelarut
berupa air, ethyl acetate, dan asam asetat dengan komposisi yang sama. Ester
pulping ini dianggap memiliki keunggulan dalam recovery bahan kimianya. Tetapi
sampai saat ini proses ester pulping belum dikembangkan lebih lanjut.
Proses pembuatan pulp ester, yang dipatenkan oleh Young dan Baierl,
menggunakan campuran air, asam asetat (katalis) dan etil asetat (dimaksudkan
untuk menghilangkan lignin terfragmentasi oleh hidrolisis) sebagai pemasak
liquor. Proses ini cocok untuk kayu poplar, tetapi tidak untuk kayu (eucalyptus,
oak merah) atau kayu lunak (pinus, cemara). Kualitas pulp poplar yang diperoleh
adalah di antara yang sulfit pulp dan pulp kraft (Rodrguez and Jimnez, 2007).
Young, et al, (1987) telah mengadakan penelitian proses pulping ester.
Bahan kimia yang digunakan adalah campuran antara asam asetat, etilasetat dan
air pada temperatur 170-200 C dan waktu pemasakan antara 0,5 - 2 jam.
Keuntungan proses pulping ester adalah proses pengambilan bahan kimia bekas
pemasak relatif lebih mudah dan dapat dilakukan dengan cara destilasi.
Disamping itu proses isolasi ligninnya juga relatif mudah jika dibandingkan
dengan lignin kraft.
1.3.4

Proses Milox
Proses Milox menggunakan asam peroxyformic yang terbentuk secara

spontan pada pencampuran 80% asam format dengan hidrogen peroksida. Proses
ini terutama efektif untuk delignifikasi kayu birch menggunakan tiga langkah,
yaitu: treatment dengan asam peroxyformic pada suhu 80 C, treatment dengan
asam format pada suhu 100 C dan pemutihan dengan hidrogen peroksida untuk
mendapatkan pulp dengan 90% brightness ISO. pulp yang dihasilkan memiliki
sifat yang hamper sama dengan pulp kraft. Kelemahan proses ini adalah hasil
penyulingan pelarut digunakan kembali menghasilkan asam format dan air dengan
konsentrasi 78% (Rodrguez and Jimnez, 2007).
1.4

Delignifikasi
Delignifikasi merupakan proses pelarutan lignin dalam asam organik yang

bertujuan untuk menghapus sebagian besar lignin dan untuk mendapatkan serat

10

untuk memproduksi pulp. Tidak ada metode pembuatan pulp yang dapat
menghapus semua lignin dalam tahap pembuatan pulp. Oleh karena itu, setelah
proses delignifikasi masih terdapat beberapa persen lignin yang tersisa dalam
pulp. Jumlah lignin yang tersisa dalam pulp diperkirakan dengan menentukan
jumlah kappa dari pulp (Casey, 1980).
Delignifikasi terjadi karena

putusnya

ikatan

-aril

eter

dalam

makromolekul lignin. Ikatan -aril eter merupakan pengikat rantai-rantai polimer


lignin pada makromolekul lignoselulosa padatannya. Pemutusan ikatan lignin
tersebut disebabkan oleh adanya ion hidrogen (H+) yang berasal dari cairan
pemasak, sehingga lignin yang lepas dari makromolekul lignoselulosa dapat larut
dalam larutan pemasak (Sarkanen, 1990).
Keberhasilan proses delignifikasi ditunjukkan oleh derajat delignifikasi
dan

selektivitas

fraksionasi.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

proses

delignifikasi antara lain konsentrasi asam organik, nisbah cairan-padatan dan


waktu reaksi.
1.6

Produk Turunan Biomassa


Untuk mendapatkan berbagai macam produk turunan maka biomassa

harus dipilah dari komponen penyusunnya. Pemilahan komponen penyusun


biomassa dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya yaitu metode
fraksionasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pelarut organik yang
mampu memilah biomassa secara secara selektif menjadi selulosa, hemiselulosa,
dan lignin, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku sejumlah produk.
Beberapa pelarut organik yang digunakan sebagai media fraksionasi biomassa
adalah alkohol, asam organik, amina, keton, ester, fenol, dan turunan fenol.
Adapun produk turunan biomassa dapat dilihat pada Gambar 1.5

11

Hidroksimetil Furfural
Dehidrasi
Furfural

Hidrogenolisis
Glikol
Silitol
Gula Hemiselulosa

Hidrogenasi
Sorbitol
Ragi Torula

Hemiselulosa

Fermentasi
Gliserol
Aseton
Etanol
Kertas

Biomassa (lignoselulosa))

Selulosa

Serat
Bahan Kimia selulosa

Film
Bahan Peledak
Polimer
Bahan Bakar

Pirolisis atau Hidrogenolisis


Lignin
Oksidasi

Fenol
Vanilin
Fenol

Sulfonasi

Dispersan

Gambar1.5 Pohon Industri Fraksionasi Biomassa

12

DAFTAR PUSTAKA
Casey JP. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. 2rd edition
Vol. I A. New York: Willey Interscience Publisher.
De wild P.J, Huijgen W.J.J, Van der Linden R, Den Uil H, Snelders J, Mlayah B.B.
2015. Organosolv fractionation of lignocellulosic biomass for an integrated
biorefinery. ECN.
Ferrer A, Vega A, Rodriguez A, Jimenez L. 2013. Acetosolv pulping for the
fractionation of empty fruit bunches from palm oil industry. University of
Crdoba, Spain.
Ibrahim M. 1998. Clean Fractionation of Biomass - Steam Explosion and
Extraction, Faculty of The Virginia Polytechnic Institute and State
University.
Rodrguez A, and Jimnez L. 2007. Pulping with Organic Solvents other than
Alcohols. University de Crdoba, Spain.
Sarkanen, K. S., 1990, Chemistry of Solvent Pulping, Tappi Journal.
Sjstrm E. 1981. Wood chemistry, fundamentals and applications. London:
Academic press.
Whetten R and Sederoff R. 1995. Lignin Biosynthesis. Department of Forestry,
North Carolina State University, Raleigh, North Carolina.
Young R. A, Fredman T, Keith T and Nelson X. 1987. Pulping of Wood with
Organic Acid und Esters, Fourth International Symposium on Wood and
Pulping Chemistry, Paris.
Zhang M, Qi W, Liu R, Su R, Wu, He Z. 2008. Fractionating lignocellulose by
formic acid: Characterization of major components. School of Chemical
Engineering and Technology, Tianjin University.
Zhang P, Dong S. J, Ma H, Zhang B. X, Wang Y. F. 2015. Fractionation of corn
stover into cellulose, hemicellulose and ligninusing a series of ionic liquids.
Northeast Agricultural University, China.

13

Anda mungkin juga menyukai