Anda di halaman 1dari 7

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015


PRETREATMENT LIGNOSELULOSA BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI LANGKAH
AWAL PEMBUATAN BIOETANOL GENERASI KEDUA: KAJIAN PUSTAKA
Pretreatment of Oil Palm Trunk Lignocellulose as First Step to Produce Second
Generation of Bioethanol: A Review
Aldilah Yuanisa1*, Kafidul Ulum1, Agustin Krisna Wardani1
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: aldilahyuanisa13@gmail.com
ABSTRAK
Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang diproduksi melalui
proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Kandungan selulosa pada batang
kelapa sawit yang mencapai 50.78% di bagian residu selulotik membuat batang kelapa sawit
berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol generasi kedua. Namun
pengembangan bahan berlignoselulosa ini masih menemui kendala seperti rendemen
bioetanol yang masih rendah yang disebabkan oleh kerja enzim pada substrat akibat sifat
kristalinitas selulosa dan kehadiran zat penghambat yang dapat mengurangi fermentabilitas
selulosa menjadi etanol. Oleh karena itu, diperlukan optimalisasi teknologi proses produksi
terutama pada proses perlakuan pendahuluan (pretreatment).
Kata Kunci: Pretreatment, Batang Kelapa Sawit, Lignoselulosa, Bioetanol Generasi Kedua
ABSTRACT
Bioethanol is one of alternative energy resource that produced by natural fermentation
which helped by microorganisms that can replace gasoline. The cellulose of oil palm trunk
that reach approximately 50.78% in cellulotic residue have made oil palm trunk become a
potential feedstock of bioethanol second generation. However the development of
lignoselulosa is encountering many obstacles such as bioethanol yield that is still low which
is caused by the action of the enzyme on the substrate to the nature of cellulose crystallinity
and the presence of inhibitors which can reduce fermentability cellulose into ethanol.
Therefore, it is necessary to optimize the production process technology, especially in the
pretreatment.
Keywords: Pretreatment , Oil Palm Trunk, Lignocellulose, Second Generation of Bioethanol
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi dunia akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kebutuhan bahan energi terutama
bahan bakar fosil tersebut telah menyebabkan penurunan cadangan minyak dunia sehingga
bahan bakar fosil ini menjadi semakin langka dan harganya pun meningkat secara signifikan
[1]. Di sisi lain, perkembangan industri berbahan bakar fosil telah menyebabkan dampak
lingkungan dan pemanasan global. Salah satu cara mengurangi krisis energi dan dampak
yang diakibatkan oleh penggunaan energi berbahan baku fosil adalah pengembangan
energi alternatif baru dan terbarukan seperti bioetanol. Selain dapat diperbaharui, bioetanol
ini juga dapat mengurangi emisi akibat pembuangan gas-gas rumah kaca sehingga dapat
mengurangi dampak pemanasan global [2].
Selama ini, produksi bioetanol menggunakan bahan berpati dan bergula seperti gula
tebu, ubi kayu, dan jagung. Padahal bahan-bahan tersebut pada dasarnya merupakan
sumber pangan yang cukup potensial, sehingga pengembangan bioetanol dari bahan
1620

