MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisiologi Hewan
yang dibimbing oleh Haslinda Yasti Agustin, S.Si. M.Pd.
Oleh
Ifa Hani Nuryana (17208153049)
Handika Nur Arofik (17208153052)
Rika Santica Devi (17208153067)
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II : PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Termoregulasi 3
B. Klasifikasi Hewan Berdasarkan Kemampuannya Untuk
Mempertahankan Suhu Tubuh 4
C. Pentingnya Suhu Tubuh yang Stabil bagi Hewan 5
D. Interaksi Panas antara Hewan dan Lingkungannya 7
E. Adaptasi dan Suhu Letal 13
F. Termoregulasi pada Hewan Poikilotermik 15
G. Termoregulasi pada Hewan Heterotermik 20
H. Termoregulasi pada Hewan Homeotermik 23
I. Perkembangan Hewan Homeotermik 35
BAB III : PENUTUP 42
A. Kesimpulan 42
B. Saran 43
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada Bab I ini diuraikan 1) latar belakang, 2) rumusan masalah, dan 3)
tujuan penulisan yang dipaparkan dibawah ini.
A. Latar Belakang
Mengelola kondisi suhu lingkungan internal merupakan tantangan besar
tubuh hewan. Hewan berhadapan dengan fluktuasi suhu lingkungan.
Pengelolaan itu dengan tujuan untuk tetap berada pada keadaan yang
mendukung kelangsungan hidup makhluk hidup. Homeostasis adalah suatu
kondisi lingkungan internal sel yang statis atau stabil didalam tubuh. Salah
satu bentuk adanya proses menjaga homeostasis suatu sel oleh makhluk hidup
adalah adanya mekanisme dalam tubuh hewan untuk mempertahankan suhu
internal tubuhnya agar tetap berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir atau
yang disebut dengan mekanisme termoregulasi.
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat
ditolelir. Mekanisme termoregulasi tersebut menjadi penting bagi suatu
mahkluk hidup karena suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu
yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi
karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan
antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi,
kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring dengan
kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di
dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang memiliki suhu optimum
dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun
drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya.
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan
eksresi adalah elemen-elemen dari homoestasis. Dalam termoregulasi dikenal
adanya hewan berdarah dingin (cold blood animal) dan hewan berdarah
panas (warm blood animal). Namun lebih dikenal dengan istilah ektotermik
dan endotermik yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan.
1
2
B. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui pengertian termoregulasi
2) Untuk mengetahui klasifikasi hewan berdasarkan kemampuannya untuk
mempertahankan suhu tubuh
3) Untuk mengetahui pentingnya suhu tubuh yang stabil bagi hewan
4) Untuk mengetahui interaksi panas antara hewan dan lingkungannya
5) Untuk mengetahui adaptasi dan suhu letal
6) Untuk mengetahui termoregulasi pada hewan poikilotermik
7) Untuk mengetahui termoregulasi pada hewan heterotermik
8) Untuk mengetahui termoregulasi pada hewan homeotermik
9) Untuk mengetahui perkembangan hewan homeotermik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Termoregulasi
Termoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur
suhu tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak, supaya suhu tubuhnya tidak
mengalami perubahan yang terlalu besar.1 Termoregulasi sangat penting
karena sebagian besar proses kimiawi dan fisiologis sangat sensitif terhadap
perubahan suhu. Dalam mencapai homeostasis, hewan mempertahankan
kondisi lingkungan internalnya dalam keadaan relatif konstan bahkan ketika
lingkungan eksternalnya berubah secara signifikan.
Mekanisme termoregulasi yang dilakukan hewan adalah dengan mengatur
keseimbangan antara perolehan dan kehilangan/pelepasan panas. Seperti
kebanyakan hewan, manusia juga menunjukkan homeostasis untuk menjaga
sejumlah kondisi fisik dan kimia. Tubuh manusia tetap mempertahankan suhu
tubuh relatif konstan sekitar 37C, pH darah dalam kisaran 0,1 dari pH 7,4.
Tubuh manusia juga meregulasi konsentrasi zat terlarut, seperti glukosa dalam
darah, sehingga tidak berfluktuasi lama dari sekitar 90 mg glukosa per 100 mL
darah. Homeostasis pada hewan sangat tergantung pada umpan balik negatif
(negative feedback), yaitu reason mengurangi atau menghambat rangsangan.
Seperti pada manusia saat berolah raga, tubuh akan menghasilkan panas yang
meningkatkan suhu tubuh. Sistem saraf dalam tubuh akan mendeteksi
peningkatan suhu dan memicu pembentukan keringat. Pada saat berkeringat,
evaporasi dari kulit akan menurunkan suhu tubuh tetap pada suhu semula.
Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan,
diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme
umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus.
1 Wiwi Isnaeni, Fisiologi Hewan, (Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI), 2006), hal.
207
3
4
Q10 =
Gambar 4.1 Kerumitan interaksi panas antara hewan dan lingkungannya. Anak anak menuju
hewan menunjukkan perolehan panas, sedangkan yang menjauhi hewan menunjukkan
pelepasan panas dari tubuh hewan.
a) Konduksi
Konduksi panas adalah perpindahan atau pergerakan panas antara
dua benda yang saling bersentuhan. Dalam hal ini, panas akan
berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang
6 Ibid., hal. 92
8
c) Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas antara dua benda yang tidak
saling bersentuhan. Contoh untuk hal ini misalnya perpindahan panas
dari matahari ke tubuh hewan, dari panas api di perapian ke tubuh
manusia, atau dari panas lampu OHP ke tubuh pemakai OHP.
