Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN AGROFUEL SWITCHGRASS (Panicum virgatum) SEBAGAI PENGHASIL BIOFUEL

OLEH: Nama : Damar Mahardhika Ahmad NIM : H0709025 Kelas : AGT-B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Pendahuluan
Dalam dua dekade terakhir kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Tidak bisa dipungkiri hal ini disebabkan semakin meningkatnya pertumbuhan populasi manusia di berbagai belahan dunia yang juga diikuti kebutuhan akan bahan bakar yang meningkat secara eksponensial. Bahan bakar, yang dalam hal ini merupakan hasil pengolahan minyak bumi merupakan sumberdaya yang krusial keberadaannya namun disisi lain merupakan sumberdaya alam yang terbatas. Dimana dibutuhkan dalam berbagai lini kehidupan terutama pada negara-negara berkembang, dimana bahan bakar fosil ini menjadi sangat dibutuhkan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadinya krisis energi di masa mendatang, tidak lain disebabkan menipisnya cadangan minyak bumi yang terkandung di dalam perut bumi. Meski menjadi kebutuhan dan sangat penting keberadaannya, bahan bakar fosil ini layaknya pedang bermata dua. Polutan yang dihasilkan berupa gas karbon menjadi salah satu pemicu terjadinya pemanasan global. Polusi ataupun residu yang diakibatkan hasil pembakaran dari olahan minyak bumi ini menjadi permasalahan yang cukup menyita perhatian negara-negara di dunia terutama negara maju yang mulai memikirkan alternatif dan memanfaatkan energi hijau/energi bersih yang tidak akan menimbulkan polusi yang berarti. Solusi yang didapatkan melalui hasil riset yang cukup panjang berupa bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan hasil olahan secara bio-kimia yang dikenal sebagai biofuel. Biofuel diperoleh dari pembentukan bioethanol yangmana hasil dari pemrosesan biomasa tanaman-tanaman tertentu yang disebut sebagai bioenergy crop. Dari sekian banyaknya spesies bioenergy crop, salah satunya merupakan switchgrass atau Panicum virgatum. Switchgrass menjadi objek utama pembahasan dalam makalah ini tidak lain karena memiliki berbagai keunggulan yang salah satunya karena sebagai jenis rumput-rumputan yang mana sangat presisten dan mudah untuk dibudidayakan untuk diambil manfaatnya. Untuk lebih jelasnya akan dibahas lebih lengkap pada puin berikutnya.

Pembahasan
Produksi bioetanol dari tanaman energy telah menjadi hal yang umum dilakukan belum lama ini karena hal hal seperti global warming, ajakan menuju ecofriendly life serta krisis bahan bakar fosil telah menjadi isu isu global yang sering kita dengar. Juga, permasalahan yang ditimbulkan dari bahan bakar fosil tak kunjung selesai yang setiap harinya ikut berperan dalam peningkatan emisi karbon. Maka, bahan bakar alternative yang selain dari resource yang tak terbatas juga ramah lingkungan menjadi penting keberadaannya. Tidak seperti bahan bakar fosil yang berasal dari jasad makhluk hidup yang telah lama terkubur dan termetamorfosis oleh organisme biologis, biofuels (juga disebut sebagai agrofuel) diperoleh dari jasad yang masih baru atau organisme hidup, atau dengan kata lain dari biomassa atau limbah organik. Untuk memperoleh biofuel diperlukan proses fermentasi untuk merubah biomasa lignoselulosa menjadi etanol yang berasal dari bahan bahan mentah berupa limbah pertanian, kehutanan, sisa kertas ataupun berasal dari sisa tanaman penghasil energy lainnya. Dalam memperoleh bahan mentah hanya dibutuhkan sedikit biaya mengingat bahan mentah didapatkan dari sisa produksi pertanaian yang tidak terpakai namun proses pengubahan biomasa lignoselulosa menjadi etanol yang tidak efektif dapat memakan biaya yang cukup besar. Switchgrass (Panicum virgatum) merupakan tanaman C4 perennial yang berkembang dipenjuru Amerika utara menjadi beberapa populasi yang divergen. Spesies ini pada 50 tahun terakhir telah diadopsi menjadi tanaman budidaya yang mulanya sebagai pakan ternak. Switchgrass memiliki potensi yang baru ditemukan akhir-akhir ini sebagai biofuel. Kelebihan dari switchgarass sebagai energy crop adalah pertumbuhannya yang sangat cepat, sangat adaptif serta hasil produksi atau panen yang tinggi. Kelebihan lainnya dari switchgrass yakni mampu dipanen menggunakan peralatan konvensional, baik setiap musim atau tidak selama 10 tahun atau lebih sebelum dibutuhkan untuk replanting dan mampu mencapai kedalaman tanah untuk memperoleh air dan penggunaan air yang sangat efisien. Seperti yang telah disebutkan, switchgrass menunjukkan diversitas yang sangat tinggi dalam bentuknya. Beberapa variasi morfologis pada spesies ini telah

dihubungkan atau dikategorikan dalam dua tipe yang luas, dataran tinggi dan dataran rendah. Kultivar dataran tinggi tetap pada tipe asal jika tumbuh pada lingkungan yang basah, dan kultivar dataran rendah tetap memiliki morfologi yang mudah dikenali ketika ditanam pada lingkungan yang lebih cocok pada kultivar dataran tinggi. Switchgrass termasuk tanaman rumput liar yang mampu tumbuh dari 0,5 hingga 3 meter, dengan kedalaman peerakaran hingga 3 meter. Daunnya termasuk erectophile dan memiliki stomata pada kedua sisi (amiphistomic). Rhizoma bervariasi dari seberapa ekstensif pertumbuhannya. Switchgrass sangat tepat sebagai energy crop karena mampu tumbuh dengan sangat cepat serta mampu menangkap banyak energi matahari dan merubahnya menjadi energi kimia yang tersimpan sebagai selulosa. Switchgrass sangat potensial sebagai cadangan bioenergi disebabkan kandungan energinya dibandingkan jenis pohon yang memiliki kandungan air yang rendah. Switchgrass merupakan bahan yang sangat cocok dan menghasilkan ethanol dalam jumlah yang tinggi Pertimbangan ekonomis yang paling penting dari produksi switchgrass adalah (1) hasil produksi, (2) biaya lahan, (3) harga jenis tanaman lain sebagai biofuel. Menghasilkan produksi yang tinggi dan biaya pengelolaan yang rendah merupakan faktor ekonomis yang mampu dihasilkan switchgrass. Jalan lain untuk mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitasnya adalah dengan mempertimbangkan multiguna seperti sebagai pakan ternak dan produksi biomassa. Switchgrass memiliki nutrisi yang cukup apabila di panen pada saat yang tepat, dan digunakan sebagai pakan ternak pada beberapa kasus. Rumput memiliki kandungan selulosa yang tinggi, selain itu rumput juga mengandung hemiselulosa, lignin, mannan, sedikit protein, dan zat-zat lain seperti glucan dan arabinan. Berikut ini adalah tabel kandungan zat yang ada pada switchgrass atau Panicum virgatum. Mass Fraction Component Base Case Mature Cellulose O,3410 0,3751 Hemicellulose 0,2703 0,2974 Soluble carbohydrate 0,0035 0,0032

