Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Perkembangan peradaban masyarakat yang mengeksploitasi sumber
daya alam secara berlebihan dan disertai dengan perusakan lingkungan yang
serius bukanlah sebuah fenomena baru. Mengatasi risiko tersebut, masyarakat
harus mulai mempersiapkan transisi dari pembangunan yang didasarkan pada
sumber daya alam non-terbarukan, menuju sumber daya alam yang terbarukan
agar tidak lagi bergantung pada sumber fosil. Biomassa merupakan solusi yang
paling tepat untuk produksi energi yang berkelanjutan (Villaverdeet al, 2010).
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintetik baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja
dan kotoran ternak. Biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan
bakar). Pada umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa
yang nilai ekonomisnya rendah atau limbah setelah diambil produk primernya.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Di
Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan
berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain.
Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, biomassa juga diekspor
dan menjadi penghasil tambahan devisa negara (sa’adah, 2010).
Pemanfaatan biomassa sebagai sumber bahan baku kimia atau energi
menjadi sangat menarik untuk dikembangkan dalam sistem industri. Dengan
demikian, konsep pemanfaatan biomassa akan menjadi lebih berdaya guna jika
dalam metode pengolahannya juga mampu meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan. Biomassa umumnya dapat dibudidayakan menjadi suatu
sumber daya yang terbarukan. Sehingga dapat menjadi solusi terhadap sumber
daya alam yang terus berkurang.

9
Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan
biomassa yang dianggap mampu memberikan hasil maksimal serta mampu
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan baku
yang berharga murah dan pemakaian proses ramah lingkungan tentu akan
mendorong terbentuknya suatu sistem industri yang lebih handal (Jenny, 1994).

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana komponen biomassa ?
2. Bagaimana prinsip proses organosolv pulping?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui komponen apa saja yang ada di biomassa.
2. Untuk mengetahui prinsip dari proses organosolv pulping.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biomassa
Biomassa adalah massa atau bahan yang dihasilkan dari proses
fotosintesis tumbuhan dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui.
Biomassa tersedia dan tersebar luas di alam, mulai dari kayu-kayuan, rumput-
rumputan sampai limbah pertanian. Biomassa atau juga di kenal dengan
lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer karbohidrat (selulosa
dan hemiselulosa), lignin, ekstraktif dan abu. Kadang-kadang disebutkan
holoselulosa, istilah ini digunakan untuk menyebutkan total karbohidrat yang
dikandung di dalam biomassa dan meliputi selulosa dan hemiselulosa.
Biomassa sebagai energi sekarang diperlukan untuk menggantikan sumber
energi tidak terbarukan dunia yang jumlahnya sangat terbatas dan untuk
mengurangi emisi gas-gas yang menyebabkan global warming. Bahan bakar cair
seperti bioetanol `mempunyai emisi lebih rendah, biodegradable dan dianggap
ramah terhadap lingkungan. Bioetanol dihasilkan dengan bantuan mikroorganisme
dengan mengubah karbohidrat yang dapat difermentasi seperti gula tebu, sereal,
sekam padi, daun jagung, batang sorghum, tongkol jagung atau limbah industri
makanan, karena jenis limbah-limbah ini banyak dijumpai di Indonesia. Pada
proses konvensional untuk menghasilkan bioetanol biasanya menggunakan
komponenkomponen biomassa gula dan pati.

2.2. Komponen Utama Biomassa


a. Selulosa
Selulosa adalah polimer glukosa yang tidak bercabang. Bentuk polimer
ini memungkinkan selulosa saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat
yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glukan di
dalam polimer disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa
tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 – 27000 unit
glukan. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam
atau enzim, selanjutnya difermentasi menjadi etanol (Isroi, 2008).