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk


Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015
pangan tersebut dimasa mendatang dapat menimbulkan permasalahan baru akibat
persaingan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Oleh karena itu, perlu
pengembangan bioetanol dari bahan yang bukan merupakan sumber pangan masyarakat
yaitu bahan berlignoselulosa.
Pengembangan bahan berlignoselulosa ini masih menemui kendala seperti
rendemen bioetanol yang masih rendah dan memerlukan biaya produksi yang tinggi yang
terutama diakibatkan oleh rendahnya kerja enzim pada substrat akibat sifat kristalinitas
selulosa dan kehadiran zat penghambat (inhibitors) yang dapat mengurangi fermentabilitas
selulosa dan hemiselulosa menjadi etanol [3]. Oleh karena itu, untuk memproduksi bioetanol
dari kayu maka diperlukan optimalisasi teknologi proses produksi terutama pada proses
perlakuan pendahuluan (pretreatment).
Batang Kelapa Sawit
Indonesia merupakan salah satu negara produsen utama kelapa sawit di dunia
dengan luas areal kelapa sawit pada tahun 2013 mencapai 8.174.162 Ha [4]. Pohon kelapa
sawit akan mulai berbuah setelah 3 tahun. Umur paling ekonomis adalah diantara 10-15
tahun, namun kelapa sawit dapat tumbuh hingga umur 25-30 tahun. Setelah itu, pohon ini
akan menjadi tinggi (hingga ketinggian 20 meter) dan akan dilakukan replanting karena
dianggap sudah tidak produktif lagi. Proses replanting akan menghasilkan limbah padat
seperti batang, pelepah, pangkasan, serat buah dan cangkang. Dari keseluruhan limbah
yang dihasilkan, batang kelapa sawit merupakan limbah terbesar dari perkebunan kelapa
sawit dengan jumlah 6.315.543 ton per tahun [5].
Kehadiran limbah batang pada areal perkebunan sawit dianggap sangat
mengganggu karena dapat menjadi sarang utama bagi pertumbuhan hama (Oryctus) dan
penyakit (Ganoderma), yang kemudian dapat menyerang tanaman muda. Upaya untuk
menghindari risiko tersebut secara tradisional dilakukan pemusnahan batang sawit melalui
cara pembakaran. Namun sejak diberlakukan larangan pembakaran batang sawit pada
tahun 1997, pihak pengelola perkebunan mengalami kesulitan dalam menanggulangi risiko
serangan hama dan penyakit. Risiko ini akan menjadi lebih serius di masa mendatang
seiring dengan perluasan kebun sawit yang kemudian akan meningkatkan volume limbah
peremajaan. Hal ini telah menjadi masalah nasional yang memerlukan solusi efektif bagi
perkebunan sawit Indonesia, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi perkebunan
terluas di dunia [5].
Lignoselulosa
Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen
utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ketiganya membentuk suatu ikatan yang kompleks
yang menjadi bahan dasar penyusun dinding sel tumbuhan [6]. Struktur dari ketiganya dapat
dideskripsikan sebagai kerangka selulosa yang menempel pada ikatan silang matriks
hemiselulosa serta dikelilingi oleh lignin sebagai kulitnya [7].
Selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan penyusun utama kayu, dimana
selulosa adalah senyawa yang menyusun 40 50 % bagian kayu dalam bentuk selulosa
mikrofibril [7]. Sedangkan hemiselulosa adalah senyawa matriks yang berada diantara
mikrofibril mikrofibril selulosa. Berbeda dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin
merupakan senyawa berstruktur kuat yang menyelimuti dan mengeraskan dinding sel.
Peran ketiga komponen kimia ini dalam dinding sel dapat dianalogikan seperti bahan
konstruksi yang terbuat dari reinforced concrete, dimana selulosa, lignin dan hemiselulosa
berperan sebagai rangka besi, semen dan bahan penguat yang memperbaiki ikatan diantara
mereka. Kandungan batang kelapa sawit yang didominasi oleh selulosa disajikan pada
Tabel 1.
Lignin merupakan senyawa yang terdiri dari unit fenilpropana dan turunannya yang
terikat secara tiga dimensi seperti yang disajikan pada Gambar 1. Struktur tiga dimensi yang
kompleks ini menyebabkan lignin sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme. Lignin adalah
bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak setelah selulosa.
Lignin yang merupakan polimer aromatik berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel
1621

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk


Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015
sekunder tanaman dan terdapat sekitar 20-40% . Komponen lignin pada sel tanaman
(monomer guasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida
[9].
Tabel 1. Kandungan Batang Kelapa Sawit
Kandungan Batang Kelapa Sawit
gram / 100 gram
Selulosa
50.78
Hemiselulosa
30.36
Lignin
17.87
Sumber : [8]

Gambar 1. Struktur lignin [10]


Kandungan lignin dalam kayu daun jarum lebih tinggi daripada dalam kayu daun
lebar. Di samping itu, terdapat beberapa perbedaan struktur lignin dalam kayu daun jarum
dan dalam kayu daun lebar. Selulosa, hemiselulosa dan lignin secara umum dapat
ditemukan dalam berbagai jenis biomassa dan merupakan sumber daya karbon yang paling
melimpah di bumi [11].
Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa terdiri atas gula dengan lima gula netral,
yaitu glukosa, mannosa, galaktosa (heksosan) serta xilosa dan arabinosa (pentosan) [11].
Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam alkali. Struktur
hemiselulosa ditunjukkan pada Gambar 2 dimana berbeda dari selulosa yang merupakan
homopolisakarida dengan monomer glukosa dan derajat polimeresasi yang tinggi (10.000
14.000 unit), rantai utama hemiselulosa dapat terdiri atas hanya satu jenis monomer
(homopolimer), seperti xilan atau terdiri atas dua jenis atau lebih monomer (heteropolimer)
seperti glukomanan. Selain itu rantai molekul hemiselulosa pun lebih pendek dibandingkan
dengan selulosa [12].
arabinosa

xilan
Gambar 2. Struktur Hemiselulosa [13]
Di dalam kayu, kandungan hemiselulosa berkisar antara 25-30%, tergantung dari
jenis kayunya. Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer
dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik. Akan tetapi hemiselulosa berbeda
dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula penyusunnya serta panjang rantai molekul
1622

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk


Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015
dan percabangannnya. Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa
kelompok, seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa. Hemiselulosa
merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan
yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar selulosa
yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa akan menyebabkan
terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat [14].
Hemiselulosa memiliki kestabilan yang rendah terhadap bahan kimia dan
pemanasan jika dibandingkan dengan selulosa. Hal tersebut terkait dengan kristalinitas dan
derajat polimerasisasi dari hemiselulosa yang rendah [13]. Di lain sisi hemiselulosa juga
dapat disebut sebagai gabungan antara dan selulosa yang memiliki sifat mudah larut
pada kondisi netral hingga asam [14].
Selulosa (C6H10O5)n merupakan komponen utama lignoselulosa yang berupa
mikrofibril homopolisakarida yang terdiri atas unit-unit -D-glukopiranosa yang terhubung
melalui ikatan glikosidik (1,4) seperti yang disajikan pada Gambar 3. Secara umum selulosa
memiliki struktur kristalin. Kemampuan hidrolisis selulosa secara enzimatis maupun dengan
bahan kimia lain dipengaruhi oleh tingkat kekristalan selulosa tersebut [15].

Gambar 3. Struktur Selulosa [10]


Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf [14]. Selulosa
merupakan kompleks linear yang mempunyai kecenderungan yang kuat untuk membentuk
intra dan intermolekular antar ikatan hidrogen. Komposisi didalam selulosa tergantung pada
varietas, umur, penanaman dan asal dari bahan [10].
Bioetanol dari Lignoselulosa
Berbeda dengan generasi pertamanya yang memanfaatkan pati atau gula sebagai
bahan baku, bioetanol generasi kedua dianggap sebagai alternatif yang menarik sejak
bahan lignoselulosa tidak bersaing dengan tanaman pangan dan dianggap lebih murah
daripada bahan baku pertanian konvensional karena bahan baku yang digunakan adalah
berupa limbah yang pada dasarnya tidak memiliki nilai ekonomi [3]. Proses pemanfaatan
biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol terdiri atas 4 unit, yakni pretreatment, hidrolisis,
fermentasi dan purifikasi [16].
Pretreatment berfungsi untuk mengubah makroskopik dan mikroskopik ukuran serta
struktur seperti komposisi dan struktur kimia sehingga hidrolisis karbohidrat menjadi
monomer gula berlangsung lebih cepat dan menghasilkan yield yang lebih tinggi.
Sedangkan hidrolisis merupakan proses konversi karbohidrat menjadi monomer gula yang
lebih sederhana, seperti halnya selulosa yang diubah menjadi monomer gula C6 yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim selulase, sehingga gula C6 tersebut dapat diubah oleh
mikroorganime menjadi etanol. Begitu pula dengan hemiselulosa yang diubah menjadi
monomer gula C5 yang lebih sederhana dengan bantuan enzim hemiselulase agar dapat
dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk menjadi etanol atau produk samping lain seperti
halnya asam laktat. Sedangkan fermentasi merupakan proses memanfaatkan monomer gula
sederhana hasil hidrolisis untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga mikroorganisme
tersebut dapat menghasilkan produk samping berupa etanol [16].
Namun tahapan delignifikasi atau pretreatment merupakan tahapan yang
menentukan keefektifitasan konversi biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol. Karena
dengan dilakukanya pretreatment diharapkan adanya proses penurunan rekalsitran
biomassa lignoselulosa. Sehingga tahapan hidrolisis dan fermentasi dapat berjalan optimal
[3].
1623

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk


Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015
Pretreatment Biomassa Lignoselulosa
Bahan-bahan lignoselulosa umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Selulosa secara alami diikat oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin. Adanya senyawa
pengikat lignin inilah yang menyebabkan bahan-bahan lignoselulosa sulit untuk dihidrolisa
[17]. Oleh karena itu, proses pretreatment merupakan tahapan proses yang sangat penting
yang dapat mempengaruhi produksi glukosa maupun xilosa sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol generasi kedua melalui hidrolisis enzimatik.
Pretreatment bertujuan untuk memecah ikatan lignin (delignifikasi), menghilangkan
kandungan lignin dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa serta
meningkatkan porositas bahan [18]. Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah
terurainya selulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemiselulosa turut terurai menjadi senyawa
gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa.
Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh
mikroorganisme menghasilkan etanol. Tujuan pretreatment secara skematis disajikan pada
Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan adanya proses delignifikasi atau dapat disebut dengan
pretreatment mampu memecah kompleks lignoselulosa yang terdiri atas lignin, selulosa dan
hemiselulosa. Sehingga terdapat celah yang memungkinkan enzim untuk mengakses
selulosa dan hemiselulosa pada proses hidrolisis.

Gambar 4. Pretreatment Biomasa [16].


Secara umum proses pretreatment dapat dilakukan melalui beberapa metode,
diantaranya secara fisik, kimiawi, biologi, serta kombinasi antara fisik dan kimiawi.
Pretreatment yang dilakukan secara fisik merupakan pretreatment yang memanfaatkan
mesin atau alat berat dengan tujuan akhir mampu mengurangi ukuran biomassa
lignoselulosa tersebut [19]. Sedangkan pada metode pretreatment secara kimiawi,
memanfaatkan bahan kimia sebagai medium perusak kompleks lignoselulosa. Pada
pretreatment secara biologi memanfaatkan aktivitas mikroorganisme dalam melakukan
delignifikasi [20]. Namun mengingat karakteristik biomassa lignoselulosa yang kompleks,
terutama dalam hal ini batang kelapa sawit, diperlukan kombinasi metode pretreatment guna
meningkatkan efisiensi delignifikasi [19].
Beberapa penelitian terkait dengan pretreatment terhadap limbah batang kelapa
sawit antara lain dilakukan oleh Prawitwong (2012) dengan menggunakan panas
konvensional (oven) yang dikombinasikan dengan 3% NaOH sebagai pelarut pada suhu
150oC selama 3 jam. Selain itu Lai and Idris pada tahun 2013 dan 2014 juga melakukan
penelitian dengan metode microwave dengan daya 700 hingga 900 Watt yang
dikombinasikan dengan pelarut NaOH 2.5 M (10%) selama 60 hingga 80 menit, namun
penelitian tersebut dirasa belum efektif karena hanya mampu menghasilkan delignifikasi
sebesar 15 22%. Sedangkan pada penelitian lain yang menggunakan daya microwave,
konsentrasi pelarut dan waktu yang lebih rendah (12 hingga 30 menit dengan konsentrasi
NaOH 1 - 3%) justru mampu menghasilkan delignifikasi yang lebih tinggi, yakni mencapai
82% [13][19].
1624

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk


Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015
Oleh karena itu, melimpahnya limbah atau biomassa lignoselulosa dalam hal ini
batang kelapa sawit di Indonesia dan potensi yang ada terkait dengan pemanfaatannya
sebagai bahan baku bioetanol generasi kedua, membuat penelitian terkait dengan
pretreatment masih terus berkembang. Selain itu kompleksnya ikatan lignoselulosa dalam
biomassa juga menjadi permasalahan yang saat ini masih banyak menjadi kendala dalam
pemilihan metode maupun kondisi dari proses pretreatment. Dimana terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pretreatment. Diantaranya umur tanaman yang
dapat menentukan kandungan lignoselulosa didalamnya. Besar kecilnya kandungan lignin
dalam biomassa tersebut. Ukuran biomassa pada saat pretreatment, pemilihan metode yang
berkaitan dengan penggunaan pelarut maupun pemanasan. Serta tidak adanya senyawa
inhibitor yang dapat dihasilkan setelah proses pretreatment. Karena hal ini akan
mempengaruhi kerja enzim dan proses fermentasi terhadap pembuatan bioetanol generasi
kedua [10].
SIMPULAN
Batang kelapa sawit merupakan limbah yang memiliki kandungan selulosa yang
cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol
generasi kedua. Namun dalam pembuatannya dibutuhkan tahapan delignifikasi atau
pretreatment untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan lignin dalam bahan,
sehingga selulosa dapat dimanfaatkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1) Sinaga, C. 2012. Analisis Respon Masyarakat Terhadap Rencana Kenaikan Harga Bbm
Jenis Premium (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi Di Bogor). Skripsi Departemen Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
2) Smith, A. M. 2008. Prospects for Increasing Starch and Sucrose Yields for Bioethanol
Production. The Plant Journal. 54:546558
3) Alvira, P, E. Tomas-Pejo, M. Ballestro, M.J Negro, 2010. Pretreatment Technologies for
An Efficient Bioethanol Production Process Based on Enzymatic Hydrolysis : A review.
Bioresource Technology 101: 4851-4861
4) Harris, Sjamsjul, A. dan M. Syarifuddin. 2013. Studi Pemanfaatan Limbah Padat dari
Perkebunan Kelapa Sawit pada PLTU 6 MW di Bangka Belitung. Jurnal Teknik Pomits
Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539.
5) Guritno, P. dan Darnoko. 2003. Teknologi Pemanfaatan Limbah Dari Peremajaan
Perkebunan Kelapa Sawit. Seminar Nasional : Mengantisipasi Regenerasi Pertama
Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 9 10 April 2003. Bali : Max Havelaar Indonesia
Foundation
6) Hermiati E, Mangunwidjaja, Candra Sunarti T, Suparno O, Prasetya B. 2010.
Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi. Jurnal Litbang
Pertanian. 24(4).
7) Hovart., Ari L. 2006. Solubility of Stucturally Complicated Materials : I. Wood. J. Phys.
Chem. Ref Data, Vol. 35 No. 1
8) Lai Wong-Lee and Idris,Ani. 2013. Disruption of Oil Palm Trunks and Fronds by
Microwave-Alkali Pretreatment. BioResource 8(2): 2792-2804
9) Anindyawati, Trisanti. 2010. Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa
Limbah Pertanian untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa. Vol. 45. No. 2 : 70-77
10) Sun and Cheng. 2002. Hydrolysis of Lignocelulosic Materials for Ethanol Production : A
Review. Bioresources Technol. 83: 1-11.
11) Fengel, D. and Wegener, G.1984. Wood. Chemistry, Ultrastructure, Reactions Walter de
Gruyter, Berlin : 613.

1625

Pretreatment Lignoseluosa Batang Kelapa Sawit Yuanisa, dkk


Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1620-1626, September 2015
12) Hermiati E, Mangunwidjaja, Candra Sunarti T, Suparno O, Prasetya B. 2010.
Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi. Jurnal Litbang
Pertanian. 24(4).
13) Keshwani, D.R. 2009. Microwave Pretreatment of Switchgrass for Bioethanol
Production. Dissertation. Graduate Faculty of North Carolina State University, Raleigh,
North Carolina. 219 pp.
14) Anindyawati, Trisanti. 2010. Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa
Limbah Pertanian untuk Pupuk Organik. Berita Selulosa. Vol. 45. No. 2 : 70-77.
15) Octavia, S., Soerawidjaja, T.H., Purwadi, R., L.D.G.A,. 2011. Review : Pengolahan Awal
Lignoselulosa Menggunakan Amoniak untuk Meningkatkan Perolehan Gula Fermentasi.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393.
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.
Yogyakarta.
16) Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y.Y., Holtzapple, M., Ladisch, M.,
2005. Features of Promising Technologies for Pretreatment of Lignocellulosic Biomass.
Bioresource Technol., 96: 673-686.
17) Iranmahboob, J., Nadim, F., Monemi, S., 2002. Optimizing Acid-Hydrlysis: A Critical
Step for Production of Ethanol from Mixed Wood Chips. Biomass and Bioenergy, 22:
401 404.
18) Prawitwong, P. Kosugi, A., Takamitsu, A., Lan Deng., et al. 2012. Efcient Ethanol
Production from Separated Parenchyma and Vascular Bundle of Oil Palm Trunk.
Bioresource Technology 125 : 37-42
19) Nohmanbhay, et al. 2013. Microwave-Assisted Alkaline Pretreatment and Microwave
Assisted Enzymatic Saccharification of Oil Palm Empty Fruit Bunch Fiber for Enhanced
Fermentable Sugar Yield. Journal of Sustainable Bioenergy Systems, 3: 7-17.
20) Wardani, A.K dan Indah, K.W. 2013. Pretreatment Ampas Tebu (Saccharum oficinarum)
sebagai Bahan Baku Bioetanol Generasi Kedua. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian. Universitas Brawijaya

1626

Anda mungkin juga menyukai