Frekuensi dan intensitas radiasi yang dipancarkan tergantung pada
suhu benda yang mengeluarkan radiasi. Semakin tinggi suhu benda
yang mengeluarkan radiasi, semakin tinggi pula intensitas radiasinya.
Selain dapat memancarkan panas, tubuh hewan juga dapat menyerap
panas. Benda yang berwarna hitam (benda hitam) merupakan penyerap
radiasi yang baik. Kulit, rambut. dan bulu merupakan benda hitam"
yang dapat menyerap radiasi dengan baik. Pada kenyataannya,
menyerap radiasi matahari (misalnya dengan cara berjemur)
merupakan cara terpenting yang dilakukan hewan (khususnya
poikiloterm) untuk menaikkan atau memperoleh panas tubuh. Kulit
dan rambut yang berwarna gelap akan lebih banyak menyerap radiasi
daripada kulit dan rambut yang berwarna terang.
d) Evaporasi
Evaporasi atau Penguapan ialah proses perubahan benda dari fase cair
ke fase gas. Perubahan benda (misalnya air) dari fase cair ke fase gas
memerlukan sejumlah besar energi dalam bentuk panas. Oleh karena
itu. apabila air direbus menggunakan panas api atau listrik, lama-
kelamaan air tersebut akan berubah menjadi uap. Jumlah panas yang
diperlukan untuk mengubah air (atau zat cair lainnya) dari fase cair
menjadi gas dinamakan panas penguapan. Hal ini berarti bahwa
penguapan air memerlukan sejumlah panas, dan panas tersebut
biasanya diperoleh dari lingkungannya. Akibatnya, penguapan akan
dapat menyebabkan terjadinya pendinginan lingkungan sekitarnya.
Evaporasi merupakan cara yang penting bagi hewan untuk
melepaskan panas dari tubuh. Sebagai contoh, jika suhu tubuh
meningkat, manusia akan menanggapi kenaikan suhu tubuh tersebut
dengan mengeluarkan keringat. Selanjutnya, keringat akan membasahi
10
kulit, dan jika dibiarkan, keringat akan menyerap kelebihan panas dari
tubuh, yang akan mengubahnya menjadi uap. Oleh karena itu, setelah
keringat mengering, suhu tubuh pun turun. Permasalahannya, tidak
semua hewan memiliki kelenjar keringat. Hewan yang tidak dapat
berkeringat seperti burung dan anjing, jika tubuhnya panas, akan
meningkatkan penguapan melalui saluran pernapasan mereka, dengan
cara terengah-engah. Terengah-engah (pada anjing), yang diikuti
dengan menjulurkan lidahnya, dapat dianggap sebagai sumber
pelepasan panas yang bermakna.
Suhu tubuh hewan, endotermik atau ektotermik, tergantung pada jumlah
panas (kalori) per unit masa jaringan. Jaringan terdiri terutama atas air,
sehingga kapasitas panas antara 0- 40C kira-kira 1,0 kalori per C per gram.
Ini berarti bahwa makin luas hewan, makin besar panas tubuh menentukan
suhu hewan. Kecepatan perubahan panas tubuh tergantung pada (1) kecepatan
produksi panas melalui aktivitas metabolik, (2) kecepatan penambahan panas,
atau (3) kecepatan kehilangan panas ke lingkungan7. Sehingga dapat
dikatakan bahwa:
Jadi panas tubuh, dan selanjutnya suhu tubuh seekor hewan, dapat
diregulasi dengan mengubah kecepatan produksi panas dan perpindahan
panas (transfer panas).
Produksi Panas
Mekanisme yang mempengaruhi kecepatan produksi panas tubuh dapat
diklasifikasikan menjadi:
a) Mekanisme tingkah laku, seperti latihan ringan (pemanasan).
b) Mekanisme otonomik, seperti mempercepat metabolisme simpanan energi
Transfer Panas
Kecepatan transfer panas (kalori per jam) ke dalam atau ke luar tubuh
tergantung pada tiga faktor:
a) Luas permukaan. Luas permukaan per gram jaringan berbanding terbalik
dengan peningkatan masa tubuh. Ini berarti bahwa hewan kecil memiliki
suatu aliran panas lebih tinggi per unit berat tubuh.
b) Perbedaan suhu. Makin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke
suhu lingkungan, makin sedikit panas akan mengalir ke dalam atau keluar
tubuhnya.
c) Konduktansi panas spesifik permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan
poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggi, sehingga hewan ini
memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungan (kecuali apabila hewan
berjemur dipanas matahari).
Hewan homeotermik memiliki bulu, rambut atau lapisan lemak untuk
mengurangi konduktansi permukaan tubuhnya. Insulasi seperti ini
menimbulkan perbedaan suhu antara pusat tubuh dengan lingkungan hewan
yang berjarak beberapa millimeter atau sentimeter sehingga perbedaan
temperatur kurang besar, jadi kecepatan aliran panas dikurangi. Sifat yang
penting dari rambut dan bulu adalah menyerap dan menahan panas, sehingga
memiliki konduktivitas panas yang rendah, jadi tidak merambatkan panas.
Di antara mekanisme yang digunakan hewan untuk meregulasi perubahan
panas antara hewan dengan lingkungan adalah8
a) Kontrol tingkah laku, meliputi bergerak ke lingkungan yang suhunya
mendekati suhu optimum. Misalnya tupai gurun, tinggal diliangnya pada
siang hari, kadal berjemur untuk memanaskan tubuhnya. Hewan juga
mengontrol luas permukaan tubuhnya yang memungkinkan pertukaran
panas dengan menyesuaikan postur tubuhnya.
b) Kontrol otonomik aliran darah ke kulit vertebrata mempengaruhi
perbedaan suhu dan selanjutnya mempengaruhi aliran panas pada
8 Ibid., hal. 326
12
Gambar 4.2 Aliran darah ke kulit membantu mengatur konduktansi panas permukaan tubuh.
Kontrol vasomotor dari arteriol perifer menghambat aliran darah ke kulit atau menjauhinya.
Sebagai tanggapan terhadap lingkungan dingin, pembuluh darah perifer vasokonstriksi
melangsir darah menjauh dari permukaan endoterm. Menanggapi suhu tinggi, darah dialihkan
ke kulit, dimana ia mendekati ekuilibrium suhu dengan lingkungan. Pada ektoterm, aliran
darah cutaneous sering meningkat melalui vasodilatasi perifer untuk menyerap panas dari
lingkungan
13
Gambar 4.3 Bulu dan lapisan lemak bertindak sebagai insulasi panas (A) bulu berada di luar
kulit dan sirkulasi, dan sifat isolasinya dapat berubah dengan cepat dengan meratakan atau
menepis melalui kontrol pilomotor (B) karena lapisan lemak berada dibawah kulit dan
disuplai dengan pembuluh darah, nilai insulasinya dapat diatur dengan cara melangsir darah
melalui kontrol vasomotor ke permukaan atau jauh dari permukaan dibawah lapisan lemak.
Nampaknya suhu batas toleransi (batas atas dan bawah) tidak tetap.
Misalnya bila beberapa hewan dari spesies yang sama dihadapkan pada suhu
batas atas toleransinya, ada sebagian yang mati dan ada pula sebagian yang
bertahan. Di sini berbicara tentang suhu letal. Ternyata suhu letal dapat
berubah-ubah sesuai dengan suhu yang dialami hewan sebelumnya. Ini
bersangkutan dengan aklimasi (penyesuaian tubuh terhadap iklim/suasana
baru di tempat yang sama, khususnya di dalam laboratorium), salah satu
bentuk adaptasi. Hewan yang terbiasa hidup pada suhu relatif tinggi,
mempunyai suhu letal (atas maupun bawah) lebih tinggi bila dibandingkan
dengan hewan yang terbiasa hidup pada suhu relatif rendah.
Suhu letal dipengaruhi tidak hanya oleh suhu aklimasi, tetapi juga latar
belakang genetik, umur, ukuran tubuh, keadaan hormonal, diet dan faktor-
faktor lingkungan seperti oksigen dan salinitas. Misalnya udang, suhu letalnya
turun dengan penurunan salinitas mediumnya dan kadar oksigen yang lebih
rendah. Toleransi suhu ikan mas lebih besar bila ikan mas diberi makan lemak
babi daripada minyak ikan. Diet lemak jenuh meningkatkan suhu toleransi
larva lalat9.
Penyebab kematian hewan pada suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi
belum begitu jelas. Pada umumnya hewan poikilotermik akan mati jika
dihadapkan kepada suhu yang amat rendah, walaupun masih di atas titik beku
air untuk hewan aquatik. Sebaliknya hewan akan mati bila dihadapkan pada
suhu tinggi, meskipun masih di bawah suhu yang dapat menyebabkan
denaturasi protein. Yang jelas, begitu suhu tubuh hewan (homeotermik dan
poikilotermik) turun, maka aktivitas jantung dan pernafasan menjadi lambat,
dan hewan mungkin hipoksia; membran sel menjadi permeabel, gradien ionik
tidak dapat dijaga, dan pemompaan ion berhenti. Pembebasan energi mungkin
tidak cukup untuk memelihara fungsi-fungsi fisiologis Integrasi oleh sistem
saraf pusat gagal, banyak hewan masuk ke suatu keadaan koma pada suhu di
atas suhu letal bawah. Demikian pula pada saat suhu tubuh naik mendekati
suhu letal atas, transpor oksigen oleh pigmen darah menjadi berkurang, air
hilang karena penguapan meningkat pada hewan darat, dan hewan menjadi
dehidrasi. Enzim menjadi inaktif, zat racun dibebaskan dari sel-sel yang rusak,
DNA menjadi tidak stabil. Kalau keadaan ini berjalan cukup lama maka
hewan akan mati.
darah mengalami pendinginan oleh air. Membran insang yang cukup tipis
untuk masuknya oksigen, tidak dapat menahan panas yang hilang ke air.
Pemecahan masalah dilakukan oleh banyak ikan, misalnya pada ikan
perenang cepat (ikan tuna) dengan melakukan kontrol suhu pada bagian
tertentu dari tubuhnya. Ikan tuna memiliki pengubah panas yang
memungkinkan memelihara suhu tinggi dalam otot berenangnya, bebas dari
suhu air di mana ikan berenang. Pengubah panas pada otot renang secara
prinsip sama dengan pengubah panas arus berlawanan (countercurrent heat
exchangers) pada lumba-lumba, tetapi secara anatomi agak berbeda 10. Otot
renang ikan pada umumnya dipasok darah dari aorta dorsalis yang berada
sepanjang kolumna vertebralis, dan bercabang-cabang ke tepi pada ikan tuna
polanya agak berbeda, yaitu pembuluh darah yang memasok otot merah gelap
berjalan pada sisi tubuh tepat di bawah kulitnya. Dari pembuluh besar keluar
pembuluh-pembuluh darah arteri yang berjalan berlawanan dengan vena-vena.
Jadi panas yang dilepas oleh vena-vena, diambil kembali oleh arteri. Hasilnya
ikan tuna dapat memelihara suhu otot renangnya 14C lebih panas daripada air
sekitarnya.
Gambar 6.1 Gambar penampang melintang tubuh ikan tuna, memperlihatkan perbedaan suhu
pada tubuhnya dan proses pertukaran panas pada heat exchanger ikan tuna menggunakan
prinsip arus bolak balik.
Gambar 6.2 Iguana laut Galapagos memanas dan mendingin pada hamparan,menunjukkan
pengaturan aktif pertukaran panas dengan lingkungannya. (A) Di darat, iguana berjemur
menyerap panas dari sinar matahari. Vasodilatasi pembuluh darah kutaneous dan detak
jantung yang cepat (seperti yang tercatat dalam elektrokardiogram, EKG) memastikan
pemanasan darah dan sirkulasi yang efisien, yang dengan cepat mendistribusikan panas ke
seluruh tubuh.Kehilangan panas bawah air terbelakang oleh detak jantung yang melambat dan
vasokonstriksi pada pembuluh darah kutaneous, yang keduanya meminimalkanaliran darah ke
kulit.
11 Ibid.,
19
Tabel 6.1 Cara Adaptasi Hewan Ektotermik terhadap Suhu Sangat Panas
dan Sangat Dingin.
Adaptasi terhadap Suhu Sangat Panas Adaptasi terhadap Suhu Sangat Dingin
Cara pertama Cara pertama
Meningkatkan laju pendinginan dengan Menambah zat terlarut ke dalam cairan
penguapan : tubuhnya untuk meningkatkan konsentrasi
a. Melalui kulit bagi hewan yang osmotik. Dengan demikian, titik beku cairan
berkulit lembap; (contoh: cacing, tubuhnya dapat di turunkan hingga suhu
Cara kedua
Cara kedua
Mengubah mesin metaboliknya agar bisa
Menambahkan protein (glikoprotein) anti
bekerja pada suhu tinggi. Hewan yang
beku ke dalam cairan tubuh (misalnya pada
dapat melakukan ini antara lain
ikan es dari Antartika, Trematomus
kadal/reptile gurun.
borchgrevinki). Glikoprotein yang dimaksud
Contoh organisme lain (bukan hewan)
ialah molekul polimer dari sejumlah
yang dapat melakukan hal itu ialah
monomer yang tersusun atas tripeptida,
bakteri, yang masih dapat hidup pada
yang terikat pada derivate galaktosamin
suhu mendekati 100C.
(alanin-alanin-treonin-galaktosa derivative).
Contoh hewan yang dapat hidup pada
Senyawa ini sangat penting untuk
suhu mendekati didih tampaknya tidak
menghambat pembentukan Kristal- Kristal
ada.
es di dalam sel dan mencegah kerusakan
membran.
Cara ketiga
Supercooling, yaitu aktivitas menurunkan
titik beku air sampai serendah (-30) -(
-20)C (mekanismennya belum jelas).
Gambar 7.1 The sphinx moth Manduca sexta undergoes a preflight thermogenesis. Shivering of
the thoracic flight muscles causes a steep increase in thoracic temperature prior to flight.
3
a) Memetabolasi jaringan lemak coklat, seperti yang dilakukan oleh
golongan mamalia eutherian (mamalia berplasenta). Jaringan
lemak cokelat berbeda dengan jaringan lemak putih. Jaringan
lemak cokelat dibungkus oleh selaput yang dipersarafi dengan baik
oleh sistem saraf simpatis. Jika jaringan lemak cokelat dirangsang,
lemak akan dimetabolisasi dalam mitokondria sel lemak, dan panas
akan dihasilkan. Kelemahan cara tersebut adalah membutuhkan
banyak oksigen sehingga hewan harus meningkatkan pasokan
oksigen.
b) Meningkatkan sekresi hormone tiroid (T3 dan T4), yang dapat
meningkatkan aktivitas metabolisme dalam sel,
c) Menyerap radiasi panas matahari.
d) Menegakkan rambu/bulu sehingga pelepasan panas secara
konveksi dapat diperkecil.
e) Mengurangi aliran darah ke organ perifer dengan vasokonstriksi
(menyempitkan pembuluh darah)
f) Memberikan berbagai tanggapan perilaku, antara lain berselimut,
berjaket, berjemur, dan ,menggosok gosokkan kedua telapak
tangan.
Gambar 8.1 Suspensi lemak coklat ditemukan di antara skapula pada kelelawar dan
banyak mamalia lainnya. Detil ini menunjukkan vaskularisasi khusus jaringan ini.
Selama oksidasi lemak coklat, jaringan ini dapat dideteksi sebagai daerah hangat dengan
emisi inframerah.
3
Gambar 8.2 Pengendalian aktivitas metabolisme sel oleh hormon tiroksin sebagai
tanggapan terhadap penurunan suhu tubuh
Pelapasan panas dari tubuh hewan endoterm terjadi dengan beberapa cara,
antara lain sebagai berikut16.
1) Melepaskan panas ke lingkungannya melalui vasodilatasi pembuluh
perifer.
2) Meningkatkan penguapan air melalui kulit (misalnya dengan berkeringat)
atau melalui saluran pernapasan (dengan terengah-engah, misalnya pada
anjing dan burung yang tidak mempunyai kelenjar keringat). Kanguru
melakukannya dengan membasahi rambutnya dengan air ludah.
Penguapan air ludah tersebut menimbulkan efek pendinginan.
3
panas seimbang dengan kehilangan panas ke lingkungan. Rentangan suhu
moderat ini disebut zona suhu netral (thermoneutral zone), hewan endotermik
dapat meregulasi suhu tubuhnya dengan mengatur kecepatan kehilangan panas
melalui pengaturan hantaran permukaan tubuh. Penyesuaian ini termasuk
respon-respon seperti respon vasomotor, perubahan postur ubuh, regulasi
pilomotor dan keefektivan insulasi bulu dan rambut. Dalam rentangan suhu
ini, bulu dan rambut ditegakkan oleh otot pilomotor dalam kulit untuk
menyediakan lapisan udara tenang yang tebal, dan pada ujung atas rentangan
suhu ini, bulu dan rambut ditempelkan ke kulit.
Bila suhu lingkungan diturunkan, hewan endotermik akan merespon
dengan berbagai refleks yang cenderung mengkonservasi panas. Pembuluh
darah di kulit akan menyempit, rambut dan bulu dapat berdiri, dan hewan akan
mempersempit permukaan tubuhnya yang bersinggungan dengan udara,
misalnya dengan menekuk tubuhnya, menyembunyikan anggota tubuh, dan
sebagainya.
Di bawah suhu netral, hewan endotermik harus meningkatkan produksi
panas di atas tingkat basal agar mengimbangi kehilangan panas
(termogenesis). Produksi panas akan meningkat secara linier dengan
penurunan suhu sampai di bawah suhu kritis bawah. Suhu kritis bawah adalah
kondisi yang dipilih secara "arbitrer" yang definisikan sebagai suhu terendah
bagi hewan untuk dapat mempertahankan suhu rektal normal selama satu jam.
Antara zona suhu netral dengan suhu kritis bawah ini disebut dengan zona
regulasi metabolik. Bila suhu lingkungan jatuh dibawah suhu kritis bawah,
mekanisme regulasi akan gagal, tubuh mendingin, kecepatan metabolik turun.
Dalam keadaan ini hewan berada dalam zona hipotermia, dimana produksi
panas metabolik tidak dapat mengimbangi turunnya suhu lingkungan. Bila
kondisi seperti ini terus berjalan, maka hewan akan cepat mendingin, dan
hewan akan segera mati.
Bila suhu lingkungan naik lebih tinggi dari suhu netral, maka hewan akan
melakukan aktivitas yang cenderung melepaskan (membuang) panas
(termoregulasi fisik), misalnya masuk ke dalam air, mandi pasir, dan
sebagainya. Peningkatan suhu hanya dapat ditoleransi oleh hewan
3
homeotermik sampai suhu kritis atas. Antara zona suhu netral dengan suhu
kritis atas disebut zona termoregulasi fisik. Di atas zona ini pelepasan panas
oleh hewan tidak dapat mengimbangi naiknya suhu lingkungan, sehingga suhu
tubuh akan ikut naik. Zona di atas suhu kritis atas ini disebut zona
hipertermia17.
Gambar 8.3 Tingkat metabolisme restriksi dari homeoterm endotermik (plot merah) lebih tinggi
pada suhu lingkungan yang ekstrem. Zona netral termal memanjang dari yang lebih rendah (LCT)
ke suhu kritis atas (UCT). Di atas dan di bawah kisaran ini, tingkat metabolisme harus meningkat
baik untuk meningkatkan termogenesis dalam zona regulasi metabolik atau meningkatkan disipasi
aktif panas dengan pendinginan evaporatif jika suhu tubuh, Tb (plot hitam) tetap pada dasarnya
konstan. Di dalam zona netral termal, suhu tubuh diatur sepenuhnya dengan mengubah
konduktansi panas permukaan tubuh, yang pada dasarnya tidak memerlukan perubahan dalam
upaya metabolisme. Pada suhu sekitar di bawah LCT, termogenesis tidak mampu menggantikan
panas tubuh pada tingkat di mana ia hilang ke lingkungan, dan hipotermia masuk. Pada suhu
sekitar di atas UCT, produksi panas dan kenaikan melebihi laju kehilangan panas, dan Hipertermia
terjadi.
Cara yang dilakukan hewan endotermik untuk melawan suhu yang sangat
dingin ialah sebagai berikut.
a) Masuk ke dalam kondisi heterotermik, yaitu mempertahankan adanya
perbedaan suhu di antara berbagai bagian tubuh. Contoh yang baik untuk
17 Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan,, hal. 335
3
ini adalah burung dan mamalia kutub. Burung dan mamalia kutub
mempunyai suhu pada pusat tubuh sebesar 38C, namun suhu pada
kakinya hanya sekitar 3C. Secara fisiologis, kaki tetap berfungsi dengan
baik pada suhu 3C. Berarti, hewan tersebut telah beradaptasi pada tingkat
sel dan tingkat molekul.
b) Hibernasi atau torpor, yaitu penurunan suhu tubuh yang berkaitan dengan
adanya penurunan laju metabolism, laju denyut jantung, laju respirasi, dan
sebagainya. Periode hibernasi bervariasi mulai dari beberapa jam hingga
beberapa minggu, bahkan beberapa bulan. Berakhirnya hibernasi dicapai
dengan kebangkitan spontan melalui pengkatan laju metabolism dan suhu
tubuh secara cepat, yang akan segera mengembalikannya ke keadaan
normal.
Gambar 8.4 Endotermik dapat bersifat heterotermik. Temperatur Di bawah kaki burung dan
mamalia Arktik jauh lebih rendah daripada suhu inti sekitar 38 C.
Cara yang dilakukan hewan endoterm untuk melawan suhu yang sangat
panas ialah sebagai berikut.
a) Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan pelepasan
panas tubuh dengan meningkatkaan penguapan, baik melalui proses
berkeringat maupun terengah-engah, seperti yang telah diuraikan
sebelumnya.
3
Gambar 8.5 Jalur aliran gas pernafasan bervariasi dengan tingkat terengah-engah pada anjing.
(Atas) Aliran udara melalui hidung anjing yang terengah-engah. Garis horisontal yang
membentang ke kiri garis tengah vertikal menunjukkan inspirasi; Ke kanan, kedaluwarsa Volume
inhalasi dan pernafasan rata-rata ditunjukkan oleh vektor yang ditempatkan berdekatan dengan
hidung anjing. (Bottom). Air mengalir melalui mulut anjing yang terengah-engah. Inspirasi melalui
mulut hampir nol; Kedaluwarsa melalui mulut membawa sebagian besar udara masuk melalui
hidung
3
menimbulkan masalah pada hewan karena organ tertentu dalam tubuh
(misalnya otak) kurang mampu menoleransi kenaikan suhu yang terlalu
besar18. Oleh karena itu, harus ada teknik untuk mendinginkan otak.
Pendinginan otak pada unta dapat dilakukan dengan menggunakan suatu
cara yang prinsip kerjanya mirip dengan heat exchanger pada ikan tuna,
namun lokasinya terletak pada rongga hidung.
Gambar 8.6 Heat exchanger pada unta. Darah arterial yang panas mengalir sangat dekat
dengan darah vena yang lebih dingin pada carotid. Panas dipindahkan dari darah arterial
ke darah vena dan otak dipasok dengan darah yang lebih dingin.
3
Gambar 8.7 Garis besar proses pengendalian suhu tubuh pada mamalia
(misalnya perapian).
3
32
bertelanjang dada,
berendam di air dan
berkipas-kipas)
Termogenesis
Bila suhu lingkungan turun sampai di bawah suhu kritis bawah, hewan
endotermik melindungi penurunan suhu pusat tubuhnya dengan memproduksi
panas tambahan dari simpanan energi. Selain dengan gerak badan (exercise),
produksi tambahan memiliki dua arti, yaitu: termogenesis menggigil dan
termogenesis non-menggigil (nonshivering). Pada kedua termogenesis
tersebut, energi kimia telah dikonversi menjadi panas.
Menggigil, berarti menggunakan kontraksi otot untuk membebaskan
panas. Sebagai respon terhadap penurunan suhu, sistem saraf mengaktifkan
unit-unit motor kelompok otot rangka antagonistik, sehingga terjadi gerakan
menggigil yang menghasilkan panas. Aktivasi otot menyebabkan ATP
dihidrolisis untuk menghasilkan energi untuk kontraksi. Menggigil tidak
menghasilkan kerja fisik, tetapi menghasilkan energi kimia yang dibebaskan
selama kontraksi dengan wujud panas. Termogenesis menggigil dilakukan
oleh serangga dan Vertebrata19.
Termogenesis menggigil memegang peranan penting pada aklimasi
Mamalia pada suhu rendah, dan bangun dari hibernasi atau bermalasan
(torpor) harian. Tikus yang diaklimasikan pada suhu 30C, pemanasan dengan
bergerak dapat mengganti termogenesis menggigil sebagai sumber panas pada
suhu lingkungan di atas 10C, tetapi pada suhu di bawah 10C, jumlah panas
yang diproduksi terus menerus melalui pemanasan (gerak badan), tidak cukup
untuk mengganti panas yang hilang, sehingga menghasilkan keadaan
hipotermia. Namun bila hewan diaklimasikan pada suhu 6C, tingkat
termogenesis non-menggigil akan meningkat secara nyata dan menekan
pemanasan, dapat mengganti menggigil sebagai suatu sumber panas suhu
lingkungan serendah -20C. Hal ini menunjukkan kapasitas untuk
termogenesis non-menggigil diperlukan selama aklimasi terhadap dingin,
memungkinkan tikus tetap aktif pada suhu jauh lebih rendah dari pada
seandainya tikus telah tergantung pada termogenesis menggigil saja;
pemanasan dengan menggerakkan badan mengeliminasi menggigil, tetapi
tidak mempengaruhi termogenesis nonmenggigil.
Pada termogenesis non-menggigil, mula-mula sistem enzim untuk
metabolisme lemak diaktifkan di seluruh tubuh, sehingga lemak dibongkar
dan dioksidadi untuk memproduksi panas; ini merupakan suatu adaptasi untuk
memproduksi panas dengan cepat. Sangat sedikit energi yang dihasilkan
disimpan dalam bentuk ATP yang baru.
Kekhususan yang dijumpai pada beberapa Mamalia untuk termogenesis
dengan pembakaran lemak adalah menggunakan lemak coklat (brown fat).
Umumnya lemak coklat disimpan di leher atau di antara bahu hewan. Jaringan
lemak ini mengandung vaskularisasi yang luas dan mitokhondria lebih banyak
dari pada yang putih. Oksidasi lemak coklat terjadi di dalam sel-sel adiposa
yang diperkaya dengan sistem enzim metabolisme lemak. Pertama-tama
diubah menjadi asam-asam lemak yang kemudian masuk sirkulasi dan
akhirnya diambil oleh jaringan lain untuk dioksidasi.
Termogenesis lemak coklat diaktifkan oleh sistem syaraf simpatetik
melalui pembebasan norepinefrin, yang akan melekat ke reseptor pada sel-sel
adiposa dari jaringan lemak coklat. Melalui mekanisme duta kedua (second-
messenger), sinyal-sinyal ini menyebabkan terjadinya termogenesis melalui
dua mekanisme. Pertama, sebagai respon sinyal simpatetik, ATP normal yang
dihasilkan untuk proses-proses selular meningkatkan dalam sel-sel lemak
tersebut. Melalui proses pemompaan ion oleh membran sel, ATP dihidrolisis
untuk menghasilkan kerja dan panas. Pada mekanismen yang kedua, produksi
ATP dibebaskan selama rantai oksidasi respiratori. Sintesis ATP dari ADP dan
Pi secara normal ditangkap untuk gerakan proton (H +) mengikuti gradien
elektrokimianya dari sitoplasma ke dalam mitokondria melintasi membran
mitokondria bagian dalam. Termogenesis pada lemak coklat ditandai oleh
adanya suatu jalur terpisah dimana protong-protong melintasi membran tanpa
energi dengan gerakan mengikuti gradien dengan memanfaatkan fosforilasi
ADP menjadi ATP. Begitu masuk mitokondrion, proton-proton mengoksidasi
34
substrat oksigen untuk memproduksi air dan panas, selanjutnya dengan energi
metabolik air dipompa keluar mitokondria20.
Selama termogenesis, lemak coklat dipanaskan secara signifikan, dan
panas yang baru diproduksi, disebarkan secara cepat ke bagian tubuh yang
lain. Bentuk termogenesis ini hebat (khusus nampak pada Mamalia yang
sedang hibernasi atau diam selama musim dingin) bila ditambah dengan
termogenesis menggigil untuk menghasilkan panas dengan cepat. Salah satu
akibat dari aklimasi dingin pada Mamalia adalah suatu peningkatan simpanan
lemak coklat, yang mengakibatkan perubahan gradual dari termogenesis
menggigil ke termogenesis non-menggigil pada suhu lingkungan yang rendah.
Peningkatan aklimatori pada termogenesis lemak coklat dipengaruhi oleh
hormon tiroid.
Suatu kasus khusus lemak coklat terjadi pada bayi manusia dan juga pada
bayi Mamalia yang lain. Karena bayi relatif kecil dan inaktif, adanya
simpanan lemak coklat memberikan suatu arti penting dan cepat panas bila
bayi kedeinginan.
Terdapat suatu korelasi yang menarik pada Mamalia antara suhu jaringan
dengan titik mencair lemak. Pada Mamalia yang mengalami kedinginan
ekstrem, jaringan lipid pada kulit kurang jenuh dari pada lemak tubuh bagian
dalam, sehingga memiliki titik mencair yang lebih rendah. Pada suhu 37C,
lipid lebih bersifat minyak dari pada bersifat lilin21.
Pemanasan dengan menggerakkan badan dan termogenesis non-menggigil
adalah adaptatif (sebagai tambahan), tetapi pemanasan dan termogenesis
menggigil bukan adaptatif. Termogenesis non-menggigil secara signifikan
meningkatkan lingkup metabolik untuk aktivitas. Pada tikus yang
diaklimasikan pada suhu tingkat termogenesis non-menggigil yang tinggi,
lingkup metabolik di bawah 30C hampir dua kali lipat dari pada bila tikus
diaklimasikan pada suhu di bawah 30C yang sama.
Keadaan di atas dapat dijelaskan, bahwa peningkatan pada termogenesis
non-menggigil yang dihubungkan dengan adaptasi dingin pada Mamalia,
melibatkan perganyian pada jalur dan hubungan metabolisme intermedier.
Dormansi
Arti kata Dorman dalam kamus adalah tidak aktif atau tidur. Istilah ini
biasanya digunakan untuk tumbuhan dan hewan yang tidak aktif pada musim
musim tertentu untuk menghindari kesulitan atau kematian akibat suhu. Pada
hewan, dormansi merupakan bentuk umum dari heterotermi temporal; pada
keadaan dorman aktivitas tubuh hewan, termasuk kecepatan metaboliknya,
lebih rendah dari normal bahkan dapat sampai titik terendah22. Beberapa ahli
fisiologi hewan membedakan dormansi menjadi 5 bentuk, yaitu: tidur,
bermalas-malasan (lorpor), hibernasi, tidur musim dingin dan tidur musim
panas (estivasi).
Tidur
Torpor (bermalas-malasan)
Pada saat musim dingin hewan homeoterm dihadapkan kepada masalah
harus mempertahankan suhu tubuh atau membiarkan suhu tubuhnya turun
dengan berbagai konsekuensi. Menjaga suhu tubuh pada musim dingin pada
suatu harga laju metabolik lebih tinggi adalah mahal. Hewan kecil yang telah
memiliki laju metabolik tinggi sebelumnya dan kemudian harus meningkatkan
nya lagi mungkin menjadi sangat mahal, hati-hati bila tidak ada penambahan
makanan masuk. Jalan keluar yang mudah dan satu-satunya pemecah masalah
yang masuk akal adalah menyerah untuk tidak tetap panas dan membiarkan
suhu tubuhnya turun drastis. Cara ini tidak saja mengurangi peningkatan
biaya pemeliharaan panas, tetapi memberi kesempatan jaringan yang dingin
menghemat cadangan energi dan menggunakan lebih lama. Usaha ini akan
dapat terwujud apabila hewan mengurangi aktivitasnya, misalnya dengan
bermalas-malasan (torpor), hibernasi dan tidur musim dingin.
Pada saat torpor, suhu tubuh hewan turun mendekati suhu udara, laju
metabolik, denyut jantung, respirasi dan fungsi-fungsi yang lain juga turun.
Semakin rendah suhu tubuh, semakin rendah kecepatan konversi cadangan
energi (seperti jaringan lemak) menjadi panas tubuh. Keadaan ini
menguntungkan hewan untuk membiarkan suhu tubuhnya turun ke tingkat
rendah selama periode tidak makan (kecuali yang mengalami stres osmotik
atau stres suhu). Hewan endoterm kecil, karena kecepatan metabolismenya
tinggi, akan kelaparan selama periode inaktif bila hewan tidak makan.
38
Gambar 9.1 Metabolisme meningkat secara singkat selama episode gairah dari hibernasi di tupai
darat. Tupai disimpan dalam ruangan dengan suhu 4C. Periode hibernasi steady-state diarsir
dalam warna, dan suhu tubuh, Tb, berwarna merah. Metabolisme digambarkan dalam warna hitam.
Saat onset hibernasi, titik setel untuk suhu tubuh mengalami depresi. Metabolisme menurun,
memungkinkan T, turun menjadi 1-3 derajat celcius di atas T, sepanjang hibernasi. Gangguan
terjadi ketika suhu set-point naik ke 38'C, dan lonjakan kuat produksi panas metabolik
meningkatkan Tb ke tingkat set-point yang baru. Singkatan: RAMR, tingkat metabolisme rata-rata
istirahat
Contoh yang lain adalah tupai tanah dari Columbia, menghabiskan akhir
musim panas dalam liangnya tanpa aktivitas dengan membiarkan suhu
tubuhnya menyamai suhu lingkungannya. Ada yang memperkirakan bahwa
keadaan ini mirip dengan hibernasi, hanya berbeda pada musimnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Termoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur
suhu tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak, supaya suhu
tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar.
Termoregulasi sangat penting karena sebagian besar proses kimiawi
dan fisiologis sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Dalam
mencapai homeostasis, hewan mempertahankan kondisi lingkungan
internalnya dalam keadaan relatif konstan bahkan ketika lingkungan
eksternalnya berubah secara signifikan.
2) Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh,
hewan dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu, hewan
poikilotermik atau konformer suhu (terkonformer), hewan
homeotermik atau regulator suhu (termoregulator), dan hewan
heterotermik.
3) Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu
lingkungannya. Sekalipun suhu tubuh kebanyakan hewan dipengaruhi
oleh lingkungan luarnya, kenyataan menunjukkan bahwa burung dan
mamalia dapat mengatur suhu tubuh mereka, bahkan
mempertahankannya agar tetap konstan, meskipun suhu lingkungan
eksternalnya berubah-ubah.
4) Suhu tubuh hewan tergantung pada keseimbangan antara faktor yang
cenderung menambah panas atau faktor yang cenderung mengurangi
panas. Panas dapat diperoleh (bertambah) dengan thermogenesis
metabolic (endotermi) atau absorpsi panas yang berasal dari
lingkungan luar (ektotermi) yang sebagian besar berasal dari radiasi
matahari. Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya
dapat terjadi melalui empat cara, yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan
evaporasi.
5) Suhu letal dapat berubah-ubah sesuai dengan suhu yang dialami hewan
sebelumnya. Ini bersangkutan dengan aklimasi (penyesuaian tubuh
terhadap iklim/suasana baru di tempat yang sama, khususnya di dalam
42
43
B. Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi kepada pembaca, serta
dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan. Penulis mengakui
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
kami memohon kritik dan saran yang membangun agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
44
DAFTAR PUSTAKA
Randall, David, dkk. 1997. Animal Physicology (Fourth Edition). New york:
W.H. Freeman and Co.