9
Selulosa dapat larut dalam asam pekat (seperti asam sulfat 72%) yang
mengakibatkan terjadinya pemecahan rantai selulosa secara hidrolisis. Hidrolisis
selulosa ini dapat terhalang oleh lignin dan hemiselulosa yang ada di sekitar
selulosa. Namun laju hidrolisis selulosa akan meningkat seiring kenaikan
temperatur dan tekanan (Villaverdeet al, 2010).
Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n. Sangat sukar untuk
mengukur massa molekul nisbi selulosa, karena tidak banyak pelarut untuk
selulosa, selulosa sangat cenderung terombak selama proses dan cukup rumit
menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Selulosa dibangun oleh
rangkaian glukosa yang tersambung melalui - β - 1,4

Gambar 1.1 Struktur Selulosa (Villaverdeet al, 2010)


b. Hemiselulosa
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang
terbentuk jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa
yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida.
hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel dan
mempunyai derajat polimerisari 50-200 unit Hemiselulosa relatif sangat mudah
dihidrolisis oleh asam menjadi komponen monomer-monomernya, yang terdiri
dari D-Glukosa, D-manosa, D-galaktos, D-xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil
L-ramnosa. Hemiselulosa banyak terdapat dalam kayu keras dan kayu lunak.
Hemiselulosa yang terdapat didalam kayu keras adalah Gelaktoglukomanan,
Arabinoglukuronoxilan, Arabinogalaktan, sedangkan hemiselulosa pada kayu
keras adalah Glukonoxilan, Glukomanan (Isroi, 2008).
Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar
antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah

9
dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi
etanol daripada gula C-6 (Isroi, 2008).

Gambar 1.2 Stuktur Hemiselulosa (Isroi, 2008)

c. Lignin
Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane
yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling
kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara
biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi
dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan
energi yang tinggi (Isroi, 2008).

Gambar 1.3 Struktur Lignin.


2.3. Fraksionasi Biomassa
Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut yang organik telah banyak
dikembangkan, karena lebih murah dan relatif ramah lingkungan, pelarutnya bisa
di recovery serta cocok untuk proses skala menengah. Fraksionasi biomassa
dengan pelarut organik juga dikenal dengan proses organosolv. Pelarut organik
yang digunakan seperti alkohol, asam organik, ester, fenol, dan keton. Proses
organosolv juga telah menjadi salah satu proses alternatif dalam pembuatan pulp
yang lebih ramah lingkungan dan dikenal dengan organosolv pulping.
Pada proses fraksionassi biomassa dengan pelarut organik, proses
delignifikasi dan proses hidrolisis polisakarida (terutama pada hemiselulosa) bisa

9
terjadi secara serempak dalam suatu tahapan proses. Pelarut organik yang sering
digunakan sebagai media fraksionasi biomassa adalah asam asetat dan asam
format. Kelebihan asam asetat dan asam format adalah:
1. Proses fraksionassi bisa dilakukan pada tekanan atmosfer
2. Dapat dilakukan dengan ataupun tanpa katalis
3. Sesuai untuk berbagai sumber biomassa
4. Memiliki selektifitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan
mempertahankan selulosa terdegradasi.
5. Produk yang dihasilkan relatif ramah lingkungan.

2.4. Delignifikasi
Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses ini
terjadi karena putusnya ikatan ester dalam makromolekul lignin. Delignifikasi
dapat terjadi dengan merombak dan melarutkan lignin yang terkandung dalam
kulit buah. Ikatan lignin-selulosa dapat diputus oleh ligninase seperti lignin
peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan laccase. Enzim LiP dan MnP
dihasilkan oleh beberapa organisme termasuk diantaranya oleh P.chrysosporium.
Selama proses fraksionasi berlangsung, hidrolisis polisakarida juga
terjadi secara bersamaan dengan proses delignifikasi. Hidrolisis terhadap
polisakarida diharapkan hanya terjadi pada hemiselulosa, sehingga menghasilkan
produk padatan yang kaya selulosa. Produk hidrolisis hemiselulosa terdapat dalam
cairan pemasak dan dapat direcovery setelah dipisahkan dari larutan organik dan
lignin yang berhasil disisihkan dari biomassa.

2.5. Organosolv Pulping


a. Proses Organosolv
Pembuatan biomassa secara efisien dapat dilakukan dengan menerapkan
konsep”biomass refining ”yaitu pemrosesan dengan menggunakan pelarut organik
(organosolve process). Prinsipnya adalah melakukan fraksionasi biomassa
menjadi komponen-komponen utama penyusunnya (selulosa, hemiselulosa, dan
lignin) tanpa banyak merusak ataupun mengubahnya, serta dapat diolah lebih
lanjut menjadi produk yang dapat dipasarkan. Fraksionasi biomassa menggunakan
pelarut organik yang telah menjadi suatu metode alternatif bagi proses-proses