Glucan 0,3410 0,3751 Glucan (soluble) 0,0028 0,0025 Xylan 0,2266 0,2493 Arabinan 0,0305 0,0335 Arabinan (soluble) 0,0001 0,0001 Galactan 0,0101 0,0112 Galactan (soluble) 0,0007 0,0006 Mannan 0,0031 0,0034 (Total carbohydrate) (0,6149) (0,6757) Uronic Acid 0,0196 0,0215 Lignin 0,2614 0,2361 Protein 0,0059 0,0064 Ash 0,0778 0,0389 Acetate 0,0205 0,0225 TOTAL 1,0000 1,0000 Mass Fraction Component Base Case Mature C 0,4966 0,5054 H 0,0644 0,0664 O 0,3603 0,3886 N 0,0008 0,0007 S 2,255E-05 1,895E-05 Ash 0,0778 0,0389 TOTAL 1,0000 1,0000 Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa kandungan terbesar pada rumput (dalam hal ini pada jenis Panicum virgatum) adalah adanya selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Zat-zat ini adalah bentuk polisakarida dari glukosa, yaitu bahan dasar dari pembuatan bioethanol. Berdasarkan pada teori bahwa semua zat yang memiliki biomassa dapat dikonversikan menjadi sumber energi, oleh karena itulah muncul hipotesa tentang pembuatan suatu alternative energi dengan bahan rumput dalam wujud bioethanol.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa populasi rumput yang ada di alam sangat banyak, sementara pemanfaatan rumput yang telah kita ketahui sebelumnya sangatlah minim. Karena pengendalian populasi terhadap rumput sangatlah minim, populasi rumput akan terus berkembang dan hal ini menyebabkan over-populated dan menyebabkan rumput sering menjadi gulma atau tanaman yang menghambat pertumbuhan bagi tanaman agricultural yang tentunya sangat merugikan petani. Glukosa merupakan bentuk monomer dari sakarida (monosakarida) yang terbentuk dari reaksi fotosintesa pada umumnya. 6 CO2 + 6 H2O + light C6H12O6 + 6 O2 Glukosa merupakan komponen penting dalam proses pembuatan bioethanol, hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi bioethanol glukosa akan didekomposisi menjadi ethanol dan karbondioksida (CO2), dengan reaksi sebagai berikut: C6H12O6 2 C2H5OH+ 2 CO2 + heat Telah diketahui bahwa untuk tiap rumput memiliki kandungan selulosa sebanyak 34%, hemiselulosa 27%, dan lignin 26%. Kandungan-kandungan inilah yang nantinya harus diolah terlebih dahulu dan diubah menjadi bentuk monosakaridanya sebelum difermentasikan menjadi bioethanol. Berdasarkan pendekatan informasi tersebut, ada empat tahap utama dalam pembuatan bioethanol dari bahan baku rumput, yaitu: 1. Proses pemisahan lignin, selulosa, dan hemiselulosa sebelum menyederhanakannya menjadi monosakarida dengan teknik kromatografi. 2. Proses penyederhanaan lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang telah dipisahkan secara kromatografi dengan cara sakarifikasi biokhemis menggunakan enzim selulase dan sakarifikasi khemis (hidrolisa oleh asam kuat). 3. Proses pemecahan glukosa menjadi ethanol dan karbondioksida dengan cara fermentasi 4. Proses pemurnian ethanol fuel dengan cara destilasi.

HIDROLISA DENGAN ASAM KUAT Setelah hemiselulosa dan selulosa dapat dipisahkan dari lignin, maka proses penyederhanaan masing-masing komponen menjadi glukosa (monosakarida) dapat dilakukan secara terpisah.Untuk hemiselulosa dan selulosa, proses penyederhanaannya menjadi monosakarida adalah dengan proses sakarifikasi biokhemis dengan menggunakan enzim selulase. Dan untuk lignin proses pnyederhanaannya menjadi monosakarida adalah dengan menggunakan cara sakarifikasi secara khemis (hidrolisa dengan asam kuat seperti H2SO4.) Proses sakarifikasi sendiri adalah suatu proses penyederhanaan bahan-bahan yang dapat dijadikan glukosa (yang disebut bahan-bahan saccharine) menjadi glukosa. Seperti yang telah disinggung di atas, proses sakarifikasi dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Sakarifikasi secara khemis Yaitu proses sakarifikasi dengan menggunakan zat kimia, sebagai contoh adalah hidrolisa polisakarida (pati, lignin) dengan menggunakan asam kuat (H2SO4). 2. Sakarifikasi secara biokhemis Yaitu proses sakarifikasi dengan menggunakan aktifitas enzyme seperti enzyme amylase dan selulase. Contoh sakarifikasi selulosa dengan enzyme selulase menjadi glukosa. Proses sakarifikasi ini perlu dilakukan karena bioethanol yang merupakan produk terbentuk dari glukosa yang difermentasikan dengan menggunakan ragi. Dengan reaksi: C6H12O6 2 C2H5OH+ 2 CO2 + heat FERMENTASI Setelah terbentuk adanya glukosa, maka proses fermentasi pun dapat dilakukan. Fermentasi dilakukan pada keadaan steril bebas kontaminan dan pada suhu kisaran antara 27oC hingga 32oC (suhu teoritis proses fermentasi bioethanol) agar ragi yang

sudah ditambahkan pada bahan dapat bekerja seoptimal mungkin dalam mengubah glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Setelah proses fermentasi selesai, maka dengan sendirinya ragi menjadi tidak aktif bahkan mati. Hal ini disebabkan karena adanya kelebihan ethanol yang merupakan racun bagi ragi itu sendiri. Ethanol yang dihasilkan dari fermentasi ini memiliki kemurnian tertentu, sebagai contoh pada pembuatan bioethanol dari gandum memiliki kemurnian 8% hingga 12% pada saat proses fermentasi selesai dan sisanya adalah air. Karena kemurniannya yang rendah, maka untuk proses selanjutnya ethanol yang dihasilkan perlu dipisahkan dengan cara destilasi. DESTILASI Proses destilasi adalah salah satu metode pemisahan zat/komponen cair yang saling melarutkan satu sama lain Namun keduanya memiliki perbedaan titik didih yang cukup tinggi. Ethanol yang dihasilkan pada saat fermentasi memiliki kemurnian yang rendah karena tercampur dengan adanya air yang melarutkan ethanol. Sementara antara ethanol dan air terdapat titik didih yang cukup tinggi. Titik didih ethanol adalah 78oC dan titik didih air adalah 100oC pada tekanan 1 atm (Perry: Chemical Engineering Handbook). Sehingga proses destilasi dapat diterapkan untuk mendapatkan ethanol dengan kmurnian yang lebih tinggi. Proses destilasi ethanol-air adalah sebagai berikut: larutan ethanol-air dipanaskan pada kisaran suhu 78oC, sehingga ethanol akan menguap. Ethanol yang menguap dialirkan pada pipa dan dikondensasikan menjadi ethanol dengan kemurnian yang tinggi.

Penutup
Dengan adanaya teknologi yang menghasilkan bioetanol setidaknya mampu mengurangi konsumsi bahan bakar fosil yang sejatinya suatu saat nanti akan habis pun menghasilkan polutan bagi lingkungan. Switchgrass mampu menjawab tantangan bagi energi masa depan yang renewable, sustainable serta eco-friendly yang sangat dibutuhkan kedepannya untuk menggantikan bahan bakar fosil. Selain itu, switchgrass memiliki banyak keunggulan dibandingkan energy crop lainnya pada aspek efektifitas, efisiensi maupun pertimbangan ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Panicum virgatum. http://en.wikipedia.org/wiki/Panicum_ virgatum. Diakses pada pukul 22.43, 3 Desember 2012 Hendroko, Roy. 2009. Demam bioetanol (jilid 5) : Bahan baku Baru. http://umum.kompasiana.com/2009/07/10/demam-bioetanol-jilid-5bahan-baku-baru/ . Diakses pada pukul 22.57, 3 Desember 2012 Monti, Andrea. 2012. Switchgrass A valuable biomass crop for energy. Springer. London. Parrish, David. J. 2005. The Biology and Agronomy of Switchgrass for Biofuels. Taylor & Francis Group. Oxford. Rinehart, Lee. 2006. Switchgrass as a Bioenergy crop. ATTRA-National Center for Appropriate Technology. USA. Sanderson, Matt. A. 2006. Switchgrass as a Biofuels feedstock in the USA. USDA-ARS Pasture System and Watershed Management Research Unit, University Park. USA Speight, James. G. 2010. The Biofuels handbook. Royal Society of Chemistry Publishing. Cambridge.

Anda mungkin juga menyukai