9
konvensional dalam pembuatan pulp, yang lebih dikenal dengan organosolve
pulping. (Jenny, 1994).
Menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan
yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat teratasi, karena proses
organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu:
1. Yield pulp yang dihasilkan tinggi
2. Daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah
3. Tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan
4. Dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan
hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi
5. Dapat mengurangi biaya produksi secara ekonomis
6. Dapat dioperasikan pada kapasitas kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.
Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan
pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai
macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini
adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan
bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan
proses organocell (menggunakan metanol).
b. Proses Acetosolv
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses
acetosolv. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa
keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan
hanya dengan metode penguapan dan nilai hasil daur ulangnya jauh lebih mahal
dibanding dengan hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan dari proses acetosolv
adalah bahan pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya
proses pembakaran bahan bekas pemasak. Selain itu, proses ini dapat dilakukan
tanpa menggunakan bahan-bahan organik.(Isroi, 2008).
Proses alcell telah dikembangkan pada industri di beberapa negara
misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai
diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell
yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti

9
mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, menghasilkan yield
yang tinggi, dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik. (Isroi, 2008)
c. Proses Formacell
Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik, asam
formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi biomassa.
Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat, lignin larut
ke dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin -o-4 obligasi, sementara
hemiselulosa terdegradasi menjadi mono- dan oligosakarida, meninggalkan
padatan selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin
mengendap dan memisahkan dari cairan hitam. Setelah menghasilkan pulp, asam
formiat dapat direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali.
Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi 60-
90%, dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80oC asam formiat
kurang reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan pada
temperatur 107-110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin sehingga proses
delignifikasi berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis terhadap polisakarida
juga terjadi terutama terhadap hemiselulosa dan selulosa.
Asam formiat sebagai pelarut memiiki memiliki beberapa kelebihan,
antara lain:
a. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperature dan tekanan yang
relatif rendah
b. Dapat dilakukan pada temperature yang rendah
c. Cocok untuk banyak sumber biomassa
d. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan
mempertahankan selulosa

9
DAFTAR PUSTAKA

Isroi. 2008. Karakteristik Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Bioetanol. http://


karyailmiah.um.acc.id/index.php/kimia/kimia/artikel/viewfile/3444/1232.
(Diakses pada tanggal 13 Februari 2020)
Jenny. 1994. Frakisonasi Serat Kertas Bekas. Bogor. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor
Sa’adah. 2010.”Produksi Enzim Selulosa oleh bakteri Aspergillus niger”.
http://eprints.undip.ac.id/13064/1/BAB_I_-_V.pdf. (Diakses pada tanggal
12 Februari 2020).
Villaverde, J.J., P.Ligero, A.Vega, 2010, Formit and acetic acid as agents for a
cleaner fractionation of miscanthus. Journal of Cleaner Production.
18:395-401

9
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Biomassa memiliki komponen utama yaitu selulosa, hemi selulosa dan
lignin
2. Prinsip proses organosolv pulping adalah melakukan fraksionasi biomassa
menjadi komponen-komponen utama penyusunnya yaitu seperti selulosa,
hemiselulosa, dan lignin tanpa banyak merusak ataupun mengubahnya,
serta dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang dapat dipasarkan.
Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik yang telah menjadi
suatu metode alternatif bagi proses-proses konvensional dalam pembuatan
pulp, yang lebih dikenal dengan organosolve pulping.

9
MAKALAH

TEKNOLOGI PULP AND PAPER

FRAKSIONASI BIOMASSA

Nama: Leni Wulandari

Nim: 03031381722110

Dosen Pengampuh : Ir.Pamilia Coniwati, M.T.

Jurusan Teknik Kimia


Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya Palembang
2020

9
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat serta karunianya saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul“ Fraksionasi Biomassa” dan saya juga berterima kasih pada Ibu Pamilia
coniwati selaku Dosen mata kuliah “Teknologi pulp and kertas” yang telah
memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang industri kertas. saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 12 Febuari 2020

Penyusun

9
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i

Daftar Isi………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… ...2
1.3 Tujuan Makalah……………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biomassa………………………….. ……………………..3

2.2 Komponen Utama Biomassa………………………………………….3

2.3 Fraksionasi Biomassa…………………………………………………5

2.4 Delignifikasi…………………………………………………………..6

2.5 Organosolv Pulping…………………………………………………..6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………....9

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai